
Bab ini gratis yaaa.
Gianna merebahkan kepala di dada Yoan. Dia hirup aroma maskulin yang membuatnya merasa tenang, dia nikmati hangat tubuh laki-laki yang kini mendekapnya. Kedua lengan Yoan melingkar di punggung Gianna dan mengelus-elus pelan. Mereka berada dalam posisi sedikit rebahan di sofa, belum ada yang mau beranjak sejak tadi.
Bahkan keduanya masih mengenakan pakaian kerja. Hanya alas kaki masing-masing saja yang sudah dilepaskan.
Rindu mengambil alih perasaan keduanya hingga enggan untuk berjauhan. Sekarang Yoan terang-terangan menunjukkan perasaannya. Tidak lagi menutup-nutupi rasa cintanya pada Gianna. Dia tidak lagi berada dalam 'mode samar' yang sulit untuk dipahami. Segalanya mulai jelas dan mereka tahu bagaimana cara melangkah ke depan bersama-sama.
"Gimana kelanjutan rencana pertunanganmu sama Aarav?" tanya Yoan kemudian.
"Entah," jawab Gianna sambil memejamkan mata. "Mas Aarav kayaknya akhir-akhir ini sibuk banget sama proyek barunya. Dia belum membahas masalah ini sama sekali. But wait, Mas nanya gini karena cemburu apa gimana?"
Gianna mengangkat kepalanya untuk menatap raut wajah Yoan.
"Mm. Karena cemburu," jawab Yoan jujur. "Melihat kamu sama Aarav bikin dadaku sakit."
"Ini artinya Mas beneran cinta sama aku?" Gianna bertanya sedikit takjub.
Rasanya tidak percaya Yoan yang dingin-dingin cuek itu akan mengakui perasaannya semudah ini.
"Cinta banget... Nggak rela lihat kamu sama laki-laki lain sampai rasanya kayak mau mati," jawab Yoan.
Gianna beringsut sedikit naik hanya untuk mencapai bibir Yoan dan mengecup pelan di sana. "Makasih yaa..."
"Bisa nggak, pertunangan kalian dibatalin aja?" tanya Yoan lirih.
"Bisa, tapi nggak semudah itu," sahut Gianna.
Seumur hidupnya, Gianna belum pernah membangkang atas perintah papanya. Dia telah diberi kehidupan nyaman dan dibebaskan melakukan apa yang diinginkannya. Tidak mudah berubah haluan menjadi berseberangan dengan seorang Edgar Sendjaya. Karena laki-laki itu sangat menyayangi Gianna, meski kini ada hal yang bertentangan dengannya.
"By the way, Makasih juga karena kamu sudah mengejarku secara ugal-ugalan sampai berani menyerahkan dirimu padaku. Padahal kalau dipikir-pikir, aku tidak punya apa-apa untuk kubanggakan. Tapi kamu mencintaiku dengan begitu besar," jawab Yoan.
"Mas punya banyak hal baik yang membuatku kagum. Dan sebelumnya sudah kubilang bahwa aku akan melakukan segala cara untuk mempertahankan hubungan kita," bisik Gianna.
"Tapi nggak dengan having seks juga ya, Sayang. Aku bukannya sok suci, tapi karena kamu masih suci soalnya," tutur Yoan.
Gianna tertawa malu. "Iya mas, tapi kalau make out gapapa 'kan?"
"Contohnya gini?" Yoan memeluk Gianna lebih erat, dia ciumi puncak pipi gadis itu banyak-banyak.
Gianna tertawa terkekeh, lalu dia balas dengan ciuman yang sama banyaknya. Keduanya saling memagut bibir satu sama lain seolah tidak pernah menemukan kata cukup.
"I love your scent," bisik Gianna. "Wangi..."
Lidahnya menggoda cuping telinga Yoan hingga laki-laki itu menggeram pelan. Tidak cukup sampai di situ, Gianna bahkan menjilat leher Yoan. Menggoda sekali tingkahnya.
"Giaa ... jangan nakal..." ucap Yoan memperingatkan.
"Kenapa?" Gianna malah bertanya dengan sikap pura-pura lugu.
"Nanti kebablasan," ucap Yoan pelan.
Gianna tertawa geli, kemudian dia menjauh. Yoan tidak lagi memeluk Gianna, sekarang dia mengubah posisinya dari setengah berbaring menjadi duduk tegap.
"Awalnya kukira Mas suka having sex dengan perempuan yang Mas dekati," ucap Gianna sambil menatap laki-laki di sampingnya. "Ternyata masih perjaka ..."
"Bisa-bisanya mikir gitu," ujar Yoan.
"Soalnya Mas kelihatan playboy gitu. Mana semua cewek dideketin lagi."
"No! Mereka yang deketin aku. Lagian, deket sama cewek bukan berarti bisa tidur sembarangan. Memangnya aku cowok gampangan?"
"Duh, anak solehnya Ibun..."
Yoan mendengkus samar. Dia juga tidak menyangka jika di balik tingkahnya yang nakal dan menggoda itu ternyata Gianna masih perawan.
"Mas tahu nggak, kalau sebenarnya Mas Aarav itu sudah punya pacar tapi tidak direstui oleh keluarganya. Makanya dia ngotot pengen nikah sama aku biar hubungan dengan pacarnya bisa tertutupi," ujar Gianna.
Sekarang Gianna pindah ke pantry untuk mengambil minuman. Yoan mengikuti dari belakang dan duduk di meja bar.
"Wah... Kalian punya nasib yang sama ternyata," seloroh Yoan sambil terkekeh. "Jadi, dia ingin mempermainkan pernikahan, begitu?"
"Kira-kira begitulah," sahut Gianna. Dia meletakkan minuman dingin di atas meja.
"Orang tuamu sudah tahu maksud Aarav ini?" tanya Yoan.
"Kalau masalah ini sepertinya belum. Soalnya di mata Papa dan Mama, Mas Aarav itu anak baik-baik yang nggak pernah bikin ulah. Itulah kenapa Papa ngebet banget pengen jadiin dia menantu," jelas Gianna.
"Tapi mereka tahu kalau Aarav punya pacar?"
"Hubungan Mas Aarav dan Mbak Sera itu udah lama banget tapi mereka nggak pernah ngaku pacaran. Orang-orang tahunya mereka cuma berteman."
"Gimana kalau seandainya Papamu tahu bahwa Aarav yang terlihat baik itu ternyata kelakuannya kayak biawak rawa-rawa?"
"Kayaknya Papa bakalan kecewa, deh," ujar Gianna.
"Bagus dong, berarti dia harus melihatku sebagai sosok calon suami yang pantas untukmu," sahut Yoan.
Yoan dan Gianna saling berpandangan sejenak, seolah bisa membaca isi pikiran masing-masing. Lalu mereka sama-sama tersenyum.
Selama ini, Papa Edgar selalu memuji-muji Aarav dengan segala kebaikan sikapnya. Memang sih, Aarav itu sopan, baik, penurut dan juga pintar. Bahkan jika dibandingkan dengan kakaknya, Aarav tetap akan mendulang pujian. Tapi siapa sangka, laki-laki yang tampak baik itu justru memiliki sisi mengerikan.
"Aku akan menunjukkan sikap asli Mas Aarav sebenarnya sama Papa," ujar Gianna. "Aku tahu bagaimana cara membongkar kebusukan laki-laki itu."
"Dan aku akan menunjukkan bahwa diriku pantas jadi suamimu," sahut Yoan.
Gianna kembali duduk di sisi Yoan. Lalu Yoan mengelus rambut Gianna dan menatap gadis itu penuh rasa sayang.
"Ayo kita sama-sama berjuang..." bisik Yoan.
Gianna mengangguk setuju. Dadanya menghangat saat tahu bahwa sekarang dia tidak lagi berjuang sendirian. Sekarang ada Yoan yang bersedia menggenggam tangannya dan melangkah bersama.
Mungkin jalannya tidak mudah, tapi Gianna yakin bahwa mereka bisa melaluinya bersama.
Sementara itu, Yoan dan Gianna tidak tahu bahwa sejak tadi Aarav memata-matai mereka berdua. Ketika Yoan masuk ke dalam apartemen Gianna dan tidak keluar dalam waktu lama, laki-laki itu mulai gusar. Hal pertama yang dilakukan Aarav adalah menelepon Andaru.
"Mereka kembali bersama," ujar Aarav saat berbicara dengan Andaru.
"Bukannya sudah putus? Kok bisa balikan lagi?" Andaru bertanya dengan suara sedikit tidak percaya.
"Ya mana gue tahu!" Aarav sedikit membentak saat ditanya begitu.
"Astaga..." Andaru justru menggeram kesal.
"Gue sakit hati, nih, lihat mereka kembali rukun. Boleh nggak, gue singkirin Yoan sekarang juga?" tanya Aarav.
"Jangan gila, lo!" Andaru menghardik Aarav dengan nada tinggi.
"Terus gimana?" Aarav justru balas berteriak kesal. "Lo pikir enak ngeliat Gianna mesra-mesraan sama si Bangsat itu?"
"Tapi lo jangan gegabah! Lo pikir menyingkirkan Yoan sama kayak matiin lalat?" seru Andaru marah.
"Terus gue harus gimana sekarang?" sentak Aarav lagi.
"Biar gue pikirin caranya," jawab Andaru.
Aarav mendecih sinis. Sudah dua jam dia memata-matai Yoan dan Gianna. Selama itu pula dadanya memanas tak karuan. Dia kesal sekali melihat Gianna yang kembali mesra dengan Yoan, padahal Aarav sudah melakukan banyak cara untuk memisahkan mereka berdua. Termasuk menghasut Edgar Sendjaya supaya memandang sinis pada Yoan dan menentang hubungannya dengan Gianna.
"Lo harus ingat perjanjian kita, Aru. Gianna harus jadi istri gue atau lo akan membayar semuanya dengan harga yang cukup mahal," desis Aarav marah.
Setelah sambungan telepon dimatikan, giliran Andaru yang mengumpat. "Fuck!"
"Aru?" Sebuah suara mengagetkan laki-laki itu.
Andaru menoleh dan terperanjat mendapati dua orang perempuan yang sangat berarti di hidupnya sedang berdiri tidak jauh darinya. Mama Natha dan Varsha menatapnya dengan penuh selidik.
"Kamu ngomong sama siapa?" tanya Mama Natha.
"Eh, itu ... sa-sama rekan bisnis," jawab Andaru tergagap.
"Oh, ya?" Kali ini Varsha yang mengulitinya melalui tatapan tajam. "Bisnis seperti apa yang membuatmu ingin menyingkirkan Mas Yoan?"
Andaru membeku di tempatnya berdiri.
***
Kayaknya untuk mengendalikan Andaru dan Papa Edgar ini harus melibatkan pawang masing-masing, ya. Kalau enggak, duh… Ngeselin dua-duanya :(
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
