Episode Kedua

  Kedai kopi pukul sebelas malam, ada sebuah kepala yang berusaha menjadi sepasang tatkala hati yang sedang berjuang, ada lisan yang sedang bicara tatkala mata sedang berusaha menikam. Sebuah pesan kata yang kau sampaikan terlalu menyibukanmu sampai kau lupa pada jantung yang terlalu cepat berdegub, sebuah pencapaian yang kamu katakan tak pernah aku pedulikan , aku tau dirimu sudah elok tanpa harus penjelasan. jantungku mengguncang, matamu yang pertama kali menjadi penyebabnya, membuat kediaman menjadi bicara, Mulai bertanya tanya, apa rasa yang berwarna merah muda ini telah tiba? , jika benar, akan aku rawat hingga membesar walaupun konsekuensi kekecewaan sudah siap diluncurkan, jika bukan, "Akhh sudah lahh, aku hanya perlu membuatnya mengiyakan hati".

Sruuurp , kuteguk sebuah kopi yang semakin menghangat

 Sedemikian rupa sajian makanan sudah tepat berada di atas meja, mungkin hari harimu sekarang ini sudah banyak menguras tenaga sampai kau lupa pada masakan ibu yang luar biasa sedang menunggu pemiliknya, Tepat sudah aku berada di bangku banyak tanyak dengan sepasang lengan di atas meja, tetapi tak saling menggenggam, lengkap sudah menu untuk menghiasi malam, aku yang pesan minuman kau yang pesan makanan, menu yang sudah saling berpasangan, namun kau tak kunjung juga ku dapatkan. Aku paham, Kataku Tenang!, Aku tak selemah itu, memang menjadi pejuang butuh lelah yang harus di korbankan. Aku paham! tentang sebuah perjalanan untuk mendapatkan, ada metode tarik ulur sebuah rasa demi keseimbangan dalam kenyamanan, Matamu sudah mulai mensugestikan , hatiku mulai lupa terhadap luka yang pernah ada, kepalaku kembali hidup, lelah telah mati, jiwa kembali berkabung. Raga kembali sembuh.

 Meski aku tau , aku memang tidak mampu untuk menunggu, Keberadaanku juga tidak selalu punya waktu, pundak ini juga telah rapuh, aku memang tidak bisa menjanjikan bahwa semua hari harimu akan terus bahagia. demikian membuktikannya saja aku blum pernah, kalau saja aku di perbolehkan bicara; aku hanya ingin menyendiri di kepalamu, aku hanya ingin menjadi rumah bagi hatimu, aku hanya ingin menjadi tujuan dari setiap langkahmu, aku hanya ingin menjadi tangan yang mampu meringankan bebanmu, meski aku tak mahir menunggu tapi aku tau cara untuk bertahan , meski keberadaanku tak selalu punya waktu tapi setiap waktu aku selalu bisa mendoakan. Jasadku memang tidak selalu berada di sampingmu tapi ruhku akan aku pastikan selalu bisa mendampingimu, meski aku lemah, tapi aku suka berjuang keras, bila kau tak percaya, bolehkah aku untuk menunjukanya?, jika boleh biarkan diriku menemani hatimu , mengisi kepalamu, dan hidup bersamamu , tak perlu berlama lama cukup untuk setiap harinya saja. Namun jika semua itu terasa berat, izinkan aku menjadi tempatmu tergeletak, tempat yang sering kali kamu kunjungi ketika ragamu hancur dan jiwamu merasa lelah.

 Kopi mulai mendingin begitu juga dirimu. Hey! Jangan terlalu cepat untuk mengajak pulang, kita blum seatap, aku masih mau mendamba sosok lucu di hadapanku, aku tau ini sudah larut, aku juga paham memang tidak baik jika perempuan pulang sampai larut', tapi bagiku kau tetap baik meski pulang sampai larut, selagi itu sedang bersamaku, seegois itu aku mendambamu apapun menjadi kebaikan bila bersama, seegois itu sebuah rasa, sampai aku lupa ada kedua orangtua yang sedang cemas menunggu putrinya , seegois itu kita, kamu mengajak pulang aku meminta bertahan.

Baiklah!.

 jika rasa ini nyata biarkan aku memberinya pupuk terindah agar kelak jika sudah berbuah akan terasa manis dan tidak membusuk di makan usia. Jika berjodoh akan aku pastikan akan ada pertemuan kesekian, Bagaimanapun bentuk bumi, setua apapun dunia semua asumsi akan tetap sama, bahwa semua ini dekat dan sempit. Jika kebetulan adalah takdir yang sewaktu waktu bisa berubah, aku harap ini adalah kenyataan dari kodrat sang maha baik. agar kelak aku bisa menjadi kita sebab adanya kamu.