
Aldy terang-terangan menunjukkan ketertarikan pada Nikita, begitu juga sebaliknya. Tetapi, pendekatan keduanya tidak berjalan mulus karena Rendy berbuat onar.
Bab 6
Nikita membaringkan tubuh di ranjang dengan ponsel digenggaman tangannya.Beberapa kali mengecek notif, berharap orang itu akan menghubunginya.
Sudah sejam berlalu Nikita menunggu janji orang itu. Janjinya sih mau telfon tapi boro-boro telfon, chat saja tidak ada sejak tadi siang.
"Mungkin sibuk kan udah kelas dua belas, jangan manja Tata." gumam Nikita berulang kali menenangkan perasaannya.
Nikita kembali membuka aplikasi hijaunya, melihat pesan yang beberapa jam lalu dia kirim pada cowok itu.
Aldi❤
Nikita: Sore kak,udah pulang?
"Di read aja enggak?Sibuk banget mungkin." Nikita kembali meletakkan ponselnya dengan perasaan gelisah.
Apakah sesibuk itu sampai membalas chat sekali aja nggak bisa?-batin Nikita
Setidaknya cukup kabar kalau sedang sibuk, itu jauh lebih menenangkan perasaan Nikita.
Untuk kesekian kalinya Nikita menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Tapi percumah, rasa gelisah itu masih mengganjal di hati.
"Bosen." Nikita mencebikkan bibirnya, "Gangguin abang aja seru kali ya?"
Kejahilan Nikita kumat lagi, kasihan Darrel selalu jadi korban ketengilan adiknya.
Kamar Darrel tepat bersebelahan dengan kamar Nikita, sedangkan kamar Natasya dan David berada di ujung agak jauh dari kedua anak kembar itu.
Dulu saat Darrel bertanya alasannya, dengan tampang tidak berdosa David menjawab, 'Biar kalau ena ena nggak kedengeran'. Langsunglah Darrel kicep nggak tau mau balas komentar apa, mana Nikita terus-terusan bertanya apa itu ena ena.
Kalau nggak di kasih tau Nikita terus bertanya tanpa henti sampai Darrel enek sendiri, dan kalau di kasih tau? Takutnya nanti menodai otak polos Nikita. Memang ya, Darrel itu udah takdirnya berperan sebagai 'cowok selalu salah'. Nasib.
Nikita berjalan mendekat kearah pintu kamar Darrel yang sedikit terbuka. Mengerutkan kening mendengar keributan dari dalam kamar Darrel.
"Anjas! Sexy bener lawannya, gue nggak tega!"
"Bego lo! Darah lo mau habis nyet!"
"Yah gimana? Prinsip gue nggak menyakiti cewek! Mana yang bohay gini."
"Heh, gue harus berapa kali pake jurus buat nambah darah lo?!"
"Duh Rel, bayangin jadi gue! Ah gue kabur aja."
"Anjrit malah kabur,gue jadi dikeroyok!"
"Halah, dikeroyok dua cewek sexy seneng kan lo?"
"Gue nggak mau tau! Lo balik sini bantuin gue!"
"Ck, gue nggak bisa menyakiti cewek Rel!"
"INI GAME REN GAME!" Darrel menekan tombol pause kemudian menatap gemas Rendy. Ingin sekali dia menggilas tampang polos cowok itu dengan sandal swallow.
"Yah tapi ceweknya cakep Rel, mana tega gue."
Darrel mengusap kasar wajahnya, "Terserah, gue nggak mau main PS lagi sama lo." Darrel bangkit berdiri melangkah pergi keluar kamar.
"Lah? Mau kemana lo?"
"Berguru sama biksu tong nyari kitab suci. Banyak dosa gue kenal lo, bawaannya pengen ngumpat."
"Lah memang sampe sekarang kitabnya belum ketemu?" Rendy menggelengkan kepala prihatin, "Kadang gue suka mikir, biksu tong nyari kitab aja susah setengah mampus sampe botak gitu stres. Apalagi nyari jodoh ya?"
"Bibir gue udah gatel banget pengen ngumpat."
"Gatel? oles minyak kayu putih deh. Gue kalau biduran suka di suruh emak pake itu." Rendy menatap serius Darrel, "Tadinya gue nggak percaya, tapi gatelnya beneran ilang."
Dosa nggak sih kalau ngumpat sekarang?-batin Darrel.
Dari pada menambah dosa, Darrel memilih keluar dari kamarnya. Darrel terlonjak kaget refleks mundur melihat Nikita tiba-tiba muncul dibalik pintu kamarnya.
"Lo ngapain di depan pintu sih!" Darrel mengusap-usap dada bidangnya.
"Tadinya mau ngagetin, tapi ada masalah rumah tangga. Jadi nggak enak nyela, hehe."
"Gue masih normal ya." Darrel menoyor pelan kening Nikita dengan jari telunjuk, "Udah gue tebak, pasti lo mau ngusilin gue kan?"
"Hehehe, enggak kok." Nikita nyengir lebar hingga kedua matanya menyipit.
"Enggak salah lagi kan? Sana gangguin Rendy aja, gue mau mandi." Darrel mengedikkan dagunya kearah Rendy yang kembali fokus dengan game.
"Lo belum mandi? Pantes bau bacin." Nikita menutup hidung dengan kening berkerut.
"Adik durhaka, berani ya?" Darrel mengangkat tinggi kedua tangannya, "Serangan ketek berbisa!"
"IH! DARREL JOROK!!!!!" Nikita menutup hidungnya, takut hidungnya mengerut dan hilang seperti di film spongebobs.
"Wangi kan?harum semerbak,”Darrel semakin memajukan tubuhnya, masih dengan tangan terangkat tinggi.
"Darrel!ketek lo bau belerang!”
Darrel tertawa terbahak-bahak melihat wajah Nikita memucat, "Yaudah minggir makannya, gue mau mandi."
Tanpa membuang waktu Nikita menggeser tubuh membiarkan Darrel keluar kamar. Bisa mabuk Nikita jika berlama-lama menghirup udara beracun karena virus berbisa ketiak Darrel.
Nikita berjalan santai mendekati Rendy, "Ren."
"Hm?" Rendy masih fokus sepenuhnya pada game sonic. Beberapa kali badannya ikut bergerak terbawa suasana menggerakkan stik PS-nya.
"Bete nih, ngapain gitu?"
Rendy melirik sekilas, "Nggak chat sama Aldi?"
Mendengar nama Aldi membuat Nikita kembali menghela nafas, "Dia sibuk, udah kelas dua belas soalnya."
"Oh."
Nikita berdecak kesal,"Udah Oh doang?"
"Lah? Ya gue terus harus gimana?" tanya Rendy masih fokus pada game yang sedang ia mainkan.
"Hibur gue kek!"Nikita mencebikkan bibir semakin kesal melihat Rendy masih saja serius memainkan game dibanding menghiburnya.
Rendy menekan tombol pause, barulah dia menatap focus sepenuhnya pada Nikita.
"Kalau masalah nembakin musuh, rawat kebun, lompat sana lompat sini. Gue jagonya." Rendy meletakkan stik PS, mengubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Nikita, "Tapi kalau menghibur, bukan gue jagonya. Lagian kalau gue jadi Aldi, sesibuk apapun gue bakalan sempetin hubungin lo. Karena gue nggak pengen lo kepikiran."
Nikita tertegun, entah keberapa kalinya hatinya bergetar saat melihat Rendy berbicara serius seperti ini.
"Padahal lo pacarable banget ya, tapi kok jomblo?"
Rendy mengumpat tanpa suara, padahal tadi momentnya udah tepat banget. Nikita tidak tau bagaimana besarnya usaha Rendy untuk memasang wajah biasa saja, padahal sebenarnya jantung cowok itu sudah berdebar tak karuan setiap kali berada dekat dengannya.
"Jomblonya gue itu pilihan bukan karena gue nggak laku. Secara, gantengnya gue ngalahin Lee Min Hoo gini."
Nikita memutar bola matanya malas, "Gantengan juga Kak Aldi, hehe."
"Cuih, iye yang punya pacar mah beda. Songong lo!" Rendy mengacak gemas rambut Nikita.
"Hehe, iri ya?"
"Iya.”
Nikita tertegun tidak menyangka Rendy akan mengaku semudah itu.Nikita mencondongkan tubuh menepuk prihatin pundak Rendy, “Makannya cari pacar,Ren.”
"Gue iri bukan karena pengen punya pacar."
"Lah terus?"
Rendy menatap lurus gadis dihadapannya, "Gue iri, kenapa bukan gue yang jadi cowok lo?"
Deg!
Kedua bola mata Nikita membulat sempurna dengan bibir tertutup rapat. Sekali lagi, dia tidak mengetahui kenapa jantungnya berdetak tak karuan apalagi penyebabnya adalah Rendy musuh bebuyutannya.
Biasanya Rendy itu tengil, cerewet kayak emak-emak, terus berisik kayak ibu penjual jajanan di pasar. Tapi sekalinya serius, kadar gantengnya tuh meningkat 99% .
Melihat wajah syok Nikita membuat Rendy terkekeh geli. Tangannya terulur mencubit gemas kedua pipi Nikita, "Serius banget, baper ya?"
Nikita menepis tangan Rendy, "Pede lo! Mana mungkin gue baper sama lo."
"Halah, jangan ngomong gitu. Ntar senjata makan tulang lho."
"Senjata makan tuan bego."
"Oh iya." Rendy menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, "Laper sih, beli sate yuk."
"Sekarang?"
"Tahun depan."
Nikita terbelalak kaget,"Lama amat?"
Rendy mendorong pelan kening Nikita, "Bercanda pinter."
"Oh, kirain hehe." Nikita nyengir lebar, "Darrel di ajak nggak?"
"Nggak usah, biar nanti dia titip aja kalau mau." Rendy mengambil kunci motornya, "By the way, lo nggak ganti baju?"
"Kenapa memang?" Nikita melihat penampilannya dari atas kebawah. Saat ini ia hanya menggunakan Kaus putih dan celana jeans selutut.
Rendymeneguk ludah dengan susah payah,"Ehm,itu.."
"Hah?"
"Itu lo item ya?" Rendy menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"I-itu.. ehm item."
Nikita mengerutkan kening tak paham, "Apasih? lo ngomong apa kumur?"
Rendy mengalihkan pandangannya dengan salah tingkah, "Itu, kelihatan."
"Apa yang kelihatan?"tanya Nikita bingung melihat tingkah Rendy.
"Pokoknya lo ganti baju sekarang!"Rendy mendorong paksa tubuh Nikita keluar kamar.
Nikita menepis kasar tangan Rendy dipundaknya,"Nggak mau,maksa banget sih?!"
Rendy mengusap wajahnya frustasi,"Daleman lo kelihatan!"
Hening.Hanya terdengar suara jangkrik dari luar rumah seolah menjadi backsound diantara kedua remaja itu.
Bukan hanya wajah Nikita yang memerah, tapi Rendy juga.Bahkan wajah Rendy jauh lebih merah di bandingkan Nikita,dengan salah tingkah ia menunduk tidak berani menatap gadis dihadapannya.
"Ehm, jadi mending lo ganti sekarang,”ucap Rendy lirih.
"Kenapa baru ngomong sekarang?!”bentak Nikita membuat Rendy melangkah mundur kaget.
"Gue kan udah suruh lo ganti baju!”
Nikita tertawa sinis,"Bilang aja lo mau modus lihat-lihat daleman gue kan?!”
Rendy mengumpat tanpa suara, “Buat apa gue lihat daleman lo?maksud gue baik ya,Ta.”
"Halah!Sok baik lo,udah pasti lo modusin gue!”
"Buat apa sih,Ta?”Rendy mengarahkan telunjuknya pada Nikita, “Lagian rata gitu kayak anak SD.”
"Kurang ajar,setidaknya gue udah lulus dari miniset ya!”Nikita mendongakkan wajah dengan ekspresi sengak.
Rendy membelalakkan matanya tak percaya. Pipinya kembali memanas mendengar topik sensitif itu,"Lo kenapa cerita ke gue sih?”
"Lo yang mancing gue ngomong!”
Nikita dan Rendy saling bertatapan dengan tampang garang dan nafas terengah-engah karena emosi.
"Woi suara kalian kedengeran sampe toilet." Darrel masuk kamar dengan celana boxer bergambar semangka dan tubuh telanjang dada dengan handuk di kepalanya.
"Tadi kayak denger cup-cup gitu. Lo mau bikin cup cake Ta?"
Nikita memutar bola matanya malas,”Sebahagia lo aja Rel.”
----
"Sorry banget Ta, kemarin kuota aku habis. Jadi nggak ada chat masuk sama sekali."
"Nggak papa kok santai aja." Nikita tersenyum manis, berusaha menghilangkan keraguan di hatinya.
Nikita memang terkenal polos tetapi untuk masalah seperti ini ia cukup pintar menyadari bahwa Aldi berbohong barusan.Aldi bukanlah dari keluarga pas-pasan,bahkan semua barangnya bermerk mahal.Apa susah membeli kuota yang harganya tidak seberapa dengan uang sakunya?
"Hehe makasih sayang." Aldi memeluk erat Nikita sesekali mengecup puncak kepala gadis itu.
"Kak, ini di parkiran,banyak yang lihat." Nikita mendorong pelan tubuh Aldi, tapi percumah cowok itu justru semakin mengeratkan pelukannya.
"Bentar, aku kangen sama kamu."
"Gombal."
Aldi terkekeh geli, "Beneran sayang."
Mendadak semua perasaan gelisah hilang begitu saja. Nikita tidak dapat menahan senyum saat Aldi mengecup lembut puncak kepalanya.
"Nanti pulang bareng aku ya?"
Nikita mendongakkan kepala," Kakak nggak les?"
"Hari ini kosong kok." Aldi menangkup pipi Nikita dengan kedua tangannya, "Pengen nganterin princess kesayangan."
Runtuh sudah pertahanan hati Nikita.Aldi memang paling bisa membuat jantung Nikita berdebar tak menentu. Membuatnya merasa ada jutaan kupu-kupu terbang diperutnya setiap kali mata mereka bertemu.
"Lebay."
Aldi terkekeh geli,"Lebay juga kamu cinta kok sama aku."
"Kata siapa?”Nikita mencebikkan bibir mengejek.
"Kamu."
"Eh kapan ya aku bil--"
Cup.
Nikita mematung saat merasakan benda kenyal mendarat tepat di pipinya. Tidak hanya sampai di situ, Aldi menunduk mendekatkan bibirnya pada telinga Nikita.
"I love you."
"Love you too." balas Nikita malu-malu.
"Cie, coba ulang lagi dong." Aldi menundukkan tubuhnya menyejajarkan dengan tubuh mungil Nikita
Nikita mendorong kepala Aldi menjauh dengan telapak tangan,”Nggak mau!”
"Punya pacar kok gemes banget,jadi pengen bawa pulang." Aldi mengerling jahil.
"Nih bawa pulang!”Nikita mencapit hidung Aldi dengan jari.
Aldi menepis pelan tangan Nikita beralih menggenggamnya lembut,"Biarin, sama pacar sendiri juga."
Banyak murid memandang iri kemesraan dua remaja itu. Termasuk cowok berjaket hoodie merah maroon yang sejak tadi hanya bisa menatap datar kearah dua remaja itu.
Seulas senyum miris terukir di bibirnya,"Kapan ya Ta? Panggilan lo-gue berubah jadi aku-kamu ?"
Bab 7
Beberapa hari yang lalu Aldi berjanji akan mengajak Nikita date weekend ini. Tentu saja Nikita sangat menantikan hari itu.
Ini adalah kencan pertama mereka setelah hubungan mereka resmi berpacaran. Tidak ada lagi yang perlu di tahan atau malu-malu kucing. Karena itulah Nikita ingin tampil special hari ini.
Bangun lebih pagi hanya untuk berendam, luluran, maskeran, krimbath, pokoknya semua perawatan tubuh dari ujung rambut hingga ujung kaki Nikita lakukan demi membuat Aldi terkesan.
Setelah selesai mengeringkan rambut dengan hairdrayer,Nikita memoleskan make up tipis dan menggunakan maskara 'push up drama' , agar bulumatanya lentik. Nikita ingin tampil dewasa supaya terlihat pantas bersanding dengan Aldi.
Nikita mengambil simpel dress yang dibelinya beberapa hari yang lalu.Ia rela menghabiskan tabungannya hanya untuk membeli baju itu. Semua dia lakukan hanya untuk membuat Aldi terkesan dan tidak kalah dengan fans Aldi yang cantik-cantik seperti model. Meskipun Aldi tidak terlalu menanggapi semua perempuan itu tetap saja Nikita merasa minder jika sampai orang-orang itu menilai Nikit atidak pantas menjadi pacar Aldi.
Jam sudah menunjukan pukul sepuluh, tapi Aldi masih belum menghubunginya. Hanya ada chat ucapan selamat tidur beberapa jam yang lalu.
"Apa belum bangun ya?" batin Nikita.
Nikita membaringkan tubuhnya di ranjang, menatap langit-langit kamarnya. Senyum di bibirnya terus mengembang membayangkan hal menyenangkan apa yang akan terjadi hari ini.
Karena bosan, Nikita meraih ponselnya dan mulai memainkan game candy crush kesukaannya. Bahkan dia sudah berhasil memecahkan tiga level, tapi masih tidak ada juga chat masuk dari Aldi.
Nikita melirik sekilas jam di atas meja nakas. Sudah hampir jam sebelas dan Aldi masih saja tidak ada kabar. Tanpa bisa di tahan lagi, Nikita memberanikan diri membuka roomchatnya dengan cowok itu.
Aldi❤
Nikita: Pagi kak,jadi nggak? Hehe
Tidak ada balasan.
Nikita ingin menelfon tapi takut mengganggu, siapa tau Aldi sedang sibuk?
Terkadang Nikita sering berfikir,sebenarnya dia itu pacar Aldi atau bukan?
Aldi memang memperlakukannya sangat manis sampai membuat semua cewek iri jika melihat kemesraan mereka.
Tapi terlalu banyak hal yang di sembunyikan oleh Aldi. Cowok itu terlalu tertutup padahal status mereka sudah berpacaran sekarang,seharusnya Aldi lebih terbuka pada Nikita seperti kebanyakan pasangan pada umumnya.
Setiap hari hanya Nikita yang mengeluarkan segala keluh kesah bahkan masalah pribadinya. Tapi Aldi? Boro-boro cerita, setiap Nikita membahas topik tentang masalah pribadi pasti Aldi akan dengan halus mengalihkan topik.Nikita merasa tidak berguna sebagai seorang pacar. Pacaran berasa teman, miris.
Mulai jengah, Nikita memutuskan untuk turun bergabung bersama dua cowok heboh yang sedang berebut ayam goreng.
"Itu dada gue!"
"Enak aja! Dada gue yang gede!"
"Heh paha gue kenapa lo gigit?!"
"Dada gue juga lo jilatin!"
Nikita menghela nafas lelah. Mikirin Aldi yang tidak ada kabar saja sudah bikin pusing, eh di tambah harus melihat adegan najis Darrel dan Rendy di meja makan semakin melengkapi hati mendung Nikita.
Dengan cuek Nikita duduk di seberang kedua cowok itu, menyambar dada ayam yang paling besar kemudian mulai menggigitnya.
"DEK ITU DADA KESAYANGAN GUE!" protes Darrel tidak terima melihat Nikita mengambil dada ayamnya yang sejak tadi ia lindungi mati-matian.
Nikita memutar bola matanya malas,"Bodo amat.”
"Ck, rese lo!" Darrel mencebikkan bibirnya sebal, "Eh tapi tumbenlo cantik bener, mau kemana?"
Nikita diam, fokus menggigiti ayam meskipun kedua matanya mulai memanas.Nikita meletakkan ayamnya di piring kemudian berlari menuju kamarnya.
"Kenapa lagi tuh bocah satu?" Darrel menggigiti tulang ayamnya menatap heran tingkah Nikita.
Rendy menatap punggung Nikita yang mulai menjauh masuk kedalam kamar gadis itu. Tanpa banyak bicara, Rendy bangkit berdiri menyusul kepergian gadis itu.
"Lho Ren, mau kemana? Dada lo gue makan nih!"
"Makan aja semua, gue kenyang." ucap Rendy santai, sangat berbanding terbalik dengan tingkahnya beberapa waktu yang lalu.
Dia sudah lupa rasa lapar di perutnya, tujuannya hanya satu. Menghampiri gadis yang sedang murung di dalam kamar.
"Ta?" Rendy beberapa kali mengetuk pintu kamar.
Tidak terdengar balasan.
"Ta, buka dong."
Masih tidak ada balasan.
"Gue masuk ya?"
Perlahan Rendy memutar knop pintu, mengintip sedikit kedalam. Takutnya Nikita sedang ganti baju atau aktivitas lain yang tidak sepantasnya dia lihat.
Nikita berbaring di ranjang, menutup seluruh bagian tubuhnya dengan selimut. Perasaannya kacau saat ini. Antara kecewa, marah, bercampur menjadi satu.
Perlahan Rendy mendekat dan duduk di samping ranjang gadis itu. Reflek tangannya meraih ponsel Nikita saat melihat nama Aldi di layar.
Aldi❤
Aldi: duh maaf sayang,aku anterin nyokap belanja.Minggu depan gimana?
Nikita: Iya kak nggak papa,aku juga baru bangun kok,hehe.
Rahang Rendy mengeras, hatinya terbakar emosi ketika melihat pesan itu.
Cowok yang bikin lo patah hati, adalah cowok tergoblok di dunia ini Ta.
"Ta?"
Tidak ada jawaban, namun Rendy tau apa yang sedang Nikita lakukan saat ini. Terdengar suara isakkan tertahan di balik selimut itu.
"Ta, jangan di tutup nanti sesak nafas." Rendy perlahan menyibak selimut.
Nikita berbaring menyamping memunggunggi Rendy. Meski tidak melihat langsung wajah Nikita, Rendy dapat melihat jelas gemetarnya punggung mungil itu.
Tanpa bisa di tahan, Rendi mendekat membelai lembut puncak kepala Nikita, "Jangan nangis, cantiknya hilang lho."
Bukannya mereda, tangis Nikita justru semakin keras.
"Udah nggak papa, nanti gue ajak jalan deh?" Rendy membalikkan tubuh Nikita, menghapus lembut air mata di pipi gadis itu, "Udah ya? Berhenti nangisnya? Udah dandan cantik gini kok nangis?"
Nikita menepis pelan tangan Rendy dengan tubuh bergetar, “Lo nggak tahu rasanya jadi gue.”
Gue tau kok rasanya jadi lo Ta, gimana beratnya saat usaha lo nggak di hargai.
"Udah dong, jangan nangis lagi,buat apa sih lo nangisin orang yang bahkan nggak pantas lo tangisin?" Rendy mendudukkan tubuh Nikita, tangannya terulur menangkup wajah gadis itu. Menatap dalam mata sembab Nikita, "Jangan buang-buang air mata lo buat cowok brengsek kayak Aldi."
Nikita menggeleng lemah di sela isakkannya, "Aldi nggak brengsek, dia bantu mamanya belanja kok."
Rendy mendengus sinis, "Percaya lo?"
"Gue pacarnya, gue harus percaya,"Nikita mengusap pelan kedua pipinya yang basah karena air mata.
"Kadang gue mikir, cinta dan bodoh itu beda tipis ya? "
"Apasih yang lo tau soal cinta Ren? Lo nggak tau apa-apa! Yang lo tau cuma game."
Rendy tersentak, ada bagian hatinya yang retak, terluka mendengar ucapan Nikita.Nikita tidak pernah tahu seberapa banyak pengorbanan yang diam-diam Rendy lakukan hanya untuk membahagiakannya.
"S-sorry gue nggak maksud--"
"Gue memang nggak tau apapun tentang cinta, gue memang cuma paham masalah game." Rendy menatap tajam Nikita.
"Gue memang gamers, tapi ada satu permainan yang gue benci. Mainin hati lo misalnya."
Hening. Mata mereka terkunci satu sama lain, membiarkan hati yang berbicara. Tanpa berucap, tapi mata itu mampu mendalami perasaan masing-masing.
Untuk kesekian kalinya, entah mengapa Rendy kembali berhasil menghangatkan hati Nikita. Hati yang tadi sempat patah, perlahan kembali melekatkan setiap kepingan menjadi untuh. Meskipun hati itu masih menyebut satu nama. Dan nama itu bukan Rendy.
Rendy mengulurkan tangan membelai lembut pipi Nikita, "Gue memang nggak tau gimana perasaan lo sekarang. Tapi plis, jangan tangisi dia lagi. Apa lo tau gue ikutan sakit lihat lo sakit Ta."
Nikita mematung dengan kedua pipi mulai menghangat, bahkan berubah panas saat Rendy menarik tangannya, membiarkan wajah Nikita bersandar di dada bidangnya.
"M-maksud lo apa Ren?" tanya Nikita tidak bisa menahan gejolak di hatinya.
Rendy membelai lembut rambut panjang Nikita. Menghirup harum Vanilla dari rambut Nikita.
"Gue kan musuh bebuyutan lo. Gue sedih nanti kalau lo lemah gini,nanti musuh gue siapa?"
Nikita mendorong tubuh Rendy menjauh. Perasaan sedihnya hilang seketika berganti menjadi kesal, "Rese lo!"
Rendy terkekeh geli, "Baper kan lo?Wajar sih gue gentle banget barusan. Udah kayak cowok idaman."
"Makan nih gentle!" Nikita meraih sebuah bantal melemparkannya tepat mengenai wajah Rendy.
”Ngambekan,udah sana cuci muka dulu baru kita berangkat.”
"Berangkat kemana?"
"Kemana aja asal sama lo." Rendy menaik turunkan alisnya genit membuat Nikita mencibir.
"Berdua aja?"
"Nggak lah, ajak Darrel juga biar dia yang bayarin kita."
Mereka terdiam, sedetik kemudian tawa mereka berdua pecah membayangkan ekspresi marah Darrel jika mendengar rencana licik mereka berdua.
Sementara kedua orang itu sedang memikirkan rencana untuk memeras kantong Darrel,lelaki itu justru masih sibuk menikmati dada ayam dengan perasaan bahagia.
Darrel berhenti menggigit ayam goreng ditangannya beralih mengusap telinga,”Kok mendadak telinga gue panas ya?”
----
"Bangsul, kenapa jadi gue yang bayarin kalian?" Sudah sejak sejam yang lalu dan Darrel masih saja tidak terima uang bulanannya terkuras habis karena dua manusia rakus di hadapannya.
"Heh!" Darrel mengarahkan cone es krimnya pada Rendy, "Kenapa gue harus traktir lo juga?!"
"Halah, ngamal dikit. Gue doain masa jomblo lo segera berakhir,doa jomblo biasanya terkabul." Rendy menggigit santai tangkai eskrimnya.
"Iya, semoga Reina cepet peka deh." Nikita nyengir lebar menepuk sekilas pundak Darrel, "Kalau udah jadian, pajaknya jangan lupa."
"Nah bener itu." sambung Rendy
Darrel mengumpat tanpa suara.Bener sih di doain, tapi ujung-ujungnya tetep aja minta traktiran.
Lelah menghadapi dua orang tidak tau diri, Darrel memilih diam kembali mengigiti cone es krim dengan perasaan dongkol.
"Bocah banget." Rendy mengulurkan tangan membersihkan cokelat diujung bibir Nikita.
Nikita hanya terdiam mengamati wajah Rendy yang hari ini berubah ganteng maksimal.
"Eeh ngapain lo modusin adek gue?!" Darrel menabok sewot tangan Rendy yang masih menempel di pipi Nikita padahal sudah tidak ada lagi cokelat di wajah gadis itu.
"Yaelah, ngerusak momen banget lo!" Rendy melempar tisu bekas pada Darrel.
Sementara Rendy dan Darrel berdebat, Nikita sibuk memilih foto yang sempat di ambilnya tadi. Mengupload salah satunya di akun sosial medianya dengan caption “Hangout with my brother and my enemy.”
Nikita tersenyum senang memandangi Darrel dan Rendy yang berjalan mendahuluinya masih sibuk berdebat tanpa ada yang berniat mengalah.Setidaknya karena kedua cowok itu,Nikita bisa melupakan perasaan kecewa yang ia rasakan hari ini.
Bahagia memang tidak harus selalu karena pacar,keluarga,sahabat,terkadang mereka jauh lebih berarti.
Bab 8
"Pokoknya aku sebel banget tadi, Miss Erine kayaknya lagi pms deh.Dari tadi dikelas marah terus, mana dia ngadain ulangan mendadak. Kan bete!"
"Hahaha, mungkin ya." Aldi masih menunduk sibuk mengetik di layar ponselnya.
"Sebel, kalau Darrel sih mungkin biasa aja dia jago bahasa inggris. Apa daya Tata, bahasa indonesia aja masih sering salah."
Nikita menyeruput milkshake strawberry, matanya menatap heran Aldi yang sejak tadi sibuk bermain hp. Nikita diam bukan karena dia tidak tau, sebenarnya dia juga penasaran dengan siapa cowok itu chatting hingga lebih mementingkan ponsel dari pada pacarnya sendiri.
Berulang kali Nikita berusaha mencari topik agar perhatian Aldi beralih padanya tapi percumah cowok itu tetap saja asik bermain ponsel dan menanggapi ceritanya dengan setengah hati.
"Kak?"
"Hm?"gumam Aldi dengan tangan sibuk mengetik sebuah pesan di layar ponsel.
"Kakak chat siapa sih? Kayaknya asik banget."
Aldi tanpak gelagapan sejenak sebelum akhirnya mendongak menatap Nikita yang sejak tadi mengamatinya dalam diam.
"Eh? Oh engga penting kok, ini grub chat kelas lagi bahas waktu buat kerja kelompok."
Bibir Nikita membulat membentuk huruf 'o'
"Jadi gimana tadi?" Aldi meletakkan ponselnya di meja, fokus sepenuhnya pada Nikita.
"Ya gitudeh, pokoknya senin ini hari paling sial, pasti hancur deh nilai ulanganku--" Nikita terdiam saat melihat ponsel Aldi menyala menandakan ada notif chat masuk,Nikita tertegun melihat kontak pesan masuk itu.Claudia.
Namanya terdengar familiar, tapi Nikita lupa dimana dia pernah mendengar nama itu. Dengan santai Aldi kembali meraih ponsel dan membalas cepat pesan dari Claudia,ia tidak menyadari Nikita sempat melihat pengirim pesan yang sejak tadi menyita perhatiannya.
"Grub chat kak?"
Aldi melngangguk sekilas dengan jari masih sibuk mengetik dilayar ponselnya, "Iya pada ribut nih."
Oh, grub kelas namanya Claudia?
Nyaris saja ucapan itu keluar dari mulut Nikita.Belum ada sebulan pacaran kenapa ada saja hal yang membuat Nikita gelisah?
Biasanya Aldi tidak terlalu cepat membalas pesan-pesan darinya, tapi sekarang pacarnya itu justru bertingkah sebaliknya saat membalas pesan dari perempuan lain.
Jelas Nikita emosi melihat Aldi lebih tertarik pada gadis bernama Claudia dari pada dirinya yang berstatus sebagai pacarnya,tapi masalahnya Nikita tidak berani marah.Nikita takut Aldi illfil jika dia terlalu cemburuan. Bisa saja Claudia adik sepupunya atau mungkin hanya sebatas teman les yang memberi informasi,Nikita masih berusaha berfikir positive.
"Kak Al."
"Hm?" Aldi masih sibuk membalas pesan di ponselnya. Sesekali ada senyuman dibibir cowok itu, semakin membuat Nikita memanas.
"Pulang sekarang ya."
Aldi mendongak menatap heran Nikita."Loh kenapa? Kok cepet minta pulangnya?"
Disini gue cuma jadi kacang yang lo anggurin,batin Nikita.
"Aku mau buat tugas laporan praktek biologi." Nikita memaksakan seulas senyum.
"Yaudah kita pulang sekarang." Aldi memasukkan ponselnya kedalam kantung celananya. Menyambar tas dan berjalan mendahului Nikita menuju kasir.
"Pacar kok berasa temen." gumam Nikita memandangi punggung Aldi.
"Ayo." Aldi tersenyum tipis meraih tangan Nikita dan menggenggamnya menuju parkiran.
Nikita hanya terdiam pasrah di dalam genggaman tangan Aldi. Hati Nikita gelisah entah untuk alasan apa, yang jelas Nikita tidak bisa merasa tenang setelah mengetahui kenyataan bahwa ada perempuan lain yang berhubungan dengan Aldi.
Banyak pertanyaan tentang siapa gadis itu? Sejak kapan mereka saling mengenal? Apakah mereka chat setiap hari atau bahkan telefon setiap malam?
Padahal chatnya sendiri saja jarang di balas.
Memang dibalas tapi dalam kurun waktu duapuluh empat jam.Terkadang Nikita sampai lupa topik pesan yang ia kirim sebelumnya karena Aldi terlalu lama membalas pesan darinya.
Tapi Nikita memilih untuk diam, tidak menyinggung apapun tentang nama itu. Nikita belum siap mendengar penjelasan Aldi. Nikita tidak rela jika kebersamaannya dengan Aldi berhenti sampai di sini.
Mungkin inikah yang namanya berjuang untuk bertahan pada pilihan?
----
"Pasang kentang buruan! Itu ada zombi deketin taneman lo!"
"Gue juga tau Rel, tapi matahari gue belum cukup!" Rendy tersentak kaget menggoyangkan heboh lengan Darrel,"Eh ada yang bawa tangga,aduh kentang gue udah bolong kepalanya."
"Lo sih, udah gue bilangin banyak-banyakin tanem bunga matahari!"
"Telat! Lo bilanginnya waktu tanah gue udah penuh!"
"Halah lo aja yang goblok, semua orang juga tau harusnya lo tanem bunga mataharinya yang banyak!"
Rendy mengusap rambutnya frustasi,"Babi! Otak gue di makan satu!"
"Kayak begini yang di bilang rajanya gamers?" Darrel menggelengkan kepala menatap remeh Rendy.
"Gue nggak pernah main ini."
"Serius? Lo lahir di jaman batu apa gimana? Kampungan banget."
"Sorry, game yang gue mainin tuh kualitas tinggi. Yang beginian sih mainan bocah." Rendy menunjuk layar komputer dengan heboh, "Lihat mana ada taneman bisa goyang-goyang terus nembakin biji peluru."
Darrel mendengus sinis,"Lo kira permainan lo nggak aneh juga? Mana ada orang di pukulin kagak ada bekas lukanya?Buat apa diciptain obat penghilang bekas luka?”
"Memang ada? Kalo buat penghilang luka hati bisa nggak?"
Darrel terdiam sejenak, menatap kaget Rendy. Tangannya terulur menyentuh kening Rendy, "Lo kesurupan? Rendy Darmawan ngomongin soal hati? HAHAHAHA."
Rendy memutar duduknya memandangi Darrel yang sedang berguling-guling di kasur masih dengan tawa keras yang tak kunjung berhenti.
"Memang salah kalo gue ngomongin hati?"
Mendengar nada serius Rendy membuat Darrel terdiam. Mendudukkan diri di tepi ranjang dengan perasaan semakin heran.
"Nggak salah sih,tapi aneh aja,biasanya lo kan cuek bebek masalah cewek, cuma game doang yang ada di otak lo." Darrel menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Kalau gue bilang lagi suka sama cewek, pendapat lo gimana?"
Keheranan Darrel semakin memuncak, bahkan bibirnya sedikit terbuka mendengar kalimat itu keluar dari mulut Rendy. Biasanya mulut itu hanya sering di gunakan untuk mengumpat atau membicarakan game.
Tapi sekarang cowok tengil dihadapannya justru curhat?
Rendy memutar kedua bolamatanya malas, "Lupain deh."
"Eh! Ngambekan elah,gue lagi mencerna maksud ucapak lo.”
"Mencerna kok muka lo kayak ngajak berantem?" Rendy mendengus kesal, "Segitu anehnya gue bicara hati?"
Darrel mengangguk antusias membuat Rendy mengumpat tanpa suara.
"Lo orangnya jarang serius bikin orang lain yang susah nebak lo lagi serius apa enggak." Ucap Darrel menembak tepat Rendy.
Rendy terdiam dalam hati membenarkan ucapan Darrel. Apa karena itu selama ini kodenya nggak pernah di tangkap oleh Nikita?
"Ren, memang siapa cewek yang lo taksir?"
Tubuh Rendy menegak, agak salah tingkah mendapat tatapan menyelidik Darrel,"Gue--"
Ucapan Rendy terhenti, jantungnya berdebar keras saat melihat seorang gadis cantik dengan piyama teddy bear dengan rambut cepol asal berjalan santai masuk ke kamar.
"Rel, dipanggil papa."
"Kenapa?"
Nikita mengedikkan bahunya santai, "Kalau nggak potong uang jajan, palingmotor lo disita."
"Serius lo?Papa bilang gitu?" Ucap Darrel panik.
Darrel memang paling takut jika harus berhadapan dengan David, hobbynya menyita barang-barang kesayangannya. Tadinya David tidak setegas ini, tapi semua berubah sejak pria itu menemukan kaset bokep di kamar Darrel, padahal hanya wadahnya saja bergambar porno sebenarnya isinya hanya kaset game.
Sampai sekarang Darrel masih meruntuki temannya Ansel yang seenaknya mengganti wadah kaset miliknya. Katanya biar greget, iya greget banget karena ulahnya itu motor Darrel disita selama sebulan dan uang jajannya dipotong membuat cowok itu terpaksa naik bus berhimpit-himpitan setiap kali berangkat sekolah.
David sudah berbaik hati agar Darrel berangkat kesekolah bersama sopir kantornya,tapi dengan sombong Darrel menolak karena ia malu karena merasa seperti anak kecil yang diantar jemput kesekolah.
Nikita terkekeh geli melihat ekspresi pucat kakaknya,"Bercanda, udah sana buruan kalau nggak mau disita motornya."
Darrel mengangguk patuh, berjalan cepat menuju ruang kerja David.
"Kenapa?" tanya Rendy saat melihat Nikita menghela nafas.
"Apanya?" Nikita mendudukkan diri ditepi ranjang Darrel, meraih bantal membawanya dalam pangkuan.
"Kok lo kayak suram gitu? Lo ketempelan hantu jembatan deket kompleks?"
Mendengar itu reflek Nikita melempar bantal di pangkuannya tepat mengenai wajah Rendy.
"Udah gue bilang jangan ngomongin soal hantu!"
Nikita menang termasuk cewek yang anti dengan topik hantu. Baik itu film horor, komik, novel, apalagi kesaksian nyata. Nikita termasuk orang yang parnoan,ia sering terbayang-bayang ada hantu disekitarnya.
Dulu pernah dia nonton chaki karena dipaksa oleh Darrel,akibatnya selama seminggu Nikita tidak bisa tidur nyenyak setiap malam karena merasa boneka-boneka didalam kamarnya bisa hidup dan akan menghujamnya dengan pisau jika ia terlelap.
Nikita juga pernah menonton hantu jepang yang ada dibak kamar mandi,itu lebih parah lagi. Hampir setiap dia mandi jadi gelagapan, keramas saja penuh perjuangan. Nikita merasa ada yang memperhatikannya saat ia mandi padahal kenyataannya tidak.
Kalau masih kecil Nikita bisa mengajak Darrel menemaninya mandi,tapi kalau sekarang?Nanti justru Darrel yang menang banyak bisa mandi dengannya.
Rendy tertawa geli melihat ekspresi wajah Nikita yang terlihat jelas mulai ketakutan.
Nikita mendengus kesal,"Ketawa lagi! Awas aja sampai gue nggak bisa tidur."
"Tenang, nanti gue kelonin kalau nggak bisa." Rendy mengerling jahil membuat Nikita bergidik ngeri.
"Jijik banget." Nikita melirik sekilas ponsel di tangannya menunggu nama itu muncul di layar ponselnya.
