Bab 5 - Episode 0

0
0
Deskripsi

Hamba sungguh bahagia walaupun masih banyak tantangan, tapi rasa ini tidaklah semu. Dengan pembukaan awal di Volume kedua, diriku sudah ditembak saat di kelas satu. Namun ini hanyalah sebatas prolog, cerita hidupku masih jauh dalam tanda kurung (selesai).

Kelemahan tersembunyi

Malam minggu ku tertidur begitu larut, menemaninya berjaga-jaga yang sedang berdo'a. Tak sadarkah diriku ini berada di samping bahunya yang sedang bersandaran. Hamba begitu lalai atas kelelahanku, maafkan aku ... oh Tuhanku.

Ranjang tempat tidur kubaringkan yang setengah sadar, mulut menghinggapi sambil mengucapkan "Selamat malam." Balasan suara yang jernih nan lembut mendengarkan pintu besi belakang yang terkunci. Tak masalah jika engkau tidur di atas kasur yang sama denganku, akan tetapi kamu memilih untuk pulang dengan jarak yang cukup jauh membutuhkan setengah jam. Mata yang masih lelah, besok atau hari ini harus bangun pagi. Kami akan ....

"Mary, bangun. Ini sudah pukul enam lebih." Ah ... Darling, seperti biasa kamu menepati janji dari kebiasaan mu. Diriku masih pura-pura tertidur dan ingin dibangunkan halayaknya tuan putri.

"Bangun Mary, kamu mau ikut atau tidak?" Kubiarkan sebentar namun kedua kantong mataku dibuka secara paksa, bukannya kecupan hangat yang secara sengaja kuperlihatkan bibir yang menggoda ini.

"Sayang, aku ingin dibangunkan dengan ciuman pagi mu," godaanku tak digubris olehnya dengan ekspresi yang bingung cukup mengesalkan.

"Kamu serius ingin melakukannya, saat keempat jariku membuka matamu secara lebar-lebar?" Aku mencoba menutupnya kembali secara paksa, ia pun melepaskannya dan seketika ranjang ku berguncang. Darling tepat berada di atasku. Tak berani membuka mataku namun ...

"Buka matamu Mary, aku ingin kamu melihat ku," tiba-tiba suaranya berubah menjadi maskulin. Muka kita sangat dekat sekali, irama jantung ku mulai tak karuan. Baru kemarin, aku menerima perasaan tulusnya. Darling sudah agresif sekali.

"Ja-Jangan terlalu kasar, pe-perlakukan diriku se-secara lembut," grogiku. Tangannya mulai memegang pipiku dan memonyongkan bibirku. Kukira ia akan melakukan dengan kata lain, "Mulutmu bau, buruan bangun gosok gigimu dan cuci muka."

Ah ... Nih cowok, suasana hatinya berubah begitu cepat. Aku juga sudah gak mood lagi untuk melakukannya. Dia pun turun dari ranjang ku dan kembali berdiri. Ku singkirkan selimutnya dan berjalan malas ke kamar kecil gereja, apa yang ia pinta.

"Sudah selesai? Cepat ganti bajunya." Ku masuk kembali ke kamar gereja sudah begitu rapi tempat tidurku yang sembari menunggu ku terduduk di tepi atas ranjang.

"Kamu gak keluar? Aku mau ganti baju." Permintaan ku didengar baik olehnya dengan cepat melepaskan seragam biarawati yang masih kukenakan. Tinggal mengganti dalamannya juga.

"Hoo ... Jadi gitu cara melepaskannya harus dari atas ke bawah, kukira ada kancing yang tersembunyi." Secara spontan kumenutup tubuh dan dalaman yang masih kukenakan, ia tak pergi keluar dari kamar. Tadi kumendengar pintu yang barusan ditutup, tapi orangnya masih ada di dalam.

"Yu-Yu-Yuda, kenapa kamu masih di sini?" Gawat ekspresi malu ku ikutan terlihat, begini rasanya dilihat oleh laki-laki.

"Silahkan lanjutkan saja, aku gakkan mengganggu mu," santainya dengan memegang gawai pintarku yang ada di dalam lemari, dia terlihat serius melihat ke arah layarnya. Mendengar suara air kran dari speaker yang begitu jernih, itu adalah videonya saat sedang mandi di gereja.

Tak peduli kuperlihatkan seluruh rasa malu ku untuk bergegas mengambil gawainya. Dia tak melawan ataupun menyembunyikan namun saat bertanya hal yang tabu ku tak bisa menjawabnya, "Sudah berapa kali masturbasi melihat isi foto dan video telanjang ku."

Aku benar-benar gak bisa menjawabnya, pertanyaan yang memiliki tekanan sangat besar tapi diucapkan dengan santai, "Aku tidak marah atau meminta putus. Ku hanya ingin mendengar jawaban jujur darimu." Meskipun ku membelakanginya, imajinasi ku bisa membayangkan di dalam dirinya pasti sangat marah besar.

"Kamu tidak sopan melihat isi HP orang lain!" bentakku untuk mengalihkan topiknya tapi ia meminta maaf takkan mengulanginya.

"Bukan berarti aku curiga padamu, saat ku tak tahu kamu ngobrol asik dengan orang lain lewat aplikasi. Ku takkan mengekangmu dari kebanyakan cowok yang diluar sana secara posesif, ku memberikan kelonggaran agar kamu tumbuh berkembang mengetahui setiap sudut pandang yang kau lihat. Tapi, ku tahu sisi jelekmu yang begitu mesum orangnya. Jadi, ku hanya mengecek isi galeri mu," dalihnya.

"Kamu tidak marah padaku, telah menyimpan dan mengambil itu semua tanpa sepengetahuan mu?" melasku.

"Aku marah, tapi tujuanku ada yang jauh lebih penting daripada memarahi mu. Energiku ingin kupakai untuk berolahraga, jadi cepat kenakan baju olahraga mu dan jawab pertanyaanku." Cih ... Dia susah dilawan.

"Satu kali aku melakukannya," ketusku.

"Oh," singkatnya dan pergi keluar dari kamarku. Lain kali aku harus hati-hati dan sering mengganti kata sandinya agar tak diketahui olehnya. Tapi, semua berkas ini hak miliknya memiliki wewenang untuk menghapusnya. Gimana aku gunakan semua data ini untuk mengancamnya, agar ia semakin nurut dan patuh padaku.

"Aku sudah selesai ganti, sebelum itu ..." Ku membuka kembali galerinya dan memperlihatkan padanya. "Kamu gak khawatir, jika aku menyebarkan semua berkas ini ke internet? Reputasi dan kejelekan akan terus ada di sana," ancamku.

"Itu terserah kamu, semua isi galerinya mau diapakan. Sudah kubilang dari awal, kamu kira aku berada diposisi yang dirugikan atau merasa terancam? Untuk memenuhi seluruh hasrat mu." Tangannya secara spontan memukul kepalaku, "Jangan menangis, ketika aku menghilang tanpa jejak tanpa sebab."

Dia mengabaikan itu semua dan tak memedulikannya, aku kesulitan untuk menghadapinya. "Kalau gitu, beritahu aku kelemahan mu." Ini mungkin pertanyaan bodoh yang gak mungkin dijawab olehnya sekalipun ku memelas.

"Ok, jika itu yang kau mau dan tidak melakukan yang aneh diluar jangkauan ku." Hee ... Kenapa dia tiba-tiba nurut padaku?

"Kelemahan pertamaku, dimanja oleh perempuan. Kelemahan keduaku, diserang secara agresif oleh perempuan. Kelemahan terbesar ketiga, keperjakaanku diambil secara paksa dan aku harus bertanggung jawab jika ia hamil diluar nikah. Apakah itu semua sudah tercatat oleh otak kecilmu?" jelasnya yang begitu sangat jelas. Itu semua bisa kulakukan, sekarang pun ku tak keberatan aktivitas olahraganya dialih tempatkan di atas ranjang.

"Yu-Yuda ...," secara malu-malu ku berjalan mendekatinya dan memberitahukan kenyataannya. "Se-sebenarnya, saat kumelakukan itu menonton video tersebut dan membayangkannya. Aku rasa keperawananku sudah pecah, tak ada darah yang keluar. Dan satu minggu setidaknya ku melakukan tiga sampai empat kali sebelum tidur."

"Oh," jawabnya singkat lagi yang terkesan tidak peduli. Namun kumelihat raut mukanya sudah memerah dengan pertanda marah yang begitu besar. "Yu-Yuda, kamu marah. Aku sudah tidak perawan lagi?"

"Bukan."

"Atau aku melakukan hal yang tidak senonoh itu?"

"Bukan."

"Apakah videonya?"

"Bukan."

"Lantas, apa yang membuatmu marah?" bingungku.

"Semuanya dari tindakanmu, cara berpikirmu, melihat orang lain dari pelampiasan hasrat seksual. Keimanan mu sebenarnya digunakan atau tidak? Apakah kamu sadar semua yang kau lakukan hanyalah perbuatan sia-sia. Ku tak masalah kamu menonton video gak jelas itu ataupun kehilangan perawanmu. Bukan itu yang kumaksudkan." Tangannya mulai ke atas kepalaku dan mau memukulnya kembali tapi, "Sungguh kasihan mindset pandangan mu dikuasai hawa nafsumu sendiri." Lalu turun ke hatiku di samping perutku, "Rasa egomu bisa membuat perasaanmu menjadi tumpul. Selama ini, aku telah memberikan kasih sayang padamu setiap bertemu denganmu dan pulang bersama. Jika kamu tidak mengerti, aku sudah tersakiti. Tapi, Tuhan menyuruhku untuk tetap bersabar."

Ini merupakan rasa kekecewaan dan penyesalan yang ia terima, ku meminta maaf secara dalam-dalam dan begitu bersyukur punya pasangan yang terus mengingatkan hamba yang begitu bodoh ini.

"Aku tak mempermasalahkan, kamu melakukan hal itu beberapa kali. Jika bisa porsinya dikurangi, berubah secara tiba-tiba bukan hal yang gampang. Kamu beruntung melakukan kesalahan di depanku dan aku selalu memaafkan mu walaupun tindakanmu tidak terpuji. Tapi aku maklumi, melawan hawa nafsu memang berat dan itu merupakan ujian dari Tuhan agar senantiasa selalu mengingat-NYA dalam kondisi apapun. Dan jika kau ingin bermasturbasi lagi harus izin dariku bila sudah tidak tahan—"

"Kalau melakukannya sekarang, apakah diperbolehkan?" potongku.

"Tak boleh, aku masih belum selesai ber—"

"Tapi, aku gak tahan. Boleh dong ...," melasku dengan menggoda.

"Gak, jangan membuat ku mengulainya la—"

"Tapi tapi, gimana—"

Mulutku yang tengah bicara disambut langsung oleh bibirnya dan menciumnya begitu intim sampai kakiku terkulai lemas dan tubuhku ditahan olehnya.

"Jangan membuatku mengulai ucapakannya dua kali," pelukan hangatnya membuatku merasa betah.

"Ya," jawabku.

"Bila kamu tidak tahan, kamu harus mencoba melawannya," pintanya.

"Ya," jawabku lagi.

"Jika kamu melakukannya tanpa sepengetahuan ku, akan kuurungkan niatku tak jadi kuberikan keperjakaanku saat hubungan kita sudah sah," jelasnya.

"Misal, aku bisa menahan dan melawan hawa nafsuku. Hadiah apa yang kuterima, apakah kamu mau berhubungan dengan ku diluar nikah?" ujarku. Tubuhku diangkat olehnya dengan kuat dari bawah, "Jika kamu ingin, serang aku sekarang, ketika sedang tidur bersama berhubungan badanlah denganku. Dan malam ini aku akan menginap tidur di kamarmu, apakah kamu sanggup melakukannya?" tantangnya.

Tiba-tiba otakku merasa kosong, dilontarkan pertanyaan secara frontal tanpa angin tanpa hujan. Dia seperti arus sungai yang begitu kencang, ku menjadi ambigu harus menjawab apa, "Gimana yah ... Ku izinkan atau tidak ya ..."

Ia memandangiku dengan rendah padahal muka kita begitu dekat, ku merasa permainan psikologisnya dimulai kembali dan berani menerima tantangannya. "Aku akan melakukannya, jika aku berhasil kamu harus bertanggung jawab."

"Ya, jika kamu bisa melakukannya. Tapi ku rasa, kamu tak bisa Mary." Lidah kami melakukan gulat ronde kedua. Sungguh kesempatan yang ia ambil memanfaatkan kelengahanku, belum melakukan aktivitas olahraganya pernapasanku sudah habis dan tersendat-sendat. Yuda menurunkan tubuhku dan membiarkan ku tersandar di depan pintu kamarku.

"Aku akan menunggu serangan malam mu, ketika aku sedang tertidur. Kutunggu di depan halaman dan persiapkan secara matang-matang rencana besarmu tersebut."

Sial ... Aku kalah darinya dua kali atau tiga kali. Ini kompetensi yang secara tidak langsung mengundangku untuk melawannya dan ia juga menyosor bibir lidahku. Tanpa adanya rasa cinta yang kurasakan. Hatiku malah semakin terjatuh ke dalam sisinya. Jika dibiarkan, aku akan dipermainkan di atas telapak tangannya.

Melihat dia sedang pemanasan sebelum beranjak berlari, Yuda menawariku sesuatu, "Jika kamu bisa menyalipku sampai taman kota. Akan kuberikan secara langsung keperjakaanku habis olahraga nanti, kalau kamu bisa menyalipku." Ditambah ledekannya, ia kira aku tak sanggup melakukannya.

"Jangan meremehkan perempuan yang sedang jatuh kasmaran, entar nyesel loh." Saat ku masih berbicara dia sudah lari duluan dengan sekuat tenaga, peraturan yang belum dibuat dan disepakati. Aku benar-benar dipermainkan lagi olehnya sampai tiba pun di taman kota, ia menantang ku lagi, lagi, lagi dan lagi. Sampai pulang ke gereja Bapak. Aku sudah gak kuat untuk melakukan aktivitas berat, inginnya rebahan saja dan kalori yang terbakar juga cukup banyak.

Melihat tubuhnya yang setengah basah habis mandi setelah memakai kamar mandi gereja ini. Ku tak bisa mengambil kesempatan untuk merekamnya lagi.

"Lemah, gitu aja capek. Dah berapa lama kamu berolahraga bersamaku semenjak kelas satu kemarin, tubuhmu masih loyo gitu." Ku tak bisa melawan perkataan pedasnya, aku masih terlalu capek untuk membalas balik.

"Kesempatan ini hanya di hari minggu saja dan sore hari nanti akan kuberikan lagi, jika kamu masih sanggup. Kita akan berlomba berlari lagi sampai ke taman kota dan balik lagi ke gereja ini. Jadi kesempatan mu untuk mendapatkan keperjakaanku tinggal dihitung saja dengan jari, dihitungan ke berapa kamu bisa mengalahkan ku." Ia meminum air botol di depanku sampai habis. Menyegarkan tubuhku yang penuh keringat ini akan ku ladeni dia setelah itu.

"Yuda, jangan intip aku saat sedang mandi," peringatku. Dia tak mendengarkannya dan berjalan melihat jendela kamarku yang ada di atas. Aku ingin tahu, apakah dia sedang memotivasi ku atau hanya sekedar kemauannya saja. Pikiran negatif sedang jauh dariku, ku tak bisa mengalihkannya karena ingin berbaring untuk mengisi kembali energiku, apabila sore nanti ku sanggup melakukannya lagi atau tidak.

Sambutan senyuman dariku untuk mencoba merendahkannya, lantai menjadi basah dari air yang masih belum ku keringkan dengan handuk. Kumembukanya telanjang bulat tanpa busana berjalan santai ke arahnya sambil melihat bola mata kami yang bertatapan.

"Kamu sungguh cantik sekali," pujian yang kuabaikan dan mendorongnya untuk tiduran di atas ranjang tapi ia melempar ku tak peduli jika aku tak sampai menjatuhkannya.

"Janji adalah janji, jika kamu mencoba agresif padaku dan mencoba menyerang ku. Lakukanlah dengan baik, kamu saat ini terlihat gak menarik sama sekali." Ia pun duduk di atas ranjang dan melihatku yang sedang berbaring tengkurap melihat tangannya yang ke atas lalu mendarat begitu keras—"AW!" Ku menjerit kesakitan pantatku dipukul olehnya.

Dia jahat sekali padaku tapi entah kenapa aku suka diperlakukan oleh orang yang kusuka, "Mesum, kelihatan banget kamu ingin ditabok lagi," ketusnya. Aku mengambil sikap berduduk dan merangkak ke arahnya, "Aku memang mesum, apakah kamu tidak terangsang melihat ku yang telanjang ini?"

"Hah, kamu masih bocah remaja di mataku. Bagian mana yang kau pamerkan? Payudaramu? Pinggulmu? Pantatmu?" celetuknya.

"Tentu saja tiga aset yang kau sebutkan tadi, itu adalah daya tarik seorang perempuan. Kamu gak ingin aku mengandung anakmu?" sanggahku.

"Dibilang ingin gak juga, aku lebih suka dengan perempuan yang bersabar walaupun fisiknya jelek dan mukanya buruk rupa. Itu jauh lebih diridhoi ketimbang loe yang secara serampangan mengumbar auratmu," tampiknya.

"Begitu ya, jadi itu mau mu," ku tarik tubuhnya yang duduk santai dan berada di atasnya. "Yuda, aku menginginkanmu," tanganku menuju ke telapak tangannya dan kami saling bergenggam di satu sisi jemari kiriku meraba dadanya yang membidang. Ku ingin ada serangan balik darinya.

"Kamu menginginkan ku? Silahkan pilih antara hatiku dan fisikku, mau yang mana?" Dia sungguh curang sekali, seorang manusia memiliki sifat yang serakah, ku kembalikan pertanyaan yang diberikan kepadaku.

"Aku lebih suka memilih fisikmu, hati dan perasaan bisa berubah dengan cepat. Kita sama halnya berbagi emosi dan nafsu, jika ku boleh jujur. Aku juga menginginkan mu tapi ini masih belum waktunya Mary, jika kamu memaksa. Aku akan bertanggung jawab secara penuh," jawabnya.

Yuda, ucapanmu membuatku tambah jatuh cinta lagi. Dan kamu begitu curang sekali mengenai hatiku. Ku urungkan niatnya dan memakai dalaman dan bajuku lalu kuhubungi orang tuaku.

"Ibu, aku punya kabar gembira." Beliau penasaran dan ingin mendengarkannya di saat yang bersamaan kusuruh ayahku ikut menimbrung juga.

"Tolong ridhoi hubungan kami, aku sangat mencintai Yuda dan ingin segera menikah dengannya habis lulus nanti." Mereka tak langsung membalasnya dan menunggu beberapa saat untuk mendengarkan balasannya.

"Mary, kamu saat ini sedang bersamanya?" tanya Ibu.

"Iya Bu, Yuda akan menginap di kamar gereja," ceplosku yang secara gak sengaja.

"Yuda mau tidur denganmu?! Ayah belum ngizinkan, jika keperawanan mu diambil olehnya malam ini," bentak Ayah.

Ku tertawa membalasnya, "Apa yang ayah maksudkan? Keperawanan ku sudah pecah, Yuda—"

"Mary, berikan handphone mu ke lelaki mu," serius Ibuku secara tiba-tiba dipotong olehnya. Ku turuti aja apa pintanya, Yuda hanya menjawab singkat dan mendengarkannya secara seksama lalu dikembalikan lagi kepada ku. Panggilan telepon masih berlanjut.

"Ya, halo Ibu. Jadi, Yuda boleh menginap di kamarku?" tanyaku.

"Tentu saja tidak boleh, tapi putri kecilku keras kepala. Kami berdua gak mau tahu, jika hamil diluar nikah," kesalnya.

"Tapi Ibu, Yuda sudah berjanji akan bertanggung jawab penuh nanti," dalihku.

"Kami tidak menyalakannya ataupun meminta ia untuk bertanggung jawab. Mary, jika kamu tega melakukan hal itu. Seumur hidup kami takkkan merestui hubungan kalian, sekalipun kawin lari pergi meninggalkan kita," sedihnya. Yuda langsung mengambil gawaiku dan menggantikan ku untuk berbicara pada mereka.

"Itu adalah kesalahan kalian telah gagal mendidik seorang anak, tapi ku tak menyalahkan Mary jika sifat yang ia miliki dari sifat jeleknya orang tuanya juga. Ini terdengar kurang ajar jika aku ikut andil dalam mendidik putrimu yang keterlaluan mesumnya dan cara berpikirnya. Ku tak masalah kalian tidak merestui hubungan kami dan ia menikahi calon pasangan yang kalian pilih. Tapi satu hal lagi, apakah kalian bisa memenuhi keinginan tulusnya tersebut?" tanyanya.

Jika hal itu terjadi, aku menikah orang lain dari apa yang mereka mau. Jadi, Yuda selama ini hanya menjagaku untuk orang lain. Ini sama halnya kejadian diluar sana saat sudah dewasa nanti. Tapi, ku tak ingin mengenal lelaki lain diluar sana yang masih belum ku ketahui kelebihan dan kekurangannya. Ditambah lagi, apakah cowok pilihan orang tuaku benar-benar cocok atau tidak. Diriku akan dianggap sebagai seorang wanita atau mesin hawa pemuas nafsu belaka.

Ku ambil kembali secara paksa dan bilang ke mereka, "Aku tidak ingin berhubungan dengan cowok asing yang hanya memandangi fisikku semata. Yuda jauh lebih mengerti perasaanku, isi hatiku, dan pemikiranku. Kumohon, aku tidak ingin hubunganku berhenti di tengah jalan. Yuda, kemarin lusa mengungkapkan perasaannya dan ia telah kehilangan paman dan bibinya belum lama ini."

Ku melihat ke arahnya dengan mataku yang berkaca mengeluarkan air yang tak bisa berhenti, "Jangan lihat aku dengan pandangan yang seperti itu. Keputusan tersebut hanyalah mereka yang mengizinkannya, jika aku bukan orang yang pantas. Maka pilihanku hanya sebatas berteman denganmu atau menghilang dari pandangan mu tanpa bertemu kembali.

Tidak, Tidak, Tidak, aku tidak menginginkannya, aku tidak mengizinkannya, gawaiku terlepas dan terjatuh tak mendengarkan ucapan orang tuaku yang masih terhubung. Ku memeluk tubuhnya yang tengah berdiri duduk di depan pinggangnya, aku diangkat kembali dan berpindah di atas tepi ranjang. Ia meminjam bahunya agar aku kembali merasa tenang dan mengelus kepalaku.

"Maaf, saat ini dia sedang menangis. Aku menggantikannya dan akan kusampaikan." Gawaiku berada di dekat telinganya sambil menenangkan ku dan ia beberapa mengucapkan 'mencintai ku'. Ku sedikit merasa senang dan baikan akan tetapi Yuda orangnya lurus tanpa basa-basi. Jika memang ingin berhubungan dengan ku diluar pernikahan. Diriku harus berubah terlebih dahulu, tapi kedua orang tuaku masih belum yakin. Kubuktikan dengan secara lisan terlebih dahulu, "Akan ku lakukan. Jadi tolong pertimbangkan lagi Ayah, Ibu. Yuda akan membantuku menjadi perempuan yang lebih baik, aku tidak ingin tertinggal oleh pasangan ku yang memiliki kelas tinggi sepertinya," ungkapku.

"Pegang kata-kata mu dan buktikan, maka kami akan memikirkannya kembali. Jika memang, Yuda pantas menjadi pasangan mu," ucap kedua orang tuaku.

Panggilan yang diputuskan oleh mereka, aku tersandar tiduran rebahan di bawahnya. Berujung melakukan permainan silat lidah kami terasa begitu lama sampai lupa waktu, saling mengumbar perasaan satu sama lain. Yuda saat ini sangat menginginkanku ketika aku sedang lemah.

"Mary, aku juga sangat mencintaimu." Dia masih terus berlanjut sampai merasa puas, air liur yang terus tertukar. Sudah membekas rasanya diingatanku dan aku merasa malu melihat ke arahnya dan membuang muka.

"Saat ini, kamu sungguh erotis dan menggoda. Ingin segera ku santap dirimu, tapi ...." Saat ku menoleh ke arahnya lagi, jidat dan pipiku dikecup olehnya. "Beristirahatlah sebentar, aku pergi keluar dulu untuk membeli makanan, habis itu tidur siang nanti sore kita berlomba lagi."

"Ya," jawabku singkat. Ia pun pergi dari sini, rasa sayang dan setia yang ia ajukan. Aku membayangkan di masa depan nanti, saat bersamanya seumur hidupku akan dipenuhi oleh rasa bahagia. Tapi realitas yang selalu ditamparkan olehku, ini menjadi tujuan utama ku dan motivasi untuk sejajar selevel dengannya.

...

Kesempatan akan datang kedua, ketiga dan seterusnya selama aku bisa berusaha untuk meraihnya. Kami saling kejar-kejaran dan bertukar pikiran menguras habis staminaku sekaligus daya berpikirku. Yuda jauh lebih pintar dari ku, ia memberikan pertanyaan sulit sesuai kemampuan pengetahuan di sekolah keagamaan. Meskipun ia terbilang sempurna dari apa yang orang lihat, aku mengetahui sosoknya yang begitu kesepian tanpa diriku di sisinya. Dia semakin sering tersenyum padaku dan menunjukkan sisi kebahagiaannya.

Hah ... Sungguh senang sekali rasanya, sungguh bahagia sekali aku ini, sungguh keberuntungan yang tiada tara. Aku mendapatkan dan menemukan cahaya bintang yang sebenarnya. Ia bagaikan bulan nan matahari, bukanlah disatukan layaknya gerhana. Tapi Yuda menyeimbang emosi, perasaan dan tindakannya tanpa diluar kendalinya.

Aku belajar darinya lagi dan menirukan semua sikapnya, kesempatan menyerangnya di malam hari. Aku urungkan sebentar, malahan akan kujahui sebisa mungkin dan menunggu bersabar saat waktunya telah tiba. Bukan berarti aku akan menyerah mengambil keperjakaannya maupun hubungan seksual kita.

Aku bisa memintanya dan memohon untuk membantu memuaskan hasratku, kami tidur bersama pun kondisi fisiknya sudah gak karuan hanya ingin cepat-cepat tertidur dengan sangat lelap. Kami terus kejar-kejaran tidak mengingat waktu yang sudah terbuang dan lupa dengan kondisi perut kita yang keroncongan, sesegera mungkin harus diisi bahan bakarnya mengganti kalori semalaman. Namun ....

Aku terbangun lebih awal darinya, melihat sosoknya yang begitu manis saat masih tidur. Akan kubangunkan dengan cara yang aku inginkan, lidahnya merespon apa yang ku mau. Keintiman ini semakin menjadi ketika lengannya secara reflek memeluk tubuhku membuatku gak bisa keluar darinya. Nafas kami terus bertukar satu sama lain, tetapi saat tangan ku meraba ke selangkangannya. Tak ada respon ereksi dari tubuhnya yang sedang kupancing.

Ku ikuti naluri instingku, saat pelukannya mulai melemah. Aku baru membuka setengah bajuku dan perlihatkan bra besar ku di depan matanya yang baru bangun.

"Pagi Darling," sapa hangatku dengan menggoda.

"Pagi Mary, kamu ingin menyerang ku?" harapnya.

"Gak boleh?" Pertanyaan yang kulontarkan tidak dijawab. Yuda membuka bajunya juga dan mulai berdiri duduk membuatku terduduk di atas pangkuannya. "Tentu saja boleh, karena ini ada kelemahan terbesar ku."

Kedua tangannya memegang sisi pipiku dan menarik daguku agar mulutnya sedikit terbuka, ia lebih agresif melakukannya ketimbang saat tak sadarkan diri. Ternyata tubuhnya merespon sendiri dan membuat hawa nafsunya meningkat. "Mary, aku mencintaimu," lalu menutupnya kembali dan terus diucapkan berkali-kali. Punggungku diraba olehnya dan aku terus mengejang sendiri, setiap bagian sensitifku hanya disentuh sedikit. Aku menjadi sangat terangsang ingin bersenggama dan melupakan aktivitas sekolahku.

Suara alarm yang berbunyi dari gawainya membuatnya berhenti melakukan hal demikian, aku mengambil nafas terlebih dahulu dan mulutku sudah begitu sangat basah dengan air liur kami.

"Aku mandi duluan habis itu kamu," ku langsung berbaring lagi tak menjawab perkataannya dan mulai merasa ngantuk kembali. Ciuman intim dan permainan lidahnya sangat berbahaya sekali, membuatku semakin candu ingin melakukannya lagi. Tapi, aku tahan terlebih dahulu untuk mengatur ulang pikiranku biar gak terbawa nafsu. Diriku berubah menjadi gadis terhormat dan biarawan suci yang tak pernah disentuh oleh lelaki lain kecuali calon tunanganku.

Aku tak melihatnya saat sedang berganti seragam sekolahnya, tapi ia terus melihatku memakai itu semua satu-persatu hingga hijabku terpakai semua dan memakai sedikit riasan.

"Kamu lebih cantik ketimbang telanjang bulat ataupun setengah telanjang. Aku lebih suka saat kamu mengenakan seragam biarawati mu dan baju yang lebih tertutup," pujinya.

Senyuman balasanku dan mengabaikannya, ku membuatnya terkecoh mengira aku akan memeluknya tetapi sengatan lebah madu yang besar ini hinggap ke lehernya dan mengecap bekas dengan kecupanku.

"Jika kamu melakukannya lagi, aku akan marah. Menghilangkan bekasnya sangat lama sampai setengah hari, semoga teman kontrakanku tidak sadar dengan hal ini," keluhnya.

Awali dengan senyuman dan berani menyerangnya kembali, tangan kita saling bergenggaman. Ini jauh lebih romantis daripada nafsu kita, ekspresinya berubah menjadi malu. Ternyata apa yang ia katakan secara tidak langsung jauh menyukaiku saat menjadi biarawati, mode yang lebih kalem ternyata kelemahan keempatnya. Ini jauh lebih ampuh dan ia memohon untuk menyudahinya ku tak peduli air matanya terus keluar dan mengingat dosanya kembali dan mengendalikan psikologisnya, apa yang aku mau.

"Yuda, mari pergi cari sarapan terlebih dahulu. Habis itu antarkan aku sampai ke kelas sekolah, akan ku tunjukkan di mana tempatnya," pinta manisku

"Ya." Dia menyerah dan menurutinya walaupun ku bertanya lagi soal, "Kamu masih mencintai ku?" Yuda tak sanggup menjawabnya dan bersikap malu lagi, dia sungguh gemasin sekali seperti boneka hidup yang lucu.

Bersambung~

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Bab 5 - Episode 1
0
0
Babak baru naik kelas dua dengan kata lain semester tiga. Namaku yang baru disebutkan di akhir-akhir cerita (Extra), sungguh ngenes sekali gak diingat sama sahabatku sendiri yaitu Mary. Itu terserah dia sajalah.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan