
Penawaran Ta'aruf
Sayup suara orang mengaji yang terdengar dari pengeras suara di mesjid sore itu seolah menjadi penyambut kedatangan Nayra ke sebuah pesantren yang gadis itu bahkan tidak tahu nama pesantren ini apa. Dengan wajah yang terlihat bingung dan juga lelah, Nayra keluar dari mobil setelah memakai jaketnya.
"Kita mau apa ke pesantren, yah? Kan tadi kita udah berhenti buat sholat."
"Ayah mau ketemu teman kuliah ayah. Dia sekarang yang ngurus pesantren ini. Mumpung lewat, sekalian aja mampir."
Nayra mengikuti langkah ayah dan bundanya bersama adik perempuannya dari belakang. Gadis yang hari ini memakai gamis berwarna ungu dengan hiasan bunga-bunga itu melihat sekelilingnya sekarang.
"Assalamualaikum."
"Walaikumsalam." seorang pria dengan baju gamis putih dan peci berwarna hitam berbalik. "Ya Allah Denny. Kamu udah sampe?!"
Ayah Nayra dan pria bergamis putih itu berpelukan sambil menepuk punggung dan pundak orang dihadapannya.
"Kamu hebat sekarang, udah jadi kyai."
"Menjalankan amanat abah." pria yang ayah Nayra sebut Kyai itu lalu mengalihkan pandangannya pada 3 orang dibelakang. "Mereka keluargamu?"
Ayah Nayra tersenyum. "Iya. Ini istriku, Nadira. Ini anak pertamaku, Nayra. Dan ini yang bungsu, Kayra."
"Assalamualaikun, pak Kyai." ujar bunda Nayra.
"Ndak usah panggil pak Kyai. Saya kan temennya Denny. Panggil saja nama saya, Anwar."
"Panggil aja mas Anwar." kata ayah Nayra, diikuti oleh anggukan kepala oleh temannya itu.
Kelimanya lalu masuk kedalam ruangan yang merupakan ruang kerja Kyai Dimas. "Anak-anakmu sudah kelas berapa sekarang, Den?"
"Kayra kelas 2 SMA. Kalau Nayra baru lulus kuliah."
"Oh ya. Kuliah dimana, nduk?" tanya Kyai Dimas dengan tersenyum ramah.
"Di Inggris pak Kyai." jawab Nayra sambil tersenyum.
"Loh sama kayak anakku. Dia tahun kemarin juga baru lulus kuliah S2 di Inggris." ucap Kyai Dimas. "Tapi dia dapat beasiswa. Mana sanggup abahnya ini nguliahin jauh-jauh begitu." tambahnya.
"Anakmu sudah S2?" tanya ayah Nayra
"Iya yang paling besar. Kamu kan tau aku menikah muda." jawab Kyai Dimas. "Kalian berdua mau keliling pesantren? Pasti bosan mendengar obrolan orang tua." ucapnya lagi sambil menatap Nayra dan Kayra.
"Apa boleh pak Kyai?" tanya Nayra sopan.
"Tentu boleh. Kenapa harus ndak boleh." jawab Kyai Dimas dengan senyum hangat. Lalu dia terlihat memanggil seorang santri dan membisikan sesuatu. "Sebentar ya." katanya.
Tidak lama muncul seorang gadis bergamis coklat dengan kerudung hitam yang datang dan menyalami tangan Kyai Dimas.
"Assalamualaikum, bah. Katanya abah cari Balqis?"
"Walaikumsalam warahmatullah. Ini Balqis anakku yang kedua. Dia sepertinya seumuran dengan Kayra." Kyai Dimas lalu menatap Balqis. "Ini teman abah waktu kuliah beserta keluarganya."
"Oh iya, bah." kata Balqis pelan. Lalu menyalami semua orang yang ada dihapadannya.
"Kamu bisa ajak Nayra dan Kayra keliling pesantren? Kasian kalau mereka harus disini terus."
"Boleh bah. Kebetulan Balqis juga baru selesai setoran ayat ke Gus Raka."
"Yo wis sana!"
Balqis mendekati Nayra dan Kayra. Lalu ketiganya pergi keluar.
"Raka itu bukannya anak kamu?" tanya ayah Nayra.
"Iya. Dia juga mengajar disini."
"Dia ngak cari kerja diluar? Sayang S2. Lulusan luar negeri lagi."
"Anaknya ngak mau cari kerja diluar. Ngurus pesantren lebih enak katanya." jawab Kyai Anwar sambil tertawa pelan.
***
"Saya Balqis. Kalau di pesantren saya kelas 2 SMA" kata Balqis memperkenalkan diri.
"Oh, umur kita sama." celetuk Kayra.
"Nama saya Nayra, kamu bisa panggil kak Nayra. Atau kak Nay juga boleh." ucap Nayra lembut, lalu Nayra menatap Kayra. "Ini adik kak Nayra, namanya Kayra. Dia juga baru kelas 2 SMA"
Kayra dan Balqis saling bersalaman. "Kamu punya kakak atau adik?" tanya Kayra.
"Aku punya adik, tapi baru 5 tahun. Namanya Akbar." senyum Balqis tiba-tiba melebar, dia lalu menunjuk ke arah depannya. "Itu mas ku, Gus Raka. Mas Raka itu lulusan Inggris. Dia panutanku."
"Kak Nayra juga kuliah di Inggris." kata Kayra.
Balqis dan Nayra yang sedang menatap ke arah yang ditunjuk Balqis menatap Kayra.
"Oh ya?! Kak Nayra juga kuliah di Inggris?" tanya Balqis memastikan sambil menatap Nayra.
"Iya. Baru aja lulus tahun ini." jawab Nayra.
"Pasti kak Nayra pinter, kar'na bisa kuliah di luar negeri."
"Enggak kok. Masih banyak yang lebih pinter." entah kenapa Nayra kembali menatap ke arah Raka, kakak Balqis.
'Dimana aku pernah liat laki-laki itu ya?' tanyanya dalam hati.
Tanpa sengaja tatapan Nayra bertemu dengan tatapan Raka. Tapi tidak lama, karena Raka langsung mengalihkan pandangannya.
"Kalian berdua keliling aja. Kak Nay mau disini." ucap Nayra sambil menunjuk sebuah kursi taman.
"Ya udah. Aku sama Balqis keliling dulu ya." kata Kayra.
"Iya sana!"
Kayra dan Balqis berjalan meninggalkan Nayra yang masih melihat-lihat sekelilingnya.
"Kakak kamu cantik." ucap Balqis.
Kayra menoleh. "Kak Nay emang cantik banget. Temen-temen ayah banyak yang pengen jodohin kak Nay sama anak-anaknya, tapi ayah ga pernah setuju."
"Emang kakak kamu udah siap menikah?"
"Kayaknya udah. Soalnya kak Nay pernah bilang kalau dia punya mimpi buat nikah setelah lulus kuliah."
"Gus Raka juga katanya sudah siap menikah. Tapi belum ada yang cocok."
Kayra dan Balqis saling bertatapan. Tapi mereka hanya tersenyum dan tidak mengatakan apapun.
"Kita jalan lagi." ajak Balqis.
"Ayo!"
***
"Assalamualaikum, Gus maaf. Dipanggil pak Kyai." ucap seorang santri yang berhasil mengalihkan perhatian Raka dari buku yang dia baca.
"Walaikumsalam warahmatullah. Abah? Dimana abahnya?"
"Di ruangan pak Kyai, Gus."
"Iya, saya kesana sebentar lagi."
Raka lalu bangun dari duduknya. Merapikan sedikit baju koko yang dia pakai dan berjalan melawati beberapa kelas. Sampai matanya tertarik pada seorang wanita yang sedang duduk sambil menggerakan pensil di buku yang ada dipangkuannya.
Raka bisa tahu kalau gadis itu sedang menggambar. Gadis itu beberapa kali menatap ke arah depan lalu kembali melihat ke arah buku yang dipegangnya.
"Dia bukan santriwati pesantren ini." gumam Raka. Dia cukup yakin kar'na dari caranya berpakaian, bisa terlihat dia cukup dewasa dengan sedikit riasan wajah yang bisa Raka lihat, sangat berbeda jika dibandingkan santriwati pesantren yang biasa dia lihat.
"Astagfirullah, kenapa aku malah ngeliatin gadis itu."
Raka mempercepat langkahnya. Dan tibalah dia di ruangan milik abahnya.
"Assalamualaikum."
“Walaikumsalam. Raka! Duduk sini sebentar.” Kyai Anwar menepuk kursi kosong disampingnya.
Raka menghampiri abahnya dan duduk disamping abahnya. “Abah cari saya?”
Kyai Anwar menganggukkan kepalanya. “Abah mau mengenalkan teman lama abah, namanya Denny. Dia temen kuliah abah waktu di Bandung. Dan juga istrinya.”
Raka menatap teman abahnya sambil tersenyum hangat dan menyalaminya dengan sopan. "Sebenarnya ada juga 2 anak gadis Denny yang ikut, tapi mereka sedang jalan-jalan sama Balqis." tambah Kyai Anwar yang dibalas dengan anggukkan kepala oleh Raka.
“Anak kamu ganteng, War.”
"Alhamdulillah, kar'na istriku cantik. Kalau ikut aku ya ndak mungkin ganteng." gurau Kyai Anwar yang membuat beberapa orang di ruangan itu tertawa.
"Kamu katanya sedang sibuk. Kalau sibuk lanjut saja, abah cuma mau mengenalkan teman abah saja."
"Ndak, bah. Cuma lagi nunggu santri dan santriwati yang mau setor hafalan."
"Yo wis kamu kembali saja, kasian kalau mereka cari-cari kamu."
"Apa ndak apa-apa, bah?"
"Kenapa harus apa-apa? Abah cuma mau mengenalkan teman lama abah saja."
Raka tersenyum tipis. "Kalau gitu saya pamit dulu."
"Iyo."
Raka menatap Denny dan istrinya. "Saya pamit dulu, pak, bu."
"Iya." ucap dua orang dihadapan Raka berbarengan.
"Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Saat Raka sudah meninggalkan ruangan kerja Kyai Anwar, pak Denny tampak antusias untuk bertanya pada temannya. "Raka sudah menikah?"
"Belum. Dia selalu sibuk ngurus pesantren ini sejak selesai S2. Sudah beberapa kali ditawarkan ta'aruf, tapi belum ada yang cocok." jawab Kyai Anwar.
"Bagaimana kalau kita jodohkan Raka dengan anakku Nayra?"
"Nayra? Opo iyo anak kota seperti Nayra mau dijodohkan?" tanya Kyai Anwar memastikan.
"Nayra pernah bilang dia sudah ingin menikah muda seperti bundanya. Sudah ada juga beberapa yang menawarkan ta'aruf, tapi aku belum ada yang cocok."
"Kok kamu yang cocok? Kan harusnya kamu tanya anaknya."
"Nayra bilang dia serahkan semuanya pada kami. Kar'na insya Allah pilihan kami yang terbaik. Dia bilang, kar'na laki-laki itu langsung mendapat restu orang tuanya." jawab pak Denny bangga. Kar'na dia merasa sangat dipercaya oleh putri sulungnya.
"MasyaAllah anakmu itu. Cantik, pintar, dan insya Allah sholehah."
"Alhamdulillah, insya Allah, War." pak Denny tersenyum saat anaknya dipuji oleh Kyai Anwar. "Jadi bagaimana?"
"Akan aku tanyakan dulu pada Raka. Insya Allah dalam 2 hari ini aku kabari kamu."
"Mudah-mudahan ada kabar baik, ya. Jadi kita bisa besanan."
"Aamiin. Mudah-mudahan Nayra juga tidak kecewa dengan anakku."
"Insya Allah tidak. Anakmu ganteng gitu, masa anakku kecewa."
Kyai Anwar, pak Denny dan ibu Nadira tertawa bersama.
***
"Nay, ayah mau ngobrol sebentar. Bisa?"
Nayra yang baru saja akan masuk kedalam kamarnya menghampiri sang ayah.
"Ada apa, yah?" tanya Nayra yang sekarang sudah berada di hadapan sang ayah.
"Waktu kita di pesantren Al-Hijrah kemarin, ayah ketemu sama anaknya Kyai Anwar, namanya Raka. Insya Allah dia ganteng, pintar, dan juga sholeh. Dan ayah berencana untuk meminta kamu untuk ta'aruf dengan Raka." Nayra menerima selembar foto dan kertas yang ayahnya berikan.
Nayra terdiam sesaat. Sang bunda yang menyadari putrinya terdiam memegang tangan putri sulungnya itu. "Kalau kamu belum siap, kamu boleh tolak permintaan ayah tadi."
Nayra tersenyum hangat sembari membalas pegangan tangan bundanya. "Insya Allah Nay siap kok, bun. Menikah itu juga salah satu ibadah, kan?! Apalagi ayah sama bunda setuju dan cocok sama calon imam Nay nanti."
Kedua orang tua Nayra tersenyum. "Kalau begitu kita tinggal nunggu kabar dari Kyai Anwar." ucap ayahnya. "Kamu ngak ketemu sama Raka waktu di pesantren kemarin itu?"
"Balqis sempet ngasih tau soal Gus Raka. Tapi Nay ngak bisa liat terlalu jelas soalnya jarak kita lumayan jauh."
"Insya Allah dia lelaki yang tepat untuk jadi imam kamu."
Nayra tersenyum. "Insya Allah, yah."
***
"Assalamualaikum, bah. Abah cari saya?" Raka duduk di kursi taman, disamping abahnya.
"Walaikumsalam. Iya, abah mau menanyakan sesuatu."
"Apa itu, bah?"
"Kemarin abah dan Denny, teman abah yang kemarin kesini itu. Ingin menawarkan kamu dan putri pertamanya Denny ta'aruf. Apa kamu mau?" tanya Kyai Anwar langsung.
"Ta'aruf?" tanya Raka memastikan.
"Iya." Kyai Anwar memberikan selembar kertas pada putranya. "Ini biodata lengkap Nayra. Kamu boleh berpikir dulu, dan abah juga tidak memaksa." Kyai Anwar lalu teringat sesuatu. "Oh, ya. Fotonya belum sempat abah cetak. Nanti abah kirimkan saja lewat hp, ya?!"
"Tidak usah, bah. Ndak apa-apa, insya Allah saya tidak memandang fisik."
Kyai Anwar tersenyum. "Abah akan tunggu jawabannya besok siang, bisa? Lebih cepat lebih baik, kita tidak boleh menunda hal baik terlalu lama." Kyai Anwar menatap putranya yang sedang membaca selembar kertas ditangannya.
"Tidak perlu menunggu besok, bah. Insya Allah saya sudah punya jawabannya sekarang."
"Kamu yakin?"
"Insya Allah yakin, bah. Abah kan tadi bilang kalau kita tidak boleh menunda hal baik terlalu lama."
Kyai Anwar kembali tersenyum. "Jadi jawabanmu opo?"
Raka menarik nafasnya pelan. "Insya Allah Raka siap menikah, bah."
Raut wajah bahagia terpancar dari Kyai Anwar. "Alhamdulillah. Kalau begitu besok pagi abah akan langsung menghubungi Denny. Dan insya Allah pernikahannya akan dilaksanakan secepatnya."
Raka hanya tersenyum menanggapi ucapan abahnya.
***
FLASHBACK
"Abah lagi opo to?" Kyai Anwar menoleh dan tersenyum saat melihat Nyai Aisyah -istrinya- datang menghampiri dirinya yang sedang duduk di kursi taman belakang rumahnya.
"Lagi nunggu Raka."
"Ono opo karo Raka? Dia buat salah? Atau ada masalah di pesantren? Tumben abah keliatannya serius begitu."
Kyai Anwar tertawa. "Ndak. Cuma ada yang mau abah tanyakan."
"Opo?"
"Abah mau bertanya soal ta'aruf."
"Ta'aruf?" Kyai Anwar menganggukkan kepalanya. "Abah punya calon pasangan buat Raka?"
"Iyo. Anaknya teman lama abah. Insya Allah Raka akan cocok."
"Tapi kan Raka belum tentu cocok, bah. Sudah beberapa kali lamaran datang, tapi Raka selalu bilang belum siap tanpa melihat siapa yang wanitanya."
"Abah tahu. Tapi abah punya keyakinan kalau yang ini akan Raka terima." Kyai Anwar memegang tangan istrinya. "Umi tenang saja, kalau Raka memang belum siap, ya ndak masalah. Mungkin memang belum jodohnya saja."
"Umi sebenarnya berharap Raka mau terima. Soalnya semua sudah Raka wujudkan. Tinggal menikah saja sepertinya yang belum terlaksana." ujar Nyai Aisyah.
"Kita berdoa saja ya, semoga secepatnya."
Tanpa Kyai Anwar dan Nyai Aisyah sadari, Raka berada tidak jauh dari mereka dan mendengar semua yang mereka bicarakan.
***
Nayra duduk di kursi teras belakang rumahnya. Matanya menatap ke arah langit yang mulai berwarna jingga tanda matahari akan tenggelam sebentar lagi.
Tiba-tiba keheningan sore itu berakhir setelah suara pesan masuk dari ponsel Nayra berbunyi.
'Assalamualaikum.'
'Betul ini dengan Nayra Ayu Wibowo?'
'Walaikumsalam.'
'Iya betul itu nama saya.'
'Maaf ini dengan siapa?'
'Saya Raka. Putranya Kyai Anwar.'
'Muhammad Raka Al Hafidz?'
'Iya betul.'
'Maaf saya ganggu atau tidak?'
'Tidak, Gus. Saya lagi senggang.'
'Alhamdulillah kalau begitu.'
'Saya hanya mau mengenalkan diri.'
'Insya Allah kita akan menikah beberapa minggu lagi,
jadi saya memperkenalkan diri.'
'Iya, Gus Raka.'
'Terima kasih kar'na sudah mau menghubungi duluan.'
'Apa di pernikahan kita nanti Nayra ada permintaan khusus?'
'Permintaan khusus?'
'Apa boleh?'
'Tentu.'
'Pernikahan itu kan sekali seumur hidup.'
'Jadi saya ingin mewujudkannya untuk Nayra.'
'Apa boleh kalau saya meminta Gus Raka yang
membaca Al-Qur'an sebelum ijab qobul?'
'Hanya itu?'
'Iya, hanya itu.'
'Insya Allah akan saya lakukan.'
'Alhamdulillah.'
'Maaf, kalau begitu saya pamit dulu.'
'Saya harus mengajar dulu di pesantren.'
'Iya, Gus. Ngak apa-apa.'
'Silahkan kalau Gus mau mengajar.'
'Assalamualaikum.'
'Walaikumsalam.'
Nayra kembali menatap langit sore. "Insya Allah dia pilihan yang tepat." gumamnya.
***
Raka memasukkan ponselnya kedalam saku baju koko birunya. "Alhamdulillah, insya Allah pilihan saya untuk menikah dengan Nayra adalah pilihan tepat." gumam Raka sangat pelan.
***
Halo semua. Maaf kalau ada kesalahan penulisan di cerita ini. Kalian boleh koreksi, supaya aku bisa perbaiki di cerita selanjutnya.
Happu reading semua :)
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