Sejak tadi menunggu chat dari Aldi kayak nungguin panen padi, lama. Semenjak pulang dari cafe tadi, Nikita memang dengaja tidak mengirim chat pada Aldi. Dia ingin tau, apakah keberadaannya masih di anggap? Tapi sayang, sampai sekarang Aldi masih tidak menghubunginya.
"Nunggu siapa?" Rendy mengedikkan dagunya kearah ponsel Nikita, "Dari tadi lo ngelirik ponsel terus."
Nikita tersenyum tipis, menutupi segala kegelisahan yang semakin mengganggu hatinya. Sayang sekali, Rendy tau arti senyuman itu.
"Nggak ada kok."
"Aldi nggak chat lo lagi?" Rendy menekankan kata 'lagi' untuk menyindir .
"Mungkin sibuk."
Rendy mendengus sinis, "Sibuk terus? ngalahin presiden aja."
"Namanya juga anak kelas dua belas, pasti sekarang dia lagi belajar. Biar dapet nilai bagus, makannya nggak bisa bales gue."
Balas Nikita berusaha meyakinkan Rendy.
Tidak, sebenarnya itu semua dia ucapkan hanya untuk menenangkan hatinya yang mulai gundah.
Nikita sebenarnya tau Aldi memang sedang sibuk, iya sibuk balas chat dari perempuan bernama Claudia.
"Oh gitu."
Nikita menundukkan kepalanya tidak berani membalas tatapan Rendy. Untung saja Rendy tidak bertanya lagi, karena jika iya mungkin Nikita tidak bisa lagi menahan air mata yang sudah menggenang dipelupuk matanya.
Rendy tau kedua bolamata gadis itu mulai berair, membuatnya memilih diam kembali menatap layar laptop Darrel.
Hening, masih tidak ada pembicaraan di antara mereka. Sampai akhirnya Rendy menolehkan kembali kepalanya kearah Nikita.
"Sini." Rendy menepuk kursi di sampingnya, "Main game."
Nikita menatap heran Rendy, "Main apa?"
"Main taneman bisa joget." Rendy tersenyum senang melihat ekspresi penasaran Nikita.
"Mana?" Nikita berjalan mendekat kemudian duduk di samping Rendy, "Yaelah ini sih plants vs zombie."
"Lo sering main?"
Nikita menggangguk dengan senyum miring,"Ini sih gue udah tamat!"
"Apa iya? Coba main, biar gue lihat."Rendy memasang ekspesi tidak percaya.
"Nggak mau, lagi nggak mood main."
"Nggak mood atau nggak bisa?" Rendy tersenyum miring sengaja menyentil emosi Nikita.
Nikita membelalakkan matanya tidak terima, "Minggir, lihat baik-baik." Nikita menggeser tubuh Rendy bertukar tempat dengan tempat duduknya.
Rendy memilih berdiri, menyanggakan tangannya di sandaran kursi.Nikita mulai memainkan Game dengan antusias, ingin memperlihatkan keahliannya pada Rendy.
Tanpa sadar senyum Rendy mengembang begitu saja, melihat Nikita sesekali mengeluh saat kentang yang di tanam mulai berlubang. Setidaknya wajah sedih gadis itu sudah tidak lagi terlihat di ekspresi wajahnya.
Cukup lo ada di sini aja, gue udah bahagia Ta.
Bab 9
"DARREL, RENDY! SINI LO!"
"Bukan gue ta, Rendy yang patahin lipbalm lo!" Darrel berlari memutari sofa menjauh dari amukan adiknya. Mendengar itu Nikita beralih mendekat kearah Rendy dengan wajah semakin garang.
Rendy mengumpat pelan”Lo yang bikin lipbalmnya patah, gue kan cuma pegang!"
"Pokoknya bukan gue!"ucap Darrel membela diri.
"Bukan gue juga!"kata Rendy tidak mau kalah.
"SINI LO BERDUA!"
Darrel dan Rendy terbelalak saat melihat Nikita berlari kearah mereka dengan gunting di tangannya. Mereka berdua mempercepat larinya menuju tangga, tempat berlindung paling aman dari serangan ganas Nikita adalah kamar Darrel.
"JANGAN LARI LO!" Nikita mempercepat langkahnya saat melihat Darrel dan Rendy mulai mendekat kearah kamar.
"Cepetan Rel!"
Darrel tersenyum licik saat pintu kamarnya berhasil di buka, "Sorry Ren, gue doain semoga adek gue nggak botakin kepala lo.”
"Maksud lo?"
Darrel mendorong tubuh Rendy menjauh dari pintu kemudian masuk sendirian kedalam kamarnya.
"Kampret! Babi lo Rel!" Rendy berusaha membuka pintu kamar Darrel namun percumah lelaki itu sudah mengunci pintunya dari dalam.
"Sorry Ren, adik gue butuh pelampiasan amarah biar nanti kagak ngambek lagi sama gue!"
"Kampret,buka pintu-Aduh!” Rendy tersentak kebelakang saat merasakan sebuah tangan menarik rambutnya tanpa ampun.
"Mau kabur kemana lagi lo?!"Nikita menarik rambut Rendy tanpa ampun.
"Sakit Ta, aduh! Rambut gue rontok!"protes Rendy melihat beberapa helai rambutnya rontok karena ulah Nikita.
"Bagus rontok biar botak sekalian!"
"Nanti kalau gue nggak ganteng lagi terus nggak ada yang mau sama gue, lo mau tanggung jawab?" Rendy memegangi kepalanya menahan sakit.
"Masih banyak bicara lagi, mau gue gunting beneran jambul kesayangan lo?!" Nikita menyodorkan guntingnya di hadapan wajah Rendy.
"Astaga Ta, gue salah apa sih lo tega bener." Rendy memasang ekspresi memelas.
"Nggak usah sok imut, muka lo tetep nyebelin di mata gue!"
Bukannya takut Rendy justru ingin menggoda gadis di sampingnya,"Nyebelin beda tipis sama ngangenin loh,Ta."
"Masih berani banyak ngomong lo?!" Nikita menarik gemas rambut Rendy membuat cowok itu kembali merintih kesakitan.
"Ampun Ta, astaga iya gue ganti lipbalm lo!"
"Lo kira gampang dapetin lipbalm gue?!"
"Yaelah Ta, di supermarket juga ad--aduduh pedes,Ta!" Rendy semakin merintih saat Nikita semakin ganas menarik rambutnya hingga membuat kepalanya terasa pening.
"Bodo amat! Itu lipbalm hadiah dari Oma sewaktu gue ulangtahun dan lo patahin!"
"Astaga, sorry gue nggak sengaja." Rendy kembali memasang ekspresi pupy eye's tapi kali ini lebih ikhlas karena memang dia merasa bersalah telah merusak benda berharga milik Nikita.
"Nggak peduli,gue tetep botakin rambut lo!" Nikita mendekatkan guntingnya pada rambut Rendy.
"Eeh lo bercanda kan?"
Nikita memutar bola matanya malas, "Apa gue kelihatan bercanda?"
"Ta, yaelah masa lo tega sih sama gue makhluk polos tak berdosa, baik, dan pandai menab-aduh iya ampun jangan tarik rambut gue lagi!"
"Berisik!" Nikita kembali mendekatkan gunting pada rambut Rendy, "Say goodbye buat jambul ayam kesayangan lo."
Melihat Nikita benar-benar mendekatkan guntingnya pada jambul kesayangannya, dengan cepat Rendy mengulurkan tangan merebut gunting di tangan gadis itu.
"Balikin gunting gue!" Nikita mengulurkan tangan melompat-lopat kecil hendak meraih gunting dari tangan Rendy.
"Anak kecil nggak boleh main benda tajam." Rendy semakin mengangkat tangannya menjauhkan gunting dari jangkauan Nikita.
"Balikin nggak?!"
Melihat wajah marah Nikita justru membuat Rendy gemas ingin mencubit kedua pipi gadis itu.
"Ambil kalau bisa." Rendy tersenyum mengejek sengaja menantang Nikita.
Berbagai usaha telah Nikita lakukan, mulai dari melompat kecil, menarik lengan Rendy, hingga mencubit ganas pinggang cowok itu.
"Jangan cubit aduh, nanti gue kelepasan gimana?" Nikita tidak perduli masih saja menyerang pinggang Rendy dengan ganas.
"Udah dong Ta, berlubang lama-lama pinggang gue."
Karena sudah tidak tahan lagi,Rendy menarik Nikita mengunci tangan gadis itu. Nikita terbelalak saat merasakan punggungnya menyentuh dada bidang Rendy, tubuhnya agak merinding merasakan hembusan nafas hangat di lehernya.
"Lepasin gue,Ren." Nikita berusaha melepaskan kuncian tangan Rendy namun gagal tenaganya kalah jauh.
"Nggak, nanti lo siksa gue lagi."
"Tapi nggak gini juga." Nikita menggigit bibir bawahnya dengan pipi mulai memanas.
Melihat kedua pipi Nikita mulai memerah membuat Rendy tersenyum jahil "Gini gimana?"
"Pokoknya lepasin sekarang!" Nikita mengalihkan pandangannya kesegala arah, kebiasaan jika dia sedang gugup.
"Enakan juga gini." Rendy melepaskan kuncian tangannya beralih mengunci tubuh Nikita, memeluknya dari belakang.
"Eh jangan modus lo!" ucap Nikita semakin salah tingkah. Jantungnya berdebar tak karuan akibat ulah Rendy.Padahal Aldi juga sering memeluknya seperti ini tetapi kenapa rasanya berbeda?Pelukan Rendy terasa lebih nyaman.
"Halah, jujur aja deh Ta. Lo seneng kan gue peluk gini?" Rendy tersenyum puas melihat kedua pipi Nikita semakin memanas.
"Sok tau lo!" Nikita memanyunkan bibirnya sebal masih meronta berusaha lepas dari pelukan Rendy.
"Nggak usah manyun-manyun, gue cium baru tau rasa lo."
Brak!
Mendadak pintu kamar Darrel terbuka lebar, kedua bola mata Darrel membulat sempurna saat melihat Rendy memeluk adiknya dari belakang.
"Gue pikir lo udah mati Ren, eh ternyata..." Darrel menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
”Ganggu aja lo,”gumam Rendy menatap kesal Darrel.
Melihat Rendy sedang lengah, Nikita menginjak keras kaki Rendy hingga pelukan cowok itu terlepas. Tanpa membuang waktu Nikita berlari kedalam kamar kemudian menguncinya. Wajahnya masih terasa panas akibat ulah jahil Rendy.
Tolong ya Ren, jangan buat gue punya perasaan lagi buat lo.
"Sadar Ta, lo udah punya Aldi. Rendy cuma masa lalu doang." gumam Nikita meyakinkan diri.
Jujur saja Rendy memang sempat menjadi orang yang menduduki tempat spesial di hatinya. Sayang sekali cowok itu tidak bisa di harapkan. Tidak pernah serius dan hanya main-main tanpa menyadari bahwa tingkahnya itu membuat Nikita baper sendirian.Untung saja perasaannya berubah sejak dia bertemu Aldi awal masuk SMA. Cintanya tumbuh begitu saja, menggantikan posisi Rendy.
Tapi tingkah Rendy beberapa hari ini kembali membuatnya bimbang. Di saat Nikita membutuhkan seseorang untuk bersandar, selalu saja cowok itu yang hadir untuknya. Rendy memang cowok menyebalkan dan sulit di tebak.
Line!
Nikita meraih ponselnya, membuka chat masuk di aplikasi hijaunya.
Aldi❤:
Aldi: halo sayangku,kangen nih :(
Segala perasaan bimbangnya langsung hilang.Tanpa sadar seulas senyum terukir manis di bibir mungil Nikita. Semua memang sudah berubah,Rendy hanyalah menjadi bagian dari kenangannya dimasa lalu,sekarang hanya ada Aldi,orang yang berhasil mengisi kekosongan hatinya,meskipun mungkin hanya Nikita yang merasakan perasaan itu.
----
"Sayang, suapin dong."
Nikita menatap heran Aldi, "Kak, ini di kantin nggak malu?"
"Kenapa harus malu?kita kan resmi pacaran bukannya selingkuh."
Nikita masih menatap ragu Aldi, tapi melihat wajah memelas cowok itu membuat hatinya luluh.
"Sekali ini aja ya?" Aldi tersenyum puas melihat Nikita mengambil alih piringnya dan mulai menyendokkan nasi dan lauk.Aldi membuka mulut menerima suapan Nikita.
"Dasar manja." Nikita mengacak gemas rambut Aldi.
"Manja juga kamu sayang kan?" Aldi mengulurkan tangannya membelai lembut pipi Nikita.
"Enggak,biasa aja!" Nikita menjulurkan lidahnya mengejek.
"Oh berani ya ngeledekin aku?" Aldi menggelitiki pinggang Nikita membuat gadis itu menggeliat geli.
"Geli Kak Al!"
"Cium dulu baru aku berhenti." Aldi mendekatkan wajahnya pada Nikita
"Enggak mau!”
"Yaudah, aku nggak mau berhenti.”Aldi kembali menggelitiki pinggang Nikita.
"Kak udah berhenti!" Nikita berusaha menepis tangan Aldi.
"Cium dulu."
Nikita menggigit bibir bawahnya melirik sekilas suasana kantin yang mulai ramai. Untung saja semua orang sedang sibuk dengan obrolan masing-masing membuat Nikita berani memajukan wajahnya dan mencium sekilas pipi Aldi.
"Nah, gitu kan manis." Aldi mengecup sekilas puncak kepala Nikita.
"Dasar modus!"
Nikita mencebikkan bibirnya meskipun sebenarnya hatinya melambung senang bisa sedekat dan seakrab ini dengan Aldi.Semua kekhawatirannya selama ini, mulai dari tingkah cuek Aldi yang pernah lupa memberinya kabar hilang begitu saja seolah kebimbangan itu tidak pernah terjadi.Hanya satu harapan Nikita saat ini. Semoga kebahagiaan ini tidak akan berakhir.
Dari kejauhan Rendy diam-diam mengamati kedua pasangan remaja itu,ia sempat mengeraskan rahang menahan saat melihat Aldi memaksa Nikita untuk mencium pipinya.
Tapi untuk saat ini ia hanya bisa berandai andai,seandainya ia bisa berada di posisi Aldi menjaga dan melindungi gadis yang dicintanya.Rendy berjanji akan menghabisi Aldi dengan tangannya sendiri jika sampai pada akhirnya lelaki itu justru melukai hati Nikita.Memang inilah perannya sebagai bodyguard, hanya bisa mengawansinya dari jauh dan maju ketika dibutuhkan.
----
"Hari ini aku nggak ada les, aku anterin kamu pulang ya?"
"Beneran? Apa enggak ngerepotin?"
Aldi meraih tangan Nikita menggenggamnya erat, "Apasih yang enggak buat kamu?"
"Gombal." Nikita mencubit pelan lengan Aldi.
"Enggak gombal sayang, aku serius." Aldi mengedipkan sebelah matanya genit.
"Matanya jangan kedip-kedip, genit."
"Sama kamu aja kok genitnya."
Terus cewek yang di chatting kemarin siapa Kak?
Nikita merapatkan bibir agar tidak menyinggung kembali kejadian beberapa hari yang lalu. Tidak ingin merusak kebahagiaannya sendiri, dia belum siap untuk mendengar penjelasan Aldi.
Bodoh? Memang.Benar kata Rendy, cinta dan bodoh memang beda tipis. Nikita rela menjadi bodoh hanya karena cintanya yang terlalu dalam untuk Aldi.
Rela menutupi segala kebimbangan hatinya hanya untuk memperpanjang waktu kebersamaannya dengan Aldi.
Bagaimanapun sikap cuek Aldi yang terkadang menghiraukan keberadaannya tidak merubah sedikitpun kenyataan bahwa hatinya tetaplah milik Aldi.
"Kak?"
"Hm?"
Nikita mengulurkan tangannya memeluk cowok di hadapannya, "Nikita sayang Kak Aldi."
Aldi sempat tertegun sebentar, tapi perlahan dia mulai membalas pelukan Nikita,membelai lembut rambut gadis itu.
"Aku juga sayang kamu."
----
Cinta itu memang rumit,bahkan lebih rumit dari pada soal matematika dan fisika dijadikan satu.Soal pelajaran sesulit apapun pasti akan ada manusia yang mampu memecahkannya tetapi masalah perasaan belum ada yang mampu menemukan teori untuk memecahkan masalahnya.Seperti yang dialami oleh Rendy,ia mencintai Nikita tetapi gadis itu mencintai lelaki lain.
Benar kata pepatah jatuh cinta itu mudah tetapi tidak semua cinta bisa berjalan sesuai dengan keinginan.Tidak semua kisah cinta dapat berakhir happy ending.
"Mau makan dulu nggak?"
"Boleh."
"Kalau jadi pendamping hidupku mau nggak?"
Reina memukul pelan lengan Darrel,”Jangan mulai ya.”
Rendy menghela nafas melihat dua pasangan remaja yang berjalan tepat disampingnya, “Apa salah hampa ya Tuhan?Kenapa selalu jadi obat nyamuk.”
Darrel hanye melirik sekilas Rendy dengan tidak peduli tetap melancarkan gombalan dan rayuan pada Reina.Rendy melengos memilih berjalan mendahului pasangan yang sedang bermesraan itu.
Dulu Rendy memiliki prinsip untuk tidak pernah jatuh cinta pada manusia dan lebih memilih jatuh cinta dengan game,karena game tidak akan pernah menyakiti hatinya apalagi meninggalkan.Entah sejak kapan prinsipnya berubah,sayangnya sekalinya berubah cintanya justru bertepuk sebelah tangan.
"Ren, gue duluan ya?" Darrel membuka kaca helmnya begitu juga dengan Reina yang duduk di boncengan motornya. "Hati-hati di jalan."
Kalian juga, by the way Rein,awas diboncengin Darrel,dia tukang modus.”Rendy tersenyum polos tanpa mengindahkan Darrel yang sudah mengumpat pelan dengan tatapan tajam.
Reina terkekeh geli, "Udah tau, kan ceweknya Darrel banyak."
"Bukan cewek gue, mereka aja yang ngejar-ngejar. Susah memang jadi cowok ganteng."
Reina mendorong pelan helm di kepala Darrel, "Nggak usah pede lo!"
"Iya sayang."
"Sayang pala lo peang!"
Darrel mencebikkan bibir mencibir pelan,"Halah, paling juga dalemnya lo guling-guling baper kan?"
Rendy berdeham keras membuat Darrel dan Reina refleks menoleh kearahnya,"Masalah rumah tangga jangan di bahas di sini deh."
"Ups, sorry jombs." Darrel melambaikan sebelah tangannya dengan senyuman sombong.
"Kayak lo nggak jomblo aja." sindir Reina.
"Gue nggak jomblo kok." Darrel mengerling genit, "Kan ada elo?"terlihat jelas kedua pipi Reina memerah meskipun ekspresinya terlihat kesal.
Rendy memutar bolamatanya malas memilih melangkah pergi meninggalkan Darrel dan Reina yang sedang dimabuk asmara.
Sial bagi Rendy,setelah tadi harus melihat kemesraan Darrel dan Reina,sekarang ia harus kembali melihat Nikita bermesraan dengan Aldi didekat motornya terparkir.
Melihat bagaimana Nikita tersenyum bahagia bersama Aldi membuatnya mematung dengan bibir terkatup rapat.Tidak tahu untuk keberapakalinya hatinya kembali merasakan nyeri melihat gadis yang ia sayangi berada dipelukan lelaki lain.
Aku mah apa,Ta? Cuma seseorang yang hanya bisa mendekapmu dalam doa ,karena kenyataannya ada orang yang mendekap tanganmu,dan sayangnya orang itu bukan aku.
Bab 10
"Rel,lo kenal Claudia nggak?"
Darrel mengerutkan kening merasa familiar dengan nama itu, "Pernah denger tapi nggak kenal,kenapa?”
"Hampir setiap hari dia ngechat gue."Rendy mengamati pesan yang baru saja muncul dilayar ponselnya.
"Naksir lo kali, eh tapi nggak mungkin ada cewek naksir lo."Darrel menggeleng tegas membuat Rendy tidak tahan mengumpat kasar.
"Yaudahlah gas balik aja, lo udah kelamaan asik sendiri. Jomblo abadi."Darrel menepuk pundak Rendy dengan ekspresi prihatin.
Gue jomblo karena nungguin adek lo.
"Kenal orangnya aja enggak, ngapain ngegas."
"Makannya kenalan, nggak kenal maka nggak sayang!" Senyum Darrel mengembang saat melihat Reina melangkahkan kaki masuk kekantin.
"Mana Tata?"
Reina mengedikkan bahunya santai, "Nggak tau, sama kak Aldi kayaknya."
"Sini beb." Darrel menepuk-nepuk kursi di sampingnya.
"Beb bab beb, lo kira gue bebek?!"Reina menatap galak Darrel.
Darrel mengusap wajahnya kasar, "Nasib, calon cewek gue galak banget."Darrel mengulurkan tangan mengacak gemas rambut Reina, "Untung sayang."
"Udah jadian aja, lemot amat kayak siput." Cibir Rendy.
"Yang jomblo diem aja."celetuk Darrel kembali menyinggung status Rendy.
Rendy berdecak kesal,“Sebenernya jomblo salah apa sih? Setiap ada hinaan pasti kenaknya penyandang jomblo.Jomblo pilihan sama jomblo karena nungguin doi peka, beda ya.”
Lebih ngenes yang nunggu doi peka.
“Halah sok ngomongin doi,orang gebetan aja lo nggak ada,”ejek Darrel yang langsung mendapat cubitan ringan dari gadis yang duduk disampingnya.
“Diem.”Reina menatap tajam Darrel membuatnya langsung merapatkan bibir diam.
Layar ponsel Rendy kembali menyala menampilkan notiF chat dari pengirim yang sama dengan pesan sebelumnya.
Claudia:
Claudia: cie, penasaran ya sama gue? Tanya temen segala,tanya gue langsung dong :p
"Kenapa? Kok kaget gitu?"
Rendy terlonjak kaget menoleh kearah seorang gadis cantik yang duduk tepat disamping mejanya.
"Claudia?" Tanya Rendy ragu.
Claudia mengangguk sekilas, "Iya, jahat banget lo nggak pernah bales chat gue."
"Kan gue nggak kenal sama lo, ya ngapain gue bales." Rendy menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
"Sekarang kan sudah kenal, jadi bales ya?" Claudia tersenyum hingga matanya menyipit.
Rendy terdiam terpesona dengan kecantikan Claudia.Gadis itu memiliki sepasang mata bulat dengan bulumata lentik alami,hidungnya mancung kontras dengan bibirnya yang tipis.
Pipinya agak bulat membuatnya terlihat imut seperti boneka.Tubuhnya yang mungil dan caranya tersenyum membuat Rendy teringat pada Nikita.Kedua gadis itu memiliki banyak kemiripan.
Rendy berdeham sejenak,"Kalau nggak sibuk ya."
Claudia mengerucutkan bibirnya sebal, "Kok gitu? Lo sibuk apa sih?"
"Kepo,”ucap Rendy dengan nada jenaka, “Awas nanti baper.”
"Kalau gue bilang udah baper, gimana?"Claudia menopang dagunya dengan tangan sengaja menggoda.
"Gimana bapernya, kenal aja baru sekarang."kilah Rendy.
"Itu sih buat lo aja, gue setiap hari merhatiin lo nyadar nggak?"
"Hah?"
Claudia berdecak sebal, "Memang ya nungguin lo peka tuh kayak nungguin rambut keriting Bu Cecil jadi lurus."
Tawa Rendy menyembur begitu saja, tiba-tiba teringat sosok guru itu. Rambutnya memang keriting nyaris seperti brokoli kontras dengan tubuhnya yang terbilang mungil.
"Lo lucu ya."celetuk Rendy tanpa sadar.
“Eh?”Claudia membulatkan mata kaget dengan kedua pipi mulai merona.
Rendy mengerutkan kening agak maju mengamati wajah Claudia yang merah padam,"Kenapa lo? Sakit?"
Claudia menggeleng sekilas, "Gue ke kelas duluan ya.Bye!" gadis itu langsung bangkit berdiri meninggalkan Rendy yang kebingungan.
"Ehem."
Rendy mengalihkan tatapannya pada dua orang yang duduk dihadapannya.Darrel dan Reina sedang menatak kearahnya dengan tatapan menggoda.
"Kenapa?" Tanya Rendy dengan ekspresi polos.
"Cie, yang dapet gebetan baru cie." Reina menaik turunkan alis menggoda, "Cantik lagi."
"Udah gas aja, mumpung ada yang mau sama lo." Ucap Darrel dengan senyuman tengil.
Rendy melengos malas menanggapi ucapan mereka,tanpa sadar ia jadi memandangi layar ponselnya.
“Claudia ya.”
----
"Rendy!" panggilan itu membuat seluruh murid kelas 11 IPA 3 menoleh kearah pintu kelas.
Claudia berjalan riang mendekat kearah Rendy yang duduk dibangku belakang.Banyak murid mulai bersiul-siul menggoda melihat gadis itu meletakkan sekotak bekal dimeja Rendy.
Rendy masih diam mengerjapkan mata tidak percaya melihat kedatangan gadis itu.Padahal kemarin terlihat jelas Claudia terlihat malu-malu padanya tetapi pagi ini ia justru dengan santainya datang menghampirinya dikelas tanpa peduli dengan godaan dari teman-temannya.
"Kok bengong? "Claudia menggoyangkan telapak tangan didepan wajah Rendy, "Nanti kesurupan mampus lo. "
"Lo yang kesurupan,"Rendy menepis pelan tangan Claudia dari hadapan wajahnya, "Ngapain pagi-pagi ke kelas gue? "
"Lo nggak lihat? Gue bikin bekal buat lo, "Claudia mendorong bekalnya mendekat pada Rendy.
"Cie, dibuatin bekal!"
"Aduh,Rendy udah gede sekarang!"
"Udah mulai main pacar-pacaran ya Ren? Hahaha. "
Dan masih banyak ejekan menggoda dari teman sekelasnya membuat Rendy mengumpat agak salah tingkah.
Nikita yang sejak tadi diam sibuk menyalin PR dari buku Reina agak menajamkan telinga menguping pembicaraan mereka. Sedangkan Darrel sudah siap membuka mulut inggin ikut mengompori suasana tetapi dengan cepat memilih diam merapatkan bibir saat Reina menatapnya tajam menyuruhnya diam.
"Thank's besok nggak perlu lagi buatin gue bekal, gue nggak enak ngerepotin lo. "Rendy tersenyum tulus tanpa memperdulikan siulan teman sekelasnya yang semakin heboh karena ucapannya barusan.
Claudia tersenyum manis bahagia melihat respon Rendy, ia tidak menyangka niatnya akan diterima sebaik ini.
"Nggak kok gue justru seneng kalau bisa terus buatin bekal buat lo, "ucap Claudia agak menundukkan wajah tidak berani melihat ekspresi Rendy.
Darrel yang tadinya diam tidak tahan menyeletuk keras, "Kode itu,peka Ren! Gas aja udah!"
Rendy meraih sembarang buku diatas meja kemudian melemparnya tepat mengenai wajah Darrel,"Berisik lo. "
Claudia menggigit bibir bawah dengan kedua pipi semakin memerah, "Kalau gitu gue balik kelas dulu ya, jangan lupa dimakan bekalnya. "
Setelah mengucapkan itu Claudia berlari cepat keluar kelas tidak tahan lagi menghadapi godaan dari murid kelas Rendy.
Melihat tingkah Claudia yang berlari cepat keluar kelas tanpa sadar Rendy terkekeh geli. Menurutnya tingkah Claudia lucu, tadi awalnya gadis itu terlihat percaya diri bahkan dengan berani memanggil namanya dengan lantang dari depan kelas tapi pada akhirnya gadis itu justru berlati salah tingkah dengan wajah merah padam.
"Cie, ketawa cie. "Darrel menusuk-nusuk pipi kiri Rendy dengan jari telunjuk, "Uluh-uluh anak papa udah gede sekarang. "
"Apaan, "Rendy menepis kasar tangan Darrel
"Tapi Ren menurut gue nggak ada salahnya lo coba deket sama Claudia, dia cantik, baik, pinter masak, kurang apa? "ucap Reina dengan kerlingan menggoda.
Nikita menghentikan aktivitas menulisnya, "Claudia? "
Jantungnya berdesir kembali mengingat nama itu pernah muncul di ponsel Aldi. Apakah mungkin Claudia yang menghubungi Aldi sama dengan yang barusan datang ke kelasnya?
"Kenapa Ta? Tanya Reina melihat teman sebangkunya tiba-tiba terdiam, "Sebentar lagi bel lho. "
Mendengar itu Nikita seolah tersadar kembali menyalin cepat catatan Reina kebukunya, "Sial, ini banyak banget lagi. "
"Salah sendiri nggak mau kerjain kemarin, "cibir Darrel membuat Nikita menoleh dengan tatapan garang kearahnya.
"Gue bukannya mau kerjain, tapi gue nggak bisa!"
"Belajar makannya, "celetuk Rendy yang langsung mendapat tatapan garang Nikita.
"Eh lo juga nyontek ya,Ren!"
Rendy mengangguk membenarkan, "Tapi setidaknya gue ranking delapan belas bukan dua puluh. "
Nikita menggertakkan gigi meraih asal benda-benda di meja dan mulai melemparkannya pada Rendy.
"Eh jangan mangkuk makannya,"Darrel merebut cepat tempat makan yang sempat nyaris Nikita lemparkan pada Rendy, "Ini bekal cinta khusus buat bambang Rendy tercinta. "
Nikita hendak meraih benda lain untuk kembali ia lemparkan tetapi dengan cepat Reina menahan tangannya, "Buruan salin dulu tugasnya,sepuluh menit lagi masuk! "
"Sial! "Nikita kembali mengambil pulpen mulai menyalin cepat jawaban dari buku Reina, ia tidak peduli lagi apakah tulisannya rapi atau tidak yang jelas tujuannya saat ini adalah menyalin semua deretan angka yang terdapat pada buku dihadapannya.
"Dasar cewek rempong, "gumam Rendy seraya membersihkan barang-barang yang berserakan dimeja dan lantai kelas karena ulah Nikita tadi.
Meskipun begitu tak urung bibir Rendy menyunggingkan senyum geli melihat Nikita yang saat ini sedang konsentrasi menyalin. Apapun perbuatan gadis itu tetap saja terlihat menggemaskan dimata Rendy, lelaki itu memang telah dibutakan oleh perasaan yang bernama cinta.
----
"Ta,"Reina menepuk lengan Nikita, Ada Kak Aldi tuh didepan kelas. "
Nikita menolehkan kepala,tatapannya langsung bertemu mata dengan Aldi yang sedang tersenyum hangat padanya.
"Eh gue balik duluan ya, "Nikita memakai tas ransel punggungnya kemudian berlari kecil keluar kelas.
"Pacaran terus,kakaknya aja masih jomblo, "sindir Darrel sengaja melirik Reina berharap mendapat respon.
"Nggak usah lirik-lirik, sakit mata baru tahu rasa."ucap Reina tenang seraya bangkit berdiri merapikan sekilas roknya, "Gue juga balik ya, sopir gue udah jemput. "
Darrel mengerucutkan bibir menatap melas, "Kenapa nggak bareng gue aja? "
"Gue pikir lo sama Tata, udah ya gue duluan! "Reina tersenyum manis melambaikan tangan pada Darrel dan Rendy.
"Hati-hati dijalan, "kata Darrel dijawab anggukan oleh gadis itu.
Setelah melihat punggung Reina mulai menjauh, Darrel meraih tas ransel hendak pulang karena sebenarnya sejak tadi ia sengaja menunggu dikelas memastikan Nikita memang pulang bersama Aldi.
Darrel mengerutkan kening baru sadar sejak tadi Rendy lebih banyak diam,bahkan Ekspresinya terlihat suram.
"Woi, "Darrel menepuk pundak teman sebangkunya itu, "Nggak mau balik lo? Segitu cintanya sama sekolah? "
Rendy menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan, ia mendongak menatap Darrel yang sudah berdiri disampingnya.
"Memang seharusnya dari awal gue jadi gamers aja ya,ribet masalah hati."
Darrel menundukkan wajah menyentuh pelan kening Rendy dengan telapak tangan, "Mabuk lo? Kenapa tiba-tiba ngomong hati? "
Rendy menepis pelan tangan Darrel, "Sekarang gue bingung gimana sama Claudia, gue nggak mau dia terlalu berharap lebih sementara dari awal memamg gue nggak pernah mengangap dia lebih. "
"Oh masalah dia? Gini deh,Ren"Darrel kembali mendudukkan diri dibangku, "Sekarang mungkin lo bisa bilang gitu tapi lama kelamaan semua bisa berubah,gimana lo mau bahagia merasakan cinta kalau dari awal lo selalu tutup rapat hati lo kesemua cewek yang diam-diam selalu berusaha deket sama lo? "
"Rel, gue bukannya menutup diri tapi memang gue nggak bisa buka hati untuk mereka. Lebih baik mereka sakit diawal dari pada terlanjur berharap lebih tapi kenyataannya nggak ada yang bisa diharapin."
Darrel terdiam menatap serius teman sebangkunya itu. Sebagai sahabat ya g baik ia ingin membantu Rendy untuk keluar dari dunianya yang sempit. Darrel tahu game memang bisa menghibur kepenatan tetapi dibalik itu ia tahu Rendy tetap membutuhkan seseorang yang bisa menjadi tempatnya bersandar dan berbagi. Darrel ingin membantu Rendy mengenal bagaimana rasanya mencintai dan dicintai seseorang.
"Ren, "Darrel agak memundurkan kursi menjauh, "Lo nggak homo kan?"
Rendy membelalakkan mata langsung memukul peras kepala Darrel, "Sinting lo! "
"Bercanda bang, baperan lo! "Darrel mengusap kepalanya yang terasa perih, "Saran gue sih lo belajar buka hati Ren, mau sampai kapan lo kayak gini? Kalau memang ada cewek yang lo suka ya perjuangin, tapi kelihatannya gue perhatiin lo nggak pernah deket sama cewek. Dulu Sania doang itupun akhirnya kalian nggak jadian. "
"Kalau gue bilang cewek yang gue taksir udah punya pacar,dosa nggak sih? "tanya Rendy membuat Darrel tersentak kaget langsung merapatkan bibir.
Darrel terdiam sejenak mencerna maksud ucapan sahabatnya barusan. Melihat ekspresi serius Rendy,ia justru semakin bingung harus menjawab apa.
"Dosa sih enggak selama lo nggak mengganggu hubungan mereka, "ucap Darrel setelah berhasil mengendalikan diri, "Tapi gue rasa penantian lo belum tentu berakhir sesuai harapan,kalau gue saranin mending lepasin perasaan yang sekarang ada di hati lo. Mungkin dia memang nggak ditakdirkan untuk lo."
Darrel menepuk pelan pundak Rendy, "Coba sekali-kali lo lihat kebelakang jangan terlalu sibuk menunggu yang ada didepan. Mungkin ada orang yang diam-diam selalu memperhatikan lo berharap suatu saat hati lo akan berpaling ke dia. "
Melihat Rendy masih diam, Darrel mengusap pelan wajahnya ikut bingung menghadapi nasib sahabatnya itu. Ia tidak menyangka sekalinya merasakan cinta Rendy justru harus mendapat kisah serumit itu.
"Udahlah galau gitu nggak cocok buat lo, sekarang mending pulang, makan, mandi, terus tidur. "Darrel membantu Rendy memakai jaket kemudian mendorong tubuh cowok itu keluar kelas.
"Rel, gue baru sadar ternyata lo pinter ya, "ucap Rendy setelah berhasil mengendalikan hatinya yang kacau karena mendengar ucapan Darrel tadi.
"Iya dong, gue kan calon presiden indonesia beberapa puluh tahun lagi." kata Darrel sombong dalam hati ia menghela nafas lega melihat Rendy mulai bisa bercanda lagi.
Mereka berjalan santai menyusuri koridor kelas yang sudah sepi,saat mereka sampai depan halaman sekolah tiba-tiba langkah Rendy terhenti membuat Darrel refleks ikut berhenti.
"Kenapa lagi? "tanya Darrel
"Rel, kayaknya gue ikutin saran lo." Rendy tersenyum tipis kemudian berjalan santai mendekati seorang murid yang sedang duduk sendirian dibangku kayu dekat parkiran.
"Buset langsung ngegas dia, "Darrel berdecak samar, "Ternyata ucapan gue berefek besar."
Rendy tersenyum simpul saat langkahnya semakin mendekat kearah gadis yang sedang duduk sendirian dengan tangan sibuk mengetik dilayar ponselnya.
"Sendirian neng? "goda Rendy sengaja mendudukkan diri disamping gadis itu.
"Rendy? "Claudia membulatkan mata kaget melihat cowok itu sudah duduk disampingnya dengan senyum menawan.
"Kok belum pulang? "
Claudia mengulum bibir menahan senyum melihat Rendy peduli padanya, "Belum dijemput, lo sendiri kenapa belum pulang? "
Rendy mengedikkan bahu santai, "Tadi keasikan ngobrol sama Darrel, mau pulang bareng gue aja? "
"Ha? " Claudia mengerjapkan mata dengan mulut sedikit terbuka.
"Kalau lo nggak keberatan sih, hitung-hitung balas budi buat bekal tadi pagi. "Rendy menggaruk tengkuk lehernya agak canggung karena baru kali ini ia menawarkan tumpangan pada gadis selain Nikita. "
Claudia tersenyum tipis agak kecewa dengan ucapan Rendy, "Tenang aja, gue ikhlas kok buatin lo bekal. Lo mau makan aja gue udah seneng."
"Eh,maksud gue bukan gitu tapi gue--"Randy membasahi bibirnya mencari kata-kata yang paling tepat untuk menjelaskan maksud ucapannya tadi.
"Udahlah Ren, lo balik aja duluan bentar juga sopir gue dat--"
"Gue pengen anter lo pulang."
Claudia membulatkan kedua matanya kaget melihat Rendy menatap serius padanya.
"Gue mau lo pulang bareng gue, "ulang Rendy saat melihat gadis itu masih terdiam tidak memberinya respon berarti, "Jadi, lo mau nggak gue anterin? "
"Memangnya nggak ngerepotin? "
Rendy terkekeh geli mendorong pelan kening Claudia dengan jari telunjuk, "Kalau ngerepotin ngapain gue nyamperin lo duduk disini terus ajak lo pulang bareng?"
"Iya juga sih, "Claudia meringis kecil menggaruk pipinya salah tingkah.
"Yaudah,ayo pulang."Rendy berjalan santai mendahului Claudia berjalan keparkiran.
Claudia menutup mulut dengan tangan menahan teriakan histeris.ia tidak pernah menyangka impian untuk pulang bersama Rendy akhirnya bisa menjadi kenyataan. Mungkin hari ini akan menjadi hari paling bersejarah dimasa SMA-nya.
"Heh, sini naik."Rendy mengedikkan dagu kearah belakang motornya, "Mau sampe kapan diem disitu? Mau jaga sekolah? "
Claudia mengerucutkan bibir, "Iya bentar. "
Rendy menyerahkan helm pada Claudia kemudian mengulurkan tangan membantu gadis itu naik kemotornya.
Baru saja Rendy hendak menjalankan motor keluar sekolah ia jadi teringat telah melupakan sesuatu yang penting.
"Ehm,alamat rumah lo dimana ya?"
Claudia mendengus geli, "Dari tadi gue juga mikir memangnya lo tahu alamat gue kenapa nggak tanya sama sekali."
"Manusia, biasalah suka lupa"kilah Rendy membela diri.
Rendy kembali menjalankan motornya setelah mendengar alamat yang Claudia katakan padanya. Selama perjalanan Rendy hanya bisa meyakinkan hatinya bahwa pilihannya ini sudah tepat. Sudah waktunya ia belajar membuka hati untuk orang lain dan mulai mengubur jauh-jauh perasaan masa lalunya.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
