Perburuan Manusia Kepala Ayam

1
1
Deskripsi

Sebuah cerita horor yang diangkat berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh salah satu sahabat pena Kak Zhar. Orang itu kita sebut dengan nama Lucy. Kisah nyata yang dialami oleh Lucy diolah kembali oleh Kak Zhar agar menimbulkan kesan yang lebih mengerikan dan tentunya lebih dramatis.

Waktu itu, Sun yang merupakan mahasiswa tingkat akhir sedang bekerja di swalayan Indomerit memperoleh penghasilan tambahan. Ia disana bekerja bersama dengan pria blasteran Indo-Jepang yang bernama Budi Minamoto Sama...

Selamat datang di Indomerit, selamat berbelanja. Salam yang menyapa seluruh pengunjung Indomerit itu diucapkan oleh seorang mahasiswi. Dialah Sun Jung Yoonah, pelajar asal negeri gingseng yang sedang mengisi waktu luang dengan mengais rupiah demi bertahan hidup di akhir bulan. Ayah dan ibunya memanglah seorang konglomerat yang menjalankan bisnis di sektor migas. Namun, Sun ini berupaya lepas dari bayang-bayang kedua orang tuanya yang mungkin saja diidamkan banyak orang di luar sana. Gaji tiga digit yang diterima kedua orang tuanya ditambah lagi dengan segudang fasilitas terbarukan, membuat seluruh mata tertuju pada beragam kemewahan yang dimiliki kedua orang tua Sun.  Sun bekerja di Indomerit atas saran teman seperjuangannya dahulu yang bernama Kim yang kini sukses menjadi peternak sapi di Australia.

Sun sebelumnya bingung, menggunakan waktu luang yang begitu banyak selepas menyandang gelar secara resmi sebagai seorang sarjana ekonomi di Universitas Majapahit. Memang Sun sebelumnya pernah prakerin di toserba PALUGADA sebagai kasir dan pergudangan. Tetangga kosan tempat dimana ia kini tinggal pernah mengatakan hal ini kepada Sun, “ Kamu dulu kan pernah magang di toserba PALUGADA sebagai kasir, kenapa kerjanya ngambil kasir juga?”. Bukan satu atau dua orang, beberapa orang yang pernah ditemuinya menanyakan hal yang sama kepadanya. Sampai-sampai ia harus menutup telinganya atau mungkin melangkah beberapa ratus meter jika mendengar pilihan karirnya itu. Bagi Sun, semua pekerjaan sama saja dan semua pekerjaan itu mulia ketimbang harus memasang muka melas dan berharap ada manusia berempati memberinya satu keping uang logam di perempatan lampu merah. Ucapan tetangga lebih pedas ketimbang orang tua atau dosen mungkin benar adanya. Oh ya... ia kerja di Indomerit bersama dengan seorang partner yang bernama Budi Minamoto Sama, pemuda blasteran indo-jepang. Bisa dibilang pria inilah yang kerap menyemangati atau sekadar memberi kabar burung yang entah terbang bebas dari suatu sangkar hanya demi menghibur mereka berdua dikala rehat dari tuntutan pekerjaan.

Topik yang sering mereka bahas selalu saja masalah Uang-Parkiran, Mitos Dunia ke seratus sampai alam supranatural. Ya! Topik yang membosankan itu kerap didengar oleh Sun, namun anehnya Sun selalu bersemangat mendengarkan pembicaraan rekan kerjanya yang itu-itu saja. Kalaupun ada topik obrolan yang baru, selalu saja yang diucapkan adalah ragam cara menguasai kepemilikan saham Indomerit. Berkali-kali pula Sun mengatakan setiap pembahasan ambisinya ingin menguasai swalayan tersebut, “Kalau toh kamu memang ingin menguasai Indomerit, ngapain kamu kerja disini. Seenggaknya kamu usaha atau berbisnis macam nyokap lu.” Begitu ucapannya, dan setiap kali Sun mengatakan hal itu, ia selalu saja mengatakan, “Ini gue rencanakan seperti ini, biar tahu seluk beluk nya”. Hati kecil Sun selalu mengatakan ingin menendang bokongnya itu karena kesal, sudah dikasih saran bagus masih saja tak mau didengar. Indomerit, tempat dimana Sun kerja berada di suatu wilayah di Jawa Tengah yang masih percaya terhadap klenik, hari baik dan semua hal yang berbau mistis. Desanya sih bernama Desa Keramatan Mayit, jadi yah..... setiap hari Jumat Wage, semua aktivitas perdagangan termasuk Indomerit tempatnya bekerja diminta untuk buka agak siang dan tutup lebih awal dari jam operasionalnya. Pernah disuatu momen, saat ada suatu swalayan yang tidak mengindahkan perintah dari tetua adat dengan beroperasi seperti di luar hari yang dikeramatkan di desa itu, langsung mendapat kiriman aneh termasuk banaspati yang tiba-tiba memecahkan kaca pintu swalayan itu.

Lalu, ia kini pulang, melepaskan semua beban pikiran dan menenangkan jiwanya yang memberontak karena harus tetap senyum dan ramah dihadapan pembeli, sekalipun hari itu ada satu atau dua orang pembeli yang terus menggoyahkan kesabarannya yang setipis selembar tisu dibelah sepuluh dengan meminum suatu minuman kemasan lalu meninggalkannya di rak pajangan tanpa membayarnya. Emang yaa pembeli semacam itu patut diberi pelajaran moral yang ampuh. Ia melangkah pergi, dan tentu saja sudah mengenakan bajunya yang trendi serta sesuai dengan umurnya yang kini beranjak menuju kepala tiga. Tak lupa ia juga membawa beberapa bungkus cemilan atas perintah manajer toko itu sebagai penghargaan karena berhasil melampaui target penjualan beberapa produk sajian khas di Desa Keramatan Mayit. Saat menghidupkan motor klasiknya itu, tiba-tiba ia mendengar bunyian aneh. Refleks saja Sun mengecek kantong yang ada di pakaiannya dan ternyata bunyian tadi berasal dari kantong bajunya dan selanjutnya langsung mengeluarkan ponsel berkamera boba yang dibelinya dari hasil magang selama dua tahun di asuransi perbankan dan menjadi ojek onlen semenjak di semester kedua perkuliahannya dulu. 

Nada dering uniknya itu berbunyi setiap ada panggilan masuk di ponselnya itu

 “Apalagi sih Tul, bisa nggak sih nelponnya waktu aku di kosan” Jawab Sun memanggil sapaan akrab sahabat rumpinya yang bernama asli Dewi Rembulan Fortunis. Bulan ini mendapat panggilan akrab dengan Tultul karena setiap kali obrolan yang menyangkut dirinya, jawaban pertama yang muncul adalah “Nah.. Betul tuh betul”.

“Weitss santai dong kembang desa, gitu doang marah. Eh BTW kamu mau ikut acara kita nggak nih Sun?”

“Acara apaan lagi dah Tul, hadehhh. Capek bingitss nih abis kerja”

“Alahh, ikut kita sajalah, Seru kok dan dijamin nyesel kalo kagak ikutan. Kurang satu orang nih dan gue butuh lo, karena lo kan banyak banget pengalaman nangani orang kerasukan or kesurupan”

“Eh bahlul, asal ente tahu ya, gue berhasil nangani orang kesurupan karna emang kebetulan aja bisa”

Perdebatan sepanjang telepon antara dua orang sahabat yang sudah lama tidak bertemu, membuatnya diam terpaku di parkiran dan saat mengecek jamnya, tidak terasa sudah menunjukkan waktu jam setengah sebelas malam. Itu artinya setengah jam lagi gerbang kosan akan ditutup dan sepertinya tempat untuk merebahkan tubuhnya akan berpindah ke pelataran masjid kampus yang sepi lagi dingin laksana lapisan es di kutub utara. Sun  pun mengakhiri panggilan seluler itu yang telah berlangsung sejak jam ia pulang dari tempat kerjanya yaitu jam sembilan malam.

“Eh Tul, ku tutup telponnya dulu yaa, nanti kalo dah nyampe kosan aku kabari lagi, okaay?”

“Alaaahhh, masih belum selesai nih gue ngomongnya. But yawdah okee deh, hati-hati di jalan yaa. Byee matahariku”

Byee juga Tul tul”.

Tut..tut

Sun memakai helm vespa kesayangannya yang di atasnya telah diberi hiasan telinga kucing berwarna abu-abu. Dan hiasan kecil ini didapatnya saat usia belasan tahun. Awalnya hiasan ini adalah hadiah dari sang ayah berupa bando yang melekat di atas kepala dan biasa digunakan saat perayaan Halloween di kampung halamannya. Seiring bertambahnya usia Sun, membuat bando ini sering menyiksa kulit kepalanya apalagi sempat mengeluarkan tetesan darah akibat penahannya yang runcing di kedua ujungnya. Semenjak itulah, bando ini berakhir sebagai barang pajangan yang memenuhi lemari di sudut kamarnya yang indah. Saat sang ayah ingin membuang barang usang tersebut, Sun mengatakan untuk menjaganya karena suatu saat nanti akan dibutuhkan kembali. Ide kreatifnya muncul disaat ia remaja dan sedang ada kontes kreativitas anak dengan berlomba-lomba keindahan dalam merias helm vespa. Setiap anak yang ikut berpartisipasi dalam acara tersebut,  bisa membawa pulang helm vespa hasil kreasinya sendiri. Sedangkan yang menang, akan mendapatkan buku tabungan lengkap dengan saldo senilai seratus ribu Won korea. Sun kala itu tidak menang, namun setidaknya perasaan ia kala itu senang, karena berhasil memboyong helm vespa kreasinya itu. Dan helm itu masih ia gunakan hingga sekarang.

Akkhhh.. akhirnya selesai juga nih perdebatan. Oke dah saatnya ngabarin ke Momski penjaga kos, biar nggak dikunciin. Hmm.. sebagai permintaan maaf karena pulang kemaleman gue ngasih apa yaa sambil meregangkan punggungnya yang sedikit encok akibat terlalu lama berdiri. Sun menaikkan standard motor-lalu menyalakan sebuah vespa matik keluaran terbaru. Saat di perjalanan, ia terus memikirkan suguhan apa yang mampu meluluhkan hati Momski penjaga kos. Lamunan itu ia lakukan sepanjang perjalanan kembali ke tempat tinggalnya, hingga akhirnya ia tersadar di perempatan lampu merah yang jaraknya sebelas menit untuk sampai di kosannya, saat ia melihat ada pedagang terang bulan kesukaan Big Momski yang menjaga kosan itu dengan aman. Big Momski ini membuka sampingan usaha kosan disamping pekerjaan utamanya sebagai pengajar di Taman Kanak-Kanak Pelita Nusantara yang lokasinya tak jauh dari kosan yang ia kelola. Setiap malam jika ingin membeli sesuatu, ia rela pergi keluar, ke tempat dimana ada bazar makanan atau info dari gosip ibu-ibu kalau di suatu lokasi sedang diadakan diskon dan terkadang-beberapa tempat makanan diskon itu memang enak lagi sedap baunya. 

Nah ini dia yang aku cari sedari tadi. Pindah ke sini toh abangnya gumamnya. Ia membelokkan setir sepedanya ke Terang Bulan Cetar Membahana milik Mang Ajib. Begitu sampai di lokasi, ia membelalakkan matanya, seolah tidak percaya, Mang Ajib yang dulu berjualan di atas gerobak dan selalu mangkal di depan Bank Cyepat kini sanggup membuka restoran sederhana. Sun juga terkejut melihat pengunjung yang ada di restoran tersebut kebanyakan adalah kaum bangsawan yang rela jauh-jauh mendatangi restoran Mang Ajib demi menikmati seloyang terang bulan buatannya. Bahkan saat akan memesan, Sun juga diberi nomor antrian dan antriannya mengular hingga memadati toko sebelah.

Mang Ajib yang mengenali kehadiran Sun sebagai pelanggan pertamanya dari kejauhan langsung mempersilakan ia untuk duduk dan seketika itu Mang Ajib turun tangan langsung membuat terang bulan khusus untuk pesanan Sun seorang. Padahal Sun saja belum mengucapkan sepatah kata apapun varian menu terang bulan, tetapi Mang Ajib langsung membuatkannya. Mang Ajib hanya menanyakan namanya saja, karena ia tahu, Sun membeli terang bulan ini untuk siapa.

“Mbak Sun Ya?”

“Iyaa, Mang.”

“Okehh mbak silakan duduk disini, saya tahu menu terang bulan kesukaan Big Momski.”

“Lho mang? Aku padahal belum ngucapin mau pesen apa lhoo”

“Udah kamu tenang saja” Sambil membuatkan martabak khusus untuk Big Momski, ia memanggil salah satu karyawannya untuk membuatkan minuman teh hijau hangat tanpa gula. Teh hijau yang disuguhkan ini konon merupakan teh hijau yang diimpor langsung dari jepang. Teh ini juga dipanen di wilayah Shizuoka, yang merupakan kaki gunung Fuji, sehinggga menghasilkan teh dengan kualitas terbaik seantero jepang dan prosesnya juga dilakukan tanpa bantuan bahan kimia apapun. Disela-sela menunggu pesanan terang bulannya datang, ia penasaran dengan surat kabar harian Hours yang tergantung di rak koran yang berada di ujung meja sana. Ia berdiri sejenak untuk mengambil dan membaca sekilas. Ada kurang lebih dua sampai tiga menit lamanya ia tak kunjung berganti halaman, karena tertarik pada judul Headline News. Disana tertulis:

MANUSIA SILUMAN BERKEPALA AYAM: 

BENARKAH ADANYA?

Keramaian yang ada di restoran Mang Ajib tak mampu mengalihkan pandangannya yang begitu fokus dan asik membaca berita tersebut. Di dalam surat kabar itu, tertera beberapa ciri-ciri manusia siluman berkepala ayam. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

  1. Berpawakan tubuh anak kecil seusia taman kanak-kanak.
  2. Jika pada siang hari ia akan berevolusi menjadi pria paruh baya yang menenteng sekantung pakan burung, namun jika malam hari ukurannya menyusut seperti anak balita dan tentunya berkepala ayam berwarna ungu.
  3. Di lengan sebelah kirinya terdapat tato dengan tulisan : Aku Suka Sekali Ayam Bersaus.
  4. Di genggaman tangan kanan yang semula berwujud kantung kertas berubah menjadi sebilah belati yang memiliki mata pisau berkilauan dan digagangnya terdapat batuan permata dari Rusia.
  5. Dan yang ada di genggaman tangan kirinya telah terpegang daftar catatan orang-orang berkelakuan buruk yang harus dimusnahkan, sekalipun sebagian orang dalam daftar itu, orang-telah berubah menjadi baik.
  6. Saat memegang belati tadi, genggamannya rapuh karena jarinya telah terpotong dua. Apalagi belati yang digunakan juga seberat anak gajah, sehingga harus dipegang dua tangan agar semakin mantab.
  7. Suaranya seperti anak ayam yang terpegang tangan-tangan kotor anak jahil, saat hendak mengeksekusi korbannya. Terkadang juga berbunyi seperti sebatang besi yang terseret di atas lantai, jika korban yang dieksekusinya berkaitan langsung dengan kematian ayah dan ibunya.
  8. Ia akan selalu keluar dipertengahan malam dan meneror dengan suaranya itu setiap 15 menit sekali di perumahan, dimana ia mencari calon korban yang akan dibunuhnya itu.

Sun seolah tidak percaya dengan kehadiran sosok yang menyeramkan itu dan meneror warga di sekitaran Desa Keramatan Mayit, karena ia berpikir itu hanyalah sosok mitos rakyat belaka yang dibuat untuk menakut-nakuti anak kecil agar tidak mengunjungi sebuah rumah kosong yang terletak di ujung jalan Desa Keramatan Mayit. Berselang lima menit kemudian, Mang Ajib datang menghampiri Sun yang sedang tertawa melihat lelucon yang tembus hingga koran harian terkenal yang bernama Hours.

“Mang, mau nanya, sosok anak berkepala ayam yang meneror warga desa ini Cuma mitos aja ataukah beneran ada?”

Mendengar pertanyaan itu, Mang Ajib langsung menyumpal mulut Sun dengan satu rol tisu toilet yang baru saja dikeluarkan dari kemasannnya. “Ssttt... diem mbak, ntarr kalo orangnya kesini bagaimana? Bisa-bisa saya gulung tikar nanti karena pembeli pada berlarian ketakutan.” Hmmpphh..mmm.. mulut dari Sun seolah ingin mengucapkan sesuatu, namun tidak jelas karena mulutnya ditutup oleh gulungan kertas tisu yang tebal. Setelah tiga menit mulut Sun disumbat oleh gulungan tisu, akhirnya mulutnya itu merasakan lega dan bisa bercakap kembali. Mulut Sun bisa terbebas karena menyetujui perjanjian diantara Mang Ajib dan Sun untuk berbicara dengan nada yang pelan jika berkaitan dengan manusia berkepala ayam itu.

Setelah berbincang lebar dengan Mang Ajib, akhirnya Sun pulang dari restoran tersebut. Tentunya membawa sekotak terang bulan yang biasa dipesan Big Momski sewaktu ia kepingin ngemil. Tujuh menit perjalanan, akhirnya Sun telah tiba di kosan Riot Case, tempat dimana semua karyawan kantoran dan pekerja disektor ritel menginap. Kosan Riot Case selalu penuh dengan karyawan kantoran dan  pekerja ritel karena fasilitas yang ditawarkan sangat lengkap dan tergolong diluar nalar dengan harga sewa tiga ratus lima puluh ribu perbulannya. Kosan ini juga bersih dan di setiap kamarnya, langsung terdapat pemandangan alam persawahan dan air terjun yang nampak dari kejauhan, sehingga cocok bagi penyewa yang ingin liburan tipis tanpa harus mendatangi langsung lokasi wisatanya. Sun tiba di pintu gerbang kosan Riot Case tepat saat Lucy, anak perempuan dari Big Momski sedang menutup gerbangnya yang lebar dan berdecit setiap kali ditutup. 

“Bawa apaan tuh Sun, dari kotaknya kok gue ngenalin yaa?”

“Oh ini loh Mbak Lucy, aku bawain terang bulan sepesial buatan Mang Ajib kesukaan ibumu. Loh tumben kamu yang nutup pintu gerbangnya, ibuk kemana mbak?” Tutur Sun dengan keheranan. Ia bertanya sambil sedikit mendongakan kepalanya, seolah tidak percaya, anak pertama Big Momski muncul di hadapannya. Tidak seperti Big Momski yang menutup pintu gerbangnya dan selalu mengeluarkan kata-kata ceramah setiap kali ia pulang kemalaman.

“Ibuk? Big Momski maksud kamu mbakk? Ada tuh di dalam, dia udah tidur duluan tadi karena kecapekan habis bantu saudaranya yang sedang hajatan nikah di kampung sebelah.”

“Ohalah Ya sudah, kalau begitu minta tolong ini disimpan di kulkas ya Lucy. Bilang ini dari Mbak Sun yang pulangnya kemalaman.” Sambil menyodorkan bungkusan terang bulan yang masih hangat itu.

“Amann Mbak Sun. Betewe, Mbak Sun sudah baca koran Hours edisi hari ini belum?”

“Yang Headline News-nya manusia kepala ayam bukan sih?”

“Iyaa mbak Sun”

“Itu kamu yang nulis, Cy?”

“Iyaa Mbakk Sun. Akhir-akhir ini sosok itu muncul lagi di desa ini mbak. Sekitar setahun lalu pernah ngilang karena sempat dirukyah sama pemuka agama disini. Awalnya aku ngira bakalan seterusnya gangguan itu ilang, eh ternyata muncul lagi.”

“Itu sebener e orang atau gimana sih? Aku dapet info kalau yang sering neror di desa kalian malem-malem itu bukan orang.”

“Ssttt... diem dulu Mbak.”

Saat perbincangan berlangsung, tiba-tiba baik itu Sun maupun Lucy sama-sama mendengar suara anak ayam yang muncul persis dua rumah di samping Kosan Riot Case. Di momen itulah, Lucy langsung menyuruh Sun untuk segera masuk, karena suara anak ayam itu semakin keras dan terdengar mendekat. Sun akhirnya tiba di kamarnya dan bersiap diri untuk tidur dengan merebahkan punggunggnya di kasur yang empuk menyerupai gumpalan awan. Suasana di luar kamar Sun memang sunyi karena sudah berada ditengah malam, namun tidak dengan isi kepala Sun. Isi kepalanya berisik dan penuh dengan pertanyaan yang sama: Sosok yang diucapkan Mang Ajib itu betulan bukan sih?. Ia sempat bergumam dalam hatinya.

“Kalau Cuma cerita rakyat atau legenda yang turun temurun dan asalnya dari mulut ke mulut sih, enggak mungkin dimuat di koran Hours yang terkenal akan standar seleksi artikel yang tinggi dan ketat. Sekelas gosip artis terkenal saja nggak dimuat, apalagi kalau hanya legenda rakyat.” Ditengah lamunan Sun karena memikirkan sosok manusia berkepala ayam, ia terlintas sebuah ide brilian saat ia baru meneguk air minum yang dingin dan meluncur bebas, membasahi dinding kerongkongan yang kering akibat tidak minum selama kerja tadi,  “Ah... ndak mungkin hanya legenda biasa. Ini pasti ada kaitannya dengan kasus kriminal yang pelakunya masih berkeliaran disekitar sini. Yaa, aku akan cari asal usul sosok yang menakut-nakuti penduduk desa ini dan mencari keterkaitannya dengan suatu kasus. Semoga upaya kecilku ini membantu penduduk desa ini mendapatkan ketenangan dalam hidupnya.”

Keesokan paginya, ia kembali bekerja di Indomerit. Bekerja selama kurang lebih sebelas jam dimulai dari pukul delapan pagi hingga tujuh malam. Selama di belakang meja kasir, ia mendengarkan obrolan yang memuakkan dari Minamoto, topik yang dibahas itu-itu saja. Saking seringnya mendengar obrolan tersebut, Sun sampai hafal pembuka dan penutup dari setiap bahasan. Meski sempat bosan dan sumpek mendengar omongan Minamoto, yang ada di dalam kepala Sun hanyalah satu: Cari orang dengan ciri fisik seperti di koran dan temukan seluk beluknya. 

Omelan dari kepala toko yang menyuruhnya berhenti bersikap aneh, kemudian pembeli julid yang menghina Sun karena pencariannya yang dianggap mustahil sampai kedua orang tuanya menyuruhnya untuk pergi ke paranormal demi mengembalikan jiwanya yang tersesat tidak menggoyahkan tekad dan kemauannya untuk membuktikan bahwa makhluk mitos yang selama ini mereka takutkan hanyalah perbuatan orang iseng semata. Yang bisa ia lakukan saat ini adalah, mengatur waktu bagaimana kerjaan kantoran yang begitu panjang bisa dikerjakan maksimal, namun sebisa mungkin mencuri waktu disela-sela istirahat kerja untuk mencari dan mengumpulkan fakta-fakta tentang makhluk manusia siluman berkepala ayam ini.

Disaat ia sedang merapikan barang jualan yang akan dipajang di rak Indomerit dan Minamoto melayani pembeli, tak sengaja ia melihat sosok manusia yang diduga kuat makhluk jadi-jadian yang sedang ia telusuri. Orang yang ia lihat berpawakan pria paruh baya dengan memegang kantung kertas yang akan diisi dengan pakan burung dan nampaknya ia kebingungan mencari dimana letak pakan burung itu dipajang. Spontan saja ia melayani pembeli misterius itu.

“Selamat siang Pak, ada yang bisa saya bantu?”

“Aihhh, Iyaa Mbak Siang, ini loh aku sedang nyari pakan burung buat Merpati dan Dara, disini dijual nggak yaa?”

“Waduh Maaf Pak, kalau itu kami tidak menjualnya. Bisa dicek di toko pakan hewan yang ada di samping Indomerit ya Pak”

Si Bapak misterius itu memang saat berbicara dengan Sun, menatap dengan serius muka Sun yang begitu indah. Namun tidak dengan Sun, ia benar-benar memperhatikan detil yang melekat di tubuh Si Bapak. Beberapa ciri fisik sama persis seperti yang disebutkan di koran Hours seperti:

  1. Pria berusia paruh baya, dengan menenteng sebuah kantung kertas.
  2. Lengan sebelah kirinya terdapat tato bertuliskan : Aku Suka Sekali Ayam Bersaus. Namun nampaknya tato itu seperti baru dihapus tiga jam yang lalu.

Si Bapak yang tersadar dirinya diamati oleh Sun langsung menanyakan, perangai aneh apa yang sedang dia lakukan. Sun yang sadar dirinya berada dalam bahaya langsung mengelak dengan mengatakan bahwa jam tangan Rolex yang dikenakan si Bapak sangat bagus dan berharap dirinya bisa membeli barang koleksi itu di lain waktu. Si Bapak misterius itu hanya menganggukkan kepalanya sambil memasang raut wajah curiga. Dalam hatinya berkata, ”Waduh bahaya, ada saksi nih kalo gue dan anak gue berkeliaran meneror warga”. Ia langsung cepat-cepat pergi menuju kasir untuk membayar belanjaan berupa sebotol minuman teh, lalu lekas meninggalkan Minamoto yang kebingungan melihat tingkah aneh dari Si Bapak.

Enam jam kemudian, setelah Sun memergoki sosok pria paruh baya yang diduga kuat, manusia berkepala ayam, jam bekerja di Indomerit telah usai. Kini, ia meminta bantuan kepada Minamoto untuk memberikan rekaman kamera cctv yang merekam kehadiran pria paruh baya diantara pukul sebelas sampai dengan satu siang.

“Kamu lagi nyelidikin kasus apaan sih Sun? Serius amat mukamu kulihat tadi” Sambil memandangi Sun yang fokus menyalin rekaman kamera cctv.

“Sstttt.. diamlah Moto, aku lagi ngumpulin bukti yang kuat buat membuktikan kalau manusia berkepala ayam itu hanyalah perbuatan iseng semata”

“Hah.. manusia kepala ayam..? Hahahahaha, mitos begituan diselidiki. Buang-buang energi taukk..”

“Sudahlah, kau pasti akan berterima kasih kepadaku nanti, karena toko ini akan buka 24 jam setiap hari tanpa memandang hari baik dan hari sial serta segala hal yang berbau mistis”

Minamoto yang menganggap rekan kerjanya yang sinting itu hanya tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan aneh Sun. Dalam hati Sun, semangatnya membara layaknya api abadi yang tak pernah padam meskipun terkena air hujan. Ia yakin, apa yang dirinya lakukan akan berdampak besar bukan hanya sekadar untuk toko Indomerit dan warga desa di Desa Keramatan Mayit, tetapi juga membantu masyarakat sekitar untuk membuktikan mitos yang telah diturunkan antar generasi.

Ditengah-tengah perjalanan menuju kosan Riot Case, ia mampir ke kedai kopi Sederhana milik Koh Ling. Ia memesan satu gelas minuman favoritnya yaitu satu gelas bir pletok yang dipadu-padankan dengan setetes air bunga mawar dan satu gelas kecil kopi dari tanah dewata. Ia juga membeli beberapa majalah dan koran usang di kedai kopi milik Koh Ling yang berkaitan dengan manusia berkepala ayam yang meneror warga desa untuk dibawa pulang dan dipelajarinya. Tak lupa ia juga mampir ke toko toserba yang semua jenis keperluan ada disana, mulai dari perlengkapan kantor, perlengkapan dapur hingga elektronik dan menjahit. Di sana ia membeli papan tulis yang lebarnya setara televisi 60 inci, paku payung dan benang. Saking lebarnya itu papan tulis, sampai-sampai ia meminta karyawan toko itu untuk mengirimnya menggunakan mobil boks.

Singkat cerita, ia sampai di kosan Riot Case dan papan tulis yang besar-sekali telah tertancap di dinding kamar kosannya. Layaknya seorang detektif, ia mulai menyobek lembaran berita ataupun artikel yang memuat tentang sosok misterius ini. Ditengah-tengah mengaitkan potongan artikel menggunakan benang, tiba-tiba Sun mendengar suara seperti segerombolan anak ayam yang meminta makan kepada induknya. Dan Sun mendengar suara itu bukan hanya sekali, melainkan sampai delapan kali. Suara anak ayam itu semakin mendekat dan ia sempat mendengar seperti bunyi sebatang besi yang saling bergesekan tepat di depan pintu. Menyadari dirinya dalam posisi bahaya, ia langsung mematikan lampu kamarnya dan berjalan untuk menggapai sebuah tongkat baseball yang telah jauh-jauh hari ia persiapkan jika ada kondisi genting seperti ini.

Sun di malam itu seperti memiliki dua kepribadian yang berbeda. Satu kepribadiannya pemberani dan menganggap bunyi tadi hanyalah angin lewat belaka. Sedangkan disisi lainnya, ia juga ketakutan sekaligus penasaran. Takut kalau malam ini adalah malam terakhirnya Sun di muka bumi sebagai manusia, penasaran karena siapa yang berani berkunjung ke kosannya di larut malam tanpa memberi tahunya terlebih dahulu. 

“Woyy anjingg, kalau elo berani, sini loe. Perlihatkan wujud aslimu. Gue gak takut sama elu meski gue cewek yaa” ucapnya dengan nada lantang. Ucapan ini juga terdengar di lantai satu, tempat dimana Lucy dan Big Momski tinggal. Lucy yang menyadari ada yang tidak beres dengan penghuni kosan di lantai dua, lantas mengabari ke grup whatsapp yang dibuat oleh big momski.

“Gaess, Gue Lucy, anak dari Big Momski, mau ngabarin kalau ini udah larut malam. Big Momski mau tidur. Tolong jangan berisik. Oh yaa kalau ada suara anak ayam di malam begini, sebaiknya jangan kalian tanggapi yaa. Karena kalau ditanggapi, sosok itu akan muncul lagi di tempat mereka direspon”

Sesaat setelah teriakan kencang yang dilantangkan Sun, suara anak ayam itu menghilang. Dan di malam itu, Sun terpaksa tidak tidur, karena ia yakin sosok itu akan muncul lagi bukan hanya dengan suara anak ayam tetapi juga menampakkan wujud aslinya.

Keesokan paginya, di depan kosan Riot Case, di setiap kamar, oleh Lucy disodorkan koran harian Hours. Di dalam koran itu tertulis berita mengejutkan, bahwa ditemukan sebuah mayat wanita muda dengan perkiraan usia di rentang 25 -30 tahun, dengan kondisi badan yang termutilasi dan wajah yang penuh dengan luka sayatan. Mayat wanita itu ditemukan di sebuah lahan kosong yang lokasinya tepat di samping kosan Riot Case. Sun semakin yakin, suara anak ayam yang berbunyi tadi malam, asalnya dari lahan kosong. Suara batang besi yang bergesekkan ditambah suara seperti segerombolan anak ayam tadi menandakan bahwa pembunuhnya sedang menghabisi korban yang berkaitan dengan kematian kedua orang tuanya.

Warga sekitar bukannya mengamankan diri masing-masing dengan berdiam diri di rumah, malah melakukan ritual tolak bala tepat di tengah lokasi pembunuhan yang dipimpin oleh tetua desa. Meskipun, sebelum ritual tolak bala dilakukan, tetua desa itu sempat dilarang pihak berwajib untuk melewati garis polisi karena dikhawatirkan akan merusak TKP, orang itu mengancam akan menyantet pihak berwajib yang berjaga. Akhirnya orang tersebut terpaksa mengijinkan tetua desa bersama kelompoknya untuk melakukan ritual tolak bala, tentu saja waktunya dibatasi tiga jam.

Sun yang melihat kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri, hanya bisa memegang kepalanya menggunakan kedua tangan. Seolah ia tidak percaya, apapun kejadian menyeramkan yang ada di desa itu, dilakukan ritual tolak bala.  Ia juga geram, karena seharusnya tetua adat yang menjadi teladan di Desa Keramatan Mayit seharusnya memberikan contoh yang baik dengan menghormati prosedur yang dijalankan oleh pihak berwajib, malah melakukan perbuatan yang menurutnya sama sekali tidak menghentikan kekejaman sosok yang dianggap mitos oleh kampung itu.

Sun memilih pergi dari lokasi itu dan melanjutkan perjalanan agar sampai di Indomerit tepat waktu, menghindari sebisa mungkin poin minus di kolom presensi nya. Sun kini bekerja kembali, dengan mendengarkan celotehan tidak berkelas dari rekan sekantornya itu dan juga harus menahan emosi dikala pengunjung menyebalkan itu kembali datang ke tempat nya ia bekerja. 

Ocehan dari Minamoto kali ini berbeda. Pria itu menyinggung kasus pembunuhan wanita muda yang terjadi di depan kosan Riot Case, tempat dimana Sun tinggal. Ia juga menceritakan pengalaman yang sama, yaitu terkadang mendengarkan suara anak ayam yang jika dicari malah menghilang suaranya. Sun sempat kaget mendengar pengalaman menyeramkan dari Minamoto. Ia pikir yang mendengar suara itu hanyalah dirinya seorang, ternyata Minamoto mengalami hal yang serupa. Sun mendengarkan dengan saksama, seolah menggali informasi penting yang mungkin terlewatkan dan masih ia cari hingga kini.

Minamoto mengatakan kalau di kosan nya yang bernama Star Case itu di depannya persis, memang ada peternakan ayam boiler. Dahulu peternakan ayam boiler itu dikelola oleh keluarga cemara yang rumah tangganya selalu adem ayem, meski ada gosip tetangga yang terus mengusiknya. Ia melihat dari kejauhan ada seorang bapak-bapak blateran Indo-Taiwan, bersama seorang istri yang merupakan keturunan raja Arab bersama kedua anaknya. Anak pertama seusia SMA dan yang kedua masih duduk dibangku Taman Kanak-kanak. Singkat cerita, lahan peternakan ayam boiler yang didirikan oleh kedua pasutri ini diambil paksa oleh saingan mereka dengan perantara sekelompok rentenir dan pengawal bertubuh dempal sambil menenteng sebilah belati. Mereka berusaha mati-matian mempertahankan lahannya, hingga salah seorang pengawal tadi menebas kedua leher dari pasutri dan dari leher mereka ini mengucurkan darah yang begitu deras. Kejadian pembunuhan ini terjadi tepat di hadapan kedua anaknya. Anak pertamanya yang diketahui bernama Bob dan sang adik yang bernama Will ini melarikan diri mencari tempat perlindungan diri. Semenjak saat itu, kedua orang ini menghilang entah kemana dan rentenir kejam tadi kerap berkeliling mencari keberadaan kedua anak itu, karena takut perbuatan kejinya diketahui oleh banyak orang. 

Minamoto juga mengatakan kalau lahan peternakan ayam boiler itu, kini menjadi lapangan tenis indoor yang megah lagi mewah. Minamoto atau biasa dipanggil dengan nama Moto ini, menyarankan Sun, jika ingin menemui sosok mitos itu, harap memutarkan rekaman suara dari alat perekam jadul ini tepat setelah membuka pintu di rumah terbengkalai yang ada di ujung jalan Desa Keramatan Mayit. Alat perekam suara ini merupakan pemberian ayahnya karena dulu, ayah Moto dan ayah dari Bob dan Will ini adalah teman akrab satu perkuliahan dulu di Mesir. Sun langsung mengucapkan terima kasih kepada Moto, karena rekan kerjanya yang dikenal dingin dan banyak omong itu malah memberi kunci utama dalam perburuan sosok mistis ini. Sun dan Moto akhirnya pulang bersama, karena hari itu adalah Jumat Wage, dimana Jumat Wage ini adalah hari yang disakralkan, sehingga mereka berdua bisa pulang lebih cepat.

Kesempatan emas ini, langsung dimanfaatkan oleh Sun untuk mempersiapkan perbekalan perburuan sosok mistis. Ia juga meminta rekannya bernama Willy yang bekerja sebagai salah satu anggota tim keamanan khusus untuk mendampinginya menjelajahi rumah terbengkalai. Perbekalan yang ia bawa meliputi bunga tujuh rupa, lilin beserta korek api, lalu perekam suara yang sebelumnya di cas terlebih dahulu dan juga tongkat baseball yang besar untuk mengantisipasi segala sesuatu jika ada yang membahayakan perburuannya.  Rekannya itu juga membawa perbekalan seperti HT untuk berkoordinasi dengan pihak berwajib, lalu tenda dan selimut serta bahan pangan jika perjalanan ini cukup panjang.

Malam pun tiba dan itu artinya perburuan makhluk mitologi yang meneror warga itu dimulai. Perburuan itu pun turut dihadiri oleh Lucy yang penasaran tentang wujud asli dari makhluk mistis itu. Sun mengikuti saran yang diberitahu oleh tetua kampung, yakni menebar bunga tujuh rupa di sekeliling halaman rumah terbengkalai. Saat tiba di depan rumah terbengkalai, nampak depan terdapat kolam ikan yang berlumut dan kering; halamannya yang penuh dengan semak belukar dan sampah daun berserakan dimana-mana serta terkadang tercium aroma tidak sedap.

“Sun, jangan lupa taburin bunga tujuh rupanya yaa”, kata Willy sambil menepuk bahu Sun. Sun yang tersadar belum menaburkan bunga yang dibawanya, refleks langsung membuang sekantung plastik besar berisi bunga tujuh rupa di halaman rumah. Tak lupa ia menyalakan satu lilin besar di depan pagar sebagai penanda dia bersama dua orang rekannya datang dengan maksud yang baik. Saat di pintu depan, Sun langsung memutarkan rekaman suara yang berisi kata terakhir dari mendiang ayah dan ibu dari sosok misterius itu. Berselang 15 menit, sosok yang ditakuti itu muncul. Ia mengenalkan dirinya sebagai Will dan anak kecil seusia TK itu adalah anak terakhir Bob bernama Tanya. Bob ini adalah sang kakak dari Will yang telah meninggal setahun lalu akibat serangan jantung. Ia bercerita, kalau aksi teror yang mereka lakukan ini semata-mata hanya untuk menjaga satu-satunya harta peninggalan orang tuanya yaitu rumah mewah yang kini tak terurus.

Ia mengatakan kalau anak kecil yang sering muncul di kegelapan malam itu adalah ulah dari anak terakhir ini dan apa yang mereka yakini sebagai manusia kepala ayam sebenarnya hanyalah kostum untuk hallowen berupa ayam, namun yang digunakan hanyalah topi dengan berbentuk kepala ayam. Tanya ini disuruh oleh Will untuk memburu dan membunuh pesaing kedua orang tuanya sekaligus membalaskan dendam untuk mereka menggunakan topi kepala ayam. Setelah mendengarkan cerita sedihnya itu, Sun beserta Lucy dan Willy sedikit meneteskan air matanya, karena terharu mendengar kisah tragis mereka. Willy menyarankan mereka berdua untuk segera menyerahkan diri, daripada harus terus bersembunyi di kegelapan malam.

Keesokan paginya, berita heboh tentang manusia kepala ayam muncul di tajuk berita kriminal. Di berita itu disebutkan kalau makhluk mitos yang mereka lihat itu hanyalah ulah dari Tanya dan Will untuk membalas dendam mereka atas kematian ayah dan ibunya. Dan juga, foto tiga orang sahabat yang menginterogasi Tanya dan Will masuk ke dalam berita itu juga. Tiga orang ini yang bernama Willy, Lucy dan Sun dielu-elukan sebagai pahlawan karena berhasil mengungkap teror yang telah lama meluas di masyarakat, terutama bagi warga Desa Keramatan Mayit.

.......................................KISAH PUN BERAKHIR....................................

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Selamat Datang Di Bumi, Prajurit
0
0
Sabtu, 1 januari 2039, ada sebuah kota terkenal akan penemuan inovatif teknologinya  bernama Indinesia Brighter yang berpenduduk sebanyak 35 juta jiwa dan kota tersebut dipenuhi oleh para cendekiawan dari berbagai penjuru dunia. Dahulu kota itu sempat redup akibat aktivitas kriminalitas yang tinggi. Yaaa.., kota itu dulunya dipimpin oleh sosok priayi yang memiliki pandangan visioner bernama Spikes. Beragam program sudah pernah ia uji cobakan demi memakmurkan kota kelahirannya itu. Namun sayang, korupsi dan nepotisme yang terjadi di lingkungan bawahan serta beragam peperangan saudara yang berkecamuk menyebabkan Kota Sukacita Bersama menjadi sebuah kota mati. Beberapa karyawan yang loyal terhadap era kepemimpinan The Mafias sebelumnya , geng terkuat yang memimpin kota itu, dibantai secara sadis. The Mafias kini dipenuhi dengan para pengkhianat kota dan juga para koruptor yang membuat kota itu semakin tidak bernyawa dan penduduk yang ada disana? dibiarkan mati kelaparan termasuk anak-anak mereka didoktrin supaya tetap takut kepada The Mafias
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan