0.12, Heart.

3
0
Deskripsi

No Love Again.

Oke… Terus?”

Melirik ke tempat lelakinya berada, Audine ingin mengetahui jawaban apa yang akan dikeluarkan oleh lelaki yang baru saja menyampaikan tentang keinginan menikahinya.

Wisnu yang sedang dalam sambungan telephone dengan salah satu orangtua Audine, Aldina, menjelaskan rencana kedepannya untuk mereka.

Membalas tatapan wanitanya, Wisnu tersenyum simpul di sana.

Cinta, Tidak ini bukan tentang cinta lagi, tapi ini tentangnya yang mau merasakan semua perasaan emosi lagi yang ada di dunia ini dengan pasangannya.

Karena, Jika membicarakan cinta saja, rasanya Wisnu tidak perlu sampai menikah dengan Audine. Ia hanya perlu mengadakan perasaannya dengan mempercayai dirinya bahwa Ia jatuh cinta pada perempuan itu dan semua selesai, tidak perlu ada pergerakan berarti.

Tapi, Dengan menikah ini, maka Wisnu setuju untuk merasakan perasaan baru yang akan mereka hadapi kedepannya nanti.

Bagaimanapun untuk hidup sendiri saja, Wisnu merasakan perasaan pahit juga. Jadi bila menikah nanti, Wisnu bisa memastikan bahwa perjalanannya akan ada perasaan pahit juga sepertimana Tuhan menjanjikan akan menguji Hamba dengan segala bentuk cobaannya dengan disesuaikan kemampuan Hambanya.

Jadi Wisnu saat ini memutuskan memberanikan dirinya untuk perasaan yang abu-abu di depan sana dengan ingin membawa wanita ini di kisah akhir hayat hidupnya, Audine Clair Maharani.

“Paling yang Wisnu bisa sampaikan bahwa Wisnu bakalan berusaha terus untuk mencintai dan menyayangi Audi, Tante. Sama Wisnu akan selalu mengupayakan kehidupan yang layak untuk Audi dan keluarga Wisnu nantinya.”

Berusaha terus dan selalu mengupayakan’ adalah kata kunci Wisnu yang dikunci Aldina untuk menyetujui keinginan Wisnu untuk menikahi anaknya, Audine.

Karena jika ditelaah lagi, kalimat Wisnu berarti menyiratkan bahwa apa yang akan terjadi di depan sana, Wisnu tak akan berhenti untuk selalu berusaha guna mengupayakan kebahagiaan Audine dan keluarganya sendiri atau dalam kata mudahnya Wisnu tak akan berhenti berusaha sampai waktunya selesai di dunia yang tidak berujung ini.

Oke, Wisnu lolos.

Memang sesantai dan sedekat itu Aldina pada anak laki-laki ini karena memang seterbuka itu dulu Audine pada Aldina tentang kekasihnya ini.

Itu adalah salah satu kesepakataan diantara Ibu dan Anak itu dalam sebuah hubungan asmara dan ini untuk juga menghindari hal buruk yang bisa saja menimpa Audine sebagai seorang perempuan yang nyatanya paling mudah menjadi korban dalam sebuah hubungan antara laki-laki dan perempuan.

“Makasih, Tante.”

“Makasiiih, Mamah!” seru Audine dengan girang dan itu langsung ditanggapi Sang Mamah, Aldina, “Iya, sama-sama, Sayang.

“Ohya, Mah, Ayah gimana? Menurut Mamah gimana caranya ambil hati Ayah soal Wisnu ini?”

Aldina terlihat berpikir di sana, namun dengan sekejap Ia langsung tersenyum seraya mengatakan bahwa Audine dan Wisnu tidak perlu khawatir, karena Aldina Maharani yang akan membicarakannya langsung pada Ayah Audine, Abraham Clair, untuk membantu dan memberi pengertian tentang ini.

Bagaimanapun Aldina lebih memahami Abraham, dan ini maka lebih mudah untuk Wisnu dibantu Aldina dan juga Audine sendiri mengenai hal mengapa Ia setuju menikah dengan Wisnu.

“Beneran, Mah? Gapapa emangnya?”

Iya, gapapa, Sayang. Mamah bisa kok ngomong dengan baik-baik sama Ayah. Meksipun tebakkan Mamah kayaknya Ayah bakalan hubungin Wisnu juga. Tapi ini dugaan Mamah untuk memastikan aja kalau Wisnu serius tentang hal ini.

