Langkah pertama

3
0
Deskripsi

 “Sehari aja gak buat gue tertarik bisa, gak?” 

“Gue sering godain klien dia.”

Yoongi terlihat melambaikan tangan pada Taehyung dan Namjoon yang berpamitan untuk pulang lebih dahulu karena waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi dan mereka berdua sudah cukup kenyang karena menghabiskan beberapa botol alkohol. Mereka harus pulang dengan selamat, hingga memilih menyudahinya lebih dahulu.

Taehyung menyipitkan matanya yang memerah dan menatap Yoongi yang pergi sembari merangkul wanita yang dijadikan bahan taruhan oleh kekasihnya sendiri. “Yoongi beneran mau make tuh cewek? Ngeri juga mainnya si bocil,” ujarnya.

Namjoon kemudian menepuk bahu Taehyung. “Biarin ajalah. Yuk! Kepala gue pusing, nih!”

Mereka pun akhirnya meninggalkan tempat tersebut yang masih sangat ramai, seakan semua orang tidak memiliki rasa kantuk atau lelah sedikit pun.

***

Taehyung mendesis sebal lalu mengambil beberapa tisu untuk mengusap wajahnya yang basah oleh cairan manis jus yang diminum oleh Jimin. “Kenapa? Cemburu, ya?”

Jimin mendengkus sebal. “Dih! Ngapain cemburu? Gue cuma kaget aja, kok ada yang mau sama dia.” Jimin kemudian kembali menyedot minumannya.

Taehyung mengangguk setuju. “Ya, kan? Gue juga bingung, di sana dia kayak cowok paling cakep sampe banyak cewek yang nempel. Mana ceweknya cakep banget, seksi lagi kayak model majalah porno.” Jimin menyipitkan matanya menatap Taehyung dengan curiga. “Katanya cuma ada cowok? Kalian bohong, ya?”

Jimin tersenyum licik ketika melihat Taehyung tampak terkejut. “Yak! Jangan kasih tahu Seokjin, ya? Bisa ngamuk dia nanti,” rengek Taehyung.

Jimin hanya berdecak malas dan melanjutkan acara membaca bukunya. 

Tiba-tiba ponselnya berdering, ada panggilan masuk dari ayahnya yang membuat Jimin sedikit mengerutkan kening. Dengan malas dia mengangkat panggilan tersebut dan menggumam sebagai balasan sapaan untuk ayahnya di seberang sana. “Bawa pacar kamu ke acara mengenang mendiang Ibu nanti."

Jimin terpaku mendengarnya, menelan ludah kasar dan merasa kebingungan. “Ayah bakal seret kamu pulang kalo gak dateng. Lihat aja." Setelah memberikan ancaman, ayahnya memutuskan sambungan secara sepihak. “Sialan!”

“Kenapa? Panik banget?” Jimin sampai melupakan keberadaan Taehyung saat ini.

“Gak apa-apa. Gue cabut dulu, bye!” Jimin segera membenahi semua barang-barangnya lalu bergegas pergi.

Sepanjang jalan Jimin tampak gelisah, berpikir apakah dia harus datang dan membawa serta Yoongi bersamanya atau tidak sama sekali. Entah seberapa kecil kampusnya sampai dia terus bisa bertemu dengan Yoongi yang kini tampak berjalan sendiri menuju tempat parkir. “Demi kewarasan gue,” gumamnya sebelum berlari mengejar Yoongi.

Jimin berlari menuju Yoongi yang sudah mengenakan helm dan duduk di atas motornya, maka dengan tanpa berpikir Jimin mempercepat langkahnya dan berhenti sembari merentangkan ke dua tangan di depan Yoongi yang hampir melajukan motornya. Yoongi terkejut melihat Jimin yang tiba-tiba muncul, jika saja dia tidak cepat menahan motornya, dia pasti sudah menabraknya. “Lo gila, Kak?!” Yoongi terlihat marah, turun dari motornya dan menghadap Jimin yang tampak menunduk.

Yoongi kemudian menghela napasnya kasar, melepaskan helmnya dan berkacak pinggang. “Kenapa?” Jimin kemudian berdehem dan mendongak menatap Yoongi.

Dia tampak melirik ke sekitarnya, di mana masih ada beberapa orang yang berlalu lalang sembari melirik ke arah mereka dengan rasa penasaran. “Ayah gue mau lo dateng ke rumah besok. Ada acara mengenang mendiang ibu gue,” ujar Jimin.

“Gak usah kepedean, ayah cuma mau mastiin kalo kita ini beneran pacaran. Lo sendiri yang bikin dia salah paham," sahut Jimin kembali. Yoongi bersedekap dada dan menunduk sembari menatap Jimin dengan senyum jailnya. “Terus kenapa lo gak jujur aja? Lo juga aslinya tertarik sama gue, kan? Ngaku aja, gak usah malu.” Jimin berdecak sebal.

Jimin berusaha untuk tidak mengeluarkan umpatan, dia butuh bantuan dari pria menyebalkan di depannya ini. “Mau dateng atau gak?” Jimin menekan suaranya dan Yoongi diam sejenak sebelum mengangkat bahunya acuh.

“Lo berharap gue dateng atau gak?” Jimin sedang bertengkar dengan egonya, dia tidak ingin terlihat begitu membutuhkan Yoongi. “Kalo lo gak mau, bilang aja ke ayah lo kalo gue sibuk.” Yoongi kemudian mengenakan helmnya kembali, menaiki motornya lalu menggerakkan jarinya agar Jimin tidak menghalangi jalannya.

Jimin mengetatkan rahangnya, meremas sisi roknya dengan kuat dan meyakinkan dirinya sendiri. “Ya!” Yoongi menaikkan alisnya bingung. “Gue mau lo dateng,” lanjutnya.

Yoongi tersenyum di balik helmnya, menatap Jimin dengan tatapan jahil yang membuat Jimin merutuk. “Oke. Gue bakal dateng, dengan satu syarat.”

“Yakk! Gak usah banyak gaya pake syarat segala, bocah!” Jimin kesal bukan main. “Ya udah kalo gak mau, gue gak bakal dateng.”

Sialan.

“Apa?! Lo mau apa? Gak macem-macem, ya!” Jimin akhirnya terpaksa mengalah demi keberlangsungan hidupnya. “Pulang sama gue?” Yoongi menepuk jok penumpang di belakangnya. Jimin melirik sejenak dan menatap mata Yoongi. “Langsung gue anter pulang, kok.” Yoongi mencoba meyakinkan.

“Lo sengaja, ya? Kalo yang lain lihat, kita bakal jadi bahan gosip.” Yoongi kemudian menyalakan motornya tanpa mendengarkan protesan dari Jimin. “Kayaknya besok gue sibuk, deh.” Jimin menghentakkan kakinya kesal. “Iya!” Yoongi tersenyum lebar, dia kemudian menurunkan pijakan kaki penumpang lalu mengulurkan tangannya guna membantu Jimin untuk naik.

Jimin berdecak keras, dia kemudian justru memberikan tasnya ke atas tangan Yoongi dan memilih memegang bahu Yoongi sebagai pegangannya. “Udah! Buruan jalan sebelum banyak yang lihat!” Jimin kemudian mengambil tasnya kembali dan memangkunya. “Tas lo mana? Lo gak niat kuliah apa gimana?”

“Perhatian banget pacar gue." Yoongi kemudian meringis saat bahunya dipukul dengan keras oleh Jimin. “Sakit, Yang~" Jimin kemudian mencubit pinggang Yoongi dengan kesal. “Buruan! Gue turun, nih!”

“Ya udah, besok gue gak dateng.”

Dasar hewan berkaki empat!

***

Yoongi menghentikan laju motornya ketika lampu lalu lintas berwarna merah. “Gak mau peluk gue, Kak?” Yoongi menoleh ke arah Jimin. “Ogah! Udah fokus aja nyetir,” balas Jimin sembari mengarahkan kepala Yoongi kembali ke depan.

Tak lama sebuah mobil berhenti di samping mereka, lalu kaca jendela turun dan ada dua pria di dalam sana. Menatap ke arah Jimin yang tampak fokus melihat angka pada lampu lalu lintas. “Cantik~ mending sama kita naik mobil, gak panas. Kasihan kulit mulusnya kena sinar matahari,” ujar salah satu dari mereka sembari mematai paha sampai kaki Jimin yang terekspos.

Yoongi dan Jimin pun ikut menoleh, dengan ekspresi yang berbeda. Jimin yang tampak bingung dan Yoongi yang terlihat marah. Jimin terkejut saat tiba-tiba Yoongi menendang badan mobil tersebut dengan kencang. “Belagu banget lo! Harga mobil lo aja masih di bawah harga motor gue, tolol!"

Ke dua pria tersebut tampak kesal. Yoongi kemudian memegang ke dua tangan Jimin dan membawanya untuk melingkar di perutnya. “Berani banget lo nendang mobil gue, anjing!” Si pengemudi terlihat emosi. “Siapa suruh lo godain cewek gue! Jelek aja songong lo! Nih, gue tambahin!” Yoongi kemudian segera melajukan motornya dengan cepat setelah kembali menendang mobil tersebut untuk ke dua kalinya.

Jimin sendiri hanya tersenyum geli sembari meremas baju Yoongi.

Mereka kini sampai di depan gedung apartemen Jimin, dengan berat hati dia akhirnya memberitahu Yoongi tempat tinggalnya. “Lo tinggal di lantai berapa, Kak? Nomer unitnya berapa?” Jimin memutar bola matanya malas.

“Mau ngapain? Mau ngirim makanan lo? Udah sana pulang! Jangan lupa besok, awas kalo gak dateng!” Jimin kemudian segera meninggalkan Yoongi yang masih mematai punggung Jimin yang berlalu pergi. “Sehari aja gak buat gue tertarik bisa, gak?” Yoongi mendengkus geli sebelum kembali melajukan motornya pergi dari sana.

Jimin masuk ke kelasnya diiringi oleh sorakan menggoda dari temannya. “Ciye~ habis jalan kemana lo sama bocil kemarin?” Jungkook menatap Jimin dengan tatapan menggoda.

Ini yang Jimin tidak suka dari menjalin hubungan di satu tempat yang sama. “Dia maksa gue pulang bareng,” ujarnya.

“Sejak kapan lo jadi penurut?” sahut Seokjin dan diangguki yang lainnya. Jimin memutar bila matanya malas. “Lo tahu seberapa nyebelin dia, kan? Dia terus ngerengek dan ngikutin gue, makanya terpaksa gue mau.” Jimin mencoba mencari alasan

Jimin kemudian bersyukur saat seorang dosen masuk dan pertanyaan menyebalkan dari temannya berhenti.

Jimin dan Seokjin memutuskan untuk ke kantin sembari menunggu kelas berikutnya, tak lama Namjoon datang dan ikut bergabung. “Joon, pinjem hp lo bentar, dong.” Tanpa banyak tanya Namjoon memberikannya pada Jimin.

Jimin melirik pada sepasang kekasih tersebut yang sedang saling menyuapi, menghiraukan dirinya yang tampak kasat mata. Jimin kemudian membuka kontak di ponsel Namjoon, mencari nomor Yoongi lalu mencatatnya. “Nih! Makasih,” ujar Jimin.

“Gue mau ke perpus, ya? Nanti lo ke kelas duluan aja,” ujar Jimin sebelum pergi.

Sudah sepuluh menit Jimin menatap nomor Yoongi dalam diam, tampak berpikir keras dan begitu kebingungan. Jimin kemudian menghembuskan napasnya dengan kasar sebelum mengetik sesuatu dan dengan berat hati menekan tombol kirim.

Yoongi tersedak minumannya sampai dia merasa dada dan tenggorokkannya sakit begitu dia membaca pesan yang dikirim oleh nomor asing. “Kenapa lo? Dapet kiriman link bokep, ya?” tanya Hoseok.

Tanpa membalas ucapan Hoseok, Yoongi kemudian mengulurkan lengannya ke arah temannya itu. “Tolong cubit gue,” pintanya. Yoongi kemudian menjerit keras saat Hoseok mencubitnya dengan keras. “Sakit anjing!” Yoongi mengumpat sembari mengusap bekas merah di lengannya. Yoongi kembali menatap pesan tersebut, menekan foto profilnya dan muncullah foto Jimin di sana. “Ngimpi apa gue semalem?” Gumamnya.

Rasanya seperti memenangkan sebuah taruhan yang besar. Dia senang sekaligus tidak percaya jika Jimin mengirim pesan dahulu padanya. Yoongi kemudian segera menyimpan nomor tersebut dengan bibir yang terus mengulas senyum.

Jimin mengumpat saat menerima balasan dari Yoongi. “Si anjing!” umpatnya.

Jimin mengembungkan pipinya untuk menahan senyumnya, dia menepuk-nepuk pelan pipinya dan menghembuskan napasnya kasar. “Dasar bocil jamet.”

Pukul 5.45 sore dan Jimin sudah tampak siap untuk pergi. Dia tampak terus menatap ponselnya menunggu kabar dari Yoongi yang katanya ingin menjemput dirinya. Tak lama ponselnya berdering, ada panggilan masuk dari Yoongi yang membuat Jimin tiba-tiba terdiam.

Jimin kemudian berdehem perlahan, menegakkan punggungnya. “Satu … dua … tiga.”

Jimin kemudian menerima panggilan tersebut setelah hitungan ke tiga. “Di mana? Udah sampe?” Jimin tampak menaikkan alisnya bingung, karena dia tidak kunjung mendengar jawaban Yoongi. “Heh?! Lo di mana?”

“Maaf, Kak. Gue suka denger suara lo. Oh! Gue udah di depan, mau gue jemput ke sana?” Kali ini Jimin yang diam dan merutuk dalam hati.

“Gak usah! Gue aja yang turun!” Jimin segera mengakhiri panggilannya dan turun ke bawah.

Jimin tampak celingukan mencari keberadaan Yoongi, dia tidak melihat sebuah motor berada di halaman depan gedung. “Kak!” Jimin kemudian menoleh dan mendapati Yoongi yang baru saja turun dari sebuah mobil. Jimin kemudian berjalan mendekat sembari mematai mobil Yoongi, tampak baru dan keren. “Gue minjem punya nyokap, sengaja biar ayah lo terkesan.” Yoongi menjelaskan tanpa ditanya.

“Ayah gue gak gila harta,” balas Jimin.

“Kalo gitu tujuannya gue ubah. Gue pake mobil biar gak kalah dari pacar om-om lo itu." Jimin mendesis sebal. Yoongi kemudian membukakan pintu penumpang untuk Jimin. “Silakan, Princess!” Yoongi tersenyum gemas melihat Jimin yang tampak kesal.

Perjalanan mereka hanya diisi oleh suara musik yang sengaja dinyalakan oleh Jimin, untuk mengusir suasana canggung yang dia rasakan. “Kalo ayah lo maksa kita buat nikah gimana?” Yoongi mencoba membuka obrolan.

“Mana mungkin! Pikiran lo aneh banget, sih?” Yoongi terkekeh geli. “Ya siapa tahu, kan?”

Mereka disambut dengan hangat oleh Hyojoo, sedangkan Hyunsik ayah Jimin tampak diam menatap ke duanya. “Tolong, pastiin Jimin gak buat masalah, ya?” Hyunsik menepuk bahu Yoongi sebelum pergi meninggalkan mereka. Hyojoo tersenyum canggung. “Masuk! Kalian santai aja dulu, acaranya masih belum dimulai.”

“Maksud ayah lo apaan? Emang lo sering bikin masalah apaan, Kak?” tanya Yoongi penasaran. “Gue sering godain klien dia.” Jimin menjawab dengan santai dan Yoongi hanya bisa membuka mulutnya terkejut. “Ini yang bikin gue tertarik sama lo, makin cinta gue sama lo Kak."

“Bacot!” Jimin mendelik kesal.

Satu persatu tamu hadir dan kebanyakan berasal dari klien ayahnya. Entah datang seorang diri atau bersama keluarga mereka dan kini halaman rumah mereka sudah tampak ramai. Yoongi terlihat mematai para tamu yang datang dengan setelan pakaian mahal, tampak menor dengan aksesoris yang mencolok. Dia kemudian menatap Jimin yang tampak bosan, duduk diam sembari menatap gelas minumannya. “Bosen, ya?” tanya Jimin.

“Lo bosen?” Jimin memutar bola matanya malas. “Gue nanya lo, kenapa malah tanya balik?” Yoongi terkekeh lalu menyesap minumannya. Hyojoo tampak berjalan mendekati mereka sembari menebar senyum. “Sayang, Ayah manggil kamu. Nak Yoongi juga, ayo!”

Yoongi dan Jimin saling bertatapan sebelum beranjak dan mengikuti Hyojoo yang sudah berjalan lebih dahulu. “Kayaknya ayah lo mau ngenalin gue ke temen-temennya, deh. Dia pasti bangga punya calon mantu kayak gue,” bisik Yoongi dan mendapatkan cubitan pada perutnya.

Langkah Jimin kemudian memelan saat matanya menangkap sosok pria baya yang kini tampak berbincang dengan ayahnya. Pria yang dulu pernah menjadi kekasihnya untuk beberapa waktu dan meninggalkan memori buruk untuknya. Yoongi kemudian berhenti saat melihat Jimin sudah tidak lagi berjalan di sampingnya, dia menoleh dan melihat Jimin berjalan menjauh.

Yoongi terlihat bingung, dia menatap ke arah Hyojoo yang terus berjalan dan juga Jimin yang semakin menjauh. Yoongi kemudian mengejar Jimin lalu menahan lengannya. “Mau kemana? Ayah lo nungguin kita.”

Yoongi bisa melihat wajah Jimin yang tampak panik dan ketakutan. “Ada apa?”

“Ada salah satu mantan gue jadi tamu.” Jimin berbisik pelan dan mengambil langkah mendekat ke arah Yoongi, berusaha bersembunyi dari tatapan orang. Yoongi sendiri kemudian mendongak, menatap para tamu undangan yang sibuk berbincang masing-masing.

“Yang mana?”

Jimin memejamkan matanya erat. “Yang lagi ngobrol sama Ayah.” Arah tatapan Yoongi kemudian tertuju pada Hyunsik lalu berpindah pada beberapa orang lainnya. Mata Yoongi kemudian mengernyit saat mengenali salah satu pria yang sedang berbincang dengan Hyunsik.

“Ada 3 orang yang ngobrol sama ayah lo. Mantan lo yang mana?” Jimin mendongak saat mendengar suara Yoongi yang terdengar berbeda. Raut wajah Yoongi pun tampak mengetat menahan amarah.

Yoongi kemudian bertatapan dengan Hyojoo yang tampak melambai padanya, menyuruh mereka untuk mendekat. Dan kemudian dia juga bertatapan dengan mata salah satu dari teman Hyunsik yang dia kenal. “Yang pake kemeja coklat.”

Yoongi mengumpat sepenuh hati setelahnya.

***

“Kenapa salahin gue? Gue gak tau kalo dia punya istri!”

“Udah lama gue gak lihat bocil ngintilin lo.”

“Gue gak nyangka lo semurahan ini."

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya The enigma
6
0
Suatu malam Jimin si alpha dan ketua mafia tiba-tiba dihadang oleh beberapa alpha suruhan musuhnya. Di tengah pergulatannya, seorang bocah datang untuk menolong dirinya. Bocah dengan status langka yang sangat diincar semua klan mafia.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan