Suamiku Murid Nakalku Chapter 02

0
0
Deskripsi

“Evans, jangan cepat-cepat, bahaya!” tegur Nara dengan wajah ketakutan karena Evans ugal-ugalan.


“Berisik, katanya tadi disuruh buru-buru, takut terlambat.”


“Tapi gak ugal-ugalan kaya gini juga kali, Van!” kesal Nara.


“Ribet banget sih jadi orang, ini salah, itu salah.” Evans langsung menepikan mobilnya.


“Kenapa berhenti? Sekolah ‘kan masih jauh.” 
“Turun!” titah Evans kejam.


Sarapan usai, kini papanya Evans juga bersiap-siap berangkat ke kantor. Sedangkan Naraya dan Evans bersiap berangkat ke sekolah. Naraya berangkat ke sekolah untuk belajar, sedangkan Evans untuk belajar.


“Ra, kamu berangkat bareng sama Evans aja yah. Sekalian awasin dia biar sampai di sekolah dengan benar dan gak ngeluyur ke mana-mana.” Mamanya Evans memaksa Nara untuk berangkat bersama putranya.


“Mah, apaan sih, emangnya aku anak kecil apa?” 


“Udah, jangan ngebantah, kalau kamu berani bertingkah lagi. Mama pastikan semua fasilitas kamu akan mama tarik. Kamu mau mama masukin ke sekolah asrama?” ancam mamanya.


“Iya-iya, ayo berangkat.” Evans langsung menarik tangan Nara dan menyeretnya.


“Tunggu, kita ‘kan belum salim sama om dan tante. Pamitan dulu sebentar, Evans.” 


Nara langsung menghempaskan tangan Evans dia kemudian menarik lengan baju sekolah Evans dan memintanya mencium tangan kedua orangtuanya.


“Kami berangkat dulu, Om, Tante.”


“Iya, hati-hati di jalan, ya, kalian.”


“Dasar, pinter banget kalau urusan cari muka!” sindir Evans.


Mendengar sindiran dari Evans, Naraya memilih untuk cuek bebek dan mengabaikannya saja. Dia langsung memasuki mobil Evans, diikuti oleh Evans yang kesal karena diabaikan.


Evans melajukan mobilnya dengan kencang, ia tidak mendengarkan Nara yang sejak tadi meminta Evans untuk menurunkan kecepatan.


“Evans, jangan cepat-cepat, bahaya!” tegur Nara dengan wajah ketakutan karena Evans ugal-ugalan.


“Berisik, katanya tadi disuruh buru-buru, takut terlambat.”


“Tapi gak ugal-ugalan kaya gini juga kali, Van!” kesal Nara.


“Ribet banget sih jadi orang, ini salah, itu salah.” Evans langsung menepikan mobilnya.


“Kenapa berhenti? Sekolah ‘kan masih jauh.” 
“Turun!” titah Evans kejam.


“Apa?” tanya Nara cengo mendengar perintah kejam Evans.


“Gue bilang turun, loe gak paham juga? Masa guru lemot!” ejek Evans.


“Kamu jangan ngada-ngada, ya, ini masih jauh dari sekolah.”


“Terus? Masalah buat gue?” jawab Evans dengan tengilnya.


“Evans, saya bisa telat kalau begini, nyari pesan ojek online belum tentu secepat itu langsung ke lokasi ini.”


“Emang gue pikirin, itu sih derita loe!” ujar Evans lagi dengan tengilnya.


“Evans ….”


“Turun!” 


Nara dengan kesal ke luar dari mobil Evans. Setelah ia turun, rupanya dengan tega Evans melajukan mobilnya meninggalkan Nara sendirian dipinggir jalan.


“Nyebelin banget anak itu!” kesal Nara.
“Duh, dijam sibuk begini susah dapetin ojek online.”


Saat sedang memainkan ponselnya untuk mencari ojek online, tiba-tiba ada sebuah mobil hitam berhenti di depan Nara.


“Bu Nara?” ujar seorang pria dengan seragam guru yang sama dengan yang Nara pakai.


“Pak Brian?” pekik Nara.


“Kok Ibu di sini?”


“Iya nih, lagi cari ojek online, tapi belum nemu. Soalnya dijam sibuk begini susah juga.”


“Bareng aja sama saya, Bu, kita ‘kan satu tujuan. Lagian ini udah mau masuk loh, takutnya kesiangan.” 


Pak Brian, seorang guru olahraga muda yang usianya 26 tahun. Memiliki paras yang tampan, dan salah satu guru paling digemari para siswi.


“Syukurlah, terima kasih sudah menawari tumpangan, Pak.” 


Dengan senang hati Nara menerima tawaran itu, untung saja ia bertemu dengan teman kerjanya. Kalau tidak, bisa-bisa Nara telat karena begitu sulit mendapatkan ojek online dijam-jam sibuk begini.


Disisi lain Evans tertawa puas setelah berhasil mengerjai Naraya. Dia berharap semoga Naraya terlambat, maka saat itu terjadi Evans aka mengejek Nara habis-habisan sebagai guru yang tidak becus. Pasti Nara akan malu, karena dia orang yang tegas pada prinsipnya. Harga diri Naraya pasti akan hancur.


“Gue pengin banget lihat si Nara telat, biar kesombongannya itu hancur, biar tahu rasa dia!” ujar Evans sambil menyetir.


Evans tidak tahu saja kalau saat ini Naraya sudah mendapatkan tumpangan dari salah satu rekan guru yang menjadi idola para siswi dan beberapa guru wanita yang masih lajang.


“Bu Nara kok tadi ada di sana? Bukannya rumah Ibu bukan di sana, ya?” tanya Brian.


“Iya, tadi saya berangkat bersama Evans, tapi dia malah menurunkan saya di sana.”


Orang-orang memang sudah tahu kalau Nara itu sudah seperti keluarga dengan keluarganya Evans. Itulah mengapa mereka paham kalau hanya Nara yang berani menentang kenakalan Evans di sekolah.


“Astaga, anak itu gak ada berubahnya. Sebenarnya dia itu kalau gak nakal bisa dibilang anak berprestasi loh, Bu. Saat kelas sebelas dia menjadi kapten team basket sekolah kita, dan berhasil membawa teamnya mendapatkan kejuaraan basket antar sekolah.”


“Iya, Pak Brian, sebenarnya Evans itu anaknya cukup pintar. Biarpun di rumah kerjaannya hanya tahu main dan tidak pernah belajar, tapi nilainya bagus, ya, cukuplah tidak di bawah standar.”


“Nah, memang sangat disayangkan dia dan gengnya itu sering terlibat masalah. Tapi mungkin karena mereka masih berada diusia remaja, mungkin setelah lebih dewasa mereka bisa berubah.”


“Semoga, ya, Pak Brian.”


Tanpa terasa Evans sudah sampai lebih dulu di sekolah, ia langsung memparkirkan mobilnya di tempat parkir sekolah yang sudah disediakan. Ada empat tempat parker yang tersedia. Satu untuk parkir sepeda, lahannya tidak terlalu luas karena jarang juga yang memakai sepeda ke sekolah. Ada tempat parkir untuk motor siswa-siswi, ada tempat parkir untuk mobil siswa-siswi, dan ada tempat parkir untuk para guru.
Evans ke luar dengan gaya coolnya, beberapa siswi yang ada di sana menatap Evans dengan tatapan memuja. 


“Tumben loe gak telat, Vans!” ujar salah seorang teman sekelas Evans.


“Lagi pengin jadi siswa teladan gue!” jawab Evans santai, padahal aslinya dia tidak terlambat juga karena Naraya.


“Wih, mantap, pertahankan, Bro. Sebentar lagi kita ‘kan lulus.”


“Yoi.”


Saat sedang berbincang dengan Bagas, tiba-tiba saja Evans melihat Naraya turun dari mobil guru olahraga di sekolahnya, yaitu Pak Brian.


“Wih, itu Bu Naraya ‘kan? Dia kok berangkatnya bareng sama Pak Brian sih tumben. Apa jangan-jangan mereka pacaran? Duh, potek hati gue!” ujar Bagas membuat Evans mengernyit.


“Kenapa potek? Loe suka sama dia?” tanya Evans penasaran.


“Iya, soalnya Bu Naraya itu cantik, baik, lemah lembut. Sosoknya itu mampu membuat hati gue berdebar. Dia kaya bidadari.” Bagas menjawabnya tanpa ragu, hal itu membuat Evans nyaris tersedak air liurnya sendiri.


“Loe gila, Gas. Dia itu guru kita, umurnya aja beda jauh sama kita. Dan lemah lembut dibagian mananya sih? Orang dia galak begitu. Dari pada mirip bidadari, dia lebih mirip nenek sihir.” 


Evans tidak habis pikir, kenapa bisa Bagas dan beberapa teman sekelasnya selalu memuji Naraya cantik. Mereka bahkan mengidolakannya, setiap ada pelajaran Naraya saja banyak dari mereka yang caper-ceper merayu perempuan itu.


“Beda berapa tahun doang juga. Dia galak cuma sama anak yang nakal doang. Eh, sebenarnya itu bukan galak, tapi tegas. Selera loe terlalu tinggi kali, Vans, pantesan sampai sekarang masih jomblo, padahal yang ngejar-ngejar banyak, mana cantik-cantik.”


“Tetep aja aneh, masa murid ngejar-ngejar guru, udah kaya gak ada yang lain aja.”


“Aneh dari mananya sih, Vans? Bentar lagi kita jadi anak kuliahan, bukan muridnya lagi. Tapi gue gak sanggup deh kalau disuruh saingan sama Pak Brian. Udahlah dia ganteng, pinter, lebih dewasa dari gue, udah mapan lagi.”


“Bro, potek gue, tuh ‘kan bener kayanya Pak Brian suka deh sama Bu Naraya. Gue udah feeling, soalnya cara natap, cara Pak Brian memperlakukan Bu Nara itu beda banget sama dia memperlakukan cewek lain.”


Tiba-tiba saja saat sedang asyik bercengkrama, ada satu teman sekelas mereka yang juga fans Naraya, namanya Bandi.


“Sama, gue juga lihatnya gitu. Yah, nasib, andaikan gue lahir lima tahun lebih dulu.” Bagas menggalau.


“Loe terlahir lima tahun lebih awal juga belum tentu bisa jadi jodohnya dia.” Evans membuat Bagas menatapnya dengan kesal, padahal Evans hanya realistis saja.


“Kenapa sih, Vans, gak bisa apa loe hibur gue. Malah tambah dipotekin.”


“Udah, kita masuk kelas aja, udah mau bel.”
Mereka bertiga masuk ke kelasnya, kebetulan geng Evans yang lain belum sampai. Sudah pasti mereka terlambat dating, apalagi Elvano semalam habis dugem.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Suamiku Murid Nakalku Chapter 03
0
0
“Gak usah, Evans, saya takut kamu bawa mobilnya ugal-ugalan.” Naraya menolak, dia tidak ingin mengalami kejadian seperti tadi pagi. “Kali ini gak bakal ugal-ugalan, udah ayo pulang.”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan