Clown and His Mask Part 11 - 15

0
0
Deskripsi

Cedric-No Name-Tanpa Nama Belakang, semua mengenalnya sebagai Lord Konyol dan pecundang.
Dengan masa lalu yang menyedihkan hanya untuk bahan lelucon dan ditertawakan.
Tapi Cedric tak peduli apa kata orang, dia sudah terbiasa hidup bebas.
Hingga dia dipaksa menanggalkan topeng kekonyolannya. 
Ada seseorang yang sangat berarti di dalam hidupnya yang harus dia lindungi. 
Ada pula seseorang yang menyerahkan jiwa raga hanya untuk melindungi dirinya.
Cedric dalam persimpangan hidup, menyelamatkan...

 

11. Kamu Cukup Menghilang Dari Hidupku

 

“Kamu yakin?” tanya Denzell.

Alecia menghela napas. Apakah setiap kali kakaknya harus menanyakan pertanyaan itu? Seakan tidak ada pertanyaan lain yang cocok untuknya. “Aku hanya akan berjalan-jalan sebentar sore ini, Denzell.”

“Sebaiknya kuingatkan pada sais untuk membawa beberapa perlengkapan.” Denzell tak mau mendengar ocehan Alecia. Beberapa perlengkapan dalam kamus Denzell berarti sekeranjang besar persiapan. Payung, jaket, kain, kursi lipat, pakaian ganti, kotak obat dan berbagai hal lainnya. Kondisi tubuh Alecia yang lemah menjadi alasan utama kecemasan Denzell. Alecia menuruni darah ibunya yang juga memiliki tubuh yang lemah. Sebagian besar hari sang Marchioness Fridoph dihabiskan di atas tempat tidur, hanya sesekali dia tampak berada di luar ruangan. Semakin bertambah usia, tubuh marchioness kian lemah. Dan bisa dikatakan saat Alecia debut beberapa waktu lalu, ibunya tampil dalam jangka waktu yang paling panjang. Meski ayahnya tampak sangat cemas dan hampir membubarkan pesta bila saja dia tidak memikirkan Alecia. Ayah mereka, Marquess of Fridoph terlalu cinta pada istrinya, bahkan sampai tidak terlalu memperhatikan kedua anaknya. 

“Tidakkah menurutmu dia terlalu berlebihan?” Alecia mengembuskan napas panjang.

“Kurasa tidak. Itu terbaik untukmu.”

“Ah Mrs. Storm, aku hampir lupa kamu dan kakakku memiliki kemiripan yang sangat besar. Kalian kaku dan terlalu sesuai aturan.” Alecia tersenyum manis ketika mengatakan hal tersebut.

“Orang tidak akan menduga lady manis dan lembut sepertimu sebenarnya adalah bocah nakal yang sangat merepotkan,” balas Jenifer Storm dalam posisi tubuh tegak sempurnanya. “Punggungmu, Lady Alecia.” 

“Baik, Mrs. Storm.” Alecia menegakkan tubuh dan duduk manis dalam kereta tanpa atap. “Apakah kita akan berkeliling kota?”

“Tidak, hanya sampai ke taman.”

“Apakah kita bisa melewati kantor lembaran Majalah Rahasia?”

“Untuk apa?” tanya Jenifer curiga.

“Siapa tahu kita bisa melihat siapa itu Million Grass,” ujar Alecia berbinar-binar.

“Astaga, aku pasti akan dipecat oleh Lord Denzell bila sampai ketahuan telah membuatmu membaca buku puisi terkutuk itu.” Jenifer menggelengkan kepala sambil membentuk tanda salib di dadanya, “bantu aku Tuhan agar aku tidak kehilangan pekerjaanku ini karena bocah penggemar puisi tidak jelas itu.”

Alecia tertawa geli. Dia tahu di balik sikap kaku pendampingnya, Mrs. Storm adalah sahabat yang baik. Jika tidak bagaimana mungkin sang governess memerintahkan sais untuk memutar arah ke tempat yang Alecia pinta. “Terima kasih, kamu adalah yang terbaik. Dan tenang, aku akan memastikan kakakku tidak akan pernah memecatmu. Kurasa aku akan mempertahankan dirimu selamanya di sisiku. Seumur hidupku!”

“Dan itu berarti kamu tidak akan menikah seumur hidupmu, My Lady?” sindir Jenifer.

“Tentu saja aku akan menikah dengan pria yang kucintai.” Alecia membayangkan pria yang disukainya.

“Pikirkan pria yang lain, My Lady. Pria itu tidak pantas sedikit pun masuk di dalam otak polosmu.” Jenifer meniup ke arah kepala Alecia, segera saja gadis muda itu menutup dengan kedua telapak tangannya. 

“Tidak akan berhasil.” Dia tertawa gembira.

“Tutup mulutmu dengan kipas atau telapak tanganmu saat tertawa, My Lady. Dan usahakan, jangan tertawa terlalu lebar. Atur pula suaranya.”

“Astaga, bahkan untuk tertawa pun ada aturannya?” keluh Alecia, “kukira aturan untuk pingsan saja yang paling aneh. Ternyata masih banyak aturan aneh lainnya.” Alecia menggoyang telapak tangan, tapi akhirnya dia mempraktekkan semua aturan yang disebutkan oleh pendampingnya. 

“Kita hampir mendekati tempat yang ingin kamu lihat Lady Alecia,” ujar Jenifer. 

Alecia menegakkan tubuh, matanya membulat menunggu dengan tidak sabar gedung kecil di antara gedung-gedung tinggi yang mengapitnya. Tapi, tunggu! Bukankah itu adalah Cedric? Ah ternyata ada gunanya juga mereka melewati kantor lembaran berita rahasia. 

“Mrs. Storm, kita harus berhenti!” teriak Alecia.

“Kantor berita yang ingin kamu lihat belum sampai Lady Alecia.” Jenifer menolak.

“Lihat! Bukankah itu Sir Cedric!” Alecia hampir bersorak. Tapi terhenti saat melihat mata Jenifer yang melotot. Jenifer berdecak. Tingkah Alecia benar-benar jauh dari sikap seorang gadis debut seharusnya. Mungkin karena orangtua, saudara dan seisi kediaman Fridoph terlalu menjaga serta memperlakukannya seperti anak-anak, menjauhkannya dari dunia luar juga menjaganya terus di dalam rumah tanpa tersentuh atau mengenal dunia luar, menjadi alasan utama sikap tersebut.

“Anda tidak bisa....”

“Tunggu, wanita itu pingsan!” teriak Alecia. “Kita harus membantunya!” Alecia panik. “Aku mohon Mrs. Storm, kita harus menolongnya.”

Alecia sering melihat ibunya yang tiba-tiba pingsan dan tentu saja dia sendiri beberapa kali pingsan pula. Makanya Alecia begitu panik. Sedangkan Jenifer tidak tahu apakah dia harus mengikuti perintah nonanya atau segera menjauh dari masalah. Tapi sepertinya Alecia hampir menangis memohon padanya. Dan akhirnya sais berhenti. 

Alecia melompat turun, berlari, hampir tersandung sebelum akhirnya mencapai tempat yang dituju. Halaman depan sebuah toko pakaian. Pelayan sang lady yang pingsan begitu panik. Dia mengipasi, sementara beberapa orang berkerumun. Alecia dengan tubuh mungilnya berhasil menerobos masuk. Sementara Jenifer bergerak, tanpa kesulitan berada di pusat kehebohan. 

Lady cantik dengan gaun warna biru terang, baju lengan panjang, kerah tinggi dengan bahan pakaian cukup tebal pada musim panas sepertinya menjadi alasan yang membuat sang lady pingsan. Yang mengejutkan adalah pria yang memangku sang lady. Cedric! 

“Apa yang terjadi, Sir Cedric?” tanya Alecia.

“Kita harus segera membawanya untuk mendapatkan perawatan,” suara Cedric cemas. “Mana kereta kuda Marchioness Stewing?!” bentak Cedric pada pelayan sang lady. 

“Itu... tadi, Marquess menyuruhnya untuk mengantarnya mengambil barang sebentar.”

Alecia tahu Cedric sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Wanita dalam pelukan sang pria menyita semua perhatian dan jiwa Cedric. Tapi, sejak awal Alecia sudah mengetahuinya. Dia juga sudah sadar apa yang kan dihadapinya. 

“Bagaimana kalau kami mengantarnya?” Alecia membuka suara. “Aku membawa kereta kuda.” Alecia menunjuk keretanya. Dan segera saja pendampingnya tahu apa yang harus dilakukan. Jenifer bergerak cepat memerintahkan sais untuk memasang atap juga penutup samping kereta. 

“Kita harus bergegas, agar sang lady dapat segera diobati,” bujuk Alecia. Cedric mengangguk. Dia menggendong lady yang pingsan ke kereta. Memangkunya dengan hati-hati, berharap Chloe akan baik-baik saja. Sementara itu Alecia masuk dan duduk di dalam kereta. Jenifer memilih duduk di sebelah sais sementara sang pelayan marchioness terpaksa harus menunggu kereta kudanya datang. 

“Apa yang terjadi?” tanya Alecia saat kereta mulai bergerak. Cedric menggeleng tak mengerti. Lalu tiba-tiba saja Cedric teringat satu hal. Dia segera saja menggulung lengan baju Chloe. “Apa yang Anda lakukan Sir Cedric?” Alecia kebingungan. “Anda tidak boleh membuka—“

Alecia melihat lengan marchioness, suaranya tercekat. Bilur-bilur biru keunguan memenuhi lengan yang tampak kurus. Bukan hanya sebelah, kedua belah tangannya. Lalu Cedric tak berhenti hanya pada tangan. Dia membuka kancing belakang kerah baju Chloe. Kemudian menggulung kerah hingga turun. “Sial!” umpatnya. 

“Lu... luka ini...?” Alecia menutup mulutnya dengan tangan gemetar. Dia mengingat pertemuannya di balkon kediaman Clayborne juga di kediaman Stewing kemarin. Mereka mendengar pertengkaran pasangan dari balik tirai tebal balkon. Pada celah tirai, Alecia mengenali wajah lady cantik tersebut. Wajah lady itu tidak pernah berubah, tetap cantik sejak dulu. Sedangkan kemarin, Alecia yakin ada bunyi pukulan-pukulan dan hantaman benda, walau tidak tahu pada apa semua pukulan itu ditujukan. Apakah pada tubuh wanita ini? Alecia menggeleng tak percaya. Lord Stephen yang terkenal sopan dan baik hati itu melakukan hal buruk pada istrinya sendiri? Meski tak ingin memercayai, tubuh Marchioness of Stewing membuktikan semua kecemasan yang tergambar pada wajah Cedric.

“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Alecia setelah pulih dari rasa terkejutnya. Saat ini yang terpenting adalah memastikan Lady Chloe segera siuman. 

“Berikan dia minyak yang ada di keranjang persiapan itu Lady Alecia,” perintah Jenifer dari balik tirai di dekat kursi sais. 

Alecia membongkar isi keranjang dan menemukan botol yang dimaksudkan. Dia meneteskan pada telapak tangan lalu menatap Cedric, mencoba meyakinkan pria itu. “Aku pernah pingsan. Dan ini sangat membantu, sungguh. Jika tidak percaya kamu boleh tanya pada pendampingku.” 

Akhirnya Cedric mengangguk. Dia membiarkan Alecia menggoleskan minyak pada dahi, hidung juga tengkuk Chloe. Dilihatnya Alecia kembali mengancingkan dan menaikkan kerah baju Chloe, Cedric hendak mencegah. 

“Dia menyembunyikannya, pasti ada alasan. Jadi, bukankah sebaiknya kita menghormati keputusannya?” ucap Alecia hati-hati.

“Tapi ini....”

“Anda tentu tidak ingin semua orang melihat luka-luka ini saat kita membawanya turun nanti, Sir Cedric,” ujar Alecia lembut. “Ini akan membuat rumor buruk bagi Lady Chloe.”

Melihat Cedric kembali mengangguk, Alecia lanjut merapikan lengan baju Chloe. 

“Kita akan mengantarnya kembali ke kediaman Stewing,” ucap Alecia.

“Tidak, dia harus dibawa ke rumah sakit!” bantah Cedric.

“Tapi, kurasa dokter pribadi akan menjadi pilihan yang lebih tepat.” Alecia menyadari bahwa berada dalam keadaan terburuk di tempat umum akan begitu menyulitkan bagi seorang lady. Ibunya dan dia, mengalami hal tersebut. Mereka cukup beruntung dengan perhatian penuh dari semua orang yang berada di sekitar mereka. “Perawatan di rumah mungkin akan lebih baik.”

“Bagaimana bila, ternyata di rumah dia malah mengalami kesakitan yang lebih lagi...?” Mata Cedric penuh amarah dan kekecewaan. 

“Kalau itu....” Alecia tak dapat menjawab.

Untungnya Alecia tak perlu menjawab. Suara erangan terdengar. Alecia dan Cedric menoleh, mendapati Chloe mulai sadar. “Chloe!” panggil Cedric, lupa akan semua aturan. Chloe-nya yang cantik dan bersemangat kini seakan seperti bunga yang patah.

“Marchioness Stewing, apakah Anda sudah lebih baikan?” tanya Alecia selembut mungkin. 

Chloe membuka mata perlahan. Dia tidak tahu siapa yang berada di dekatnya saat ini. Tapi seingatnya tadi kepalanya seakan berputar kuat lalu tiba-tiba semua menjadi gelap. “Aku... di mana?”

“Chloe apa kamu baik-baik saja?” 

Alecia mencoba menangani situasi saat ini. Lady Chloe dalam keadaan bingung sedangkan Cedric terlihat panik dan cemas. “Saat ini Anda berada di dalam keretaku,” ucap Alecia, “perkenalkan aku adalah Alecia Kim Whallen, putri dari Marquess Fridoph.” Alecia menunggu sesaat hingga yakin Chloe mengerti ucapannya. “Tadi di jalan kami tidak sengaja melihat Anda pingsan. Jadi Sir Cedric dan aku mencoba mengantar Anda—“

“Cedric?!” pekik Chloe terkejut. Dia menoleh dan menyadari tubuhnya bersandar pada Cedric, begitu dekat, begitu hangat. Segera saja Chloe berusaha memperbaiki posisi duduknya tapi kepalanya masih berdentam kencang. 

“Apa yang terjadi padamu Chloe?” Cedric menyentuh jemari Chloe, kemudian merapikan helai rambut yang jatuh ke wajah cinta pertamanya. 

Chloe reflek menepis jemari Cedric. “Tidak ada!” sahut Chloe pendek dan tajam.

Alecia menggigit bibirnya sedih. Dia harus duduk di kereta yang sama, menatap pria yang disukainya mengkhawatirkan wanita lain. Sekali lagi Alecia mencoba menenangkan jiwanya. Meski dia cemburu tapi yang terjadi pada Chloe cukup membuatnya ikut khawatir. Lebam pada tubuh Chloe terlihat tidak baik. “Apakah kami harus mengantar Anda ke rumah, atau ada tempat lain yang ingin Anda tuju My Lady?” tanya Alecia.

“Kita ke rumah sakit!” ucap Cedric.

“Tidak!” Chloe menggeleng, kembali kepalanya berputar. “Pulang, ke... rumah.” Dia menggenggam jemari Alecia, “terima kasih Lady Alecia. Bantuan hari ini tidak akan kulupakan.”

“Chloe, tangan dan lehermu—“

Chloe menatap Cedric tajam. Apakah Cedric melihat? Bukankah dia sudah menutupinya dengan baik. “Aku tidak apa-apa,” jawabnya cepat.

“Jangan membohongiku Chloe. Aku sudah curiga sejak kita bertemu hari itu!” Cedric terus mendesak Chloe. “Katakan padaku apa yang dilakukan pria berengsek itu padamu?”

“Hentikan! Itu bukan urusanmu!” suara Chloe sedingin es. 

“Biarkan aku membantumu,” pinta Cedric.

“Bantuanmu hari ini sudah lebih dari cukup, Sir Cedric. Aku sungguh berterima kasih.” Suara Chloe kembali seperti seorang lady terhormat biasanya. Namun ada jarak dan batasan yang dibangun Chloe. 

“Chloe, aku tidak akan membiarkan dia melukaimu seperti ini!” Cedric berhasil menarik lengan Chloe dan menunjukkan jejak penyiksaan itu. “Katakan padaku, apa yang bisa kulakukan untukmu?”

Chloe menarik tangannya kembali. Menurunkan lengan bajunya. “Sayangnya kamu terlambat bertanya. Seharusnya kamu menanyakan itu sebelas tahun yang lalu!”

Cedric terdiam. Sebelas tahun yang “Aku akan menebus semuanya Chloe.”

“Tidak ada yang dapat kamu lakukan lagi untukku, Sir!” Cedric mendengus. “Dan seumur hidupku, aku rasa aku tidak membutuhkan bantuan apa pun lagi darimu.”

Alecia melirik reaksi Cedric. Pria itu begitu putus asa. Semakin membuat Alecia bertekad untuk melakukan apa pun deminya. 

Mereka akhirnya tiba di kediaman Stewing. Jenifer tampak berbicara pada penjaga gerbang, kemudian tak lama pagar tinggi dibuka, kereta mereka bergerak memasuki halaman yang sangat luas.

“Mrs. Storm,” panggil Alecia. “Nanti, tolong bantu Marchioness.”

“Baik Lady Alecia,” sahut Jenifer sopan.

“Apakah kamu masih pusing?” tanya Cedric cemas. “Aku akan membantumu.”

“Dengan menghilang dari hidupku selamanya sudah cukup membantuku, Sir!” ucap Chloe pelan pada Cedric ketika dilihatnya Alecia sibuk berbicara pada si pendamping. “Dan jangan sekali-kali kamu menunjukkan wajahmu di rumahku. Tetaplah di dalam kereta. Tak terlihat, tertutup! Jangan mempersulit hidupku!”

“Chloe....”

“Kehadiranmu saat ini sama sekali tak berguna!” Chloe mendesis tajam. Wajah penuh kebencian ditujukan pada Cedric.

Cedric akhirnya mengangguk, menyanggupi permintaan Chloe. Pada akhirnya dia tidak boleh hadir dalam hidup Chloe sama sekali. Dia telah melewatkan kesempatan yang tidak kan datang kembali.

Kereta kuda berhenti di depan teras rumah kediaman Stewing. Jenifer tahu dia harus segera menyelesaikan pertemuan aneh ini. Diumumkannya pada para pelayan kediaman Stewing mengenai nyonya pemilik rumah yang mengalami sakit. Diperintahkannya pula sais kereta untuk segera membuka pintu.

“Apa yang terjadi Ibu?” Remaja berusia sebelas tahun segera mendekati Chloe.

“Hanya pusing karena cuaca panas,” sahut Chloe. “Untungnya ibu bertemu dengan lady yang baik hati ini. Bukankah seharusnya kamu memberi salam terlebih dahulu?” Chloe memperkenalkan putranya, Sebastian pada Alecia.

“Terima kasih atas bantuan Anda, Lady Alecia.”

Chloe memeluk Alecia, “Terima kasih.” Lalu dia membawa Alecia pada sebuah sudut, “aku mohon, apapun yang terjadi hari ini dapat menjadi rahasia kita berdua saja.”

Alecia mengangguk berkali-kali. “Tenang My Lady, aku tidak akan mengatakan apa pun.” Alecia berjanji.

“Aku berhutang budi padamu, sungguh.”

“Mungkin kita bisa minum teh bersama,” usul Alecia. Chloe segera mengangguk. Dia suka dengan gadis yang sopan dan baik ini. Tapi di sisi lain dia juga takut, rahasianya akan tersebar. Semua karena Cedric keparat. Bagaimana bisa Cedric membicarakan mengenai lebam pada tubuhnya di kereta tadi? Bertemu kembali dengan Cedric adalah hal buruk dalam hidupnya. Dulu pun sama. Cedric hanya meninggalkan masalah bagi dirinya. 

Chloe melambai pada Alecia, dia berjalan masuk bahkan tak memedulikan Cedric sama sekali. Sementara Cedric merapat pada sudut kereta, berharap kegelapan dapat menghilangkan dirinya.

==

12. Insting Bertahan Hidup

 

Kereta kuda berjalan perlahan, tanpa arah yang pasti. Pemiliknya belum memberikan arahan ke mana tujuan mereka. Jenifer terus mengawasi dan menajamkan pendengaran memastikan tidak terjadi hal buruk apa pun pada nonanya di dalam kereta. Dia dilarang masuk ke dalam kereta oleh Alecia. Gadis itu kadang kala bisa sangat keras kepala dan ngotot. Apa yang dikatakan oleh Denzell, kakak Alecia pada saat memberikan Jenifer pekerjaan sebagai governess ternyata tidak seratus persen tepat. 

Jenifer ingat bagaimana Denzell memuji adiknya, lebih tepatnya memuja. Denzell mengatakan bagaimana rapuh dan lemah lembutnya Alecia. Bagaimana Alecia harus dijaga dan dilindungi karena terlalu polos dan patuh. Nyatanya, Denzell pun kewalahan menghadapi tingkah degil Alecia saat ini. Semua bisa berubah bukan. Bahkan termasuk kelinci mungil ini.

Suara pembicaraan akhirnya terdengar. Bukan Alecia, suara pria itu. 

“Lady Alecia, Anda bisa menurunkan aku di depan sana,” ucap Cedric. “Kurasa tidak baik bagi kita berada di dalam satu kereta.”

“Aku akan mengantarmu Sir,” sahut Alecia ceria.

Cedric merasa tidak nyaman dengan bantuan yang diberikan Alecia. Terlebih lagi bila dia mengingat semua yang dikatakan Alecia malam itu. Cedric berusaha sebisa mungkin menjauh dari Alecia, tapi nyatanya mereka terus bertemu. Bahkan kali ini berada dalam satu kereta bersama sang lady. Dan takdir sungguh sedang membuat lelucon besar pada Cedric.  Tapi bagaimana bisa Alecia berada di tempat Chloe pingsan tadi. Apa, jangan-jangan Alecia.... “Tadi bukan kebetulan bukan? Anda sengaja mengikutiku?” tanya Cedric.

“Sayang sekali kamu salah Sir.” Alecia masih memamerkan senyumnya. “Tadi benar-benar ketidaksengajaan. Walau ide yang cukup menarik untuk menyewa seseorang guna mengawasimu terus-menerus.”

“Sungguh kehormatan bagiku, hingga seorang lady cantik seperti Anda harus menyewa orang untuk mengawasiku,” balas Cedric. Dia masih mencoba tetap santai meski perasaannya tidak terlalu tenang. Sepertinya Lady Alecia benar-benar harus disingkirkan dari kehidupannya. Jika tidak, Cedric tak tahu kekacauan apa lagi yang dapat diakibatkan oleh gadis dengan senyum polos ini. Ah ini semua mungkin adalah kesalahannya. Tidak seharusnya dia menerima saja tawaran Alecia tadi. Otaknya sedang tidak dapat berpikir mengenai baik-buruknya tadi. Yang dia ketahui hanyalah dia harus segera menyelamatkan Chloe. 

“Jadi bagaimana kalau kita berjalan-jalan di taman sore ini? Pasti sangat menyenangkan,” tanya Alecia. Dia tidak akan melewatkan kesempatan emas ini. jarang sekali bukan dapat berada satu kereta dengan pria yang dicintainya. Jadi dia tidak mungkin membiarkan Cedric lepas.

“Terima kasih atas tawarannya, tapi aku tidak berminat berjalan-jalan di taman. Terutama bersama denganmu Lady Alecia,” tembak Cedric langsung. Dia tidak akan bersikap sopan lagi. Lady Alecia harus disadarkan dari mimpinya. “Aku sama sekali tidak memiliki perasaan yang sama denganmu.”

Alecia terdiam, membisu. Tak lama dia kembali tersenyum. “Tidak masalah Sir, jika saat ini kamu tidak menyukaiku. Tapi aku menyukaimu,” ucap Alecia terus terang.

“Sayangnya, cintamu bertepuk sebelah tangan.” Cedric mengetuk jendela di dekat tempat duduk sais, memberi isyarat agar kereta berhenti. “Kita tidak akan bertemu lagi, Lady Alecia.”

“Anda salah, kita akan terus bertemu lagi.” Alecia menahan gerak Cedric. Dia mencondongkan tubuh ke depan, dengan wajah mendonggak tepat di depan wajah Cedric. Tampak mata pria itu membelalak lebar. Tentunya dia tak akan menduga akan mendapati tindakan sangat berani dari Alecia. “Kamu lupa aku memegang rahasia penting dari cinta pertamamu. Apalagi tadi aku mengetahui kenyataan menarik lainnya. Tentu aku bisa membuat rumor yang lebih meriah. Bagaimana Sir?” Kelopak mata Alecia berkedip beberapa kali, bukan karena dia ingin menggoda. Tapi sesungguhnya dia gugup. Menatap langsung wajah Cedric dari dekat benar-benar menyiksa jiwanya. Dia sendiri tak percaya dapat melakukan tindakan liar ini. Mrs. Storm pasti akan mengomelinya nanti. Namun itu urusan nanti saja. Saat ini dia harus memastikan Cedric tetap berada dalam genggamannya. “Nasib Lady cantik itu ada di tanganmu, Sir.”

Cedric merasakan kejanggalan. Gadis ini menatapnya dengan mata bulat serupa seekor anak kelinci manis, dengan bulu tebal lembut yang sangat nyaman untuk dielus. Tapi nyatanya, Alecia bukan kelinci kecil. Lihatlah bagaimana bisa Alecia melontarkan ancaman dengan wajah semanis dan selembut ini. Sungguh bukan tindakan yang sesuai dengan kepribadiannya seharusnya. “Sial! Apa maumu?” Cedric kehabisan kesabaran. “Kamu tidak boleh mengganggu dia!”

“Aku tidak akan mengganggu dia, selama....” Alecia sengaja berlama-lama, menatap perubahan emosi Cedric sungguh menarik rasanya.  Sama seperti dulu, ketika dia melihat bagaimana Cedric, bersedih, terluka, tersenyum hingga akhirnya tertawa lepas. 

“Katakan apa maumu!”

“Selama kamu patuh padaku, Sir Cedric.” Alecia memiringkan kepala lalu tersenyum manis. “Bukan hal yang sulit bukan?”

“Sial!” Cedric kembali mengumpat. “Apa pun yang kamu lakukan, aku tidak akan pernah menyukaimu Lady Alecia. Tidak akan pernah.”

Kereta akhirnya berhenti bergerak. Jenifer meminta sais untuk berhenti di tempat yang tidak terlalu ramai. Cedric merasakan ini kesempatan emas untuk segera kabur. Dia membuka pintu kereta lalu segera turun.

“Sir Cedric,” panggil Alecia. “Tidak masalah kamu tidak menyukaiku. Tapi ingat... kamu tetap harus patuh padaku.” Alecia melambai. “Sampai jumpa lagi.”

Cedric sama sekali tidak membalas, dia membalikkan badan lalu berjalan cepat sebelum ada yang mengenali dirinya atau kereta kuda milik keluarga Fridoph. Selain memikirkan cara untuk menolong Chloe, dia benar-benar harus memikirkan jalan keluar lepas dari Alecia.

Sementara itu di kereta, Alecia merasakan napasnya sesak, lututnya gemetaran dangan jari-jari dingin membeku. Jenifer melompat naik lalu menutup pintu kereta. Jenifer tak tahu apa yang harus dikatakannya. Memang pendamping Alecia itu senang akhirnya ada yang waras dalam lingkaran aneh ini. Jenifer juga setuju kalau Lady Alecia harus diberitahukan kenyataan yang sebenarnya. Hanya saja, terlalu kejam rasanya melihat Alecia yang masih begitu muda ditolak mentah-mentah. Pertama kalinya sang lady jatuh cinta, dan dalam sekejap cinta itu hancur. 

Setelah itu Jenifer segera meminta sais bergerak, mencari jalan yang tidak terlalu ramai. Jenifer memperhatikan wajah Alecia yang seputih kapas. Apa yang harus dia katakan? 

Lupakan pria berengsek itu! Atau... akan ada pria lain yang lebih baik untukmu! 

Semua hanya kata penghiburan omong kosong yang terkesan penuh basa-basi. 

“Dasar pria bodoh dan konyol!” omel Jenifer.

Alecia terkejut mendengar Jenifer mengumpat. Dia tersenyum. “Cedric tidak bodoh ataupun konyol.” Tindakan Cedric tadi membuktikan kalau dia bukan pria yang bodoh, konyol apalagi berengsek. Jika Cedric berengsek, maka pria itu pasti tidak akan mengkhawatirkan mengenai kehormatannya. Jika Cedric berengsek tentu dia tidak akan menyelamatkan Chloe

“Kamu akan membela dia terus?” Jenifer mengembuskan napas kuat. “Percuma saja aku ikut terluka tadi!”

Alecia tersenyum lebar kemudian memeluk Jenifer, “Sudah kubilang bukan, Anda memiliki hati semurni embun pagi.”

“Terserah, lebih baik kita pulang sekarang kalau kamu sudah lebih baik. Aku tidak ingin Anjing Penjagamu yang setia melihat wajahmu yang pucat serta mata penuh kesedihan.” Jenifer memeriksa wajah Alecia dari segala sudut. “Astaga, wajah dan rambutmu agak berantakan,” ucap Jenifer lalu memulaskan sedikit bedak tambahan pada wajah nonanya lalu merapikan helai-helai yang lepas dari jepitan. Dia tersenyum puas. “Dengan begini, pekerjaanku akan tetap aman.” 

Alecia tahu yang sedang dibicarakan pendampingnya adalah saudara laki-lakinya. “Aku tidak apa-apa,” ucap Alecia. “Dan terima kasih.”

Alecia menatap jalanan yang mereka lalui. Dia tadi begitu dekat dengan Cedric tapi dirinya tak pernah terlihat. Meski begitu Alecia tidak akan mundur. Dia telah menetapkan tekad. Dirinya telah menanti begitu lama, serta menyimpan mimpi itu sekian waktu. Seperti puisi indah yang dibacanya pada lembar kumpulan puisi karya Million Grass yang berjudul Mimpi Dengan Mata Terbuka, maka Alecia tidak ingin tersesat dan terkurung dalam mimpi saat matanya tertutup. Kemudian menangis ketika mimpi itu hilang dalam matanya yang terbuka.

==

Cambuk melecut meninggalkan jejak merah pada kulit putih yang masih tersisa lebam. Jemari yang memegang cambuk kini mencengkeram rambut panjang berwarna serupa madu. 

“Hentikan, kumohon.” Suara Chloe terdengar terpatah-patah, napasnya begitu berat. Tangannya mencoba menggapai jemari pria yang bahkan lebih halus daripada jemarinya.

“Bagaimana bisa kamu pingsan di jalan? Sengaja ingin membuatku malu?!”

“...a... ku....” 

“Apa?” Pria itu menendang punggung Chloe. “Aku tidak mendengar suaramu, Sayang.” Pria itu kini berjongkok mengelus rambut Chloe yang perlahan hilang kesadarannya. “Ah, semakin lama kamu semakin lemah, Sayang. Bermain denganmu sudah tidak terlalu menyenangkan lagi.” 

Pria itu bergerak, menendang cambuk di lantai dengan kasar. Dia duduk lalu meneguk brendi yang masih tersisa setengah botol. “Lihat, minumanku bahkan belum lagi habis.” Botol diletakkan di atas meja kembali. Dia terkekeh, “Kamu menjadi terlalu penurut,” ucapnya. Dia mengambil kembali botol brendi yang terbuka. “Tidak menyenangkan melatihmu lagi.” Lalu dengan cepat pria itu menuang brendi ke wajah wanita yang masih terkulai di lantai dingin. 

“Aku pergi dulu untuk mencari hewan liar yang harus kulatih, Sayang.” 

Pintu kamar pun ditutup.

==

13. Kelinci Yang Secerdik Musang.

 

“Tugas Anda hari ini Sir,” ucap Marcus menyerahkan setumpuk berkas.

“Astaga Marcus, tidak bisakah kamu memberiku libur sehari pun?” Cedric mendorong kertas-kertas menjauh dari wajahnya. Dia melanjutkan merebahkan tubuhnya pada sofa panjang. Sejak kemarin Balder dan Elliemay sudah pergi ke rumah peristirahatan mereka di Desa Star. 

“Anda harus menyelesaikannya hari ini Sir.” Marcus menegaskan.

“Kenapa kamu tidak ikut dengan Balder ke tempat peristirahatan saja Marcus?” omel Cedric. “Seharusnya kamu melayani tuanmu bukannya merecoki aku di sini.”

“Mengawasimu adalah tugas dari tuanku.” Marcus melihat salah seorang pelayan memberi isyarat ada urusan yang harus diselesaikan di depan. 

“Bangun dan selesaikan pekerjaanmu!” Edgar menguncang tubuh Cedric. 

Cedric membelalak lalu berteriak frustasi. Satu lagi pengacau yang membuat hidupnya berantakan. Mengapa dia selalu bertemu dengan orang-orang yang tidak membiarkannya hidup santai. “Apa yang kamu lakukan di sini?” teriak Cedric.

“Mengawasimu,” sahut Edgar lalu mencomot sarapan yang telah disediakan Marcus. “Dan untuk kamu ketahui sejak tadi Marcus sudah keluar, tidak peduli pada ocehanmu.” Edgar terbahak-bahak. Dia gembira melihat Cedric menderita.

“Menyingkir, aku masih mau tidur!” Cedric kembali bergulung di sofa. Tetapi bukan Edgar namanya bila membiarkan Cedric tenang. Dia bernyanyi dengan nyaring tepat di sebelah telinga Cedric. Sambil sesekali mengguncang badan sahabatnya.

“Ada undangan.” Marcus mengumumkan saat kembali dari pintu depan.

“Katakan pada pelayan yang membawakan kalau Balder tidak akan hadir, dia sedang di rumah peristirahatannya menanti istrinya tercinta melahirkan bocah-bocah kecil yang akan membuat rumah ini semakin berisik.” Cedric menjawab tanpa membuka mata.

Marcus melangkah mendekati sofa yang ditempati Cedric. Diulurkannya undangan tersebut. Tak ada tanggapan. Marcus menepukkan kertas ke bahu Cedric. 

“Hentikan Marcus!” teriak Cedric. Akhirnya terpaksa dia membuka mata lalu menepis tangan kepala pelayan Clayborne.

“Undangan ini untuk Anda dan Sir Edgar.”

Cedric dan Edgar penasaran, siapa yang mengirimkan undangan untuk mereka di kediaman Clayborne? Edgar mengernyit lalu menerima uluran sebuah amplop berwarna peach. Lambang keluarga Fridoph tercetak pada bagian depan juga lilin perekat. Dia terkekeh lalu segera menyasarkan ledekan kepada Cedric.

“Lady Aleciamu tercinta mengirimkan undangan khusus untukmu.”

Cedric segera bangkit, duduk dengan mata membulat lebar. Dia merampas amplop dari tangan Marcus. Membuka dan membaca isi undangan tersebut. 

“Undangan pesta taman!” seru Edgar bersemangat.

Cedric melihat tulisan kecil di ujung undangannya. Alisnya bertaut, matanya mengernyit dengan mulut hampir mengumpat. Hal gila apa lagi yang sedang direncanakan Alecia?

Kamu harus hadir Sir Cedric. Ingat perjanjian kita.

“Lady Aleciamu yang manis mengirimkan undangan khusus untuk dirimu, Sir Cedric,” ledek Edgar.

“Marcus beritahu pelayan yang membawa undangan ini, kami tidak akan hadir,” ucap Cedric.

“Kenapa?” Edgar bertanya. “Aku bersedia hadir!” Dia menatap Cedric penuh tanya.

“Sayang sekali, pelayan itu sudah pulang. Dan dia juga menyampaikan bahwa, Lady Alecia yakin Anda berdua pasti akan hadir ke pestanya.” Marcus masih berdiri tegak tidak melakukan perintah Cedric.

“Aku tidak menyangka Lady Alecia yang manis dan polos jatuh dalam perangkap pesonamu.” Edgar menepuk tangannya lalu mengacungkan dua jempol. “Aku harus berguru banyak padamu, Cedric.”

“Lady Alecia yang manis dan polos? Huh!” Cedric mendengkus kesal. “Gadis itu tidak sepolos dan semanis yang terlihat!”

Marcus juga Edgar melirik tak percaya. Apalagi Edgar, bibirnya mencibir ucapan Cedric.

“Dia bahkan mengancamku!” Cedric mencoba meyakinkan.

Edgar tertawa hingga bahunya terguncang sementara Marcus menyembunyikan senyum mengejek. 

“Kalian harus percaya padaku! Gadis itu berkepribadian ganda!” Cedric mengacungkan undangan di tangannya. “Lihat, dia mengirimkan undangan berisi ancaman padaku!”

Edgar dan Marcus tak mengubris. Mereka malah beranjak keluar dari ruangan tersebut. “Sir Cedric, kuharap Anda segera menyelesaikan urusan pekerjaan yang diberikan oleh Lord Balder.” Marcus kembali mengingatkan soal pekerjaan.

“Ya, aku tahu! Akan segera kuselesikan!” Cedric berdiri, mengambil berkas lalu berjalan keluar. 

“Jas dan topi Anda, Sir.” Marcus menyodorkan pada Cedric. “Kereta kuda juga sudah menanti. “Dan akan kuminta pelayan menyiapkan pakaian yang akan Anda kenakan di pesta taman Lady Alecia. Juga kereta kuda.” 

“Aku tidak akan pergi!” teriak Cedric sebelum keluar dari rumah.

“Ya, kamu akan pergi!” ledek Edgar.

“Tidak akan! Camkan itu Sir Beruang!”

Nyatanya, sore ini, Cedric duduk di kursi di dekat taman kediaman Fridoph lengkap dengan pakaian berwarna biru yang dipersiapkan oleh Marcus. Di sebelahnya duduk Edgar dengan setelan hijau yang membuat manusia itu mirip mahluk dari hutan rimba. 

“Terima kasih sudah hadir dalam acara yang kami adakan ini.” Denzell, memberi kata sambutan. Terlihat Alecia duduk di sebelah kakaknya dengan wajah tersenyum gembira. Begitu banyak gadis yang hadir dalam pesta ini. Tetapi sepertinya pandangan Cedric tak dapat lepas dari Alecia. Dia akan terus memperhatikan gadis itu dan memastikan Alecia berada sejauh mungkin darinya. Dia harus memperhatikan Alecia dengan seksama agar dapat menghindari gadis itu.

“Acara ini tidak terlalu resmi. Ini kami adakan atas permintaan adikku yang belum begitu banyak sahabat. Seperti yang kalian ketahui, dia baru saja debut dan jarang sekali menghadiri acara-acara karena kondisi kesehatannya. Karena itu aku sungguh berharap kalian semua dapat mengenal Alecia lebih baik lagi.”

Alecia berdiri memberi salam dan tersenyum manis pada semua orang. Hingga matanya bertemu dengan Cedric. Senyumnya lebih lebar dan ceria ketika melihat Cedric, sedangkan wajah pria itu tampak berusaha tersenyum meski kaku.

“Itu senyum terburuk yang pernah kamu tampilkan,” gerutu Edgar. “Tuan Badut, biasanya topeng senyumaanmu tidak pernah salah. Mengapa kali ini kamu gagal?” Melihat Cedric yang enggan menjawab, Edgar menjawab sendiri pertanyaannya. “Ah kurasa kamu terlalu gugup untuk bertemu dengan Alecia-mu.”

“Dia bukan Alecia-ku! Dia musang yang bertopeng kelinci!” Cedric menghela napas. 

Cedric melihat keadaan sekeliling, di mana semua orang sudah membaurkan diri dan terlibat dalam kelompok-kelompok kecil guna melakukan kegiatan seru yang telah tersedia atau sekedar menikmati hidangan ditemani alunan musik riang. 

“Mau kutemani melihat bunga-bungaku?” 

Suara yang berasal dari belakang punggungnya mengejutkan Cedric. Ketika dia menoleh, dia hampir mengumpat. “Lady Alecia!” Cedric segera mengubah nada suaranya. “Senang sekali dapat bertemu langsung dengan tuan rumah penyelenggara acara dadakan ini.” Cedric mengucapkan dengan senyum yang sudah dilatihnya sekian tahun lamanya. 

“Ah, aku berharap acara ini dapat berjalan lancar. Aku belum pernah menyelenggarakan pesta. Rasanya cemas juga menyenangkan.” Alecia mengatupkan kedua telapak tangannya, matanya tersenyum berbinar-binar tertimpa cahaya matahari sore.

“Ya, acara yang menyenangkan.” Edgar ikut nimbrung.

“Sir Edgar aku senang sekali Anda mau datang ke acaraku.” Alecia mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Edgar.sebuah kecupan ringan pada punggung tangan Alecia dan kedipan kecil oleh Edgar membuat Alecia tertawa renyah. “Anda begitu menyenangkan Sir.”

“Yah, sayang sekali sedikit saja yang mengetahui bahwa diriku menyenangkan.” Edgar menyikut Cedric, “bahkan sahabatku pun tidak mau mengakuinya.”

“Ya,” sahut Cedric terkekeh pelan. “Kuyakinkan pada Anda, Sir Edgar sangat menyenangkan dan calon yang tepat. Kurasa kalian berdua akan sangat cocok.” Cedric mulai memikirkan ide cemerlang. “Kurasa aku akan meninggalkan kalian berdua untuk berbincang lebih jauh—“

“Sayangnya, aku lebih suka berbincang denganmu, Sir Cedric.” Alecia memiringkan kepalanya menatap Cedric dengan dua mata yang sesekali berkedip.

“Sudah waktunya aku meregangkan tubuh, melakukan kegiatan dengan otot ini.” Edgar pun membiarkan Alecia dan Cedric berduaan. Dia tertawa di dalam hati. Kali ini Cedric benar-benar terkena batunya. Rasakan bagaimana menyebalkannya harus tersiksa karena terikat oleh wanita. Seperti saat itu Cedric memaksa dirinya berkenalan dengan separuh lady dalam pesta keluarga Stewing. Edgar cukup bahagia mengetahui Cedric menatapnya penuh kekesalan. Kamu kira dirimu saja yang pandai membuat jebakan, Tuan Badut? Beruang ini juga punya otak. Edgar terkekeh sepanjang kakinya melangkah. 

Edgar tidak berkumpul bersama para tamu lainnya. Dia memilih mencari tempat sepi. Danau sepertinya akan menjadi tempat menyenangkan sambil menunggu Cedric selesai berbincang-bincang menggunakan bibirnya atau mungkin berbincang dengan cara lainnya yang sudah sangat Cedric kuasai tentunya.

“Apa yang—“

“Ayo kita berjalan-jalan Sir,” ajak Alecia. Dia melirik pada Cedric yang masih tidak mengikuti langkahnya. “Kurasa kalau aku menyebarkan cerita kecil pada kelompok kecil ini bagaimana efeknya?” Alecia terlihat menimbang. “Tidak terlalu meledak seperti saat cerita diketahui oleh Lady Phenelope. Tapi kudengar ada Lady Olive yang—“

Cedric mulai melangkah, hingga sejajar dengan Alecia. Lalu keduanya berjalan menyusuri jalan setapak. 

“Aku sangat suka bunga,” ucap Alecia.

“Bunga memang cocok dengan dirimu yang manis, Lady Alecia.” Cedric memuji, setengah tulus. 

“Baby breath,” ucap Alecia lalu menoleh pada Cedric yang terlihat kebingungan.

“Ya, bunga itu mungil yang cantik.”

“Aku sangat menyukainya, jadi bila kamu mau mengirimkan buket bunga padaku pastikan ada baby breath di dalam rangkaian bunga tersebut.”

“Baiklah, tentu saja.” Namun di dalam hati Cedric mengumpat. Dia tidak akan pernah mengirimkan bunga pada Alecia, bahkan satu tangkai pun, tidak akan pernah. Kalau dia melakukannya mungkin saat itu dia dalam keadaan tidak sadar. 

Mereka kembali berjalan menyusuri taman bunga milik kediaman Fridoph yang sangat indah. Bunga-bunga musim panas telah mekar dengan sempurna, tertata dengan menarik dan cantik. Tetapi Cedric mulai menyadari langkah mereka kian jauh dari tempat acara. 

“Kurasa sebaiknya kita segera kembali.”

“Tidak! Kita akan mencari tempat yang tepat untuk berbincang-bincang. Rumah kaca itu mungkin lebih aman.”

“Tidak, itu bukan—“

“Ikut denganku Sir,” ucap Alecia. Ah bukan, tepatnya perintah Alecia itu menurut Cedric.

“Aku tidak akan jatuh dalam permainanmu lagi Lady Alecia. Jika kamu mengira mempermainkan hidup orang lain dengan menggunakan rahasianya untuk pertaruhan itu menyenangkan, aku sungguh kecewa. Orang lain tidak tahu sifat aslimu,” ujar Cedric geram.

“Dan kamu tahu betul sifat asliku, Sir?” tanya Alecia, suaranya masih lembut dan imut.

Alecia menarik lengan Cedric, dia tak melepaskan meski Cedric tak mau bergerak. “Sebaiknya Anda melepaskan pegangan tangan ini atau aku akan menyentaknya keras!”

Alecia melepaskan dan membiarkan Cedric melangkah berbalik darinya. Dia lalu berucap, “aku bertemu dengan cinta pertamamu tadi pagi.”

Cedric membeku. Dia tak ingin berbalik, tapi rasa penasaran juga mengusiknya. Apakah Alecia mengancam Chloe pula. 

Ya, tadi pagi Alecia menemui Chloe di kediaman Stewing. Dia membawakan buket bunga mawar kuning. Bunga mawar kuning berarti simbol persahabatan dan kepedulian. Alecia bersungguh-sungguh saat memilih bunga ini. 

“Terima kasih atas bunga yang indah ini,” ucap Chloe.

Alecia meneliti penampilan Chloe, wajahnya terlihat lebih layu daripada bunga yang tidak mendapatkan embun pagi. Pakaiannya masih begitu tertutup, lengan panjang, rok panjang hingga menutupi ke lantai, serta kerah tinggi mencapai dagu. Sudah lama gaya pakaian ini ditinggalkan. Para wanita lebih memilih gaun-gaun berpotongan modern dengan gaya yang menarik tentunya. Dan jika Alecia ingat, dulu Chloe selalu tampil dengan modis serta sangat menarik. Lady tercantik dan paling menarik yang merupakan pujaan pria-pria dari seluruh penjuru Inggris. 

“Apa yang membuatmu hingga datang kemari?” tanya Chloe anggun.

“Sebenarnya banyak yang ingin kubicarakan dengan Anda, Lady Stewing.”

“Panggil saja aku dengan Chloe, bukankah Anda telah menjadi penyelamatku.” Chloe menepuk jemari Alecia lembut.

Alecia mengangguk, matanya sekilas menangkap bayang samar bilur-bilur pada pergelangan tangan Chloe ketika tanpa sengaja lengan baju sedikit bergerak. Alecia berharap wanita di hadapannya akan baik-baik saja. Jika Chloe mengalami hal buruk sesuai dugaan Cedric, maka bisa dipastikan pria itu tidak akan tinggal diam. Dan bila itu terjadi, Alecia harus siap merelakan Cedric kembali ke sisi Chloe.

“Sebenarnya aku mendengar dan melihat apa yang terjadi di kereta,” ucap Alecia pelan agar suaranya tidak terdengar oleh pelayan yang berdiri di dekat pintu. Jenifer, pendamping yang bertugas berjaga-jaga tidak memberi respon apa-apa, itu bisa diartikan suaranya tidak terdengar. 

Chloe terkesiap. Dia secara reflek menyentuh leher kemudian turun ke lengannya. “Ah iya kemarin aku sedikit pusing.”

“Anda bisa mempercayaiku Lady Chloe.” Alecia menggenggam jemari Chloe. Usia mereka terpaut jauh, 14 tahun. 

“Tentu saja aku percaya padamu.” Chloe tersenyum, senyuman canggung sambil mencoba menarik jari-jarinya dari genggaman Alecia.

“Bukankah sakit menahan semuanya?” Alecia terus mencoba berbicara pada Chloe.

“Kurasa Anda salah menduga.” Chloe menjaga jarak.

“Aku hanya mencoba membantu,” ucap Alecia.

“Membantu?” Chloe melirik curiga, “sungguh?” Tidak ada persahabatan yang benar-benar tulus di antara kalangan bangsawan. Mereka selalu mencari kesalahan untuk menyerang dan menjatuhkan yang lainnya. 

“Tidak juga,” jawab Alecia sambil tersenyum. Chloe sudah menduga, dia mendecak. “Sebenarnya aku melakukan ini untuk Cedric.”

“Cedric?” Kilat waspada langsung terlihat. Chloe menegakkan punggung kemudian segera membuka kipasnya. “Aku tidak mengenalnya,” ucap Chloe kaku.

“Cedric mengkhawatirkanmu, karena itu aku mencoba mencari tahu dan membantu jika kamu membutuhkan, Lady Chloe.” Mata Alecia yang bulat pada kulit putih dihiasi rona merah alami pada kedua pipinya mengingatkan semua orang pada boneka gadis kecil yang lucu dengan dua kepangan rambut pirang.

“Apa hubunganmu dengan Cedric?” tanya Chloe.

“Heem....” Alecia tampak berpikir, “hubungan yang rumit. Aku menyukainya, tapi dia menyukaimu.”

Chloe terdiam sejenak. Dia yakin telinganya tidak salah mendengar. “Apa untungnya kamu membantuku?”

“Tidak ada. Sudah kukatakan bukan.” Mata Alecia dengan jenaka menatap Chloe, “tapi karena dia ingin membantumu, maka aku akan membantumu pula.”

“Aku tidak perlu bantuannya!”

“Sayang sekali, padahal dia bersungguh-sungguh ingin membantumu.” Mata Alecia berkedip sambil kepalanya mengangguk beberapa kali. 

“Katakan padanya untuk tidak ikut campur urusanku!” Chloe mulai menampakkan wajah tidak senang. “Begitu juga Anda, Lady Alecia!” Chloe berdiri kemudian mempersilakan Alecia keluar.

“Kurasa aku akan mengunjungimu lagi, Lady Chloe.” Alecia memberi salam.

“Tidak perlu,” sahut Chloe cepat.

“Anda harus menerima kedatanganku, bahkan mungkin Anda yang akan mengunjungiku,” ucap Alecia dengan suara manisnya. “Kalau Anda ingin rahasia kecil Anda, tetap aman.”

Chloe bergidik. Gadis ini sangat di luar dugaan. Wajahnya yang manis berbanding terbalik dengan sikapnya. “Silakan pergi dari sini!” 

“Aku menantikan pertemuan kita yang berikutnya,” tutur Alecia sopan. “Aku akan mengrimkan undangan pada Anda.” 

Chloe tak menyahut. 

 “Terima kasih.” Alecia mengakhiri pertemuan itu dengan baik. Untuk bisa mendapatkan ikan yang diinginkan maka tentu saja harus ada umpan yang tepat pula. Selain itu Alecia penasaran dengan apa yang terjadi pada Chloe. Bekas lebam pada tubuhnya terlihat sangat mengerikan. Setidaknya dia berharap dapat membantu Chloe bila wanita ini mengalami kesulitan. 

Mata Alecia kini menatap Cedric. Pria yang mencintai Chloe begitu dalam, hingga sulit menggeser posisi wanita itu di dalam hatinya. Bahkan dengan semua yang Alecia lakukan pun masih tak berhasil. 

Cedric terkekeh, merasa ucapan Alecia begitu lucu. “Siapa yang sedang Anda bicarakan Lady Alecia.” 

“Aku bertemu dengannya di kediaman suaminya tercinta. Dan kami berbincang mengenai dirimu.” 

Kali ini ucapan itu mampu memutar tubuh Cedric 180 derajat, langsung tepat menatap Alecia lekat. “Jika kamu mengganggu dia, aku tidak akan memaafkanmu.”

“Tenang saja Sir, sudah kubilang bukan. Selama kamu mematuhiku, maka cinta pertamamu akan aman.” Alecia menggerakkan dua jarinya memberi isyarat agar Cedric mendekat. Dengan terpaksa Cedric memperpendek jarak antara mereka. Alecia dengan berani berbisik di telinga Cedric. “Aku bisa membantumu bertemu dengannya, bagaimana?”

“Apa maksudmu?”

“Hubungi aku jika kamu membutuhkan bantuan.” Alecia mengedip, bahkan melemparkan kecupan jauh dengan telapak tangannya sebelum melangkah pergi. 

Cedric memijat pelipisnya sambil membelalak tak percaya. Apa yang terjadi pada Alecia? Gadis itu sungguh aneh! Lagipula mengapa Alecia harus bersusah payah menyusun pertemuan Cedric dengan Chloe? Ada rencana apa lagi gadis bertopeng musang ini?!

==

14. Memata-Matai

 

Cedric berjalan, ekor matanya memperhatikan sebuah bangunan. Kepalanya memikirkan Chloe terus-menerus juga ucapan Alecia. Cukup mengiurkan tawaran Alecia untuk mengatur pertemuan antaranya dan Chloe untuk berbicara. Tetapi Cedric mencurigai motif tersembunyi di balik kebaikan hati Alecia. 

Cedric hanya melintas di depan bangunan tersebut dengan langkah yang sangat lambat. Tak lama seorang bocah dengan kemeja lusuh berlari mendekatinya. “My Lord, bagaimana kalau aku membersihkan sepatumu?” Bocah itu menurunkan kotak kayu berisi sikat dan semir juga alat-alat lainnya. 

“Bocah, sepatuku sudah sangat mengkilap,” tunjuk Cedric, “kamu lihat sendiri.” Beberapa orang yang melewati mereka tampak berjengit melihat si bocah lalu tersenyum sekedarnya pada Cedric. 

“Tolong bantulah aku kali ini saja My Lord. Sedari kemarin aku belum menghasilkan satu penny pun. Kurasa tak lama lagi aku akan memakan sikat semirku ini.” Bocah itu menggulung lengan kemeja lalu mengeluarkan kursi. “Anda bisa duduk di kursi ini dan membaca lembaran berita ini, My Lord.” Bocah itu mengeluarkan lembaran berita yang disimpannya rapi. 

“Kamu menyediakan lembaran berita untuk pelangganmu?” tanya Cedric tak percaya.

“Bukan masalah besar, hanya lembaran berita lama My Lord.” Bocah itu tampaknya berhasil membujuk Cedric. “Seorang lady baik hati pemilik salah satu gedung di sana.” Bocah itu menunjuk sebuah bangunan tak jauh dari tempat mereka berada saat ini, yang tepat berseberangan dengan salah satu bagian rumah yang Cedric mata-matai. “Lady itu memberikannya padaku ketika aku hampir terjatuh di depan kereta kudanya dua hari lalu. Lady itu sangat cantik dan baik hati. Dia bahkan membawa banyak bunga.”

“Ah jadi ini lembaran berita minggu lalu,” decak Cedric, “lalu untuk apa aku membaca lembaran lama?”

“Isi di dalamnya sangat bagus My Lord.” Dia sudah berhasil mengoleskan semir pada sepatu kiri Cedric. Akhirnya pria itu duduk di kursi kayu yang disediakan si bocah. 

“Kamu sudah membacanya?”

Bocah itu menggeleng menjawab pertanyaan Cedric. “Terlalu banyak huruf yang bersusun, membuat kepalaku pusing. Aku lebih memilih menyemir sepatu saja.” 

Beberapa orang tampak lalu-lalang. Pagi ini sepertinya jalanan lebih padat daripada biasanya. Namun tak ada satu pun yang peduli pada si penyemir sepatu dan Cedric. Keduanya seakan tidak terlalu penting. Yang satu hanya bocah kumal dengan kotak berisi peralatan semir. Sedangkan yang lainnya hanya pria yang tidak lagi memiliki gelar. 

“Sang Lady mengatakan kalau ada puisi indah dari penulis kesukaannya dalam lembar berita tersebut. Sesuatu tentang rumput—Grass—atau apalah itu.” Bocah penyemir itu meneruskan menyikat sepatu yang sebelahnya. “Bahkan lady itu sampai membeli tiga lembar berita yang sama. Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan para lady hingga mengeluarkan begitu banyak penny hanya untuk lembaran penuh tulisan yang membuat pusing.”

“Ow, menarik.” Cedric terkekeh. Memang setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda. Seperti halnya para kalangan atas, tentunya dengan uang lebih yang mereka miliki dapat membeli berbagai hal yang tak pernah terpikirkan oleh kalangan bawah. Sedangkan untuk kalangan seperti bocah penyemir sepatu ini juga dirinya, mengenyangkan perut menjadi salah satu hal yang utama daripada sekedar topi yang indah atau pun lembaran berita. 

Keadaan di sekeliling mereka mulai kosong. Orang-orang yang berlalu-lalang tampak sepi. Saat ini Cedric duduk tepat di depan bangunan yang diliriknya sedari tadi. Dia menatap bocah penyemir sepatu yang terus menunduk sambil berusaha membuat sepatunya lebih bersinar daripada matahari pagi ini.

“Marquess pulang begitu larut malam,” ucap Bocah itu sambil terus bekerja. 

“Lalu?” Cedric membuka lembaran berita, tapi matanya menatap pada tempat lain.

“Dia sepertinya mabuk berat. Para pelayan segera membawanya masuk.”

“Lalu sang Marchioness?”

“Belum terlihat beberapa hari ini,”

“Siapa lagi yang datang?”

“Tidak ada yang aneh,” sahut si Bocah, lalu menggosok kain pada sepatu, proses terakhir sebelum kegiatan semir ini selesai. “Ah tunggu, ada satu!”

Pria yang sedang melintas terkejut, melirik mereka. 

“Ada satu noda yang belum kamu bersihkan dengan baik, Bocah!” Cedric menunjuk ujung sepatunya lalu terkekeh, “hampir saja aku akan menuntut.”

“Maafkan aku My Lord.”

Cedric membiarkan bocah ini memanggilnya dengan sebutan lord. Dia harus sedikit bermain peran. Bocah ini dilihatnya seminggu yang lalu saat dia mondar-mandir di jalanan depan kediaman Marquess of Stewing. Cedric yang begitu cemas dengan keadaan Chloe nekat memeriksa keadaan dari luar. Dia berharap dapat melihat wajah Chloe dan memastikan wanita itu sehat. Sayangnya meski sudah dua kali selalu melewati jalur di depan kediaman Chloe, dia tak melihat keberadaan marchioness. 

Hanya saja akan menjadi pertanyaan besar bila dia terlihat selalu berhenti atau berjalan sangat lambat di depan kediaman sang marquess. Ketika dia kebingungan, bocah penyemir sepatu ini menghampirinya. Persis seperti yang dilakukannya tadi. Percakapan yang sama dan tarik ulur yang sama pula. Dan Cedric berhasil menyuap si bocah dengan beberapa koin untuk bekerja padanya sebagai mata-mata. Dia memperkenalkan diri sebagai Lord Benjamin. Dan bocah itu tentu saja percaya, lebih tepatnya si bocah percaya pada koin yang diberikan padanya.

“Jadi apa informasi satu lagi yang harus membuatku menunggu?” Cedric mengeluarkan beberapa koin. Mata si bocah membelalak. Ternyata bangsawan ini memang tidak berbohong. Bayarannya cukup banyak. Cukup untuk membuatnya kenyang tiga hari ini. Dengan ini si bocah akan bekerja dengan lebih keras. Dia akan menemukan apa pun yang akan menarik minat sang bangsawan untuk dilaporkan. Dan tentu saja dia akan menutup mulut serta tak banyak bertanya sesuai kesepakatan mereka.

“Dokter,” ucap si bocah.

“Dokter?” Cedric lalu menarik kesimpulan, “ada dokter yang datang?”

“Ya, sudah dua kali. Dan masuk cukup lama.”

“Berapa lama?” tanya Cedric.

Bocah itu berpikir sejenak lalu berucap, “Cukup lama hingga aku dapat menyemir tiga pasang sepatu, kurasa.”

Cedric tersenyum. Bocah ini tidak mengerti atau mengetahui mengenai jam. Namun sepertinya bocah ini cukup cerdik. Cedric bisa menyimpulkan lama waktu kunjungan dokter tersebut setelah mendapatkan informasi tadi. 

“Kamu kenal dengan dokter ini?” tanya Cedric. 

Bocah itu menggeleng, lalu dengan cepat mengangguk, “Jika aku mendapatkan informasinya, apakah aku akan dibayar lagi My Lord?” tanyanya.

“Tergantung sebagus apa kamu menyemir,” jawab Cedric.

“Semiranku terbaik di sini, My Lord!” Suaranya terdengar penuh semangat.

“Dan aku ingin bersih, tidak ada noda apalagi kebocoran.” Cedric mengingatkan mengenai hal terutama yang harus dipastikan adalah kerahasiaan dari tugas yang diemban si bocah. Kepala bocah yang sepertinya baru berusia sembilan tahun itu mengangguk-angguk. 

“Pasti. Anda bisa mempercayaiku dan hasil pekerjaanku, My Lord.”

Kemudian Cedric berdiri, melirik sepatunya yang cukup bersih dan mengkilap. Dia sekali lagi melirik pada rumah besar di seberang jalan. Tak ada tanda-tanda kemunculan Chloe. Dan untuk siapa dokter keluarga dipanggil ke kediaman marquess? Apakah untuk Chloe? 

“Ini tip untukmu.” Cedric mengulurkan tambahan dua koin yang disambut senyum suka cita serta gerakan cepat menyambar koin-koin tersebut. 

“Aku akan pergi dulu.” Cedric melangkah.

“Jika butuh menyemir sepatu lagi, datang ke sini My Lord. Aku sangat berpengalaman!” teriak bocah tersebut.

Cedric mengangkat kedua jempolnya lalu menyusuri jalan setapak perlahan, enggan melewati rumah tersebut dengan cepat. Andai dia bisa masuk dan melihat langsung apa yang terjadi pada Chloe. Cedric merasa otaknya mulai tidak waras. 

==

“Mengapa sangat sulit melihat wajahmu belakangan ini?” Edgar menepuk pundak Cedric yang sedang duduk bersandar dengan kaki terangkat ke atas meja di dalam klub milik Madam Laurel. Edgar sudah berkeliling ke tiga klub hingga akhirnya memutuskan untuk mencari Cedric di tempat ini. Dan benar! Di sinilah pria ini berada. “Marcus mempertanyakan ketidak hadiranmu saat makan malam,” ucap Edgar, “dia bersyukur kamu tidak datang, dengan begitu persediaan makanan mereka akan aman.” Edgar terkekeh, “Kurasa Marcus terlalu malu untuk mengakui kalau dia merindukanmu.” Beruang raksasa itu tertawa terbahak-bahak melihat wajah berjengit Cedric. 

“Katakan pada Marcus, aku juga merindukannya.” Cedric melempar kecupan dengan telapak tangannya. 

Kali ini tawa Edgar hilang berganti gidikan jijik. “Kamu gila!” Berbanding terbalik dengan Cedric yang kini terbahak-bahak.

Dua orang gadis memasuki ruangan mereka tampak begitu ketakutan dan saling berpegangan, kemudian keduanya mendekati Cedric. “Selamat malam Sir,” ucap mereka. Cedric melirik, dia mengenali kedua gadis ini sebagai bunga baru di klub Madam Laurel. Cantik, tetapi sedikit kurus. Masih belum sempat diisi bagian-bagian yang tepat, menurut Madam Laurel. Apa yang mereka berdua lakukan? Jarang sekali ada wanita di tempat ini yang sengaja mendekati Cedric. Mereka biasanya mengirimkan kode, jika Cedric tertarik maka barulah transaksi terjadi. 

“Kita kedatangan dua gadis cantik,” ucap Edgar.

“Ada apa?” tanya Cedric langsung ketika melihat wajah pucat yang termuda.

“Sir, aku mohon, biarkan kami melayani kalian malam ini.” 

Edgar bersiul. Dia tahu kalau klub ini sangat bebas dan menarik. Tapi dia tak menyangka kalau akan langsung didatangi seperti ini. Sedangkan Cedric merasa sedikit aneh. Apakah Madam Laurel menetapkan jumlah setoran yang harus mereka berikan? Atau ada masalah lain?

“Aku mohon,”

“Tidak dibayar pun tidak masalah, asalkan Anda mengatakan pada Fred kalau....” Suara gadis muda itu tercekat. Cedric melirik ke arah pintu. Bukankah itu tangan kanan Madam Laurel. Seringkali pria itu yang menjalankan bisnis klub saat nyonyanya pergi berjalan-jalan atau sedang di rumah peristirahatannya. Jadi apa masalahnya yang terjadi?

“Jadi, malam ini kalian bersedia menemani kami?” tanya Cedric pada keduanya yang langsung disambut wajah gembira. Edgar ikut tersenyum, dia mengikuti permainan Cedric, 

“Ayo kita segera berangkat!” Edgar merangkul pundak seorang gadis, yang kini tampak seperti boneka kecil di samping tubuhnya.

Mereka berempat duduk di dalam satu ruangan. Cedric melihat dua gadis itu berdiri sementara Edgar sibuk menuang minuman. “Duduklah,” perintah Cedric.

“Bagaimana kalau minum dulu?” Edgar menawarkan dua gelas berisi brendi.

Kedua gadis tadi meneguk sedikit cairan yang kini terasa membakar tenggorokan mereka. Keduanya tahu mereka harus berterima kasih banyak pada Cedric. Tentunya mereka harus bersiap melaksanakan tugas mereka. Tapi gadis termuda tampak ragu saat hendak membuka pakaiannya. Cedric menahan gerakan mereka. 

“Aku hanya menyuruh kalian untuk duduk.” 

Edgar ikut mengangguk. “Kita akan berbicara,” ucapnya, “katakan pada kami.”

“Ternyata kamu juga mengerti,” ujar Cedric.

“Kamu kira aku tak mengerti?” Edgar mengoceh, “Huh! Aku tidak sekonyol dirimu.”

Gadis muda pertama melirik pada pintu. Begitu pula temannya. Cedric memberi isyarat pada Edgar, lalu pria bertubuh besar tersebut berjalan, mengintip dari balik celah kain gorden. Dia menyadari ada bayangan di balik semak-semak.

“Bagaimana kalau kamu dan dia membuat suara, sementara aku berbicara dengannya?” usul Cedric. 

“Suara?” tanya Edgar bingung.

“Astaga, baru saja tadi kamu mengatakan kamu tak sekonyol diriku tapi lihatlah,” desis Cedric. “Suara, yang kamu keluarkan saat sedang bermain di sini Sir.” Cedric menepuk tempat tidur. Edgar terbahak-bahak sementara itu gadis di depannya berwajah merah padam. 

“Aku tidak bisa mengeluarkan suara bila tidak merasakan sensasinya langsung,” goda Edgar.

“Dan kamu menyuruhku menonton pertunjukanmu?” Cedric mendengus. 

“Kamu takut mengetahui kenyataan kalau aku lebih unggul daripada dirimu?” tantang Edgar.

“Kalau kamu mencoba mempertunjukkan kejantananmu dalam bentuk apa pun padaku. Aku berjanji akan memotongnya dan menjadikannya pajangan di dekat nakas toilet wanita.”

Edgar tertawa lalu akhirnya mengangguk. Mereka duduk dekat dengan pintu dan mulai bersuara berisik. “Apa ada yang bilang kalau aku sangat liar?” tanyanya pada gadis di depannya. 

“Aa... liar.”

Lalu percakapan keduanya semakin aneh dengan selingan suara yang membuat Cedric beberapa kali kehilangan konsentrasi serta bertanya-tanya. Apakah Edgar selalu seberisik ini saat sedang di atas ranjang? Cedric akan menanyakan pada beberapa gadis yang pernah dikencani Edgar mengenai suara-suara aneh yang tadi didengarnya, benar kah atau hanya pertunjukkan. Ah dia harus memisahkan suara mengerikan itu dengan suara gadis yang sedang berada di hadapannya Sekarang dia akan fokus pada gadis ini.

“Katakan....”

Gadis itu gugup ketakutan. “Fred akan membunuh kami,” ucapnya, “jika aku mengatakan ini.”

“Dan kamu memilih mati karena ketakutan, perlahan-lahan?” Cedric mengisap cerutu, “tidak setiap malam kami bisa membayar untuk layanan bicara serta lenguhan seperti itu.” Tunjuk Cedric pada sahabatnya. “Apa yang terjadi?”

“Setiap Madam Laurel tidak ada, dia selalu memilih beberapa gadis termuda yang jarang mendapatkan tamu lalu dibawa ke kediaman pribadinya yang tersembunyi.” Lalu gadis itu menggulung lengan bajunya, tampak bilur-bilur biru pada kedua lengan tersebut.

“Dia melakukannya?” Hanya saja Cedric langsung teringat akan bilur-bilur pada tangan Chloe. Tapi tidak ada jejak pada leher kedua gadis.

Gadis itu menggeleng. “Seorang lord melakukannya.”

“Kalian mengetahui siapa lord itu?”

Kembali gelengan yang menjadi jawaban. “Mata kami selalu ditutup. Begitu juga lord itu, dia mengenakan topeng.”

“Tapi mengapa kamu tahu kalau dia dari kalangan bangsawan?”

“Fred memanggilnya lord dan tampak begitu patuh dan hormat padanya.” 

“Lord?” Cedric berpikir keras. Siapa pria itu. “Apakah dia akan datang lagi malam ini?” Gadis itu mengangguk. “Siapa yang akhirnya akan dibawa Fred?”

“Seharusnya aku dan Ginny. Tapi kurasa dia gagal, jadi bisa saja Susan atau Daisy.” Gadis itu menangis. “Aku tahu kami mencelakai sahabat kami sehingga harus mengalaminya. Tapi aku begitu ketakutan.”

“Sudah sering kalian mengalaminya?”

“Tidak sering.” Gadis itu menggeleng. Edgar berhenti bersuara saat dilihatnya gadis di depannya menangis pula. Tapi Cedric memberi isyarat untuk terus bersuara. 

“Sebelum kedatangan kami berdua, maka Susan dan Daisy yang selalu jadi pilihan Fred. Mereka muda, dan tidak berani memberontak. Kemudian sudah sebulan ini, kami yang jadi pilihan. Karena itu aku takut.”

Cedric mengangguk. “Boleh kulihat tanganmu?” 

“Di sekujur tubuh kami ada jejak pria itu.” 

Gadis yang berada di depan Edgar dengan berani membuka pakaiannya, menunjukkan bilur-bilur biru juga luka goresan pada punggung dan perutnya. Edgar mengumpat. Sementara Cedric mencoba mengingat, pola luka yang sama yang dikenalnya. Apakah ini membuktikan pria yang melakukan semua ini pada gadis-gadis di klub juga melakukan perbuatan serupa pada....

Dia harus mencari tahu lebih dalam lagi!

== 

15. Di Balik Topeng Pasangan Suami Istri

 

Mereka baru saja selesai makan malam bersama di kediaman Clayborne. Balder tadi datang, karena harus menyelesaikan beberapa urusan. Kemungkinan dia akan segera kembali lagi ke Desa Star. Permasalahan pada pembangunan rel kereta api pada lahan tanah milik Lord Tyre tak dapat ditangani Cedric. 

“Urusan lahan itu sudah selesai?” tanya Cedric.

“Mereka sepertinya sengaja ingin mempersulit kita.” Balder meneguk air dari gelasnya. “Ada yang mengklaim kalau tanah itu sudah pernah dia beli dari Lord Tyre.”

“Mengapa mereka baru mempermasalahkan saat proses telah berjalan setengah?” Cedric curiga.

“Siapa lord berengsek itu?!” teriak Edgar kesal. “Sepertinya si Tyre sialan itu masih belum cukup mendapatkan pelajaran!”

Balder meminta kedua sahabatnya tenang. “Marquess of Stewing, pantas dia mengundangku ke pestanya hari itu.”

“Stewing?!” teriak Cedric. 

“Ah aku sepertinya ingat kamu pernah menyebutkan Stewing juga,” ucap Edgar mencoba mengingat-ingat perkataan Cedric.

“Aku tidak pernah menyebut apa pun,” bantah Cedric. Dia kembali fokus pada Balder. “Lalu bagaimana selanjutnya?” tanya Cedric penasaran.

“Kurasa aku harus menyelidiki mengenai apa hubungan Tyre dan Stewing,” lanjut Balder. Dia sedang kebingungan. Di saat dirinya harus menemani Elliemay yang akan melahirkan, masalah pekerjaannya memaksanya berada jauh dari istrinya.

“Biar aku yang selidiki.” Cedric menawarkan diri.

“Kamu?” tanya Balder tak percaya. Tak biasanya Cedric mau melakukan hal seperti ini.

Edgar yang sedari tadi terus memikirkan di mana dan kapan nama Stewing pernah diucapkan Cedric akhirnya bersuara. “Aku ingat! Kamu mengatakan kecurigaan soal lord yang menyiksa para gadis klub bunga!” serunya kencang. “Aku benar bukan?”

“Lord yang menyiksa gadis?” Balder menatap penuh selidik.

Edgar lalu menceritakan kejadian kemarin malam yang dialaminya dengan Cedric meski temannya terus berusaha menghentikan. Edgar mengkisahkan secara lengkap, bahkan hingga kecurigaan Cedric pada Lord Stephen.

“Untuk apa kamu harus sampai menyelidiki soal lord yang menyiksa kedua gadis Madam Laurel?” Edgar tak habis pikir, “bukankah lebih baik kamu segera melaporkan saja pada Madam Laurel. Lalu Fred akan dipecat, semua beres!”

“Tidak semudah itu, Tuan Beruang Buas!” Cedric terkekeh saat Edgar terlihat bersiap menerkamnya ketika julukannya disebutkan. “Kamu harus berpikir lebih jauh.” Cedric berusaha tetap tenang, dan ogah-ogahan. 

“Jadi maksudmu otakku ini tidak bisa berpikir jauh, Tuan Badut?” balas Edgar.

Edgar menghabiskan anggur di gelas lalu berjalan pada lemari, mencari minuman yang lebih kuat. Lain kali dia harus membawa sendiri minumannya. 

“Bukan begitu, maksudku, jika kita tidak mempunyai bukti bisa saja hal buruk akan menimpa para gadis-gadis malang tersebut. Dan Fred bisa saja membalikkan kata-kata. Dia terlalu kuat memberikan teror pada mereka. Sulit untuk membuat para gadis membuka mulut.” Cedric menjelaskan sambil menatap Edgar yang terangguk-angguk. “Lagipula Balder juga membutuhkan penyelidikan pada lord itu bukan? Jadi sekali tepuk, dua nyamuk kita bunuh.” Suara Cedric pelan dengan pikiran berkelana pada Chloe.

“Kamu mengenal lord itu?”

Cedric mengangguk lalu segera menggeleng, “Tidak.” 

“Selidiki saja untuk urusan tanah itu,” ucap Balder.

“Benar, jangan ikut campur urusan lain!” Edgar memberi saran. “Tidak ada gunanya! Lagipula jika memang Marquess of Stewing yang melakukannya, itu urusannya dengan para gadis tersebut. Tidak ada urusannya dengan kita!”

“Tapi pria berengsek itu membahayakan Chloe...,” ucap Cedric tanpa sadar.

“Chloe? Siapa dia?” 

“Chloe?” Balder melihat wajah panik Cedric. 

 

Segera saja Cedric menggeleng. “Bukan siapa-siapa.” Dia kemudian tertawa, “Bukan siapa-siapa.”

“Tidak mungkin!” Edgar mendesak dan terus bertanya. “Katakan padaku siapa dia? Apakah dia orang yang dekat denganmu? Ayo katakan, jangan membuatku mati penasaran.” 

“Kamu mengenal Chloe?” tanya Edgar langsung pada Balder.

“....” Balder terdiam, berusaha mengingat. 

Cedric dapat bernapas lega sejenak. Dia memikirkan kemungkinan kalau Balder pasti sudah lupa akan siapa wanita itu. Bukankah sudah lebih dari sebelas tahun berlalu. Jadi bisa dibilang, nama itu pasti bukan siapa-siapa yang perlu diingat oleh Balder.

“Chloe....” Balder lalu melirik pada Cedric. “Marchioness of Stewing?” Terlihat mata Balder yang kini terbuka lebar, tanpa kernyitan di alis ataupun dahinya. “Cinta pertama Cedric?”

Mata Edgar melebar seakan mendapatkan pencerahan batin, yang bahkan lebih bersinar daripada kotbah yang didengarnya di Mingu pagi. “Cinta pertamamu?” Jarinya menunjuk pada Cedric lekat.

“Berarti benar Chloe yang kita bicarakan adalah cinta pertamamu?” Balder mencoba memastikan. 

“Aku tidak mengatakan hal seperti itu!” Cedric mengelak.

“Kamu masih menemui dia?” tanya Balder.

Cedric menggeleng. 

“Dia sudah menikah dan hidup bahagia bersama suaminya, Cedric.” Balder berbicara dengan nada seorang earl. “Jangan ikut campur lagi.”

“Bahagia?” Cedric menatap Balder kesal, “Dia dalam bahaya, Balder!”

“Tapi itu semua hanya kecurigaanmu, Cedric. Belum tentu lord yang kamu katakan itu adalah suami Chloe!” ucap Balder tegas.

“Aku akan mencari tahu dan memastikannya!” Cedric ngotot. “Memastikan Chloe tidak mengalami hal buruk!”

Balder mencoba tetap tenang dan menggunakan akal sehat. Dia tahu bagaimana dulu Cedric sangat tergila-gila pada Chloe Palmer, putri dari Earl Middleway. Sejak kemunculan Chloe dalam debutanya, seluruh Inggris membicarakan kecantikan dan pesona sang lady muda. Begitu banyak pria berbaris rapi untuk sekedar menyapa. Rumahnya selalu dipenuhi bunga-bunga indah kiriman dari pengagumnya. Salah satunya adalah Cedric muda. Usia Cedric 17 tahun saat pertama kali melihat Chloe. Setiap waktu Cedric terus mengocehkan mengenai dia akan mendapatkan Chloe, meminang gadis itu menjadi istrinya dan mereka akan hidup bahagia selama-lamanya. 

Awalnya Balder tidak yakin Cedric akan dapat mencuri hati sang lady. Namun impian Cedric tidak bertepuk sebelah tangan. Chloe menunjukkan sikap terbuka dan menerima setiap kedekatan yang dilakukan Cedric. Mereka mulai saling menyapa, berbicara dalam pertemuan-pertemuan singkat di sela-sela pengawasan sahabat maupun orang sekitar. Hingga akhirnya Balder tahu, Cedric berhasil menyatakan perasaannya pada Chloe.

Jujur Balder cukup kaget saat dia berbalas surat dengan Cedric dan mengetahui kalau sahabatnya belum menikah. Awalnya dia berpikir dia telah menjadi paman, dengan jumlah keponakan yang begitu banyak dan memiliki sikap terlalu ceria seperti Cedric atau anggun seperti Chloe. Tapi nyatanya, Cedric bahkan menjadi sangat tidak memikirkan pernikahan. Dulu sahabatnya itu yang mengungkapkan kalau dia akan segera melamar Chloe, tepat saat umurnya sembilan belas kemudian mereka akan menikah secepatnya dan tinggal bersama dalam rumah yang hangat penuh cinta dan gairah. Entah apa yang terjadi, Balder tidak tahu pasti. Dia sesungguhnya tidak sempat memikirkan Cedric dan rencana pernikahan sahabatnya, karena saat itu dirinya sedang berjuang untuk tetap bisa mengisi perut kurusnya dengan sekerat roti keras. Hanya saja setelah percakapan malam ini, Balder mulai memikirkan kembali kehidupan apa yang sebenarnya dijalani Cedric selama dia berada di tanah jauh. Apalagi setelah kabar mengenai pengusiran dan pemutusan hubungan yang dilakukan oleh ayah Cedric, Marquess of Gloryton. 

Hanya saja secinta apa pun Cedric pada Chloe, dia tidak berhak ikut campur dalam kehidupan pernikahan Chloe lagi saat ini. Status Chloe bukan lagi seorang lady yang bebas, dia adalah istri dari seorang marquess pula. 

“Kulihat mereka cukup bahagia. Bahkan semua mengatakan kalau keduanya adalah pasangan paling serasi dan terbaik di kota London!” Edgar menimpali.

“Huh! Dia memakai topeng dan memainkan perannya dengan baik!” Cedric tertawa seakan kata-kata Edgar begitu lucu. “Chloe tidak bahagia!” 

“Bagaimana kamu tahu?” tanya Edgar.

“Pria itu menyiksanya!” geram Cedric.

“Kamu tidak boleh berkata sembarangan, jika tidak memiliki bukti.” Balder mengingatkan.

“Aku melihat lebam-lebam pada tangan dan leher Chloe.”

Edgar dan Balder tampak terkejut.  “Dari mana kamu tahu?”

“Aku melihat langsung saat menolong chloe yang pingsan beberapa waktu lalu.”

“Bisa saja itu bukan bekas pukulan. Terjatuh, terluka atau pertengkaran suami istri biasa,” ujar Edgar. 

Cedric menggeleng, lalu dia memaparkan lagi apa yang diketahuinya. “Di pesta yang kamu adakan beberapa waktu lalu, Marquess yang terhormat itu membentak lalu mencekik leher Chloe. Aku melihatnya sendiri saat aku dan Lady Alecia berada di balik tirai balkon!” teriak Cedric kesal juga frustasi karena tak dapat membantu Chloe lepas dari bahaya.

Sementara itu Balder, Edgar dan Marcus saling bertukar pandang. Mereka mencoba mencerna potongan demi potongan informasi yang baru keluar dari mulut Cedric. Jadi Cedric melihat marquess dan marchioness bertengkar. Lalu sang suami mencekik Chloe. Dan yang terpenting adalah info selanjutnya, yang pasti mereka yakini keluar tanpa disadari Cedric. 

Cedric melihat kejadian itu saat dia berada di balik tirai balkon. Tempat itu sangat jauh dari pengamatan, tersembunyi. Dan yang paling penting siapa yang berada di sana bersama Cedric.

“Kamu berada di balkon bersama Lady Alecia?”

“Di balik tirai?” 

“Hanya berdua?”

Cedric lalu menyadari dia telah salah berucap. Ternyata benar, berkata-kata dengan emosi di kepala tidak akan menghasilkan jalan keluar. Malah menambah kekacauan. “Aku ada urusan. Aku pergi dulu.” 

“Tunggu! Jelaskan pada kami apa yang kamu lakukan di balkon!” teriak Edgar.

“Kamu membawa seorang lady muda di atas balkon rumahku?” Balder ikut berseru.

“Ah, lain kali aku akan mengawasi balkon pula,” ujar Marcus, lalu menawarkan kembali mengisi gelas-gelas yang sudah kosong sedari tadi.

Tapi Cedric tak mengubris. Dia berjalan sangat cepat, kabur! Dia harus segera mengutus pelayan pribadinya untuk mencari tahu mengenai Marquess of Stewing lebih lanjut. 

==

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Clown & His Mask (16-20)
1
0
Cedric-No Name-Tanpa Nama Belakang, semua mengenalnya sebagai Lord Konyol dan pecundang. Dengan masa lalu yang menyedihkan hanya untuk bahan lelucon dan ditertawakan. Tapi Cedric tak peduli apa kata orang, dia sudah terbiasa hidup bebas. Hingga dia dipaksa menanggalkan topeng kekonyolannya.  Ada seseorang yang sangat berarti di dalam hidupnya yang harus dia lindungi.  Ada pula seseorang yang menyerahkan jiwa raga hanya untuk melindungi dirinya. Cedric dalam persimpangan hidup, menyelamatkan cinta pertamanya atau gadis yang berkorban untuk dirinya. Akan berakhir seperti apa perjuangan cinta mereka? Saksikan dan tersenyumlah saat kalian mendengar kisahnya. ==Behind The Mask Series 1. The Hunter Mask 2. Clown and His mask
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan