Yang Melambung Yang Terhempas

0
0
Deskripsi

Bab 3  Cewek Setengah Bule

Tapi saat ketemu di sekolah, Jimmy heran dengan sikap Sarah yang acuh dan sombong . Dan ternyata selama ini Sarah aktif di Sispala. Berarti dia dekat sama Johan, saudaranya? Karena sudah kesengsem sejak pandangan pertama, Jimmy makin penasaran mencaritahu tentang cewek itu.

 

Saat Jimmy berada di kantin, sekelebat bayangan Sarah muncul di depan kantin bersama temannya, tapi nggak lama setelah itu hilang. Kemarin waktu di perpus dia melipir di antara rak-rak buku begitu  tahu dia juga berada di dalam ruangan itu. Waktu di lapangan saat pelajaran olah raga, ia melihat sosok tinggi langsing dengan rambut coklatnya yang dikepang itu keluar dari ruang guru dengan membawa setumpuk buku. Dia juga berlagak nggak melihatnya. Jalannya cepat saat melewati gerombolan teman-temannya yang bersuit-suit menggodanya. Kenapa ia seperti menghindarinya? 

Jimmy masih termangu sambil memegang gelas es tehnya. Terbayang saat mereka berada di café dan makan es krim sambil ngobrol dengan akrab. Apa peristiwa itu tidak berarti apapun bagi Sarah? Tidak sadarkah Sarah dirinya banyak didekatin cewek-cewek. Tapi dia tak bergeming dan tak pernah menanggapi perhatian mereka. Dan ia  juga tak pernah sekalipun memperlakukan cewek manapun seperti ia memperlakukan Sarah. 

Ia berpikir akan nyamperin ke kelasnya. Namun setelah berpikir-pikir sambil menimbang-nimbang, nampak gelengan di kepalanya. Ia harus menahan dirinya. Kehadirannya ke kelas Sarah pasti akan membuat heboh seisi kelasnya dan akan langsung memunculkan kabar santer tentang kedekatannya dengan Sarah. Ada yang suka, tapi pasti banyak yang nggak suka. Dia sih tidak masalah jadi bahan pergosipan. Tapi Sarah?

Deva yang tadi bilang mau ke toilet sebelum ke kantin muncul dan duduk di sebelahnya. Biasanya mereka bertiga. Dino ijin nggak masuk sekolah hari ini karena nungguin mamanya yang tengah operasi usus buntu di rumah sakit. 

“Jim, kamu nggak makan?” tanya Deva.

“Nggak.”

“Kamu enak. Mama kamu nyiapin sarapan tiap hari. Mami aku boro-boro.”

“Kalau nggak sarapan, mamaku pasti ngomel-ngomel. Pokoknya sarapan itu kudu dan wajib hukumnya.”

“Aku ngebayangin kalian sarapan rame-rame. Aku bener-bener ngiri. Kadang-kadang aku nyesel dilahirkan sebagai anak tunggal.”

“Tapi kamu, kan pewaris tunggal perusahaan papi kamu?”

“Ah, aku belum mikir apa-apa tentang perusahaan. Aku mau puas-puasin dulu main band. Aku juga belum punya pikiran mau kuliah jurusan apa dan di mana.”

“Aku juga. Bisa kuliah apa enggak juga aku nggak tahu.”

“Mosok iya kamu nggak kuliah, Jim? Kamu bisa ngajukin beasiswa.”

“Dapat beasiswa tetep saja harus bayar.”

“Iya, sih, mana ada yang benar-benar gratis?”

Tak lama datang pelayan membawakan soto ayam pesanan Deva. Deva langsung menyantapnya sambil sesekali menggigit kerupuk, sesekali pula meneguk es jeruknya.

“Kalau kamu nggak kuliah, nanti aku rekomendasikan kerja di perusahaan papaku,” janji Deva dengan serius.

“Di Bandung?”

“Iya,”    

“Tapi kalau cuma lulusan SMA mana bisa? Jaman sekarang orang kerja bukannya harus lulus sarjana?”     

“Aku yakin papaku nggak akan keberatan nerima kamu kerja. Yah, siapa tahu kita tinggal sekota lagi dan bareng-bareng nge-band lagi, Jim?” 

“Emang kamu setelah lulus mau langsung pindah ke Bandung?”

“Iya. Orang tuaku benar-benar akan bercerai setelah aku lulus nanti. Dan aku ikut papaku. Ke Bandung.”

Jimmy menatap nanar sahabatnya. Hatinya miris oleh cerita yang barusan ia dengar. Herannya, kenapa Deva begitu tenang dan santai selama ini seolah tak ada sesuatu yang terjadi. 

”Aku sudah muak melihat mereka berantem. Rasanya seperti di neraka setiap kali mendengar terakan-teriakan mereka dan melihat barang-barang beterbangan di ruangan dan pecah berantakan di mana-mana,” Deva menghela nafas seraya mengeluarkan uneg-unegnya.

Jimmy tertegun. Sungguh, baru kali ini ia mendengar sahabatnya itu mengungkap keadaan keluarganya yang sesungguhnya. Sejenak ingat keadaan rumah Deva yang besar dan mewah dengan beberapa pembantu yang merawat isi rumah dan melayani Deva yang selalu dirudung rasa sepi. Sangat beda dengan keadaan rumahnya yang kecil dan sempit serta tak ada perabot yang berbau mewah dengan penghuni sebanyak lima orang yang ramai setiap hari.

“Kamu hebat bisa melewati semua itu seorang diri, Dev. Aku nggak bisa membayangkan kalau aku mengalami hal seperti itu.”

“Musik telah menyelamatkan aku.  Dengan bermain musik membuatku mengabaikan semua yang terjadi padaku. Untung kamu mengajakku main band. Kalau nggak, aku juga nggak tahu apa yang terjadi padaku.”

“Aku main band untuk cari uang dan untuk nambah uang sakuku. Sementara kamu nggak ada artinya uang recehan yang didapat dari main band.”

“Tapi aku bahagia, Jim, aku juga bangga pada diriku sendiri.”

“Syukurlah, aku senang kamu bisa mengalihkan kesedihanmu dengan main musik.”

“Pokoknya kalau kamu buruh sesuatu bilang aja, Jim. Kalau kamu butuh pekejaan, misalnya, atau apapun,” kata Deve lagi.

“Iya. Nanti akau pikir-pikir dulu,” Papanya bertekad akan nguliahin mereka bertiga. Mau habis berapa duit kalau dia, Sashi dan Johan barengan kuliah? Kalau papanya direktur, mungkin saja. Tapi papanya cuma karyawan biasa? Jimmy menggeleng-geleng, meloloskan tawa kecut barengan helaan nafasnya menyadari kenyataan itu.

Deva sahabat yang baik. Bukan semata-mata dia suka sama Sashi, kembaran Jimmy kalau dia nawarin pekerjaan di kantor papanya. Tapi dia memang baik. Selalu memberi semangat dan solusi saat temannya sedang down dan hilang harapan. 

Jimmy mengaduk-ngaduk es tehnya, lalu meneguknya perlahan. Suasana kantin masih ramai. Beberapa kali ia membalas teguran dan sapa dari beberapa siswa cowok maupun cewek yang baru datang maupun yang pamit keluar kantin.

“Jim, kamu inget cewek yang kamu tabrak kemarin? Cewek yang kamu bilang setengah bule itu?” tanya Deva seraya mengganti topik obrolan.

“Iya,” jawabnya antusias.

 “Dia anak baru. Tahu, pindahan dari mana,” Deva ingat informasi itu.

“Oya?” Jimmy baru tahu itu.

“Dia tinggal di kelas IPS-5,” tambahnya

“Iya, dia bilang gitu kemarin.”

“Dan dia ikut pecinta alam. Johan pasti kenal dia.”

Jimmy terperangah. “Johan?”

“Iya, saudara kamu. Emang Johan nggak pernah cerita tentang anak bule itu?” Deva tertawa melihat sahabatnya tercengang-cengang. Bisa dibayangkan sampai rumah dia pasti langsung menginterogasi saudaranya habis-habisan.

 “Enggak, tuh!” jawabnya sambil kepalanya tergeleng. Heran, kenapa Johan nggak pernah cerita? Nggak pernah sekecappun menyinggung kehadiran anak baru yang kemudian masuk ke dalam kelompok Sispala di sekolah. Dia, kan ketua Sispala di sekolah saat ini? Johan sadar betapa menariknya cewek itu.Tidakkah Johan tertarik padanya? Kepalanya mengangguk samar dan hatinya tidak sabar untuk bertemu Johan dan mengorek informasi tentang Sarah. Siapa dia ? Di mana rumahnya? Apa dia punya pacar? Berapa nomor handphone-nya? 

Deva meletakkan sendok dan garpu, lalu mendorong mangkok kosongnya ke tengah meja. Setelah itu tangannya menyambar es jeruk dan menghisapnya lewat sedotan dengan penuh nikmat. “Ngapain cewek cantik-cantik ikutan pecinta alam, sih?” komentarnya seolah bergumam pada dirinya sendiri.

“Iya, aku juga heran,” 

 “Kamu kayaknya kesengsem sama cewek itu, Jim? Jangan-jangan nggak cuma motor kamu yang nabrak. Tapi juga hati kamu yang ikut ketabrak cewek itu,” cetus Deva sambil menggigit sedotannya dan tak berhenti mengawasi sahabatnya. 

“Kamu bisa aja,” tawa Jimmy seperti tak mampu berkelit dari tuduhan Deva.

“Serius, Jim! Kamu jatuh cinta sama cewek bule itu?” 

“Nggak tahu,” Jimmy tersenyum samar menatap isi gelasnya seraya berpaling dari tatapan Deva. 

“Wah, bakal banyak cewek patah hati, deh. Jiaahh. Pokoknya good luck, deh!”

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Sekeping Hati Ai
0
0
Bab 3  Teman KecilAi mendapat pesan di handphone dari seseorang yang ternyata teman kecilnya dulu. Namanya Ilham. Mereka berpisah sebelum lulus sekolah dasar, saat papanya Ilham ditugaskan ke Batam. Ilham nggak mengatakan dengan jelas dia di mana sekarang. Tapi Mita sahabatnya ternyata kenal sama Ilham dan mengatakan kalau rumah mereka berdekatan.  
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan