
Pagi Hari setelah kepergian Daffa selama enam hari, Zikri yang sebagai selingkuhan yang baik membawa seorang pria kerumah baru Daffa.
"Jadi Daffa bikin ini rumah buat lo?" Monolog orang itu setelah melihat-lihat bagian rumah ini, dirinya duduk di gazebo belakang rumah dan menunggu hidangan yang Zikri berikan padanya sebagai tamu.
"Lumayan, rumah nya hampir mirip kaya rumah yang lo maukan? Daffa dulu sering ngomongin ini waktu lagi pada kumpul." Tambahnya lagi masih memperlihatkan sekitarnya.
Meskipun tidak didengar siapapun, dirinya tetap berceloteh layaknya orang gila. Sampai dimana bocah dua tahun datang dari dalam membawa sebuah piring dengan bersusah payah, apalagi ketika akan menuruni undakan rumahnya.
“Sini ayah bantu.” Iky menghampiri Kea dan mengambil piring itu dari tangan mungil yang begitu menggemaskan.
"Makasih ayah." Keaza berlari menuju gajebo, tubuhnya berusaha menaiki tempat tinggi itu, setelah bisa menaiki dengan susah payah, dirinya bersila dan mengulurkan tangannya meminta piring yang di pegang Iky. "Sini, Kea mau makan kuenya."
“Lohh bukan buat ayah? Kirain Kea bawa kue buat ayah.” Iky menyerahkan piring itu pada pangkuan Keanza yang diterima dengan bahagia. "Ini buat Kea, Kea gak bilang buat ayah." suaranya terdengar lirih, menatap piringnya dengan sedih tanpa peduli bahwa ayahnya sudah melongo dengan ucapan balita dua tahun yang begitu pandai berbicara. Meskipun kadang kurang di mengerti.
"Ya udah, ayah minta dehhh!" pasrahnya yang dimana dirinya tidak kuat melihat wajah bimbang Keanza yang mana bingung memilih memakannya atau membaginya pada sang ayah.
Diam benerapa menit, tangan Keanza bergera dengan ragu mengambil kue lapis dan memberikannya pada Iky sambil membuang wajah.
"Ini satu aja." Gumamnya dengan pelan sangat pelan sampai Iky yang mendengarnya sepert bisikan angin. Iky terkekeh pelan, lucu pada bocah itu. "Lucunya anak ayah, Kea suka tinggal sini?"
Dirinya berusaha memancing Keanza untuk memberitahukan sesuatu yang tidak ia ketahui, kehidupan Daffa setelah kembali pada Zikri.
"Suka! papa baik, punya temen, dan Kakak Ima." Beritahu Keanza dengan semangat, tangannya memasukan Kue lapis dan mengunyahnya dengan semangat.
"Papa?" Beo Iky, demi apapun dia baru tahu bahwa Keanza dengan mudahnya memanggil Daffa dengan sebutan ayah, dia kira Daffa akan mendapatkan mereka kembali dengan susah, ternyata segampang ini.
"Papa itu Om kumis?" Tanya nya lagi memastikan, namun setelah mendapat anggukan dari bocah yang masih sibuk mengunyah membuatnya terenyuh.
"Kok manggil papa?" Tanya Iky masih memperlihatkan Keanza yang masih asik dengan dunia makanannya. Anak itu sibuk dengan dunia Kuenya berujar acuh.
“Om kumis suruh.”
"Kalo Ayah suruh jangan panggil papa mau?" Tanya Iky pelan yang berhasil menarik atensi Keanza. Wajah bocah itu menjadi murung "Gak boleh?" Tanya nya, Iky bersiap menyela untuk menjelaskan namun seruan dari dalam rumah membuatnya mengurungkan niatnya.
"Kea bobo siang dulu yuk!" Zikri yang masih berada di dapur rumahnya, berjalan menghampir Keanza dengan masih mengenakan celemek. Saat melihat Keanza yang memegang Kue dan melahap habis kue itu, jalannya terhenti.
"Lohhh kok kue nya kamu makan? Itu kan buat ayah kamu!" Seru Zikri berkacak pinggang di depan anaknya yang masih sibuk mengunyah. Keanza mendongak, menatap Zikri dengan mata bulatnya. Tangannya yang berada di dalam mulut menyuapkan satu potong kue terkahir ke mulutnya.
"Abisss!!!" serunya menunjukan piring kosong pada Zikri dengan wajah cerianya. Alis Zikri menekuk, "Itu buat ayah, ngapain kamu makan?" Tanya nya. Mengambil piring kosong itu dan menyerahkan nya pada Ima yang memang tadi mengikutinya di belakang.
"Buat ayah?" Wajah itu penuh dengan kepolosan, mengalihkan perhatiannya pada sang ayah yang menyeruput kopi yang Zikri buatkan.
"Tapi Kea mau." Ujarnya berdiri dan ikut berkacak pinggang. Kembali melanjutkan ucapannya "ayah Kea bagi satu." Jari telunjuknya dia kasih ke Zikri, namun saat melihat Zikri tidak menurunkan tangannya di pinggang. Dirinya berjongkok dengan bibir mengecil, tatapan teralihkan pada kolam ikan, tanpa mau menatap Bubunya.
Keanza merajuk.
"Ya udah lupain, ayo berdiri, kamu udah waktunya bobo siang." Zikri mengalah. “Tapi kamu minta maaf sama ayah, karena udah ngabisin punya ayah.”
Tangan Keanza terulur meminta di gendong, namun Zikri hanya membantu Kea turun di gazebo dan setelahnya meninggalkan bocah itu yang kembali merenggut.
Namun ketika Zikri menunjukan dot susu padanya dengan segera dirinya mengejar Zikri dengan cengiran khasnya, demi apapun Iky yang melihatnya begitu bahagia, dia berdoa untuk mereka berdua supaya terus bahagia seperti ini.
Sebelum benar-benar menjauh dari Iky, dirinya menoleh dan membungkuk hormat pada pria itu.
“Maafin Kea ya ayah karena udah abisin kuenya.”
◇○○○◇○○○◇
Pagi harinya Daffa sudah berada di depan pintu dengan wajah sayunya. Zikri yang kebetulan adalah orang yang membuka pintu, membuat Daffa dengan segera merengkuh tubuh ramping itu. Menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher pria itu.
"Capek!"
"Banyak kerjaan?" Tanya Zikri dengan lembut, di usapnya punggung Daffa untuk membantu meringankan beban yang Daffa pikul. Pria yang dulu dia anggap hebat karena mampu berpinjak pada kakinya sendiri tanpa mengandalkan harta orang tua.
"Ommm Kumissssss!!!" teriakan bocah dua tahun yang memakai baju tidur itu membuat mereka melepas pelukannya.
Keanza tadi ingin berpindah untuk tidur bersama Bubunya, namun siapa sangka saat dirinya memasuki ruang tamu yang mana tempat itu lah jalan satu-satunya untuk menuju kamar utama terhenti, melihat dua pria dewasa berpelukan.
"Om kumis apa kabar?" Tanyanya setelah berada di gendongan Daffa yang terdiam, dirinya memikirkan bagaimana bisa Keanza merubah panggilannya kembali.
"Kok Om kumis?" Tanyanya menurunkan Keanza dan berjongkok untuk menyamai tinggi mereka, tangannya bertengger pada pundak Keanza dengan tatapan mengintimidasi khasnya. Namun sepertinya anak itu tidak merasakan auranya
"Hehehe." Keanza hanya terkekeh menjawab pertanyaan Daffa, sedangkan sang empu yang akan kembali menanyakan kembali terhenti karena ucapan Zikri.
"Aku siapin kopi ya? Atau mau mandi? Biar aku siapin air hangat." Tanya Zikri menyela percakapan mereka yang sebentar lagi akan berubah menjadi perdebatan. Dirinya ingin pagi hari ini damai.
"Siapin kopi ajah baru air hangat, tolong ya? kayanya bakal butuh waktu lama buat ngurusin bocah satu ini." Jawab Daffa mendongakkan kepalanya supaya bisa melihat wajah Zikri.
"Masih pagi jangan buat masalah, lagian Kea masih belom ngerti yang begituan, dia masih kecil. " Ucap Zikri berlalu dari sana.
Daffa yang mendengarnya hanya mendengus, "maka nya, mumpung dari kecil harus diajarin biar tau sopan santun. Kalo bukan sekarang kapan lagi? Jangan mendedikasiin anak dengan kalimat kaya gituh."
Tatapannya kembali pokus pada Keanza. "Panggil papa, siapa yang nyuruh kamu bilang kaya gituh?" Daffa berujar penuh penekanan, namun yang namanya Keanza, yang sedari awal ketemu Daffa sudah sedikit kurang ajar.
"Om!" celetuknya dan terkekeh ketika melihat wajah datar Daffa yang menurutnya lucu. Dirinya akan terus berujar seperti itu.
"Panggil papa lagi ayo, kalo Kea manggil papa nanti papa beliin mainan yang Kea mau," rayunya membuat mata Kea berbinar terang, namun karena belum puas dengan panggilan itu Keanza kembali berseru.
"Ommm!" Wajah Daffa yang tadinya sumringah penuh harap, sekarang berubah menjadi mendung, penuh aura kehitaman.
"Kea gua ini bapak lo, coba deh panggil Papaa, ayo keaaaa." Daffa menyemangati, masih berjongkok di depan Kea. Rayuannya sungguh tidak mempan pada anak di depannya.
"Om!" kembali panggilan itu yang terdengar membuat Daffa lumayan prustasi, ada apa sebenarnya dengan anak ini? Hanya ditinggal kurang dari satu minggu sudah kembali kesetelan awal.
"Bukan Om Kea tapi Papa, Papa gituh." Daffa masih belum menyerah juga, pantang menyerah sebelum anak Zikri ini memanggilnya Papa.
Merasa sudah mulai bosan dan terganggu Keanza menepis tangan Daffa dikedua bahunya, yang mana usahanya sia-sia. "Om ihh dari tadi ganggu Kea mulu,"
"Ya manggilnya Papa, Kea. bukan Om, coba deh Papa gituh." Daffa berdiri dengan berkacak pinggang, dirinya merasa kesal sendiri dengan Keanza.
“Om…”
"Zikri anak lu susah amat di kasih taunya, rese banget anak siapa sihh lu?" Daffa berteriak pada Zikri yang kebetulan Lewat di hadapan mereka -akan memasuki kamar untuk menyiapkan air hangat untuknya mandi.
"Anak Daffa." kali ini benar jawabannya namun jika Daffa menyuruhnya pasti tetap Om panggilannya.
"Ya udah panggil Papa, ayo anak Papa coba sayang, panggil Papa." Daffa menatap penuh harap pada Kea yang menatapnya dengan tatapan polos, mulut itu terbuka bersiap mengeluarkan Suaranya.
"Pap,,," ucap Daffa mengeja.
"Om?"
Mendengar nama itu keluar, Daffa menghela nafas panjang sebelum,
"KEAAAA!!"
"AYAHHHHH!!"
Teriakan di belakang dan di sambung dengan panggil ayah dari Kea membuatnya memasang wajah yang begitu dingin. Apa semua ini ada sangkut pautnya dengan orang itu disini?
Jadi panggil Om yang kembali Kea ucapkan itu adalah perintah dari orang ini? Itu kesimpulan yang Daffa ambil.
Tatapannya menajam saat Keanza bertepuk tangan dihadapan orang yang berada di depan pintu yang di biarkan terbuka saat dirinya pulang.
Ditangan orang itu terdapat beberapa pelastik yang sepertinya sebuah makanan.
"Gua baru tahu kalo pagi itu waktu yang pas buat bertamu kerumah orang." Sinisnya menghadap pada orang itu yang sudah kalian ketahui siapa namanya. Iky, sang ayah Keanza.
"Ahh maaf, gua kira lu masih di rumah bini lu, makanya gua mampir buat sarapan bareng Kea sama Bubunya." Cetus orang itu santai, mendudukan dirinya di sofa single yang berada diruang tamu dengan Kea yang berada di pangkuannya melihat kearah mereka dengan bingung.
"Daffa, air hangat nya udah," ucapan Zikri menggantung di udara, dirinya tidak menyangka akan mendapati Iky yang berada dirumah nya se pagi ini.
"Kamu yang bawa dia kesini kemarin?" Dirinya mengira bahwa satpam yang berjaga memberitahukan info yang salah ketika tadi lewat, ternyata memang benar, Zikri membawa pria lain kerumah mereka.
"Ahhh itu kemaren dia anterin aku pulang dari cafe." Beritahu Zikri dengan canggung, layaknya kekasih yang ketahuan selingkuh.
"Zik, aku bawain sarapan. Aku belinya cuman empat buat kamu, Kea, aku sama Ima. Soalnya aku gak tau kalo Daffa, pulang." Sela Iky menimbrung dalam percakapan mereka.
“Lagian juga gua males sarapan bareng,” Ketus Daffa “Hahhhh, air panas udah kamu siapin kan? Aku mandi dulu.” Lanjutnya mencium pipi Keanza dan berjalan kearah Zikri yang masih berdiri didepan pintu kamar mereka.
"Siapin pakaian aku tolong." Tambahnya dan mecium kening Zikri sebelum masuk kekamar meninggalkan Zikri yang mematung dan Iky yang berdecak.