NIRNESIA: Sebuah Dokumen Rahasia

1
1
Deskripsi

Menceritakan pemuda cupu di negeri bobrok bernama “Nirnesia” yang berambisi mengungkap pembunuh orang tuanya, namun justru diperjalanan, ia menemukan dokumen rahasia negeri yang menjadi penyebab kebobrokan negeri Nirnesia. Isi dokumen tersebut cukup kompleks.

NASKAH 1: HEADLINE SURAT KABAR

“……… Dengan pertimbangan tersebut, maka sodara divonis Mati!” Seorang hakim memukulkan palu sidang sebanyak tiga kali.

Sontak suasana persidangan menjadi ramai, dan riuh. Wartawan masuk dan mewawancarai Andreas. Seorang jenderal berbintang yang disinyalir terbukti menjadi backing narkoba, penggelapan, dan berbagai kejahatan kemanusiaan yang terjadi di negeri ini. Negeri adat kecil bernama Nirnesia. Wilayahnya sekitar seperlima puluh dari negeri matahari terbit Jepang. Penampakannya mirip sekali dengan Indonesia di Asia.

Negeri yang teramat bobrok dengan pelbagai fenomena aneh didalamnya. Fenomena tentang kejahatan kemanusiaan hingga kejahatan kealaman.

**

Eja Tanda Semesta (Eja) menjadi salah satu makhluk di Nirnesia. Dimana semua hal busuk bisa dilakukan disini, asal jangan sampai ketahuan. Negeri ini menjadi negeri dengan korupsi terbanyak di dunia, sampai-sampai datanya gak bisa dipublikasikan karena bisa memancing amarah orang. Kapitalis banyak yang sewenang-wenang, pejabat sering jual beli kekuasaan dan seterusnya dan seterusnya.

 “Eja ayo mandi!” Dari depan rumah, seorang ibu meneriaki anaknya.

“Iya bu, santai saja! Gak mandi aku juga tetap ganteng.” Sahut seorang remaja dua puluh tahun, Eja, rebahan diatas kursi kayu yang panjang, yang selain menjadi manusia, ia juga merangkap menjadi pemalas, cupu dan penikmat adiksi ponsel.

“Kamu itu, sudah besar, mandi saja masih disuruh-suruh” Ibu Eja lewat membawa jemuran yang sudah kering, menyindir anaknya yang masih rebahan. Tapi sindiran Ibu Eja seperti ucapan para motivator di seminar-seminar, masuk ke kuping kanan, transit sebentar di otak dan cus ke kuping kiri. Keluar tanpa bekas.

Sore itu menjadi sore yang menyenangkan, sekaligus membosankan. Eja seharian hanya melihat sosial media. Melihat video dagel dan humor meski sudah gak lucu lagi, juga melihat konten kreator-konten kreator membuat postingan seperti biasa. Bersama pacar di hotel, berjoget-joget vulgar di depan umum, prank-prank gak jelas kepada sesama teman hingga orang tua, sampai ada orang pelukan sama tiang sepanjang hari. Iya! Ini karena dia mabuk! Dan dijadikan konten. Dan tak lupa, Eja sedikit menulis.

Eja yang cupu, hanya menghabiskan waktu dengan hal-hal yang hampir gak berguna, kecuali aktivitas menulis . Seperti biasa, ia akan terlihat sangat berhasrat untuk bermalas-malasan, karena jika ia berkumpul dengan teman-temannya, mungkin ia hanya menjadi badut. Eja adalah remaja biasa, remaja pada umumnya, cenderung cupu dan menjadi korban bully di lingkungannya.

Eja yang menikmati konten di internet teramat kelihatan mengidentitaskan diri dengan kondisi sekarang yang cukup kacau, internet yang menjadi konsumsi utama para remaja diisi konten-konten gak jelas, gak mendidik dan cenderung berisi pembodohan, laris dengan penonton berjuta-juta. Dan, ini sudah menjadi hal yang normal.

Kontaminasi konten-konten internet membuat remaja seperti Eja memiliki kebiasaan buruk yang berubah menjadi kebobrokan yang “diwajarkan”.  Minuman keras sudah menjadi teman ngobrol, omongan kotor menjadi bahasa kebanggaan, buang sampah sembarangan gak apa-apa, buang air kecil sembarangan gak masalah dan, buang kucing juga silahkan. Bahkan, banyak orang tua yang cuma dipanggil nama, tanpa “Pak” atau “Bu”. Bahkan bisa jadi, ada satu kehidupan lain di negeri ini yang lebih parah dari yang terlihat, tapi entahlah, mungkin nanti semuanya akan terungkap. Yang spesial dari Eja si remaja cupu, meski terkontaminasi konten-konten busuk di internet, Eja memiliki satu hal baik, ia sangat menghormati ibunya, disaat remaja yang lain durhaka, yang tega membuang orang tua saat mereka sudah tua. Mengenaskan.

Saat ini, Eja tinggal bersama si Ibu dan Ayahnya, di suatu kota bernama Kant. Ibu Eja bekerja sebagai pekerja 24 jam dan sibuk dan tidak digaji dan berat pekerjaannya. Ibu rumah tangga. Ayah Eja, bekerja sebagai buruh di satu pabrik daur ulang sampah, beliau bekerja dengan sangat keras.

Kembali menyoal mandi, keputusan yang diambil Eja adalah mandi jam tujuh malam, bukan karena termotivasi dari sindiran sang Ibu, namun karena jam delapan Eja akan bertemu Rina dan Reyhan. Yah, sama saja, beliau berdua ini juga gak kalah malas dengan Eja. Nongkrong, menghabiskan banyak waktu untuk membahas kehidupan, mulai dari perbincangan cinta, hingga perbincangan perang rusia dan ukraina. Maklum, Eja besok akan berangkat kuliah, jadi gak asik kalau malam ini gak bertemu Reyhan dan Rina, duo “R” itu adalah teman ghibah, teman gosip, dan teman mabuk Eja. Meskipun, mereka berdua juga sama-sama cupu seperti Eja.

 “Guys, kalian pernah mikir gak sih? Kita tiap hari kayak gini, masa depan mau jadi apa?” Eja bertanya ke Rina dan Reyhan.

“Kalau gue sih pengen jadi pengusaha sukses Ja, banyak duit dan gak usah kerja lagi” Sahut Rina.

“Nah kalau gue beda lagi nih, gue pengen jadi artis yang bisa gonta-ganti cewek. Asik juga tuh kayaknya.” Reyhan menyahut juga.

“Mana bisa, kalau kita tiap hari cuma santai-santai tanpa persiapan masa depan?” Eja bertanya balik.

“Dih apaan sih Ja, sok asik lo! Sok-sokan mikir masa depan, masa depan aja gak mikirin lo!” Rina menghisap sebatang rokok putih.

 “Iya juga ya, kenapa gue jadi sok asik gini!” Eja menggaruk kepala.

Obrolan dilanjutkan sampai pagi, Reyhan dan Rina habis satu botol arak, sedangkan Eja, ia sebenarnya juga suka mabuk, tapi, karena ia tau jika ia mabuk ibunya marah, Eja gak mabuk kalau ada di kota Kant.

**

Semalaman telah berlalu, pagi hari di kota Kant, cukup panas. Efek rumah kaca bekerja, membuat seisi kamar Eja yang terbuat dari kayu menjadi seperti sauna. Eja berkeringat. Ah mantap! Ini berkah dan nikmat, bisa berkeringat tanpa olahraga!

“Eja! Bangun! Sudah jam sembilan loh” Ibu Eja berteriak. Mengagetkan.

“Hah? Serius bu?” Eja kaget. Segera ke kamar mandi. Berlari, lepas baju dan byur…!

Ibu memang alarm terbaik. Padahal, sekarang masih jam tujuh tapi untuk membangunkan Eja, bilangnya jam sembilan. Keren.

“Bu! Ibu mencuci, air bilasan cuciannya belum dibuang?” Teriak Eja dari dalam kamar mandi yang tempat menaruh airnya cuma pakai ember.

“Iya Ja!” Jawab Ibu Eja dari dapur, masih sambil membuatkan kopi untuk anak kesayangan satu-satunya.

“Yah, aku mandi pakai air ini Bu!” Eja teriak dengan penuh kekecewaan dan penyesalan.

“Ha ha ha, kok bisa?” Ibu Eja tertawa.

“Yah, kan ini jam sembilan bu, aku gugup dong!” Eja membuang air bekas bilasan cucian dengan kondisi tubuh yang sudah tersiram beberapa gayung dengan air itu.

“Ya sudah, di ganti saja airnya. Oh iya, ini masih jam tujuh kok, jadi santai saja, Ja.” Ibu Eja masih tersenyum-senyum.

“Yah, Ibuuuuu!” Si cupu itu, berteriak. Lucu.

Pagi ini Eja siap berangkat ke kampusnya, Universitas Pasti Lancar Usaha Kita (UPLUK) di kota Bama, kota yang cukup besar, yang terkenal sebagai pusat pendidikan negeri ini, yang terletak 150 km dari kota Kant. Sayangnya, banyak kabar bertebaran, jika disana sering terjadi pembunuhan misterius, dengan berbagai cara. Tapi, siapa yang peduli? Gak ada!

Eja berkuliah di kampus UPLUK menjadi mahasiswa semester dua di fakultas pendidikan, ia berkuliah dengan beasiswa orang tua, yang artinya ia bisa masuk kampus dengan cara yang biasa, gak spesial, gak ada privilege gak ada beasiswa. Dan sayangnya, Eja merasa salah jurusan. Tapi gak apa-apa, masuk di fakultas pendidikan adalah impian orang tua, pokoknya apapun kalau alasannya adalah orang tua, Eja mau.

“Hati hati ya Ja!” Ibu Eja menyaksikan anaknya naik motor berkopling. Sering mogok, tapi masih kuat kalau cuma 150 km. Meskipun cupu, Eja sebenarnya memiliki sisi maskulin yang tinggi, badannya bagus, bisa berkendara motor kopling, tetapi, mentalitas gak sesuai dengan itu. Eja, tetaplah cupu dan pengecut.

“Iya bu, Eja berangkat dulu ya” Eja mulai menyalakan motor. Dan gas! Eja perlahan dan semakin cepat meninggalkan sang malaikat tak bersayap itu.

Sepanjang perjalanan ke kampus UPLUK, seperti biasa, Eja mendengarkan musik melalui earphone murahnya. Namun, sesekali ia mendengarkan podcast.

Perjalanan pemuda tinggi agak kekar itu cukup lancar, gak ada yang menjadi kendala berarti. Namun dalam pikiran, Eja terus merenungi kehidupannya.

“Sial! kehidupan macam apa ini, kenapa artis-artis yang cuma berkegiatan sehari-hari aja diberitakan, kenapa pejabat banyak yang korupsi dan ban mobil itu harus bundar? Eh mikir-mikir soal ban, bukankah kehidupan itu katanya bisa berputar kayak ban, bisa diatas dan bisa dibawah? Tapi, kok gue ngerasa kehidupan ini berhenti ya, kapan gue bisa ada di atas. Lah, ini kan gue masih di atas, di atas motor.” Gumam Eja. Melihat mobil yang melaju pelan didepannya. Eja tertawa sendiri.

Eja mampir pada kilometer ke seratus untuk beristirahat, ia berhenti di warung, bukan café keren tentunya, hanya warung angkringan pinggir jalan. Eja mendinginkan mesin motor sekaligus memesan kopi untuk suap kepada matanya agar gak mengantuk setelah semalaman begadang bersama duo “R” Rina dan Reyhan. Oh iya, jangan lupa air putih juga agar tetap bisa fokus dalam perjalanan.

Uang Eja gak terlalu banyak, hanya cukup persediaan satu bulan dari ibunya. Jadi kalau lapar, makan seadanya saja.

“Punya uang? Buat bayar kopi ini, sama nasi kucing satu bungkus” Tanya bapak tua berbaju lusuh kepada Eja. Dengan tampilan agak sangar, tatapan bapak itu tajam.

Eja terdiam, hanya bingung. Pasalnya, uang Eja gak banyak, tapi kalau cuma buat bayar kopi bapak itu, cukup lah.

“Hei, punya gak? Kalau gak punya gak apa-apa.” Tegur bapak tua itu.

“Sialan nih bapak tua. Udah minta, malah bentak” Dalam hati Eja bicara.

“Hei!” Bapak tua itu kembali menegur!

“Eh iya pak, ini ada.” Eja memberikan sejumlah uang. Eja kaget.

“Terimakasih ya!” Bapak tua mengambil uang, memberikannya ke penjaga warung, menatap Eja sebentar dan keluar melanjutkan perjalanan, jalan kaki.

Nurani Eja masih tersisa, rasa sosial Eja juga tinggi, meski terkadang menggerutu, di belakang. Gak apa-apa sih, toh para pejabat di negeri Eja juga masih demikian. Kalau di depan rakyatnya manis banget kayak penyakit gula tapi kalau dibelakang keruk harta dan korupsi sebanyak-banyaknya.

Apapun itu, Eja diajari orang tuanya untuk baik ke orang yang lebih tua.

Dan akhirnya, mesin motor Eja telah dingin, saatnya lanjut perjalanan.

**

Perjalanan yang cukup lancar, huh, akhirnya sampai juga di kost. Istirahat sebentar, satu jam lagi pergi ke kampus UPLUK untuk berkuliah. Perjalanan cukup melelahkan. Mungkin kebanyakan mahasiswa seperti Eja, juga demikian. Merasakan pulang dan berangkat dari rumah ke kampus yang jaraknya ratusan kilometer. Untung saja ada orang baik yang punya ide indekos, jadi mahasiswa seperti Eja gak perlu lagi pulang pergi dari rumah ke kampus ke rumah lagi.

Meski di negeri ini bobroknya minta ampun, Eja memiliki passion yang diwariskan dari ayahnya. Ia suka menulis. Jadi, seringkali ia mendokumentasikan hal-hal menarik melalui tulisannya. Ini yang menarik, meskipun ayah Eja merupakan seorang buruh, namun soal sastra dan filsafat, beliau sangat suka. Sebenarnya, ayah Eja bisa bekerja sebagai pejabat, namun beliau tahu kalau di negeri ini, jadi pejabat kalau gak korupsi ya bisa-bisa mati. Seiring perjalanan, pasti terungkap mengapa pejabat menjadi status yang menakutkan di negeri Nirnesia.

Jelas, skill menulis Eja masih rendah, karena ia gak suka membaca. Berbeda dengan tulisan ayahnya, yang akan membuat kagum orang ketika membacanya.

**

Suatu waktu, koran elektronik menerbitkan berita dengan headline, “Negeri Bobrok Pecinta Mafia”. Tulisan ini menyulut siapapun pejabat yang membaca. Bahkan, para pejabat rela membayar agar berita itu dibatalkan pengunggahannya. Memang berhasil dibatalkan atau di takedown. Namun terlambat, berita sudah menyebar. Masyarakat sudah membaca.

Isi tulisan tersebut sebenarnya hanya opini dari seseorang yang gak dikenal namanya. Ia menyebutkan bahwa pejabatlah biang dari kemiskinan dan kualitas negeri yang di bawah rata-rata, sampai-sampai dunia gak mau mengakui kalau Nirnesia ada. Tetapi dengan argumen yang cukup kuat, seakan tulisan tersebut menyadarkan beberapa orang tentang asbabun nuzul Nirnesia menjadi negeri yang terbelakang.

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Pikir dan Juang “Sebuah Diskursus tentang Mati, Rindu dan Hidupnya Sastra"
0
0
"Dalam buku yang menginspirasi ini, penulis mempersembahkan suatu perspektif baru dalam menghidupkan kembali dunia sastra. Buku ini mengajak pembaca untuk memahami bagaimana diskursus - yaitu cara kita berbicara dan berpikir tentang eksistensi sastra - sehingga dapat mempengaruhi cara kita memahami dan menghargai karya sastra.Melalui pembahasan yang mendalam dan analisis yang tajam, buku ini akan mengungkap spekulasi jika sastra mati, tentang kerinduan terhadap sastra yang indah dan relasi literasi untuk menghidupkan sastra.Melalui buku ini, pembaca akan memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai bagaimana diskursus dapat memengaruhi cara kita memahami dan menafsirkan sastra, serta bagaimana kita dapat membangun kembali makna sastra melalui diskursus yang lebih inklusif dan kreatif. Buku ini menjadi pemantik bagi siapa pun yang ingin menghidupkan kembali kebermaknaan dunia kata-kata.”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan