
Cedric-No Name-Tanpa Nama Belakang, semua mengenalnya sebagai Lord Konyol dan pecundang.
Dengan masa lalu yang menyedihkan hanya untuk bahan lelucon dan ditertawakan.
Tapi Cedric tak peduli apa kata orang, dia sudah terbiasa hidup bebas.
Hingga dia dipaksa menanggalkan topeng kekonyolannya.
Ada seseorang yang sangat berarti di dalam hidupnya yang harus dia lindungi.
Ada pula seseorang yang menyerahkan jiwa raga hanya untuk melindungi dirinya.
Cedric dalam persimpangan hidup, menyelamatkan...
- Gloryton Yang Tak Diakui
“Itu dia! Tangkap dia cepat!” Pria bertubuh paling besar dengan pakaian berwarna gelap dan topi hampir menutupi wajahnya menunjuk pada seorang pria yang berdiri di depan dermaga. Pria itu masih melihat kapal-kapal yang terus beraktivitas meski langit malam telah membungkus semesta.
“Kamu tidak akan bisa kabur!” teriak pria bertubuh besar tersebut. Cedric baru menyadari pria-pria berotot itu sedang berlari ke arahnya. Dia mengayunkan tangan, melambai pada sebuah kapal pengangkut barang yang bahkan sudah mengangkat jangkar dan bergerak. Cedric berteriak, melambai dengan sekuat tenaga. Dia berlari seakan mengejar kapal tersebut. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti.
Tubuhnya tersentak, ditarik paksa oleh beberapa pasang tangan yang kokoh. Dia meronta mencoba melepaskan diri. Dilihatnya lima pria berpakaian gelap mengelilingi, wajah mereka begitu sangar serta tak sabar. Mereka menyeret Cedric yang terus meronta.
“Apa yang kalian lakukan?” Cedric menghardik, “lepaskan! Atau kalian akan menyesal!”
Tapi tampaknya pria-pria itu tak peduli. Mereka malah terkekeh. “Kurasa Anda yang akan menyesal Sir.” Bukannya gentar, mereka malah sibuk mengikat tangan dan kaki Cedric. “Cepat!” Salah satu pria yang tampak seperti pimpinan kelompok tersebut memberi isyarat pada anak buahnya. Cedric dilempar masuk ke dalam kereta kuda. Tubuhnya menghantam kursi pada kereta. Namun para penculiknya seakan tak peduli. Mereka naik ke kereta, membiarkan begitu saja sang tahanan terduduk pada lantai. “Jaga, jangan sampai dia kabur!” Pesan sang pemimpin, dia memejamkan mata tertidur tepat sebelum kereta kuda bergerak menyusuri jalanan dengan cepat.
Sama seperti saat masuk ke dalam kereta dengan tubuh terhempas keras. Maka saat turun pun dia mengalami hal yang buruk. Cedric didorong paksa. Tubuhnya membentur pintu, lalu terhuyung jatuh dari tangga kereta. Bukannya bantuan yang diterimanya, Cedric malah ditarik—setengah diseret menuju sebuah bangunan mewah. Cedric tinggal di sana hampir seumur hidupnya. Dia sering mendapatkan perlakuan berbeda dari saudaranya, tapi tak pernah dipermalukan seperti ini. Bahkan di depan semua pelayan di kediaman Gloryton yang kini sibuk berbisik.
“Kurasa bukan dia, My Lord.”
Cedric melihat Yvone membujuk pria berwajah penuh amarah yang berdiri dengan sebuah tongkat di tangannya. “Bawa dia masuk! Cepat!” perintahnya.
Cedric bisa melihat saudara laki-lakinya duduk dengan dagu terangkat sambil mengetukkan jemari pada lengan kursi, bibirnya membentuk senyum mengejek sedangkan matanya menatap menghakimi.
“Ucapkan salam pada ayahmu, Cedric!” ucap Yvone segera sembari berjalan menuju pemuda yang baru berusia sembilan belas tahun itu. Dia mencoba membantu Cedric berdiri tapi suara menggelegar terdengar. “Jangan ikut campur Yvone!” Cedric menahan langkah Yvone agar tidak mendekat padanya lagi. Dia tahu, hal buruk dapat terjadi pada Yvone bila berada di sisinya. Dan Cedric tidak ingin itu terjadi.
“Apa yang kamu lakukan hari ini anak bangsat?!” bentak Marquess of Gloryton.
Cedric tersenyum. Dan tentu saja senyuman itu mendapat ganjaran sebuah tamparan keras dari tangan sang marquess. Tapi bukankah Cedric patut untuk tertawa. Bila pria hebat di depannya ini memanggilnya sebagai anak bangsat, maka tidakkah pria itu sadar dari mana darah bangsat itu berasal? Dari darah pria hebat ini tentu saja. Ah atau, ketika dia diciptakan darah hebat sang bangsawan ini tidak mengalir setetes pun di dalam tubuhnya? Akan lebih menyenangkan kalau itu yang terjadi. Nyatanya, seratus persen di dalam tubuhnya mengalir darah bangsawan yang memanggilnya bangsat.
“Apa maksudmu, Ayah?” tanya Cedric memainkan peran sebagai putra yang sesuai dengan gambaran ayahnya. Anak berengsek, tidak tahu malu, yang hanya bisa membuat onar serta tak berguna. Ah iya, tambahkan satu lagi, dan bangsat!
“Semua kelakuan burukmu sudah cukup membuat aku merasa sangat malu!” teriak Marquess of Gloryton.
Cedric mengangguk, mengakui semua yang dikatakan ayahnya. Bila dia hanya melakukan saran ayahnya, untuk tidak ikut campur dalam urusan keluarga Gloryton dan lebih baik menghilang serta melakukan apapun yang tidak penting, ternyata membuat malu ayahnya. Maka bukankah ayahnya yang harus dipersalahkan? Ah iya, sekali lagi Cedric harus ingat, apa pun itu semua adalah kesalahannya.
Jika dia sampai lupa akan peraturan itu, maka dia harus membuka sebuah buku besar berisi peraturan utama dalam keluarga Gloryton. Tuan besar—sang Marquess—adalah dasar hukum di dalam keluarga ini. Dan tentu saja sang marquess selalu benar. Setiap perkataannya selalu benar. Jika dia mengatakan atau melakukan hal yang salah, maka itu dilakukan dalam keadaan tidak sengaja dan bisa saja itu karena pengaruh buruk yang berada di sekitarnya. Salah satunya pengaruh buruk terbesar itu adalah Cedric, putra tertuanya. Kemudian harus diingat pemegang hukum tertinggi kedua di dalam keluarga ini adalah putra kebanggaan sang marquess. Bukan! Jangan pernah sekalipun kalian lancang berpikir jika itu adalah Cedric. Cedric adalah pengacau, itu adalah hukum utama dalam keluarga. Dan adiknya, Frank Gracious adalah si ksatria yang hebat. Yang akan membunuh naga jahat serta menyelamatkan putri dari menara berisi ratusan penjahat. Sedangkan dirinya, hanya badut yang melompat melawak dan melucu, mengemis uang dari saku para bangsawan.
“Aku tahu apa yang kamu rencanakan dan lakukan!” bentak sang Marquess.
“Aku?” tanya Cedric. Apa yang dia rencanakan? Dia sendiri pun tidak tahu. Mungkin Cedric harus bertanya pada ayahnya yang lebih tahu isi otaknya dibanding dirinya sendiri.
“Kamu hendak kabur dengan menaiki kapal itu bukan?” Suara adik laki-lakinya akhirnya terdengar.
Cedric menoleh dan tersenyum. Dia memang berada di dermaga, di dekat pelabuhan, mengejar kapal. Tapi... adik maha tahunya kali ini salah. Dia tak naik ke atas kapal tersebut. Seperti yang sudah diketahui, segerombolan tukang pukul ayahnya berhasil membawanya—menyeretnya—dengan selamat kembali ke rumahnya tercinta. Syukurlah dia selamat sampai ke rumahnya ter-cin-ta Serta dapat berkumpul lagi bersama ke-lu-ar-ga yang sangat peduli padanya.
“Ide yang menarik,” ucap Cedric masih menyunggingkan senyum. “Kurasa aku harus melakukan hal itu, segera.” Tapi tak lama senyum itu hilang, lenyap. Ujung tongkat kayu menghantam pundaknya keras. Dia tersungkur, menahan sakit. Tangannya meraba pundak kiri yang masih terus meneriakkan rasa sakit.
“Sayangnya, ayah lebih cerdik darimu,” ucap Frank, “kamu tertangkap!”
“Jika dia memiliki sedikit saja otak, tentu itu akan berguna!” ucap Marquess.
“Ah iya, aku lupa saat Anda menciptakanku Ayah, Anda lupa memberiku otak.” Cedric mengetuk kedua sisi kepalanya sambil memiringkan kepala dan mulutnya menyenandungkan suara dengan permainan lidahnya pula. “Kepalaku kosong Ayah, seperti tong anggurmu.” Dia tertawa melihat wajah merah padam ayahnya.
“Kita lihat apa kamu masih bisa menunjukkan senyum bodohmu!” Marquess menghantamkan lagi tongkat pada punggung Cedric. Kali ini Cedric tidak hanya melengkungkan tubuhnya, dia hampir jatuh terjerembab. Yvone berteriak tertahan sedangkan Frank menikmati pertunjukkan di depannya.
“Rasakan,” kekeh Frank.
“Aku mohon,” ucap Yvone.
“Hentikan Yvone!” ucap Cedric, dia kembali memasang senyum pada wajahnya. “Aku masih bisa tersenyum, lihatlah. Semua baik-baik saja.”
Kali ini ujung tongkat yang berbentuk kepala singa dari bahan perak menghantam paha Cedric. Marquess semakin kesal dan marah. “Katakan padaku, di mana semua uang dan perhiasan di dalam brangkas yang kamu ambil?!”
“Ah, kediaman Gloryton kemalingan?” Cedric celingak-celinguk ke kiri dan kanan. “Bagaimana bisa?” Dia tampak kaget, untuk menyembunyikan wajah meringgis sakit.
“Anak sialan! Tak perlu berpura-pura! Jangan memainkan peranmu di depanku!” Hantaman kembali singgah pada punggungnya. “Aku terlalu hapal dengan semua topeng di wajahmu!”
Jadi kali ini dia mendapatkan julukan baru lagi, anak sialan dari ayah sialan juga? Cedric tertawa. Hebat sekali bukan ayahnya. “Bukankah kalau kediaman kita kemalingan, yang harus dilakukan adalah melapor kepada petugas. Lalu menangkap pencuri itu?” Cedric menepuk kedua tangannya, “ayo cepat bergerak! Kita harus segera melapor,” ucapnya meski dia yakin ayahnya sudah berhasil menemukan pelakunya.
“Ya, itu yang sedang kami lakukan,” sahut Frank menatap Cedric lekat.
“Tunggu... maksudnya?” Cedric berpura-pura terkejut. “Aku?” tanyanya dengan kedua mata membelalak. “Hebat!” Tangannya menepuk lalu diakhiri dengan jari yang menjentik. “Wow!”
“Aku melihatmu keluar dengan tergesa-gesa dari ruang kerja ayah,” tunjuk Frank.
Ya, Cedric tadi memang menuju ruang kerja ayahnya. Tapi dia tidak menyangka Frank melihat dirinya. Sial! Bocah itu sangat menyebalkan!
“Seorang pelayan melihatmu menjatuhkan beberapa lembar uang dari sebuah bungkusan.” Frank kini berdiri, menatap Cedric yang terduduk tak berdaya di lantai ruangan tersebut, menjadi pesakitan yang dihakimi. Cedric tak bisa membantah semua ucapan Frank. “Aku tidak menyangka, kamu mencuri dari rumahmu sendiri!” Frank berdecak.
“Ke mana kamu membawa semua bungkusan berisi uang dan perhiasan?!” bentak Alfred Gracious, sang marquess.
“Apakah aku harus memberi tahu ke mana semua uangku kuhabiskan?” Cedric tersenyum.
“Kuperingatkan padamu anak berengsek! Bawa kembali semua uang itu, atau kamu tidak akan diterima lagi dalam keluarga ini!” Alfred mengarahkan ujung tongkat tepat di depan mata Cedric.
Lagi-lagi sebuah tawa lolos dari bibir Cedric. “Apakah dengan membawakan uang dalam bungkusan itu akan memberiku tempat yang lebih baik dalam keluarga ini My Lord?” tanyanya dengan sangat sopan.
“Uang-uang dan perhiasan, ke mana kamu membawa semuanya?” bentak Alfred, dia memukulkan tongkat kayunya pada tubuh Cedric. Sementara di tepi, kedua tangan Yvone terulur, tampak ingin membantu menghentikan tetapi tatapan mata Cedric menghentikannya. Di sisi lain Frank berdiri dengan tangan berlipat di kedua dadanya, menikmati dalam senyum. “Anak bangsat! Kamu hanya sumber kesialan! Katakan di mana kamu sembunyikan uang dan semua perhiasan itu?!” teriak sang Marquess.
Cedric berusaha berdiri, dia menyilangkan kaki dengan santai, merapikan rambut cokelat panjangnya lalu tersenyum. “Menurutmu, di mana tempat yang cocok untuk menghabiskan semua harta Gloryton dalam semalam My Lord?” tanyanya kembali.
“Sialan!” Marquess kembali mengamuk. Dia hendak memukul tapi kali ini tongkatnya ditahan oleh pemuda berusia sembilan belas tahun itu.
“Bukankah kamu juga pergi ke tempat-tempat seperti itu My Lord?” Bukan pertanyaan, lebih kepada pernyataan. Di mana dia mengingat jelas jejak-jejak pesta pora ayahnya bahkan ketika ibunya mengembuskan napas terakhir. Dia tahu kedua orangtuanya berduka, dan mereka memilih dua cara yang berbeda untuk menghilangkan duka itu. Satu dengan berpesta pora, sedangkan lainnya meratap dalam ruang gelap. Sementara Cedric, dia menemukan sendiri cara untuk menyembuhkan tiap lukanya. Yaitu, dengan tidak pernah memikirkan luka itu!
“Sejak awal, aku sudah tahu kamu adalah pembawa sial!” Marquess menarik tongkatnya lalu ujungnya menekan dada Cedric berkali-kali. “Sejak dulu sudah seharusnya aku melakukan ini....” Kedua matanya menatap Cedric dengan kebencian. “Kamu sama sekali tidak berubah, tidak berusaha menjadi lebih baik. Bahkan sekarang, kamu mulai mencuri.” Langkahnya kian mendekat pada Cedric. “Kamu sama sekali tidak pantas menyandang namaku!”
Cedric terperenyak. Sesaat. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak, hingga seakan saat ini dia tengah melihat pertunjukkan komedi paling lucu. Serta sang badut melontarkan lelucon terbaiknya. Cedric mengusap matanya yang berair setelah puas tertawa.
“Tertawalah sepuasmu, karena hanya itu yang bisa kamu lakukan, Pecundang!” ucap Frank.
“Mulai hari ini kamu bukan bagian dari keluarga ini!” Marquess of Gloryton menggenggam ujung tongkatnya. “Dan kamu juga tidak berhak menjadi penerus gelar ini!”
“Anda tahu, aku tidak pernah berminat pada gelarmu, My Lord.”
“Sialan!” Marques sadar putranya tidak akan pernah berubah. “Selamanya bangsat akan menjadi bangsat!” Marquess mulai memukuli seluruh tubuh Cedric dengan tongkat di tangannya.
Tongkat kayu dari kayu mahoni terbaik patah menjadi dua. Wajah, kaki, tangan dan sekujur tubuh Cedric penuh luka. Dia yakin salah satu dari tulangnya mungkin patah. Tapi sepertinya ayahnya lebih meratapi tongkat kayu yang patah daripada tubuhnya. Cedric berdiri dengan sisa tenaganya. Dia menatap Alfred Gracious, Marquess of Gloryton. “Ada lagi yang ingin Anda sampaikan My Lord?” Tetap seulas senyum menghiasi wajahnya.
“Mulai hari ini, detik ini, kamu tidak ada hubungan apa pun lagi dengan Gloryton!”
“Baiklah,” sahut Cedric. Kakinya mencoba bertahan agar tidak tumbang.
“Aku tidak pernah memiliki anak memalukan sepertimu!”
==
2. Jika Kamu Butuh Lelucon, Tertawai Hidupmu
Balder melempar koran ke kepala Cedric. “Astaga, apa yang kamu lakukan?!” teriaknya. Cedric membuka mata, hanya sedikit, lalu kembali menutup. Tangannya bahkan berhasil meraih lembaran kertas lalu digunakan untuk menutupi wajah. “Apa yang kamu lakukan semalaman?” tanya Balder setelah Marcus selesai merapikan cravatnya.
“Bekerja,” sahut Cedric malas masih dengan mata tertutup, tubuhnya berbaring pada sofa panjang dengan sebelah kaki naik ke atas sandaran lalu sebelah tangan dan kaki lainnya terjatuh hampir menyentuh lantai.
“Apa yang kamu kerjakan semalaman?” ejek Balder, “menggali sebuah danau di tengah taman utama?”
Jemari Cedric bergoyang, “Tidak,” ucapnya sambil terus menggoyangkan jari, “salah besar.”
“Yang benar, Taman Bunga Cinta, My Lord.” Marcus berucap. Balder tertawa sementara Cedric meraih lembaran kertas kemudian melempar pada Marcus dari sudut matanya yang terbuka sedikit.
“Ya, kamu benar Marcus. Dia terlalu sibuk membuat sebuah danau dan mengisi danau itu dengan air.” Balder tertawa.
“Bisakah kamu berhenti tertawa Balder,” omel Cedric.
Perkataan Balder tadi mendapat pandangan menyipit dari sahabatnya. “Biasanya kamu tidak tertawa seperti itu. ke mana hilangnya Balder, sahabatku yang sinis?” Cedric seakan meracau, kedua tangannya melambai, “yang seharusnya tertawa adalah aku.” Dia membuka sebelah mata, lalu tertawa, “aku yang tertawa dan kamu yang terus memerintah seperti raja yang diktaktor!”
“Aku baru menyadari tertawa dan tersenyum itu sangat menyenangkan,” sahut Balder.
“Ah, Elliemay benar-benar mengubahmu.” Cedric duduk dengan tiba-tiba, Marcus sedikit kaget. “Sayangnya, Bella tidak mengubah dia menjadi sosok yang lebih menyenangkan. Dia tetap sekaku papan dari pohon tua.” Cedric menyunggingkan senyum saat Marcus meliriknya tajam. “Yang sudah sedikit rapuh dimakan usia dan rayap,” tambah Cedric sambil mengulas senyum mengejek.
“Sebaiknya Anda segera sarapan My Lord. Para pelayan sudah akan membereskan meja. Setelah itu Anda masih memiliki janji dengan beberapa para penyewa tanah.” Marcus sekarang harus bekerja dua kali lipat. Tidak hanya jadwal Balder, dia harus selalu mengingatkan Cedric terkait jadwal-jadwal pekerjaannya. Sejak Cedric mulai menjadi tangan kanan Balder. Terutama bila Balder dan Elliemay di rumah peristirahatan mereka di End Cave, atau terkait rencana bisnis Earl of Clayborne itu di tanah Amerika.
“Lihat itu,” tunjuk Cedric. “Aku harus menyogok Bella dengan sebuket bunga dan sebotol parfum terbaik untuk membuatmu lebih tidak kaku.”
“Jangan pernah menganggu Bella,” ucap Marcus.
“Ma Bella...,” ledek Cedric lagi.
Marcus berdiri dengan kedua lengan terlipat di depan dadanya. Melirik tajam pada Cedric tanpa mengeluarkan suara.
“Dan dia masih saja tidak ada sopan santunnya,” ujar Cedric tak peduli dengan omelan ataupun tatapan Marcus.
“Kurasa Anda tidak berminat sarapan. Aku akan menyuruh pelayan membereskan meja juga mempersiapkan kereta kuda untuk perjalanan Anda dan Lord Balder.” Marcus tidak mempedulikan ocehan Cedric.
“Hei! Kamu akan mengirimku bekerja tanpa memberi makan?” teriak Cedric, “astaga, bahkan buruh ladang pun mendapatkan makan paginya!” Cedric terus mengoceh. “Aku akan berdemo dan menuntut hakku!” Cedric terkekeh saat Marcus berbalik lalu mengembalikan meja berisi sarapan ke hadapan pria tersebut. “Ternyata kamu tak seburuk yang kuduga, Marcus.”
Sementara itu Balder terus tersenyum. Dia menikmati kehidupannya sekarang. Meski dia berharap Cedric akan menjalani hidup lebih baik lagi. Karena dia tahu Cedric layak mendapatkannya.
==
Eagle Club, salah satu klub kalangan atas yang paling tersohor. Dan yang membuat klub ini istimewa karena ada dua sayap gedung yang akan menyediakan berbagai kesenangan bagi para pengunjungnya. Dan catat lagi, sayap kiri sang elang adalah tempat khusus untuk para pria, sedangkan sayap kanannya, tempat campuran. Ya, campuran. Belum ada klub yang menyediakan area untuk pria dan wanita. Biasanya klub akan eksklusif untuk dinikmati para lord-lord kaya yang terlalu banyak uang sehingga perlu dihambur-hamburkan. Tapi klub ini menjawab keingin tahuan para wanita, juga memberi kesempatan untuk para pria masuk dalam lingkaran para wanita. Sedangkan sayap kanan area yang memberikan privasi pada para lord.
Cedric menjadi salah satu pengunjung kedua sayap sang elang. Dia diterima dengan hangat meski dirinya memiliki status yang ‘aneh’.
“Lihat! Ini dia Sir Cedric yang sangat terkenal” ujar seorang lord sambil mengangkat gelasnya. Cedric menunduk, memberi salam lalu tersenyum. Dia melebarkan kedua tangan seakan sedang berada di atas panggung pertunjukkan. Bukan seakan, tapi memang dia sedang berada di panggung pertunjukan.
“Aku tidak mengerti bagaimana kamu selalu bisa datang dan menghamburkan uangmu di sini sedangkan kamu sudah bukan seorang ‘lord’ lagi?” Pria lain melontarkan ucapan. Sebenarnya pertanyaan atau pernyataan ini selalu saja terdengar, sering kali dilemparkan pada Cedric. Lebih tepatnya lagi, semua orang ingin tahu dari mana dia bisa memiliki uang-uang setelah dia jatuh miskin dan menjadi rakyat jelata. Tentu saja Cedric selalu saja bisa menjawab.
“Itu karena kemurahan hati Anda semua, My Lord.” Cedric menggerakkan jari-jarinya memberi penghormatan. “Apalah jadinya seorang Cedric tanpa para lord baik hati seperti kalian.”
“Benar bukan, dia terlalu pandai menggunakan kata-kata,” teriak lord muda yang baru mengetahui secara jelas kisah Cedric. Sedangkan temannya yang lain, yang juga sepertinya baru mulai memasuki dunia kesenangan para pria dewasa ini tampak angkuh menatap Cedric. “Sir Cedric, aku tidak mengerti bagaimana Anda bisa bertahan hidup seperti ini.”
“Ah, aku tidak bertahan hidup, My Lord.” Cedric tersenyum, lalu menepuk dua kali, “hidup yang mempertahankanku, meski aku sudah memohon agar dia melepaskanku.”
Semua tergelak. Mereka suka bagaimana Cedric mengoceh. Ada yang menertawakan kebodohan Cedric. Ada pula yang menertawakan nasib sial pria yang seharusnya memiliki gelar bangsawan tersebut. Ada pula yang benar-benar tertawa bersama Cedric, seperti pria di sudut ruangan yang sengaja datang malam ini untuk menemani Cedric.
Balder melihat beberapa hari ini Cedric terlihat lebih banyak tertawa dari biasanya. Begitu pula jumlah minuman yang masuk di dalam tubuhnya. Terlalu banyak. Dia dan Elliemay sepakat, mereka harus mencari tahu mengenai Cedric. Meski sebenarnya jalan hidup seseorang, adalah pilihannya sendiri. Tapi Balder selalu ingat, jika bukan karena uang dan berbagai perhiasan yang diberikan Cedric, dia tak akan pernah bertahan di Amerika.
Balder melirik pada dua pria yang baru berjalan masuk. Dia mengembuskan napas panjang. Sial! Apakah pria itu yang menyebabkan Cedric menggila?
“Bagaimana bisa seorang kalangan bawah terus berada di sini?” gerutu pria pertama.
Semua mata menatap mereka. Ada yang menyetujui ucapan pria itu. Ada pula yang menantikan pertarungan seru yang mungkin akan terjadi. Meski bila itu menyangkut soal Cedric, maka yang mereka dapat lihat hanyalah pertunjukan badut yang menyedihkan.
“Kamu lupa,” ucap pria dalam balutan pakaian mahal, rambut tersisir rapi serta mengayunkan sebuah tongkat berkepala singa ke arah Cedric. “Mahluk seperti dia, hanyalah pengemis yang membuat pertunjukkan demi sedikit uang yang dilemparkan untuknya.”
“Ah, persis seperti badut-badut dalam pertunjukkan sirkus.” Tawa terdengar. Beberapa lord lain yang mendukung lord yang baru masuk dalam ruangan klub ikut terbahak-bahak.
Balder hendak berdiri tapi dia melihat Cedric tak menunjukkan amarah sedikit pun. Malah sahabatnya ikut tertawa seakan semua itu begitu lucu. Balder tak habis pikir bagaimana bisa Cedric bertahan dan mempertahankan kewarasannya dengan semua perlakuan yang dilakukan adik kandungnya sendiri, Frank Gracious. Frank mencoba menjadi duplikat sang ayah seutuhnya. Dari pakaian, cara bicara, gerakan bahkan hingga tongkat yang selalu dibawa Alfred, Marquess of Gloryton.
“Apa yang kamu tertawakan?” tanya Frank mencemooh.
Cedric menunjuk pada dirinya. “Anda berbicara padaku My Lord?” Dia lalu memasang tampang begitu takjub. “Aku tidak menyangka, seorang bangsawan memanggilku.” Dia lalu menepuk tangannya.
“Apa yang kamu tertawakan?” tanya Frank lagi.
“Aku hanya merasa senang,” ucap Cedric.
“Kamu senang dengan hidupmu yang menyedihkan?” ejek Frank.
“Aku hanya berpikir, aku pasti orang yang paling bahagia di dunia,” ujar Cedric, “Anda tahu mengapa My Lord?”
“Huh!” Frank mendengkus, “untuk apa aku memikirkan hidupmu yang menyedihkan!”
Cedric meneruskan ucapannya, serta hanya menganggap ocehan Farnk sebagai angin lalu. “Karena ketika aku butuh tertawa atau sebuah lelucon, aku tidak perlu pusing memikirkannya.” Cedric menjentik jarinya, “aku cukup menertawai hidupku yang penuh lelucon ini. Anda setuju bukan My Lord?” Kedua sisi bibir Cedric terangkat naik, membentuk senyum dengan lengkung sempurna sementara Frank, kedua bibirnya melengkung turun dengan mata kesal.
“Menyedihkan! Badut konyol!” Frank berjalan menjauh. Dia sama sekali tak mempedulikan panggilan Cedric ataupun ucapan dari saudaranya tersebut.
“Ah, Anda lupa memberikan tip untukku!” Lambai Cedric. “Sampai jumpa My Lord! Kuharap Anda menikmati pertunjukkan malam ini!”
Balder menarik Cedric, “Ayo, kutraktir segelas bir!” Yang langsung membubarkan kerumunan orang.
“Astaga, Tuan Pengantin Baru, jangan memberiku masalah,” ledek Cedric, “aku takut Countess akan mencincang tubuhku kalau....”
“Hanya bir, bukan yang lain Cedric!” Balder meninju lengan sahabatnya. “Untuk merayakan pukulan telak pada pria muda yang ternyata membutuhkan tongkat hanya untuk berdiri tegak di depanmu.”
Cedric akhirnya mengerti. Dia tersenyum dan mengikuti langkah sahabatnya. “Bagaimana kalau empat gelas?”
“Satu!” Balder mengambil topinya, “kamu harus tetap waras untuk berada di pengadilan.”
“Astaga, kamu sangat tidak asyik Balder. Kita tidak membicarakan pekerjaan saat sedang bersenang-senang.” Cedric memainkan topinya, melemparnya naik kemudian disambut dengan sempurna lagi. “Dua gelas dan sepiring camilan, Bagaimana?”
“Jika besok kamu tidak bisa bangun dan mengacaukan persidangan, aku akan merendammu dalam tong berisi bir!”
“Setuju!” Keduanya tertawa sambil melangkah menyusuri jalanan kota. Hal yang sudah jarang mereka lakukan setelah Balder menikah. “Ayo kita rayakan kebebasan earl malam ini!”
==
3. Dua Lady Cantik Dalam Pertemuan Tak Terduga
Hari ini cuaca sangat panas. Cedric mengumpat di dalam hati, seharusnya dia menerima tawaran untuk menggunakan kereta kuda seperti saran Balder tadi. Sayangnya, dia terlalu malas untuk duduk seperti bangsawan kaya raya. Jadi akhirnya, dia harus merasakan panas ketika menyusuri jalanan kota. Cedric tidak menyangka harinya akan benar-benar ‘panas’. Bukan hanya soal cuaca, tapi mengenai hal yang lain pula.
Dia baru hendak menaiki tangga gedung pengadilan saat sebuah kereta kuda berhenti dan menurunkan penumpang di dalamnya. Bodohnya, dia berhenti sejenak untuk melihat siapa di dalam kereta kuda. Seorang lady cantik berambut pirang, kulitnya putih dengan bibir merah muda dan mata berbinar indah. Semua pria akan mendekat serupa kumbang mengejar bunga. Sayangnya wajah cantik lady muda ini membuat Cedric mundur dan segera bergerak menjauh.
“Lord Gracious,” panggil suara lembut tersebut. Cedric terus berjalan. “Lord Cedric,” panggilnya lagi.
Sial! Cedric tak dapat menghindar. Dia berbalik lalu membungkuk sopan, bermaksud menyapa sekedar berbasa-basi lalu pergi. “Pagi yang cerah Lady Whallen.” Terlihat jelas anjing penjaga sang lady berdiri dengan wajah datar kaku, menatap lurus pada Cedric. Lord Denzell Austin Whallen, calon penerus dari sang marquess. Pria yang hidupnya berbanding terbalik seratus persen dari Cedric. “Selamat pagi pula My Lord,” sapa Cedric akhirnya. Dia sama sekali tidak ingin menanyakan apa alasan kedua bersaudara itu berada di depan gedung pengadilan sepagi ini. Tentu saja dia tidak butuh bertanya dan tidak ingin tahu apa pun tentang keduanya. Dia cukup takut membayangkan bila ternyata kedua bersaudara itu mengajukan tuntutan hukum yang melibatkan dirinya. Tentu saja kalian masih ingat mengenai skandal itu bukan? Skandal yang seharusnya dialami oleh Balder yang akhirnya malah memerangkap Cedric dalam kerumitan yang tak berkesudahan. Tapi bukankah kasus itu sudah berlalu sekian lama. Dan Cedric berpikir semua sudah usai. Dia bahkan harus bersembunyi beberapa saat hingga hampir mati kebosanan dan memilih menghadapinya saja.
Denzell tidak lagi mencarinya. Juga namanya tidak lagi menjadi buah pembicaraan. Dia harus berterima kasih pada berbagai skandal yang dibuat oleh pasangan Clayborne—Balder dan Elliemay—yang sensasional tersebut. Sepertinya jika ada penghargaan untuk pasangan terheboh tahun ini, keduanya akan memenangkan setiap pialanya.
“Maafkan kelancanganganku,” ucap Cedric dengan senyum setenang mungkin, “aku tidak bisa berbincang-bincang, ada urusan penting di dalam sana yang harus kuselesaikan.” Cedric sekali lagi memberi salam dan membungkuk pelan lalu bergegas berlari naik sebelum mendengar jawaban dari kedua bersaudara tersebut. Setidaknya dia berhasil lolos lagi.
==
“Sudah kamu pastikan dia mendapatkan ganjaran yang sangat cocok dengan kelakuan bangsatnya?!” Setiap kali membicarakan Lord Tyre dan Lord Liam, Balder menjadi naik pitam. Cedric memaklumi. Dia juga sangat marah pada kedua pria berengsek yang telah melukai Elliemay. Yang terburuk tentu saja Lord Tyre. Perlakuan jahatnya sudah dilakukannya sejak Elliemay masih sangat muda. Karena kasus ini pula Cedric harus berurusan dengan pengadilan, kantor polisi, penyidik dan semua hal yang sangat merumitkan tersebut. Bisa saja Balder yang menangani, tapi seperti saran Marcus dan Edgar—meski Cedric tak mengerti mengapa Edgar mencemaskan kelakuan kasar Balder yang tidak lebih dari tiga puluh persen tingkat kekasarannya—maka Cedric yang mengurus semuanya. Mereka yakin, kepala kedua lord itu akan dipenuhi dengan timah panas begitu berhadapan dengan Balder. Hal itu tidak baik untuk kelangsungan hidup sang earl dan istrinya. Juga untuk Marcus yang bekerja dengannya. Juga untuk Cedric, yang saat ini mengurusi berbagai urusan dan properti milik Earl of Clayborne. Untuk Edgar pula, karena menurutnya dia menjaga kehidupan adik tirinya. Ah semuanya menjadi terkait satu sama lain bukan?
“Tenanglah Balder, aku sudah memastikan mereka mendapatkan hiburan-hiburan menarik selama di penjara.” Cedric mengoyang gelas anggurnya. Terlalu awal untuk minuman yang lebih keras. Itu menurut Balder yang kini semakin lembek karena aturan-aturan dari istrinya tercinta. Istri yang dulu selalu Balder samakan seperti singa pemburu. Nyatanya Balder yang begitu hebat takluk pada wanita pemburu itu. Catat dengan pasti, Cedric tidak ingin hidup seperti Balder. Terikat bahkan seperti menghamba pada seorang wanita. Sangat tidak menyenangkan bukan? Bila seharusnya hidup bisa lebih berwarna dan menyenangkan.
“Ini gila!” Suara pintu ruang tengah didobrak begitu keras. Keduanya tak perlu menoleh atau menatap untuk mengetahui siapa yang datang. Cedric merasa seisi kediaman Clayborne juga sudah hapal sekali. Dan lihat, wajah Marcus tampak kesal.
“Sir, seharusnya Anda menunggu sampai aku mengabarkan kedatangan Anda—“
“Bawakan aku brendi Marcus,” potong Edgar tanpa peduli pada ucapan Marcus.
Cedric tertawa terbahak-bahak lalu dia menambahkan, “Aku juga, Marcus.”
“Tapi, menurut Countess....”
“Dia akan sangat membutuhkan minuman keras saat ini Marcus. Aku bertaruh dengan segenap jiwaku.” Edgar meyakinkan pelayan pribadi Balder. “Kasihanilah sahabat kita yang malang ini.”
Marcus kebingungan dengan ucapan Edgar. Sementara Cedric membentuk salib berulang kali sambil menatap memohon. “Kasihani jiwaku Marcus.”
“Bawakan mereka Marcus,” ucap Balder sambil menggeleng pelan.
Ketiga pria itu kemudian duduk. Balder sibuk dengan beberapa berkas, sementara Cedric memutar gelasnya terus-menerus.
“Kamu tahu, aku mendengar berita hebat,” ucap Edgar.
“Beritamu tidak pernah menarik, Edgar,” ejek Cedric. “Wanita penghibur kelas atas yang kamu tawarkan ternyata tidak secantik yang kamu banggakan.”
“Kali ini bukan mengenai wanita penghibur,” ucap Edgar. Dia tersenyum saat brendi tersaji di atas meja. Digenggamnya gelas lalu meneguknya sebelum melanjutkan pembicaraan. “Ini mengenai dirimu,” ucap Edgar.
Balder dan Cedric menegakkan tubuh. Dirimu? “Aku?” tanya keduanya.
“Bukan kamu.” Edgar menggeleng. “Dia.”
“Dia?” Balder dan Cedric saling menunjuk lalu tertawa.
“Kamu lihat itu Balder, dia tidak pernah bisa membawa berita yang benar.” Cedric masih terkekeh sementara Balder mengembuskan asap cerutu.
“Mereka membicarakan mengenai tuntutan pada dirimu!”
Edgar senang saat kedua ‘sahabatnya’ menatapnya serius. Dia tidak mengerti di bagian mana kedua orang ini akhirnya menjadi sahabat bagi satu sama lain. Balder adalah adik iparnya, sedangkan Cedric adalah sahabat dari adik iparnya. Memusingkan tapi juga menyenangkan.
“Siapa maksudmu?” tanya Balder.
Cedric menggeleng, mengasihani Balder, “Kurasa itu kamu, My Lord. Karena tak ada apa pun yang dapat dituntut dariku.” Dia terkekeh.
“Bukan!” Senyum si pembawa berita mengembang. “Cedric!” tunjuk Edgar langsung.
“Aku?” Tubuh Cedric mundur, condong ke belakang dengan mata setengah menyipit dan bibir kirinya terangkat naik seakan siap tertawa lebar. “Apa yang mereka dapatkan dari menuntutku?” Kedua tangannya terangkat, menggoyang lalu menjentik, “uang? Kehormatan? Aset? Properti?” Dia menggeleng, “tidak ada.” Lalu dia tersenyum jail, “atau mereka menuntut karena ketampananku ini?”
Edgar berpura-pura meludah pada lantai ruangan. Dia begitu jijik menatap wajah Cedric. Tapi dia tahu, berita yang dibawanya akan membuat Cedric yang menyebalkan menjadi bungkam. “Kamu tahu, orang-orang melihat kamu dan Lady Whallen menghadiri sidang di pengadilan.”
“Apa?!” Cedric melompat. Mulutnya mengangga lebar dengan kedua tangan terkepal. Hebat sekali semua orang-orang beadab itu. mereka bahkan bisa membuat sebuah gosip murahan hanya dengan satu pertemuan tak sengaja.
“Kabarnya, Lady Alecia Kim Whallen, putri dari Marquess Fridoph akan menuntut atas perlakuan burukmu pada season lalu.” Edgar menjelaskan lebih lanjut. Cedric menggeleng. Dia membuka lalu menutup mulut, tampak berusaha mengutarakan isi pikirannya namun kesulitan. “Ya, skandal yang itu. Kalau kamu lupa.”
“Skandal di mana Cedric berduaan dengan Lady Alecia di taman gelap, dan sedang memeluk serta kabarnya mencuri ciuman dari lady muda nan polos itu.” Balder menambahkan semua detilnya dengan sempurna.
“Aku tidak menyangka ternyata dia pria yang suka memanfaatkan kepolosan lady muda,” timpal Edgar seakan Cedric tak berada di sana.
“Semua tak menduga bukan?” Balder meneruskan ucapannya setelah selesai menandatangani satu berkas. “Dia menyebut dirinya begitu ahli, nyatanya dia jatuh dalam kekacauan.”
“Ah, seekor predator tidak akan selamanya seperti buaya rupanya. Ada yang penuh senyum dan begitu manis, seperti musang kecil.”
“Sial!” Cedric mengebrak meja. “Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi!” Tunjuk Cedric pada Balder. “Dia yang membuat semua kekacauan itu lalu melemparknnya padaku! Lalu sekarang dia bersenang-senang dengan istri dan skandalnya sendiri!” Cedric kehabisan napas, “sial!”
Cedric melihat Edgar dan Balder memasang tampang tak percaya.
“Kalian tahu kalau aku berada di pengadilan hari ini untuk urusan tuntutan kasus Elliemay!” Cedric berteriak.
Balder dan Edgar tertawa. Mereka senang mendapati sahabat mereka terpancing emosinya. Karena biasanya, Cedric selalu berhasil meledek dan mengejek serta menertawai kegelisahan mereka seperti sebuah lelucon.
“Ya siapa tahu setelah urusan dengan Lord Tyre, atau... mungkin sebelumnya. Karena saksi mata menjelaskan kalau kamu bertemu di depan pengadilan dengan Lady Alecia. Dan kamu membungkuk berkali-kali, tampak merasa bersalah dan berdosa.” Edgar menambahkan ekspresi yang terbayang di dalam otaknya.
“Berengsek! Aku tidak memasang tampang seperti itu!”
“Kamu lihat, biasanya dia selalu tersenyum dalam menghadapi semua masalah. Tapi kali ini pantatnya seperti menyentuh besi panas,” ejek Edgar.
Kemudian Cedric menyadari ucapan Edgar. Yah, mengapa dia begitu memusingkan akan berita dan gosip ini? Bukankah dia sudah terbiasa digosipkan? Bukankah namanya tidak pernah bersih. Lagipula berapa banyak wanita yang dirumorkan memiliki hubungan khusus dengannya. Dan dia tidak peduli. Tapi, mengapa untuk urusan dengan Lady Alecia, dia begitu bingung. Apa karena dia tahu betul, lady muda itu tidak seharusnya hancur reputasinya karena dikaitkan dengan dirinya.
“Sebaiknya kalian berhenti membicarakan skandal tidak penting itu,” ancam Cedric.
“Atau apa?” ledek Edgar.
“Aku tidak ingin Lady Alecia mengalami hal sulit karena diriku, mengerti?!” Lalu Cedric menghabiskan brendinya dan keluar dari ruangan meninggalkan kedua sahabatnya dan Marcus yang bingung.
==
Cedric mengembuskan napas lalu melemaskan lehernya sejenak. Urusan dengan skandal Lady Alecia sepertinya membuat dia begitu pusing. Jadi tentu saja, dia harus menyegarkan jiwanya sejenak. Persetan dengan tugas yang diberikan Balder. salahnya karena membuat emosi di dalam dirinya bergejolak bukan? Jadi bagaimana kalau bermain kartu dan menikmati sedikit sentuhan wanita? Pilihan yang tepat! Cedric tersenyum lebar. Dia mulai berjalan dengan santai. Baru saja dia bersiul gembira, tiba-tiba ada sosok yang tak dapat dilepaskannya dari pandangan.
Seorang lady cantik, dalam balutan gaun cokelat muda serta topi senada berhias pita dan bunga-bunga menutupi rambut cokelat terang, turun dari kereta kuda. Langkahnya begitu anggun saat berjalan memasuki sebuah toko perhiasan. Cedric berhenti, menatap dan terus menatap. Keadaan seakan bercanda dengannya. Angin bertiup, cukup untuk membuat topi sang lady bergoyang dan terjatuh. Cedric tanpa sadar, melangkah mendekat lalu memunggut topi tersebut. Tangannya terulur, menyerahkan pada sang lady. Pada satu waktu, sang lady dan dia bertemu pandang. Waktu seakan terhenti.
==
4. Apakah Kamu Pernah Memiliki Cinta Pertama?
“Terima kasih,” ucap sang lady sopan. Tapi jemari Cedric belum melepaskan pegangannya dari topi. Dia dengan rakus melahap sosok wanita di depannya tanpa berkedip. Dia selalu ingat setiap detil wajah wanita di depannya. Jika dulu wajahnya berbinar ceria dan penuh semangat, seiring bertambahnya usia wajah itu kini terlihat dewasa dan anggun. Benar-benar menggambarkan seorang lady yang sempurna. “Maaf, Sir, topi....”
“Chloe, apa yang sedang kamu lakukan?” hardik suara pria yang baru keluar dari pintu toko perhiasan terkenal di kota ini. Pria itu, Lord Stephen Wisdom, Marquess of Stewing. Chloe tersentak, kaget. Tangannya bergetar segera melepaskan pegangan pada topi yang berada di tangan Cedric. Sekilas Cedric melihat hal mencurigakan pada pergelangan tangan Chloe. Dia tidak begitu yakin. Hanya saja dia tidak mungkin menarik tangan sang lady lalu menggulung lengan bajunya naik hanya untuk mencari tahu. Jemari Chloe bergerak spontan menuju lehernya, menekan kerah tinggi dari bahan lace terbaik lalu menunduk segera menjawab panggilan. “Maafkan aku My Lord. Topiku terjatuh dan....”
“Aku tidak sengaja memunggutnya, Marquess Stewing.” Cedric membuka suara, “hari yang cerah untuk berbelanja.”
Marquess of Stewing melirik, mencoba mengingat. Tentu saja dia tidak pernah perlu memasukkan wajah Cedric dalam daftar penting di ingatannya. Karena apa gunanya? Tidak ada.
“Perkenalkan, namaku Cedric, My Lord. Kurasa kita pernah berpapasan beberapa kali dan pernah semeja dalam permainan kartu.”
“Cedric?” Stephen Wisdom mencoba mengingat sementara Chloe tampak gusar. Dia masih menunggu topi yang belum diberikan oleh Cedric.
“Cedric—No Name—tanpa nama belakang, semua mengenalku seperti itu.”
Segera saja Stephen menganggukan kepala. Ya, nama itu dia pernah dengar. Dan seingatnya pria tanpa nama belakang ini cukup lihai dalam permainan kartu. Meski setiap kali di klub, pria ini seringkali mengandalkan kemurahan hati para lord lain yang memberikannya modal kecil setelah menghibur mereka dengan beberapa gerakan dan lelucon. “Apakah kamu juga akan membeli perhiasan?”
“Ah, kurasa penjaga toko perhiasan itu isi kantongnya bahkan lebih tebal dari kantongku My Lord,” sahut Cedric berkelakar. Stephen tertawa. Dia menyukai candaan seperti itu. Sedikit menyedihkan tapi begitulah kenyataan. “Saat ini aku mungkin harus mencoba peruntunganku di meja klub untuk segelas anggur terbaik.” Cedric membungkuk memberi hormat, lalu mengulurkan topi pada Chloe. “Maafkaan aku My Lady, telah menahan topimu terlalu lama.”
Chloe mengulurkan tangan hendak mengambil kembali topinya. Cedric bergerak cepat, menyambut jemari berbalut sarung tangan terbaik lalu mengangkat dan mengecupnya ringan. Dia lalu menatap Chloe lekat.
“Anda sungguh beruntung memiliki suami sebaik Marquess of Stewing.” Cedric mengangkat topi memberi salam pada sang marquess setelah melepaskan tangan Chloe. “Pria mana lagi yang akan membelikan bahkan menemani istrinya memilih perhiasan di siang hari seperti ini.”
Stephen tertawa lebar. Dia melambaikan tangan pada Cedric yang berjalan menjauh. “Semoga beruntung di mejamu.”
“Aku akan menyisakan satu kursi khusus untuk Anda My Lord,” ujar Cedric lagi.
Setelah beberapa langkah menjauh, dia diam-diam mencuri pandang pada pasangan tersebut. Pasangan Marquess of Stewing. Pasangan yang disebut sebagai contoh kesempurnaan para bangsawan. Pria bertubuh tinggi tegap dengan wajah rupawan tanpa cela. Gelar terhormat dan kekayaan yang berlimpah. Apalagi kabarnya sang marquess begitu dekat dengan pangeran, sang putra mahkota, setelah berhasil membongkar komplotan pemberontakan bangsawan tua. Sedangkan istrinya, Lady Chloe Palmer, putri dari Earl Middleway. Kekayaan ayahnya tidak begitu besar. Tapi putrinya yang cantik sejak belia sudah menjadi rebutan semua lord muda. Tubuh sempurna, wajah cantik melebihi peri-peri, dengan rambut berwarna serupa madu yang kian berkilau kala tertimpa cahaya matahari ditambah pula mata lentik bulat berbinar indah dengan senyum pada bibir merah penuh. Tak ketinggalan alis melengkung sempurna dan hidungnya yang mancung. Pernikahan mereka berjalan baik. Chloe berhasil menjalankan perannya sebagai istri dan Marchioness yang sempurna. Sementara sang marquess seakan tidak redup pesona dan kekayaannya. Tentu saja setelah pernikahan mereka berlangsung, banyak lady dan lord yang patah hati. Salah satunya adalah Cedric. Patah hati yang tak pernah dapat terobati.
==
“Ayolah Cedric, lempar kartumu,” teriak seorang lord yang sudah setengah mabuk. Cedric mengumpat di dalam hati. Lagi-lagi dia kalah. Konsentrasinya terlalu pecah hari ini. Sebagian besar uangnya habis sudah.
“Astaga Lord Loyalty, Anda memang pria beruntung,” ucap Cedric lalu melempar kartu tiga dan empat ke atas meja. “Aku benar-benar kalah telak darimu. Semua uangku habis kamu kuras.” Cedric meringgis, berpura-pura meratapi nasib buruknya.
“Ayo mainkan satu babak lagi,” tantang lawan main Cedric.
“Apa yang harus kupertaruhkan lagi, My Lord. Semua uangku sudah habis tak bersisa.” Cedric menggosok kedua telapak tangannya lalu meniup tangan kosong tersebut.
“Apa yang dapat dia pertaruhkan lagi? Tidak ada!” Suara tajam menusuk terdengar. “Bahkan pakaiannya pun tidak cukup untuk membeli sekeping koin.”
Cedric berpaling lalu tersenyum lebar.
“Apa yang Anda katakan tepat sekali Lord Gracious.” Cedric menepuk celananya, “aku mendapatkan pakaian ini dari toko pakaian bekas. Anda tahu, ternyata para wanita memuji penampilanku.” Lalu Cedric seakan teringat hal penting, “astaga, aku lupa para wanita biasanya memujiku saat aku tidak memakai pakaian tepatnya.”
Dan para pria yang berada di ruangan tertawa. Mereka mengacungkan jempol pada Cedric. Sang pengawas klub cukup terhibur dengan keberadaan Cedric. Setiap kali Cedric hadir, maka jumlah perputaran koin serta penjualan minuman serta cerutu meningkat. Cedric selalu berhasil membuat suasana meriah.
“Kamu benar!” Seorang Lord menepuk pundak Cedric. “Tak perlu pakaian saat kamu memuaskan para wanita!”
“Ayo duduk lagi!’ Mereka menepuk pada kursi kosong yang baru Cedric tinggalkan. “Akan kuberikan ini untukmu, kuberikan untukmu!” Lord mabuk itu menyodorkan beberapa lembar uang. “Kamu cukup duduk dan bermain. Aku merasa dengan kesialan yang kamu alami, keberuntunganku naik!’ Dia tertawa terbahak-bahak.
“Lihat, sungguh beruntung sekali bukan diriku,” ucap Cedric, “aku bahkan dapat memainkan kartu meski sudah kehabisan uang.” Dia melebarkan tangan lalu berputar. Kemudian ditunjuknya Lord Gracious muda, “Apakah Anda bergabung dalam meja ini My Lord?”
Frank duduk dengan wajah masam. Dia melempar koin lalu menunggu kartu dibagikan. Cedric bersiul saat kartu sampai di tangannya. Dia tersenyum lalu mengipasi wajah dengan kartu tersebut. Lord yang memberikannya uang bertanya, “Apa yang kamu dapatkan Cedric?”
“Kartu yang cukup menarik,” sahut Cedric.
“Apa pun itu kurasa tidak akan pernah bagus di tanganmu,” ujar Frank.
“Kalian tahu, kenyataan begitu lucu bukan?” Joseph, sahabat Frank mengembuskan asap cerutu pada wajah Cedric. “Dulu kamu memegang kartu yang penting. Tapi saat ini, bahkan sebuah nama belakang pun kamu tidak memilikinya.”
Semua menatap keduanya, lalu melirik pada Frank pula. Semua tahu kisah kedua bersaudara yang kini tampak seperti orang asing. Cedric, putra Marquess Gloryton yang lebih tua, yang seharusnya mendapatkan hak atas gelar tersebut ketika marquess tua mengembuskan napas terakhir. Meski sepertinya sang marquess tua masih memiliki stok napas begitu banyak. Sedangkan Frank, adik dari Cedric kini duduk pada posisi pertama sebagai penerima gelar setelah kejadian menghebohkan beberapa tahun lalu.
Tepatnya sebelas tahun lalu. Saat Marquess Gloryton menggugat anaknya sendiri, dan mengajukan permohonan yang dianggap tak masuk akal. Mencabut hak waris Cedric sebagai seorang Gloryton. Bahkan mencopot nama belakang Cedric. Sejak saat itu semua mengenal Cedric sebagai Cedric Tanpa Nama Belakang.
“Ah Anda salah My Lord,” ucap Cedric pada sahabat Frank. “Bukan kartu yang bagus yang terpenting. Tapi bagaimana cara kita menggunakan semua kartu-kartu di tangan kita.” Cedric melirik pada kartu di sebelahnya. Dia tersenyum lalu melempar kartu miliknya. Segera saja pria yang memberinya uang tadi menyambar dan tersenyum. Empat kartunya dijejerkan di atas meja dengan wajah penuh kemenangan. Sementara Frank dan sahabatnya mengumpat dengan kartu yang tidak dapat menandingi.
Pria itu memenangkan permainan kartu dengan kegembiraan. Menghamburkan uang pada saku Cedric dan memberikannya anggur terbaik. Cedric tersenyum lebar. Dia mengangkat gelas anggurnya ketika Frank menatap. Ini bukan masalah memenangkan permainan. Cedric menyesap anggurnya. Bila memang kartumu tidak cukup untuk membuatmu memenangkan permainan maka pastikan lawanmu juga merasaan yang sama.
Cedric tidak merasa kalah. Kantong bajunya dipenuhi lembaran uang. Orang menganggap dia mendapatkannya dari mengemis. Sedangkan Cedric memandangnya sebagai buah tak-tiknya yang tepat.
Baru saja Cedric hendak berjalan keluar. Seorang pria masuk ke dalam klub. Pria yang mengingatkannya akan kejadian tadi siang. Dia sudah sekian tahun berusaha menghindari pertemuan langsung dengan Chloe. Karena Cedric yakin dirinya tak akan bisa melupakan wanita itu. meski Cedric tak dapat memungkiri dia selalu mencuri pandang ke Chloe dari kejauhan. Namun hari ini akhirnya dia tidak hanya bertemu, bahkan berbicara langsung dengan Chloe dan suaminya.
Pertemuannya itu yang membuat Cedric tak dapat berkonsentrasi hari ini. Seluruh jiwa dan raganya hanya terpaku pada Chloe. Bahkan dia merasa ada hal aneh dalam senyum dan gerak-gerik Chloe. Tapi bisa saja itu karena Chloe jijik bertemu dengannya.
Ya, pasti seperti itu. Tidak ada mantan kekasih yang senang bertemu dengan pria yang tak dapat memenuhi janjinya, bukan?
==
5. Rahasia Yang Mereka Lihat
Cedric tak pernah menolak hadir dalam pesta dansa. Dia tidak perlu merasakan kecemasan para lord yang diincar oleh sejumlah pemburu. Baik itu para ibu ataupun lady muda yang haus akan ikatan pernikahan. Dia tidak pernah masuk dalam daftar mereka. Jangankan dilirik atau disebutkan dalam pasar pernikahan, terpikirkan saja tidak pernah. Bahkan selintas pun! Dia hanya penghibur.
Karena itu Cedric selalu hadir dalam setiap undangan acara yang diberikan padanya. Meski tidak banyak undangan yang dikirimkan padanya. Dalam setiap acara dia bisa menikmati makanan enak, minuman yang mahal, cerutu berkualitas, duduk dalam lingkaran meja bersama para bangsawan—karena saat ini dia hanya kaum jelata—di mata para kalangan ton.
Selain itu, dia bisa melancarkan sedikit rayuan atau kode-kode pada wanita yang membutuhkan dirinya. Ya, pernikahan dalam kalangan bangsawan bukanlah pernikahan yang seindah dalam dongeng yang dibacakan saat menjelang tidur. Meski sebenarnya Cedric megetahui, dongeng-dongeng itu sudah melalui proses panjang agar lebih layak untuk dibacakan pada anak-anak. Dia pernah menemukan buku-buku lama yang berisi kebenaran dari dongeng indah. Sisi gelap dari dongeng yang sebenarnya. Dan dirinya sebetulnya tidak perlu menemukan buku itu untuk dapat menyimpulkan bahwa kisah pangeran dan putri tidak pernah berakhir dalam sebuah kalimat penuh dusta. Mereka hidup bahagia selama-lamanya. Omong kosong!
“Kamu menikmati pesta ini?”
Cedric melirik Edgar yang hadir pula. Monster buas ini terpaksa hadir. Dia hadir sebagai abang tercinta dari nyonya rumah penyelenggara pesta. Dia harus hadir untuk menghormati serta memberikan dukungan pada adiknya yang telah melalui perjalanan panjang untuk dapat menjadi seorang countess.
“Kamu pernah mendengar mengenai legenda beruang besar yang mampu mengoyak tubuh manusia yang tinggal di hutan gelap?” tanya Cedric yang dijawab dengan tatapan penuh tanya. “Kurasa beruang besar itu sedang menyesap segelas anggur—“
Sebuah pukulan menghantam kepala Cedric keras. “Aku akan mengoyak tubuhmu dan menjadikannya hiasan di dinding jika mulutmu tidak kamu jaga!” Edgar menyikut Cedric sekali lagi, memastikan sahabatnya mengerti bahaya yang sedang disulutnya. Tapi bukan Cedric namanya bila tidak tersenyum geli mendengar ancaman itu.
“Aku berharap kamu mengawetkan tubuhku dengan tepat. Terutama bagian terpenting itu! Dan tempatkan aku di ruangan utama.” Cedric menggerakkan tangannya, “Kurasa tubuhku akan lebih menakjubkan daripada patung dewa-dewa Yunani yang sedang diagungkan para gadis.” Cedric melirik pada tubuh bawahnya, “Jangan meletakkan aku di kamar tidurmu. Aku menolak,” ucapnya. “Sangat menolak.”
“Sial!” Edgar mengumpat. “Kamu merusak selera makanku!” Edgar mengembalikan roti yang diambilnya acak dari nampan yang dibawakan pelayan. “Punyamu tidak sehebat punyaku tentunya!” Edgar terkekeh penuh percaya diri.
Cedric masih tertawa, hingga dia melihat pasangan yang baru memasuki ruangan pesta. Lord Stephen Wisdom dan istrinya tercinta. Kali ini kembali Cedric melihat pakaian yang dikenakan oleh Chloe begitu tertutup. Apakah selera berpakaian Chloe sudah berubah. Seingatnya Chloe tidak sekonservatif itu. Bahkan dulu, Cedric masih ingat lembutnya kulit Chloe di bibirnya. Apakah ini ada hubungannya dengan memar pada tangan dan lehernya?
“Siapa yang Anda perhatikan My Lord?”
Perhatian penuh pada Chloe membuat Cedric sama sekali tidak menyadari sosok yang berdiri di sebelahnya saat ini.
“Marquess Stewing dan istrinya....” Cedric menoleh dan menyadari lawan bicaranya bukan lagi Edgar. Pria bertubuh besar itu sudah bergerak menjauh dengan wajah puas melihat kegelisahan Cedric. “Selamat malam, Lady Whallen, senang bertemu dengan Anda.”
“Alecia, panggil aku Alecia, Lord Gracious,” ucap Alecia sopan.
Cedric melihat sekeliling, di mana pendamping dan juga anjing penjaga sang putri? Bagaimana bisa putri cantik ini lepas dari pengawalnya. “Bagaimana bisa aku memanggilmu seperti itu My Lady?” Cedric berusaha tetap tenang.
Berada di tempat yang sama dengan Alecia saja sudah akan menimbulkan cerita baru. Apalagi tampak berduaan dan bercengkrama meski sebenarnya ini bukan pembicaraan yang menjurus pada hal yang bisa digosipkan. Namun, Cedric tidak boleh meremehkan kemampuan mengolah cerita dari para pakar gosip kota London. “Ah iya, dan tolong panggil aku dengan Cedric saja. Saat ini diriku bahkan bukan seorang bangsawan. Dan seperti yang sudah Anda dengar, aku tidak memiliki nama belakang. Maupun keberuntungan seorang bangsawan.”
“Jika seperti itu, aku juga akan memaksa Anda untuk memanggil namaku saja My Lord.” Alecia yang berwajah manis sepertinya hari ini bertekad untuk mempersulit Cedric. Ke mana hilangnya gadis manis, penurut serta pemalu itu?
“Ah, kalau begitu bagaimana kalau Anda memanggilku Sir Cedric saja, tanpa lord.” Cedric bernegosiasi.
“Baiklah Sir Cedric,” sahut Alecia.
“Mungkin sebaiknya Anda segera menuju ruangan tempat para lady berkumpul,” saran Cedric.
“Aku hendak menawarkan kartu dansaku, Sir.”
Cedric menunjuk pada dirinya. Lalu menatap kartu dansa yang disodorkan. Apa yang harus dilakukannya. Jika dia menolak, tentu saja itu akan melukai dan merendahkan harga diri seorang lady seperti Alecia. Tapi jika dia menerima, maka kakinya akan masuk dalam lumpur penuh kekacauan lagi. “Lady Alecia, mungkin sebaiknya kita luruskan mengenai kesalahpahaman yang terjadi.” Cedric mencoba mencari kata-kata yang tepat.
“Ya, aku juga ingin membicarkan hal itu Sir. Jika Anda bersedia,” ucap Alecia cepat.
Cedric mengangguk. Dia harus segera meluruskan permasalahan ini sebelum menjadi semakin rumit. “Benar. Jadi aku... tidak....”
“Sebaiknya kita membahasnya di tempat yang lebih tenang.” Alecia mengggigit bibir bawahnya serta jemari saling meremas, gugup.
“Kita bisa membahas hal itu di sini,” sahut Cedric cepat.
“Apakah ada tempat yang lebih tenang untuk berbincang sejenak, Sir?” tanya Alecia. “Karena kurasa Anda lebih mengenal kediaman Clayborne daripada diriku.”
Tentu saja Cedric tahu di mana saja tempat-tempat sunyi yang bisa dia pergunakan untuk menepi atau mengadakan pertemuan rahasia di rumah Clayborne ini. Dia sudah mengenal kediaman Clayborne sama seperti kediamannya sendiri. Tapi, untuk apa Alecia menyarankan mereka bertemu di tempat yang lebih tenang?
“Taman belakang?” ucap Alecia.
Mendengar kata taman belakang, sudah membuat dada Cedric sesak. skandal itu terjadi di taman gelap! Dan tentu dia tidak akan menjadi hewan bodoh yang melompat dalam lubang yang sama. “Kita bisa membahasnya di sini.” Lalu Cedric melihat mata bulat yang memohon seakan putus asa padanya. “Baiklah.” Dia berpikir sejenak.
“....”
“Balkon atas, kurasa.” Cedric memberi isyarat dengan tatapan matanya. “Aku akan naik terlebih dahulu. Anda dapat menyusul setelah beberapa saat.” Cedric menyerah. Dia tidak tega melihat mata gemetar Alecia. Gadis ini pasti telah mengumpulkan semua keberaniannya untuk berbicara dengannya. Pasti ada hal penting yang harus dia luruskan. Dan tentu saja, Cedric berharap dapat membantu memulihkan nama baik sang lady lebih dari siapapun. Dia bahkan bersedia menjadi kambing hitam asal nama sang lady kembali bersih. Cedric sangat tahu betapa kejamnya penilaian dari masyarakat yang berada di sekeliling mereka, pada seorang gadis yang dianggap tercemar.
Cedric bersembunyi di balik jendela balkon. Area itu tak diketahui oleh orang luar. Hanya yang biasa berada di kediaman Clayborne yang tahu. Dia melihat Alecia bergerak di sekitar balkon, mencari keberadaan Cedric. Tangan Cedric terulur, menarik Alecia cepat. Saat dia melihat ada orang yang bergerak di area sayap kiri. Alecia berteriak namun dibungkam dengan telapak tangan Cedric. Pria itu memberi isyarat agar tenang. Mereka mendengar suara gerakan.
“Bukankah sudah kukatakan padamu untuk menjaga sikapmu?!” Suara pelan namun penuh amarah terdengar.
“Sudah kukatakan bukan, aku sedang tidak enak badan!” Jawaban dari lawan bicaranya juga penuh emosi bercampur dengan isak yang ditahan.
“Tapi itu tidak berarti kamu bisa memasang wajah seperti orang yang hampir mati!” Pria itu kembali berucap.
“Kenyataannya aku memang hampir mati, My Lord!”
Cedric dan Alecia tak dapat melihat apa yang sedang terjadi, mereka hanya mendengar suara. Cedric merasakan tubuh Alecia bergetar ketakutan. Perlahan tangan Cedric menepuk pundak Alecia mencoba menenangkan.
“Selama aku tidak mengizinkanmu untuk mati, maka kamu harus tetap hidup! Mainkanlah peranmu dengan baik!”
“Hebat, untuk mati pun aku harus mendapat izinmu?!” Wanita itu membalas dengan sengit. “Dunia akan terkejut jika mereka mengetahui betapa menjijikkannya dirimu!”
“Kamu mencoba mengancamku?” Pria itu mendengkus.
“Seluruh dunia akan terkejut saat mereka tahu Marquess od Ster—“
“Jaga mulutmu!”
Suara wanita itu tiba-tiba tak terdengar. Namun sayup mereka mendengar ada rintihan dan napas yang terasa berat. “Le...paskan.”
“Apa yang harus kamu ucapkan?”
“Arh...ku... mo... hon.” Dan napas pendek yang begitu cepat seakan mencoba mengisi kembali paru-paru kosong terdengar.
“Sekarang kamu tahu, siapa yang memegang kuasa?” Sekilas mereka melihat pria itu menepuk pipi wanita dengan gaun hijau tosca sebelum membetulkan sarung tangannya sendiri. “Pergilah, cobalah untuk mendekati nyonya rumah. Suaminya cukup kaya meski wanita itu tidak layak duduk bersama kita para bangsawan.” Pria itu menyentak lengan wanita itu sebelum berjalan jauh darinya. “Dan jaga sikapmu! Aku tidak menerima satu kesalahan pun, mengerti?”
“Hem...,” sahut wanita itu enggan.
“Itu baru lady-ku yang baik.” Pria itu menepuk bokong wanita yang berbalik menjauh darinya sambil terkekeh.
Cedric dan Alecia melihat sekelebat wanita itu merapikan kerah tinggi bajunya, menutupi leher lalu bergegas menuruni tangga. Cedric tak ingin berspekulasi. Tapi dia cukup yakin mengenal wanita yang baru saja turun. Suara yang tak akan pernah hilang dari ingatannya. Sama halnya yang dirasakan Alecia. Dia tahu siapa wanita itu. Meski dia tak mengerti apa yang terjadi sebenarnya.
==
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
