
Blurb
"Istrinya tukang drama, suaminya super sabar dan tenang."
"Mas Hasyim juga bilang begitu. Aku dramatis katanya," ucap Caca menimpali ucapan Bundanya.
"Terus?"
"Aku bilang, Mas beruntung punya istri kaya aku. Rumah jadi jadi ramai. Bayangin kalau istrinya satu tipe sama dia, sama-sama tenang. Rumah bisa disamakan kaya kuburan, sama-sama sepi."
Pernikahan Caca dengan Hasyim, banyak dramanya.
Caca selalu berusaha mencari drama.
Hasyim selalu berusaha membuat pernikahan mereka penuh dengan ketenangan....
Dramatic Marriage
1
0
6
Berlanjut
"Istrinya tukang drama, suaminya super sabar dan tenang.""Mas Hasyim juga bilang begitu. Aku dramatis katanya," ucap Caca menimpali ucapan Ibunya."Terus?""Aku bilang, Mas beruntung punya istri kaya aku. Rumah jadi jadi ramai. Bayangin kalau istrinya satu tipe sama dia, sama-sama tenang. Rumah bisa disamakan kaya kuburan, sama-sama sepi."Pernikahan Caca dengan Hasyim, banyak dramanya.Caca selalu berusaha mencari drama.Hasyim selalu berusaha membuat pernikahan mereka penuh dengan ketenangan.Namun, nyatanya ketenangan tidak selalu membawa keharmonisan.
3 file untuk di-download
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses
Kategori
Dramatic Marriage
Selanjutnya
Bersiap Memasuki Cerita
1
0
Sudut Pandang
Esmeralda Cantika (Caca)Aku pecinta pria dewasa garis keras.Aku rewel, lebai, bawel, penuh drama, egois, selalu ingin dimengerti, dan selalu ingin disayang.Hanya kematangan emosional pria dewasa yang dapat menerima sifatku.Pascasarjana psikologi pendidikan, aku membaca tulisan di depan gedungnya. Gedung yang berada di bagian belakang kompleks universitasku. Gedung ini merupakan satu-satunya gedung dengan arsitektur bergaya modern. Model bangunan berbentuk segitiga dan dihiasi material kaca.Aku melangkah lebih dalam. Pintu otomatis terbuka, menyambut kedatanganku. Dinginnya AC sentral menyentuh kulit. Apalagi saat aku menduduki kursi stainless di selasar, sensasi dingin di gedung ini begitu terasa.Mataku menatap lurus ke arah pintu di ujung sana. Aku sedang menunggu seseorang. Biasanya dia keluar dari pintu tersebut. Bermenit-menit berlalu. Demi menghilangkan rasa bosan, aku mengambil earphone dan bersiap untuk memakaikan ke telinga. Baru satu lagu, seseorang yang aku tunggu sudah terlihat batang hidungnya.Aku melambaikan tangan dan kontak mata kami bertemu. Senyumnya terukir menampilkan deretan giginya yang putih. Mas Hasyim! panggilku penuh dengan semangat.Pria itu memakai kemeja biru tua berlengan panjang dan disandingkan dengan celana levis berwarna senada. Tangannya memegang laptop tipis berwarna silver yang selalu dibawa kemana-mana.Dia Mas Hasyim, kekasihku. Kami berkuliah di universitas yang sama. Dia menempuh pendidikan pascasarjana jurusan psikologi pendidikan, sementara aku menempuh pendidikan sarjana jurusan sastra jerman. Kami berbeda taraf pendidikan.Ketika langkahnya semakin mendekat, kukerucutkan bibirku. Memberi isyarat bahwa aku kesal dengannya. Mas Hasyim lama banget! Aku tunggu hampir sepuluh menit di sini, omelku.Mas Hasyim mengusap puncak kepalaku lembut. Iya, Maaf ya. Mas tadi mengobrol sama prof Andri cukup lama.Prof Andri merupakan salah satu profesor pendidikan psikologi. Setahuku prof Andri sedang terlibat penelitian dengan Mas Hasyim. Oleh karena itu, setiap jam mata kuliah berakhir, Mas Hasyim menyempatkan bertemu dengan Prof Andri untuk membicarakan penelitian mereka.Aku mengentak-entakkan kakiku. Tanda tidak terima. Permintaan maafnya, enggak mau cuma pakai kata-kata, Mas Hasyim menggandeng tanganku. Kami sama-sama berjalan menuju parkiran. Terus mau apa? Es krim coklat mau? tanyanya menawarkan.Aku menggeleng. Maunya es krim vanila.Iya, nanti beli, aku dan Mas Hasyim masuk ke dalam mobil, tapi makan es krimnya di mobil ya? Mas masih ada urusan lain.Tatapan kecewa kulayangkan kepadanya. Makan ditempat aja. Kita ngobrol berjam-jam. Aku enggak mau langsung pulang, aku kesepian di kosan. Aku kan anak rantau, jauh dari orang tua.Selama di Jakarta, aku tinggal sendirian di kosan, sementara ibuku Bogor. Jarak antara Jakarta dan Bogor tidak begitu jauh, tetapi hanya sebulan sekali aku bertemu dengannya. Maklum, aku mahasiswa tingkat akhir. Bukan jarak yang menjadi kendala, melainkan waktu.Tangan Mas Hasyim bergerak mencubit pipiku pelan. Mas masih ada urusan lain. Hari ini weekdays, Mas cuma antar kamu pulang aja. Nanti, saat weekend, baru kita jalan-jalan berdua ya? Kamu mau ke mana aja, Mas turuti.Dengan bibir yang masih cemberut aku mengangguk pelan. Menuruti perkataan pria itu. Memang selama aku menjalin hubungan dengannya, kami hanya jalan-jalan seminggu sekali. Sisanya dia hanya mengantarku pulang ke kosan.Mobil Mas Hasyim melewati gedung berwarna biru dan putih. Gedung fakultas sastra. Gedung yang cukup besar di universitasku. Gedung itu tempat aku berkuliah. Hampir setiap hari aku melakukan aktivitas disana.Itu teman-teman kamu? tanya Mas Hasyim sambil menunjuk segerombolan mahasiswa yang sedang duduk di taman depan gedung.Aku mengangguk kecil. Iya. Habis nongkrong mereka. Paling sebentar lagi pulang.Kamu enggak pulang bareng teman-temanmu?Aku menggeleng. Mau sama Mas Hasyim aja. Kalau pulang bareng mereka aku dibonceng pakai motor. Kalau sama Mas Hasyim, aku naik mobil. Adem. Tinggal duduk, sampai di depan rumah. Dijajani es krim pula.Mungkin inilah salah satu kelebihan ketika menjalin hubungan dengan pria yang lebih dewasa. Ketika teman-temanku berproses untuk mendapatkan kendaraan yang nyaman. Sementara aku, tinggal menikmati kendaraan milik pasanganku.Naik motor lebih seru, ucap Mas Hasyim yang aku respons dengan gelengan kepala.Naik mobil lebih nyaman. Titik. No debat, ucapku tidak mau kalah.Mas Hasyim terkekeh sambil mengacak-acak rambutku. Ditengah perjalanan, aku enggak bisa diam. Aku terus bercerita bagaimana keadaan kelas hari ini, sementara Mas Hasyim menjadi pendengar.Oh, iya, dia berbicara ketika ceritaku sudah selesai, nanti hari Sabtu temani Mas ya? Ke acara pernikahan, ucapnya sambil memberikan undangan berwarna merah dengan bentuk amplop.Aku membuka undangan itu. Melihat nama mempelai, tempat, dan waktu resepsi. Teman Mas Hasyim banyak yang sudah menikah ya? aku melirik ke arah pria di sebelahku, Mas Hasyim nikahnya kapan?Belum sempat Mas Hasyim menjawab. Tiba-tiba ponselku berdering. Kontak Riko terpampang di sana. Aku terdiam sebentar, sebelum akhirnya mengangkat panggilan itu.Halo, Rik. Besok rapat Hima? aku langsung berbicara, padahal Riko belum mengeluarkan sepatah kata pun, iya, besok gue datang. Ini gue lagi di jalan pulang. Nanti gue telepon lagi ya. Bye.Aku mematikan panggilan itu dan memasukkan ponselku ke dalam tas. Aku enggak mau momen kebersamaan antara aku dan Mas Hasyim ada yang ganggu oleh siapa pun. Termasuk Riko.Riko. Ketua himpunan. Dia pasti mau ngajak rapat. Aku kan sekretarisnya, ucapku menjelaskan, oh iya, balik ke topik tadi. Mas Hasyim nikahnya kapan? tanyaku memancing. Aku enggak sabar mendengar jawabannya. Penasaran.Calon istrinya sibuk jadi budak organisasi, jawaban yang mampu membuatku langsung menyengir, kerjakan itu skripsi kamu. Jangan mengurusi acara terus, lanjutnya.Kalau semester ini skripsi aku selesai, aku langsung dilamar, Mas? aku menunjuk jari manisku, pakaikan aku cincin di sini ya?Mas Hasyim mengangguk. Langsung nikah gapapa.Senyuman lebarku langsung terbit. Serius? Langsung dinikahi? tanyaku excited.Iya. Selesaikan skripsinya. Setelah kamu sidang tertutup, Mas jemput. Kita langsung ke wedding organizer.Serius?! pekikku kencang.Iya. Langsung ke WO.Ga jadi beli es krim, Mas. Aku mau langsung pulang aja. Aku mau ngerjain skripsi. Biar cepat-cepat jadi istri orang.Semangatku langsung terpacu kencang.Ngejar skripsi, hadiahnya dapat suami.Siapa yang enggak semangat coba?!
Tersedia versi baca duluan!Terdiri dari:Part Ke-1 (Bersiap Memasuki Cerita)
Part Ke-2
Part Ke-3
Part Ke-4
Part Ke-5
Part Ke-6
Part Ke-7
Part Ke-8
Part Ke-9
Part Ke-10
Part Ke-11
Part Ke-12
Total 50 HalamanHanya dengan 16.000, kalian bisa akses seluruh part
Sudut Pandang Caca!Pembelian dapat melalui Karyakarsa File Ebook!
Komentar dinonaktifkan
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan