
Apakah yang harus dilakukan seorang suami jika istrinya tak ada getaran cinta lagi padanya jiha tidak ada getaran sayang pada buah hatinya?
Haruskah menerima kembali mantan istri yang minta rujuk?
Memang ada istri yang tega meninggalkan suami dan anaknya? Bukankah selama ini justru suami yang berpaling?
~ Suami Kedua Mutiara Timur ~
Empat tahun sudah aku tak ke mana-mana. Maksudnya, keluar kota untuk berlibur. Bukan takut karena tak punya duit untuk plesir melainkan melainkan karena belum move on setelah ditinggal istri yang kehilangan getaran cinta padaku dan getaran sayang pada anak yang pudar karena kepincut lelaki yang lebih muda.
"Aku tak ingin menyakiti perasaan Abang lebih lama. Aku tidak menuntut apa-apa. Aku keluar rumah hanya dengan pakaian dan perhiasan yang ada padaku saja."
Mantan istriku mengatakan itu tahun lima lalu. Aku meminta maaf padanya, jika belum bisa membahagiakan. Tapi, aku membujuknya tidak meninggalkan anak-anak.
Cinta Senja, Fajar Menjelang, Juwita Malam, ketiga buah hati tak mampu menahan bundanya, Mutiara Timur, perempuan yang telah menjadi istriku sejak dua puluh dua tahun silam.
"Kalau adik tak sayang padaku lagi, aku tak bisa memaksa. Kita boleh berpisah tapi tetap satu rumah. Anak-anak adalah segalanya. Apa yang mereka rasakan jika menyaksikan orang tuanya berpisah?" Aku mencoba membujuk istriku.
"Cinta, Fajar, Juwita, anakku Bang. Mereka lahir dari rahimku. Aku menyayangi mereka. Yang berpisah itu kita. Bukan kita dengan mereka."
Aku tidak bisa memaksa. Urusan cinta standarnya lebih banyak perasaan dari pada pikiran. Banyak ikhtiar yang sudah kulakukan untuk mempertahankan rumah tangga ini agar tak tenggelam. Tapi apa daya, jika kepadaku MT --- begitu kadang aku menyebut Mutiara Timur berkata, "Biarkan aku menjalani hidup bersama Krisdiyanto."
Krisdiyanto adalah sahabat MT saat SMA. Rupanya, reuni mereka tempo hari tidak cukup sekali, sebab cinta MT pada Kris terulang lagi.
Kami berpisah lewat pengadilan. MT yang menggugat. Aku tak pernah mau hadir. Melalui proses panjang, gugatan MT diterima.
Di mana MT sekarang, aku tak tahu dan tidak juga akan mencari tahu. Apakah mereka nikah resmi atau di bawah tangan, hanya mereka yang tahu.
Ketiga buah hati memilih tinggal bersamaku. Mereka sempat syok dan marah pada ibunya. Aku melarang mereka berkata kasar apalagi bertindak bodoh.
"Hormati ibumu. Kamu lahir dari rahim dia. Diasuh dan dibesarkan oleh dia."
Ketiga anakku akhirnya mengerti dan Masya Allah, sayang mereka padaku meluap-luap bagai gelombang laut pantai selatan.
Anak keduaku, Fajar Menjelang pernah menyatakan persetujuannya jika aku ingin menikah tapi ditentang kakak dan adiknya.
"Kasihan Bapak. Kalau kelak kita sudah berkeluarga, apakah kita masih bisa merawat membantu Bapak?" kata Fajar.
"Kalau perlu aku tak menikah, demi mendampingi Bapak," kata Cinta Senja.
"Aku juga," sela Juwita.
Mataku basah. Dadaku sesak. Ketiganya mendiskusikan hal itu di depanku sendiri, usai santap malam.
Fajar tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya. Dia menghampiri dan memelukku. Cinta dan Juwita lalu berbuat serupa. "Ya Allah, lindungi ketiga anakku."
*
Usiaku sudah 46 tahun. Fajar sudah selesai kuliah . Dia sarjana program studi manajemen bisnis dengan prediket cum laude. Ia tak memanfaatkan ijazahnya untuk melamar kerja, baik di pemerintahan pun perusahaan.
Dia memilih berbisnis mandiri. Dia pengepul ikan laut dari nelayan dan Alhamdulillah dikenal hampir semua pedagang ikan di tiga pasar besar di kotaku.
"Nelayan adalah mitraku. Alhamdulillah, mereka menganggap aku adalah juragan yang selalu memberi harga terbaik," kata Fajar Menjelang bangga. Para pedagang ikan pun selalu membeli ikan pada Fajar karena pasokan ikan dari Fajar selalu terjaga dengan baik kesegarannya dengan harga miring dibanding juragan ikan lainnya. Dia juga pengusaha warung kopi ternama di Samarinda.
Fajar belum menikah, padahal hidupnya sudah lumayan mapan. Punya rumah hasil keringatnya tapi tak pernah ditempati, karena selalu tidur di rumah tempat dia lahir dan dibesarkan.
Cinta juga belun menikah. Ia sarjana Farmasi dan punya apotik sendiri. Jika kutanya, tidak adakah pria yang menyukaimu?
"Banyak, Pak. Ada pengembang. Ada polisi, tentara, PNS dan dokter."
"Lalu, tunggu apalagi?"
"Nanti kalau ayah sudah menikah. Syaratnya hanya satu, janda. Kalau bisa yang belum punya anak."
"Jangan yang perawan, nanti susah kami menyebutnya sebagai ibu karena pasti usianya tak jauh beda," timpal Juwita Malam.
Kami masih menempati rumah yang dulu. Sudah berubah banyak bentuknya. Rumah ini tidak terlalu besar tetapi setiap orang punya kamar tidur sendiri.
Jika hari libur, kami sering masak rame-rame lalu makan di pekarangan samping dengan taman yang indah. Di situ ada telaga mini buatan, dengan aneka tanaman bunga yang menghiasinya. Di bawah pohon angsana yang rimbun, tersusun indah pot-pot anggrek yang rajin berbunga, terutama dendrobium. Ada catteliya dan vanda juga di situ.
"Kalau ayah menghendaki kami menikah, sesungguhnya kami sudah punya pilihan tapi ayah sudah punya pilihan?"
"Ada. Satu."
"Siapa? Kenalkan dulu pada kita, Yah."
"Tuh," kataku sambil menunjuk sekuntum anggrek bulan yang sedang mekar.
Ketiga anakku tertawa
Aku lalu balik menasihati mereka.
"Menikahlah kalian dengan siapa pun pilihan kalian. Syaratnya, kalau bisa jangan sesuku."
"Kok bisa begitu?"
"Misalnya nih, Cinta bersuamikan orang Minang, Fajar dengan orang Purworejo dan Juwita dengan Ambon."
"Tidak bisa. Siapa yang ngurus ayah di sini. Jauh banget dari Samarinda."
"Ada alasannya. Pertama, bibit unggul itu biasanya lahir dari perkawinan spesies yang berbeda. Kedua, biar kalian menjadi aset bangsa yang berwawasan ke-Indonesiaan. Ketiga, Masa tuaku jika Allah memanjangkan usia dan sehat, ingin berkelana di alam Minang dan Sumatera yang panoramanya indah. Ayah ingin mengunjungi air terjun di seputaran Jawa dengan home base di Purworejo dan ingin menikmati keindahan pantai rayuan kelapa di daerah pesisir Timur dan home base-nya di Ambon manise."
Ketiga anakku melongo. Mulutnya ternganga. Oh ya, aku tidak menceritakan bahwa Mutiara Timur, mantan istriku sudah setahun belakangan ini berkali-kali minta untuk rujuk.
Suaminya sekarang, Kris, telah di-PHK karena pengurangan karyawan karena pandemi. Kris, kepala satpam di perusahaan batu bara yang nyaris bangkrut. Setahun lalu, Mutiara Timur bercerai dengan Kris, lelaki dengan banyak tato di kedua lengannya, berbadan tegap namun kini sakit-sakitan.
Keinginan Mutiara Timur untuk rujuk tak kuceritakan pada ketiga anakku. Selain itu, anggrek bulan di samping rumah, jauh lebih menawan.***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