“Ah…”

Ga perlu takut. Ayah mu itu cuman mau memastikan dirinya sebelum setuju atas keputusan melepaskan kamu. Bukan masalah Wisnunya. Tapi apakah Ayah mu tepat lepasin kamu sama orang lain di masa sekarang? Ayah mau tau itu saja. Dia ga neko-neko orangnya,” terang Aldina.

“Hm, oke…”

Ayah masih kasih kamu uang kan, Di?

“Masih, Mah.”

Bilang aja sama Mamah kalau Ayah mu itu sudah ga kasih uang lagi ya? Biar Mamah marahin.

“Hahaha. Iyaaa, Mamah.”

Uang dari Mamah juga cukupkan buat biaya kamu sehari-hari?”

“Cukuuup, Mamah Cantik.”

Mamah transfer lagi ya.

“Hahaha. Mamaaah.”

Ajak Wisnu jalan-jalan gih. Kalian masih cuti kan?”

“Ihhh. Besok dah masuk kerja, Mah.”

Astaga. Kantor apa yang cutinya cuman tiga hari?”

“Kantor Swasta, Mah.”

Resign ajalah kalau cuman cutinya ga seberapa.

“Eh, tapi gajinya ga seberapa doang, Mah.”

Dasar.

Menyaksikan secara langsung hubungan Ibu dan Anak yang baik-baik saja meskipun sudah masing-masing itu membuat Wisnu yakin bahwa tidak ada yang salah menjadikan Audine dengan keluarganya menjadi bagian keluarganya juga.

Oke, sudah ya? Mamah tutup yaaa. Mamah mau masak dulu nih, Papah bentar lagi pulang soalnya.

“Okieee. Salam buat Papah sama Leo ya, Mah.”

Kami semua diundang kan nanti?”

“Iyalaaah. Pokoknya Papah harus dateng, ga boleh ada alasan.”

Alriiight. We’ll be at there for you, Honey.

Thank uuu, Mamah. See you soon yaaa.”

Diputuskannya sambungan telephone antara luar negeri ini, setelahnya kedua orang tersebut tersenyum satu sama lain dengan perasaan malunya.

“Hahaha.”

Tertawaan Audine adalah yang paling kekeh karena Ia merasa malu dengan ketidakpercayaannya bahwa Ia akan menikah dan orangtuanya itu setuju mengenai pernikahannya.

“Maluuu!!!”

Telinga Wisnu memerah di sana, Ia juga merasakan hal yang sama dengan yang Audine rasakan. Bagaimanapun hal ini tak pernah Ia bayangkan sama sekali akan datang kepadanya.

Menghabiskan waktu selama lima menit lamanya, Audine baru selesai dengan tertawaan gelinya dan baru setelahnya bertanya langkah apa lagi yang ingin mereka lakukan sekarang.

“Telfon orangtua aku di Jogja.”

“Okie!”

Kemudian Wisnu menekan nomor adiknya, Winata, yang sudah dipastikan sedang ada di rumah.

Iya, Mas?”

“Ada Ibu sama Bapak di rumah, Ta?”

Ada, Mas. Mau ngomong sama mereka?”

“Iya, sama kamu juga, Ta.”

Oke… Sebentar Nata keluar kamar dulu.

Menatap ke tempat Wisnu, Audine cukup takut mengenai hal ini yang mana mungkin saja orangtua Wisnu tidak suka dan tidak akan menerimanya sebagai menantunya.

Bagaimanapun narasi perempuan lebih sulit diterima oleh keluarga pihak laki-laki sudah sering sekali terdengar ke seluruh pelosok Indonesia dan Audine tahu itu.

“Nu,” panggil Audine.

“Iya?”

“Gimana kalau orangtua kamu—” belum Audine menyelesaikan kalimatnya, ponsel Wisnu di sana yang dilakukan speaker sudah mengeluarkan suara lainnya, “Hallo, Mas. Nih Ibu sama Bapak dah sama Nata.

Menegapkan tubuhnya dan juga mengambil satu tangan wanitanya untuk digenggam, lelaki berkacamata itu kembali membicarakan hal yang tadi sudah Ia bicarakan kepada Ibunda Audine.

“Bu, Pak, Wisnu mau kabarin, tahun ini Wisnu berencana nikah sama Audine, sekaligus juga Wisnu mau minta restu sama doanya. Mungkin Ibu sudah ga asing sama Audine. Iya, dia pacar Mas dulu, Bu. Bapak juga ga asing sama Audine, dia satu-satunya perempuan yang bisa bikin Mas nangis dulu.”

Perempuan yang duduk di samping lelaki yang tengah berbicara itu tertegun mendengarnya.

“Mungkin bagi Bapak dan Ibu ini terdengar ga masuk akal kenapa Mas balik lagi sama Audi. Mas juga, Bu, Pak,──sama halnya bingung kenapa ya Mas masih aja suka sama Audi? Kalau Mas pikir-pikir lagi mungkin karena Audi orang pertama yang dengan senang hati mencintai dan menyayangi Wisnu. —”

“— Cintanya Bapak sama Ibu ke Wisnu itu beda sama cintanya Audine ke Wisnu. Jadi Wisnu berani bilang ini, Wisnu bahagia sama cintanya Audi, Wisnu juga bahagia kok sama cintanya Bapak dan Ibu, tapi ini Wisnu membicarakannya sebagai pasangan. Jadi jawaban Wisnu kenapa balik lagi sama Audi, ya, Mas bahagia sama Audi.”

Seiring Wisnu menyatakan dengan jelas bahwa Ia bahagia dengan cinta yang berasal darinya, Audine merasa tersentuh karena artinya Wisnu banyak menyimpan kenangannya dengan wanita ini dalam ingatannya.

“Dengan pernyataan ini, Wisnu harap Ibu sama Bapak bisa sama halnya menyetujui keinginan Wisnu berumahtangga sama Audi. Karena yang Wisnu rasakan sekarang cuman mau menghabiskan sisa umur Wisnu sama Audi. Wisnu mau ada buat dia, Wisnu mau ngelindungin dia, Wisnu mau jadi orang pertama yang dicari dia, Wisnu mau jadi orang pertama yang denger tangisan sama tawa dia, Pak, Bu, bahkan cerita sehari-hari dia. —”

“— Sama halnya yang Bapak rasakan ke Ibu, Wisnu mau Audi yang ada buat Wisnu di masa tua Wisnu. Wisnu juga mau ambil tantangan lainnya. Wisnu mau coba bertanggungjawab atas orang lain. Iya, Audi, dan mungkin…keluarga kecil Mas? Wisnu mau itu semua. Jadi dengan ini, Mas harap Ibu sama Bapak bisa nerima Audi dan juga keluarganya untuk jadi bagian keluarga kita dengan suka cita.”

Hening sebentar untuk menjeda dan mengerti maksud Wisnu, Aryawardhana Malaka selaku Ayahanda dari Wisnu bersuara dengan suara beratnya dan hatinya yang ringan menyatakan bahwa mereka semua akan dengan senang hati mengikuti pilihan Wisnu dan juga akan dengan suka cita menerima Audine beserta keluarganya.

Ada Audi di sana, Mas?” tanya Ibu Wisnu, Wanda Citra Basuki.

“Ada, Ibu,” jawab Audine yang bersuara karena Wisnu yang meminta wanitanya menjawab.

Cah Ayu, Ibu titip Wisnu ya, Nak. Dia emang pendiam orangnya, agak susah memang diajak berbicara yang banyak. Tapi Ibu yakin kalau sama orang yang dia sayang, Wisnu bisa berubah kok, Nak. Pelan-pelan ya komunikasikannya sama Wisnu. Anaknya memang begitu, Nak.

“Iya, Ibu. Nanti Audi usahakan seimbangin Mas Wisnu, Bu.”

Tiba-tiba telinga Wisnu memerah lagi kala mendengar pertama kalinya Audine memanggilnya dengan tambahan Mas di depan namanya, entah mengapa membuatnya salah tingkah.

Makasih ya, Cah Ayu. Ibu sayang sama kalian semua. Ibu tunggu main ke Jogja ya. Kabarin dulu ya, biar Ibu masakkin masakan Jawa sini yang buanyak.

“Makasiiih, Ibuuu. Nanti Audi bawa keluarga Audi sekalian yaaa, Bu.”

Nggiiih, Nak.

“Nata masih di sana, Bu?”

Masih. Mau ngomong sama dia?”

“Iya, Bu.”

Iya, Mas?”

“Mas minta restu sama doanya ya, Ta.”

Iyaaa. Baik-baik sama Mba Audi. Jangan berantem lagi, biar ga ngurung diri lagi di Jogja.

“Astaga. Iyaaa. Ini Mas titip pesan jangan bandel ya, Ta. Kamu sudah jadi anak yang harus bertanggungjawab sama Ibu dan Bapak di Jogja loh ya. Jangan pacaran dulu. Nanti saja Mas cariin.”

Dih, Mas aja pacaran sama Mba Audi dari kuliah. Masa Nata ga boleh?”

“Nataaa, ga boleh yaaa. Mba ngelarang juga. Nata harus fokus kuliah dulu ya. Nanti kalau Nata dah lulus, Mba bantuin kerja di luar negeri deh, tapi catatan gaboleh pacaran dulu,” sambung Audine yang langsung disambut girang Winata, “Janji ya, Mba? Kalau gitu Bapak sama Ibu harus siap. Nanti calon istri Nata bule, Bu.

Opo meneh iki? Kuliah dulu beresin.

Tertawa bersama, Audine menikmati momen pertama lagi di babak baru bersama Wisnu dan juga bersama keluarga mereka.

Nu, makasih…

Audi, makasih…


You Better Not.

“Kenapa nangis, Di?”

“Kamu.”

“Hahaha. Iya, aku. Kenapa tapi?”

Perempuan yang mendengar seluruh percakapan lelakinya sejak kepada Ibunya dan kedua orangtuanya, Audine merasa mellow setelahnya karena ternyata Ia disayang sebegitu tulusnya oleh Wisnu bahkan sampai detik ini.

“Sedih,” “Dari dulu aku kepengen banget disayang kayak orang-orang lain, ternyata cukup ada kamu aja tuh dah termasuk semuanya yang aku mau.”

“Loh, memangnya dari pacaran ga ngerasa aku sayang?”

“Engga.”

“Serius???”

“Iya,” “Aku pikir kamu tuh orangnya kaku, ternyata malu aja. Kenapa ga nunjukkin aja dari dulu? Mungkin aku ga akan pernah kepikiran buat ninggalin kamu. Tapi kamu effort waktu pacaran aja harus aku minta, aku kasih tau. Kalau ga ya aku terus yang gerak buat kamu.”

“Maaf yaaa, Di. Dulu tuh namanya masih anak-anak ya dan itu juga pertama kalinya aku pacaran. Jadi bingung harus apa. Kita sesama lelaki tuh jarang nanya saran harus gimana ke cewek kita. Paling-paling cuman sebatas curhat kayak semisal Aaron diduain sama ceweknya, Ozzy yang dighosting sama ceweknya, Arjuna yang ceweknya ngambekkan tiap menit, dan hubungan kita yang baik-baik aja ga pernah aku keluhin ke mereka, ya emang bingung juga apa yang dikeluhin.”

Baru kali ini Audine kesal-sekesalnya pada Wisnu yang benar-benar buta akan romansa. Tapi selama tujuh tahun terakhir itu Wisnu yang penikmat buku dan film mulai tahu bahwa ternyata menyenangkan bila bisa memperlakukan pasangannya bak satu-satunya miliknya seorang.

Jadi, Baru di detik ini Wisnu ingin sekali meratukan Audine dengan segala pengetahuannya yang didapatkannya dari bacaan dan juga tontonannya.

“Tau ah sebel.”

“Maaf yaaa, Sayang.”

“Dulu emangnya malu kenapa coba?!”

“Malu… dikatain kamu berlebihan.”

“Emangnya aku pernah bilang kamu berlebihan?”

“Engga… Takut aja tapi…”

“Pikiran kamu tuh yang jelek. Mikir yang aneh-aneh soal aku. Padahal aku selalu bilang kalau aku seneng-seneng aja dapet perlakuan istimewa kamu.”

“Iya, aku salah, Audiii. Maaf yaaa. Janji ga malu lagi.”

“Janji?”

“Janjiii. Nanti aku bakalan kasih tau ke seluruh dunia kalau kamu itu miliknya saya.”

“Kan, kan, kan, saya lagi.”

“Iya ya ya maaf. Miliknya Wisnu.”

Cemberut sebentar, lalu Audine mengingat sesuatu yang Ia lupakan sesaat.

“Ah, Nu.”

“Iya.”

“Kita…mau nikah dalam waktu dekat?”

“Hm, ya. Kenapa tuh?”

“Oh…”

“Kamu mau nunda dulu?”

“Ah… Nu, tapi… nanti… semisal dah nikah, kita di kantor tetep profesional ya?”

“Jelas. Harus dong?”

“Hm… Maksud aku kan, Nu.”

“Iya?”

“Kalau… di kantor, kita masing-masing.”

“Oke… Kita kan emang beda divisi.”

“Bukan itu, tapi…”

“Apa, Di?” “Coba ngomong yang jelas.”

“Aku…aku mau orang kantor gatau kita dah nikah.”

“Iya?” “Kenapa?”

“Iya, gapapa?”

“Iya?” “Ada apa, Di?”

“Hm…” lalu Audine yang cemas menceritakan maksud permintaannya untuk menyembunyikan pernikahannya itu karena Jena yang menghubunginya setelah bertemu di mall beberapa hari yang lalu.

Jena bertanya pada Audine apa Ia memiliki hubungan istimewa dengan Wisnu atau tidak, dan jelas Audine mengatakan bahwa mereka hanya teman satu almamater yang mana membuat Jena menyampaikan bahwa Ia menyukai Wisnu dan berniat mendekati lelaki tersebut dalam konteks hubungan asmara.

Audine takut menyakiti hati Jena bila wanita itu tahu Wisnu malah menikah dengannya. Lelaki yang mendengarkannya tak mengerti mengapa wanitanya malah seperti membiarkan wanita lain mendekatinya? Bukannya lebih baik terbuka saja, maka Jena akan berhenti pada niatnya tersebut.

Perempuan itu menjelaskan bahwa ada banyak masalah yang bisa timbul bila mereka terbuka akan pernikahan mereka, dan mungkin saja malah membawa dampak buruk pada tim mereka masing-masing.

“Terus aku harus pura-pura bilang kalau aku lajang gitu?”

“Bukaaan.”

“Terus apa, Di?”

“Bilang aja kamu dah nikah, tapi ga bilang kalau dah nikah sama aku. Ngerti ga?”

“Kamu mau aku bohong kalau pasangan aku bukan kamu?”

“Iya…”

“Terus kamu juga bakalan sama halnya bohong bilang kalau dah nikah tapi bukan sama aku?”

“I—Iya…”

“Aku ga ngerti, Di. Kenapa harus ditutupi sebegitunya? Di kantor memangnya tidak boleh?”

“Boleh… Cuman takut aja, Nu… Ada yang ga suka atau semacamnya. Nanti jadi boomerang buat rumah tangga kita.”

“Gimana kalau ulah kita ini malah jadi boomerang buat kita?”

“Enggaaa. Jangan bilang kayak gitu.”

“Aku cuman ga ngerti, Di. Kamu kenapa kayak mau nyembunyiin fakta dah nikah? Kamu kalau memang ga mau nikah, bilang aja.”

“Enggaaa, Wisnu. Tuh. Kamu kenapa mikirnya begitu coba?”

“Apanya, Di?” “Kalimat kamu aja jelas banget mau bilang ke orang-orang yang nanya ke kamu dah nikah apa belum dan kamu bakalan jawab bisa aja belum atau udah sama orang-orang tertentu.”

“Astaga. Engga ya, Nu. Emangnya siapa sih yang aku harapin? Engga ada. Aku kalau bisa suka sama orang lain, dah dari beberapa tahun yang lalu cari cowok lain, Nu. Cuman karena aku ga bisa nemu cowok sebaik kamu, makanya aku sampe sekarang belum punya pacar lagi.”

Suasana malam ini berantakkan total akibat bersitegang keduanya yang malah mengadu emosi satu sama lain akibat perkataan salah satunya.

“Oke, kita perjelas lagi. Kamu mau saya tetep ngerespon atau hindari Hanggini?”

“Hindarin…”

“Dengan bilang saya sudah nikah?”

“Iya…”

“Nikah dengan teman lama gitu?”

“Iya…”

“Terus semisal Hanggini tetep ngedeketin saya gimana?”

“Ga mungkin?”

“Mungkin,” “Saya tahu banyak cerita perselingkuhan karyawan satu kantor, Di. Kamu pikir itu ga bakalan terjadi kalau kita sama-sama sembunyi gini? Menurut saya lebih baik satu kantor tau, Di. Jadi ada rasa ga enaknya mereka untuk dekat sama kita dalam konteks yang lebih.”

Wisnu benar, Tapi tetap saja bagi Audine jalan tengah yang tepat adalah menyembunyikan pernikahan mereka, karena Audine merasa tahu jalan keluar yang tepat untuk permasalahan Jena ini.

“Kita coba dulu ya, Nu?”

“Apa?”

“Nanti…kalau Hanggini kelewatan…baru deh kita kasih tau anak kantor. Gimana?”

Memejamkan matanya, Wisnu dibuat tidak percaya lagi dengan perkataan wanitanya yang tak masuk di akalnya.

Raut wajah cemas Audine makin nampak, Ia takut bila Wisnu menolak ini dan malah membatalkan rencana pernikahan mereka.

Menatap satu sama lain, Keduanya tidak bisa berbohong untuk tidak menyakiti satu sama lain dibandingkan perasaan mereka yang tak bisa diberikan kepada orang lainnya.

“Oke, tapi saya minta satu hal sama kamu, Di.”

“Apa…?”

“Saya mau Marlo tau pernikahan kita.”

Tak ada yang harus dikhawatirkan, Audine setuju dengan permintaan Wisnu sebagai timbal balik dari permintaannya.

“Oke,” ucap Audine dengan wajahnya yang sudah tidak cemas lagi, dan setelahnya Ia menceritakan sedikit memang rencananya akan memberitahukan Marlo untuk ini dan juga berniat mengundang Marlo pada pernikahan mereka nantinya, “Boleh…kan?”

Hati Wisnu menjadi tenang di sana, setidaknya sang wanita mau menyampaikan pada Marlo bahwa Audine sudah dimiliki oleh lelaki ini.

“Boleh.”

“Makasih.”

“Makasih juga.”

“Hm!” seru Audine menggelengkan kepalanya kuat-kuat, “Aku lebih berterimakasih sama kamu karena mau diajak kerjasama buat ini. Janjiii deh, di waktu yang tepat aku bakalan bilang sama orang-orang kantor kalau suami aku namanya Wisnu Aryawardhana Malaka, laki-laki terganteng di divisi IT.”

“Ck,” “Kenapa harus nunggu waktu yang tepat lagi coba?”

“WISNUUU NANTI ORANG-ORANG KANTOR KAGET KAMU BARU KE JAKARTA LANGSUNG NIKAH!,” seru Audine lagi dengan sudah beranjak memeluk Wisnu dengan keadaan mereka masih duduk di sofa sini dengan artian Audine menimpa paha Wisnu untuk menumpang duduk.

“Ada yang salah memangnya?” balas Wisnu dengan memeluk wanitanya yang sedang dalam pangkuannya, “Nikah kan hal yang baik.”

“Pokoknya diem-diem aja dulu. Ya?”

“Iya, terserah. Pokoknya Marlo harus tau.”

“Kamu nih emang cemburuan ya?”

“Iya,” “Makanya saya kesel dengernya kamu mau sembunyiin fakta kalau kita dah nikah.”

“Iyakan aku tetep jadi istri kamu juga? Aku ga kabur atau semacamnya kalau lagi sama kamu.”

“Tapi saya maunya pamer sama orang kantor kalau istri saya ini Audine Clair Maharani.”

“NANTIII BOLEH KAMU PAMER SEPUASNYA, tapi ga sekarang.”

“Iya ya ya.”

“BISA GA JANGAN MANGGIL DIRI SENDIRI SAYA???”

“Ohya? Maaf, Sayanggg.”

“Nu.”

“Iya, Sayang?”

“Mau coba ciuman ga?”

“Coba—Hahaha. Apa?”

“Ciuuumaaan. Penasaran deh. Apa rasanya bibir ketemu bibir?”

Jika ada survery dalam hubungan mereka dengan pertanyaan siapa yang paling bisa mencairkan suasana mereka, maka jawabannya adalah Audine dengan kepolosannya.

“Pernah dibahas sama Marlo, Bagas. Mereka kan suka ngejek aku sama Vella karena ga punya cowok. Terus katanya kalau nanti dah punya pacar, suruh cobain rasanya ciuman. Mereka bilang—” belum wanita yang berdiri setengah di atas pangkuan lelakinya itu menyelesaikan kalimatnya, Ia tiba-tiba dibuat bungkam oleh kecupan mendadak dari bibir lelaki yang berada di bawahnya.

Cup!

“Rasanya… Duh, kayaknya tadi sebentar banget ya?” ucap Wisnu yang juga sama halnya mau mencari tahu bagaimana rasanya ciuman antara bibir manusia, “Lagi kali ya?”

“IH!”

Audine langsung memukul kecil bibir Wisnu dan itu langsung membuat lelaki yang di bawah sini tertawa senang.

“Kurang lama kan, Di.”

“Bisa aja cari kesempatan!”

“Loh, yang ngajak kan kamu duluan.”

“IYA MANA ABA-ABANYA???”

“Ah, gausah lah pake aba-aba. Kamu lama, ngomong terus.”

Dreeet…

Menoleh secara bersamaan ke tempat ponsel yang berdering, Audine dan Wisnu bertanya-tanya ada panggilan masuk dari siapa lagi kali ini.

“Ah, ganggu aja. Abaikan aja,” kata Wisnu yang langsung mendapat cubitan maut dari Audine yang tahu bahwa Wisnu ingin melanjutkan perkara ciuman mereka, “A! Sakit, Audi…”

Duduk kembali di atas tikar bulu sini yang menjadi alas santai di dekat sofa dan meja ruang tengah, Audine melihat ke tempat ponsel Wisnu yang ternyata berdering.

“Nu, Oji.”

“Oji?” “Ozzy?!”

“Iya.”

“Serius?”

Lelaki itu langsung bangkit dengan semangat dan mengangkat sambungan telephonenya secara rahasia.

“IHHH aku mau denger juga. Speakerin ga?!”

“Bentar, Sayang.”

“IHHH GIGIT NIH!”

“Iya ya ya sebentar, Audi.”

Pada akhirnya Wisnu mengalah untuk melakukan speaker pada panggilan masuk Ozzy.

Hallo, Nu.

“Iya, Ji.”

Kata Nata emang lu mau nikah sama Audi?”

“Hah?”

Audine kaget, Wisnu lebih kaget karena secepat apa adiknya itu menghubungi Ozzy untuk mengabarkan hal tersebut dan mengapa Winata melakukannya, kan seharusnya Wisnu yang mengabarkannya pada teman-temannya, bukan malah Winata.

Iya, Nata bilang gini buat mastiin apa bener atau bohong. Jadi dia nanya sama gua. Lah gua aja gatau soal elu sama Audi lagi. Emangnya elu ketemu Audi di Jakarta?”

Perempuan yang disebut namanya itu hanya menatap lekat lelaki yang di sampingnya dengan rasa penasarannya yang juga sama halnya memuncak seperti yang Ozzy rasakan.

“Ah… Iya, Ji, gua ketemu lagi sama Audi di sini.”

Dan…dalam waktu singkat cuman baru beberapa hari lu di Jakarta bilang kalau lu mau nikahin Audi?”

“I…Iya.”

Elu sama Audi balikkan?”

“Iya, tapi gua lebih ngajak dia nikah sih…”

Hening sebentar sampai ada tertawaan Ozzy menggema di sana.

Anjinggg. Emang dah gua duga orang kayak lu nih banyak kejutannya, dan ini salah satunya.

“Ah…”

Bentar, Nu.

Agaknya Ozzy mau melakukan sesuatu lainnya, sampai-sampai ruang panggilan ini bertambah dua kontak lainnya yang ikut bergabung.

Aaron : “Wet, ada apa ini? Konferensi pers apa kali ini?”

Tertawaan Ozzy masih menggema di sana dengan kekeh dan itu membuat Aaron makin penasaran.

Aaron : “Dih si anjing ketawa-tawa aje lu. Ade apa ini?”

Ozzy : “Bentar. Kita tunggu Juna gabung dulu.”

Audine di sini malah kegirangan karena sejujurnya Ia rindu teman-teman konyol Wisnu ini dan Wisnu sama halnya tertawa kekeh karena temannya Ozzy mau mengumumkan suatu pengumuman penting tentangnya.

Arjuna : “Mohon maaf, Saudara-Saudara. Ada apa ini nelfon malem-malem? Ganggu waktu gua sama Bini gua aja ini.”

Ozzy : “Jun, ada yang mau nyusul lu tuh.”

Arjuna : “Hah—siapa yang mau ke Kalimantan?”

Aaron : “Lah katanya tak akan ku tinggalkan Jogja Ku. Siape nih diantara elu berdua mau ke tempat Juna?”

Ozzy : “Ah, goblok. Bukan. Tapi ada yang mau nyusul Juna yang dah nikah.”

Aaron : “Tai?”

Arjuna : “Elu mau nikah, Ji? Ama siapa ege?”

Aaron : “Wisnu?”

Ozzy : “Ada yang baru beberapa hari ke Jakarta terus ketemu cinta lamanya, langsung diajak nikah. Kaget ga lu?”

Arjuna : “DEMI?”

Aaron : “Bohong…”

Ozzy : “Deeeh. Nu, ngomong lah.”

“Iya gua mau nikah sama Audi dalam waktu dekat ini,” ucap Wisnu dengan setelahnya menatap wanitanya yang sama halnya girang akan berita mereka berdua.

Aaron : “Ah, tai nih. Wisnu terlalu tenang buat ngomongnya. Bohong banget.”

Arjuna : “Kagak lucu bego. Ketauan banget nih Oji sama Wisnu lagi di studio.”

Ozzy : “Ih batu. Wisnu masih di Jakarta, Tai.”

Aaron : “Engga, ga caya gua. Kipak lu berdua.”

Arjuna : “Elu kalau kangen telfonan sama gua mah tinggal bilang aja lah, gausah basa-basi gini.”

Kemudian Wisnu berinisiatif sesuatu, Ia meminta tolong Audine untuk membuat teman-temannya percaya akan berita terbaru Wisnu ini.

“Hallo, Oji, Aron, Junaaa. Ini Odiii, calon istrinya Wisnu. Minta doanya ya sama restunya. Nantiii waktu acara resepsi, dateng yaaa.”

1

2

3

“ANJIR!” seru kompak Aaron dan Arjuna, sedangkan Ozzy makin tertawa terbahak-bahak di sana.

Aaron : “Demi apa ODI?”

Arjuna : “Ini seriusan ga sih, Tai?”

“Seriuuus. Juna dah nikah yaaa? Selamat yaaa. Maaf gatauuu. Nanti deh aku sama Wisnu kapan-kapan main ke Kalimantan ya.”

Wisnu sama halnya tertawa senang tanpa suara karena terhibur akan percakapan temannya yang tak percaya dengan wanita yang sedang bersamanya.

Arjuna : “Kok bisa…?”

Aaron : “Apa yang terjadi, Bangsat? Nu, cerita TAI.”

Lalu Wisnu menceritakan bagaimana Ia bisa satu kantor dengan Audine dan juga berawal mula dari satu apartment serta pikirannya yang berangan-angan menikah dengan Audine mendorongnya mengajukan tawarannya pada wanita tersebut, apakah Audine mau menikah atau tidak dengannya bila Ia ajak dan siapa sangka kalau jawabannya adalah ‘Iya’.

Ozzy : “Gokiiil. Salut, salut, salut sama Mas Wisnu ini.”

Aaron : “Jujur gua kehabisan kata-kata untuk ini, cuman bisa bilang kalian baik-baik dah. Ribet soalnya kalau Wisnu dah galau tuh lagu studio setiap harinya lagu galau terus sama hampir tiap waktu bakalan nulis puisi senja ditinggalkan oleh cintanya.”

Wisnu : “Engga ya. Astaga.”

Arjuna : “Wah… Langgeng dah. Jangan pisah lagi dah lu berdua. Pusing kita-kita ini kalau kalian putus lagi soalnya. Cepet punya anak ya, biar cerita ini beneran jadi legenda.”

Ozzy : “Jauhin anak lu dari dua asbun ini, Nu. Kagak kebayang gua kalau anak-anak lu plek ketiplek asbunnya kayak Aron sama Juna, ga sanggup gua.”

Aaron : “Anjaaay. Jadi om-om lagi nih gua? Anak lu dapet temen dari Wisnu, Jun.”

Arjuna : “Nanti gua bilangin Kia dah. Seneng nih anaknya pasti.”

Wisnu : “Astaga. Kita belum nikah. Baru mau nikah, eh.”

Aaron : “Iya gapapa. Kita bantu rencanakan buat anak lu sama Audi. Anak pertama bagusnya laki-laki, biar anaknya Juna punya Abang. Terus kedua kembar perempuan aja kali ya?”

Arjuna : “Setuju. Anak ketiga kembar tiga, laki-laki semua.”

Ozzy : “Orang gilaaa yang hamil siape emangnyaaa. Napa lu semua yang ngatur, Bangsat.”

Audine tidak sanggup lagi, Ia sudah tertawa geli dan juga menjatuhkan badannya ke tikar bulu sini dengan wajahnya yang sudah memerah terhibur oleh teman-teman lelakinya, Ozzy, Aaron, dan Arjuna.

Wisnu juga sama halnya merasakan terhibur akan teman-temannya ini dan juga Ia merasa senang akan tertawaan lepas wanitanya yang seolah menandakan bahwa Ia turut bahagia pada pertemanan miliknya.

Audi, aku seneng lihat kamu seneng, Di. Aku harap kedepannya kita semua bisa berbahagia terus ya. Mereka dah kayak keluarga buat aku, Di, jadi makasih sudah bisa berhubungan baik sama mereka juga, Di. Aku sayang kamu dan mereka, Di. Mereka juga sayang sama kamu karena mereka tahu kalau aku sayang banget sama kamu, Di. Panjang umur ya, Di. Ayo menua bersama-sama untuk waktu yang lama…

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 0.13, Nobody.
3
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan