01. Ratu Tanpa Mahkota

1
0
Deskripsi

.

"Anda dinyatakan tidak lulus seleksi SNBP 2024."

"Jangan menyerah, tetap semangat! Masih ada kesempatan mengikuti SNBT 2024 atau seleksi mandiri PTN."

Dua kalimat berwarna merah, terngiang-ngiang di kepala seorang siswa kelas 12 SMA. Di seragam putihnya, terdapat papan nama yang sudah usang bertuliskan Dino Aksa Anggara. Padahal, Dino sudah belajar keras, dan berharap pada jalur langit ini. Namun, kenyataannya keberuntungan tidak memihak padanya. Tepat di depan layar ponsel Dino, Dino hanya menemukan tanda merah di atas profil miliknya.

Dino meremas kertas pada buku. Dia duduk di meja paling depan, dengan rasa sakit di dadanya. Apalagi ketika bisikan-bisikan teman sekelasnya, menjadikan dirinya sebagai topik pembicaraan hari ini.

"Gak perlu cemas! Liat, nih! si Juara umum aja, gak masuk ke daftar orang yang lulus seleksi SNBP!"

"Jadi, Nyokap kita gak akan ngebandingin kita sama anak di luar nikah itu lagi!"

"Bosen banget anj*ir! Telinga gue dengerin nyokap gue ngomel-ngomel. Mereka gak terima, anak di luar nikah itu bisa lebih menonjol dari anak sah kayak kita!"

"Males banget sumpah! Kenapa sekolah ini harus nerima anak yang gak punya bokap kayak dia?!"

Bisikan-bisikan orang di belakang Dino, tak membuat Dino terusik meskipun hatinya terluka. Dino mengambil penutup telinga, lalu memasukkannya ke kedua lubang telinganya. Dia menjatuhkan wajahnya ke meja, sembari menutup kelopak matanya. Dino berharap, dirinya bisa terlelap untuk melupakan kegagalannya. Namun, ucapan para penggosip masih bisa masuk ke telinganya.

"Tapi... meskipun dia lolos SNBP, emangnya nyokapnya sanggup bayar biaya kuliahnya?!"

"Eh... boro-boro bayar kuliah, bayar biaya ongkos buat daftar ulang aja kayaknya gak ada!"

"Ujung-ujungnya pasti nolak SNBP, dan imbasnya, sekolah kita diblacklist dan adek kelas kita gak punya kesempatan masuk pake jalur SNBP lagi."

"Udah statusnya gak jelas, nyokapnya miskin, gak punya bokap lagi."

"Kalo gak lulus SNBP, dia bisa apa? Daftar buat ikutan SNBT gak punya duit, apalagi ikutan seleksi mandiri PTN!"

"Tapi... ada yang bilang, kalo nyokapnya kerja gila-gilaan buat biayain sekolah dia!"

"Halah! Nyokapnya aja gak lulus SMA, dia kerja serabutan, luntang lantung gak jelas! Kalo pun punya biaya lebih buat nyekolahin anaknya, ada yang bilang kalo duit itu hasil open B*!"

"Nyokapnya kan masih muda! Masih cantik, walaupun udah punya anak remaja! Jelas aja, wanita yang tekdung duluan itu, ngejual harga dirinya bua---"

Suara gebrakan meja terdengar sampai ke kelas sebelah. Dino tak mempedulikan telapak tangannya yang memerah, bersamaan dengan pipinya yang panas. Sejak tadi, dia mencoba untuk meredam emosinya, setelah ditolak kampus impiannya. Lalu sekarang, teman-temannya dengan tak tahu malu bergosip di depan telinganya sendiri.

Dengan tatapan tajam, Dino memindai satu persatu orang yang sudah berkata buruk tentang sang ibu. Pemuda itu menunjuk satu persatu orang di belakangnya, lalu menarik sebelah sudut bibirnya ke atas. "Beg*."

"Kalian semua Beg*."

"Bisa masuk daftar SNBP karena guru ngasih kalian nilai kasih sayang aja, udah besar kepala! Terus sekarang? Setelah gak lolos, kalian cari-cari bahan alibi buat nyokap kalian?"

"Gue gak marah, meskipun kalian ngatain gue. Karena buat apa marah? Sama orang yang gak punya otak buat berpikir sebelum berucap," jelas Dino, sebelum akhirnya mengambil tas dan keluar dari kelasnya tanpa banyak berdebat. Pemuda itu meninggalkan beberapa pemuda yang mengumpatinya, dan juga beberapa orang yang merasa tersindir. Namun, mereka masih belum berhenti untuk membuat gosip baru, dan mengucilkan Dino di kelasnya.

•••

Dino anak dari wanita yang belum menikah. Dino anak dari wanita yang tak mendapatkan pertanggung jawaban dari pemuda yang menghamilinya. Dino anak dari kesalahan wanita yang memberikan mahkotanya begitu saja. Dino juga anak dari wanita yang saat ini mengenakan kostum kelinci bersayap malaikat, yang tengah menarik perhatian pembeli untuk masuk ke sebuah kafe.

Di depan mata Dino, kelinci itu bernyanyi gembira dan berhasil menarik perhatian pembeli. Suaranya yang lembut, dan kostumnya yang imut, membuat anak-anak tertarik mengunjungi kafe dengan mengajak orang tuanya. Wanita itu bekerja tak kenal lelah, meskipun rasa gerah menghampirinya.

Lalu, ketika kafe ditutup, dan kostumnya terlepas, tampaklah wajah wanita berkulit putih, dengan bibir tipis dan luka goresan di wajah. Satu persatu keringat membasahi kening wanita itu. Dia mengusapnya dengan sapu tangan, sampai akhirnya sudut bibirnya melengkung ke bawah secara perlahan.

Di saat bekerja, wanita itu bisa tertawa riang dan mengajak pembeli untuk masuk ke kafe. Namun, setelah berhenti bekerja, setiap tawaannya lenyap, digantikan dengan wajah letih yang masih berharap pada keajaiban dunia.

"Hani, hari ini gajimu dipotong utangmu untuk membayar uang sekolah anak kamu," jelas pemilik toko.

Hani hanya bisa mengangguk, sembari memasukkan uang gajinya ke saku. Dia tak sabar, untuk mengajak sang anak mendaftar di PTN pilihannya. Namun, ketika Hani ingin mengemasi barang-barangnya untuk pulang, dia menemukan Dino berada di depannya dengan ekspresi kosong.

Tanpa banyak bicara, Hani langsung menghampiri Dino. Wanita yang awalnya menurunkan sudut bibirnya, kini menariknya ke atas dengan penuh harapan. Tepat di depannya, ada sebuah bibit unggul yang bisa meningkatkan derajat keluarganya. Hani menaruh harapan penuh pada sang anak. Oleh karena itu, dia ingin Dino mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari pada dirinya sendiri.

"Dino! Mama punya kabar baik buat kamu! Kita bisa mendaftar ke PTN favoritmu, Nak! Mama udah dapetin ua---" Belum sempat Hani mengakhiri ucapannya, Dino sudah lebih dulu membalas, "Dino gak akan kuliah, Ma."

Hani langsung memelototkan mata. Dia menyentuh kedua bahu Dino, sembari berkata, "Jangan bercanda. Mama lagi serius sekarang."

Dino menjawab, "Dino juga serius. Dibanding kuliah, Dino mau kerja."

Hani menggelengkan kepala. Dia menangkup wajah anaknya, dengan mata menyipit. Tanpa bertanya, Hani sudah menyadari jika hari ini adalah hari pengumuman seleksi SNBP sang anak. Lalu dari ekspresi Dino, Hani mendapatkan informasi jika anaknya tidak lolos seleksi ini. "Kamu gagal masuk seleksi ini?"

"Gak masalah! Masih banyak jalan! Ada UTBK! Ada jalur mandiri juga! Kita masih bisa berusaha! Mama percaya kamu bisa!" jelas Hani.

Dino menjawab, "Bisa apa, Ma? Kenapa Mama gak bisa terima kalo kita itu miskin!"

"Kita gak punya duit buat sekadar bayar biaya pendaftarannya aja! Dino, malu, Ma! Dino malu, liat Mama kerja kayak gini tiap hari!" peringat Dino dengan mata berkaca-kaca.

Hani membalas, "Justru karena kita miskin, Mama mau, kamu punya pengetahuan yang luas dibanding Mama, Dino!"

"Mama gak mau, kamu nyia-nyiain masa muda kamu! Manfaatkan masa ini buat dapetin pengetahuan sebanyak-banyaknya, karena dengan ilmu, hidup kita bisa berubah!" jelas Hani.

Dino berdecak, dan menjawab, "Mama bisa dengan mudah bilang kayak gini, karena gak tahu rasa malu yang setiap hari Dino rasain!"

"Dino diejek tiap hari! Dino sering dibuli, dikatain, dijadiin bahan becandaan! Karena apa?! Karena Dino anak di luar nikah, dari wanita yang sampai sekarang gak punya suami!"

"Dino cape! Dino cape harus satu lingkungan sama orang-orang kayak gitu, Ma! Dino cape! Dino mau nyerah aja! Kalo pun Dino kuliah, pasti Dino dijadiin bahan ledekan lagi!"

"Gak ada gunanya. Lagi pula, Dino gak punya identitas yang jelas," peringat Dino dengan mata berkaca-kaca. Dino tak sanggup menahan keresahannya selama ini. Sementara Hani hanya bisa mendongakkan wajahnya, menahan cairan bening supaya tak lolos membasahi pipinya. Dia sudah berada di fase ini setelah mengalami banyak rintangan. Oleh karena itu, Hani yakin dirinya bisa melewati masa-masa sulit ini.

"Dino... hidup disamping hinaan memang gak enak, tapi hidup tanpa ilmu jauh lebih gak enak lagi. Tolong, bertahan sedikit lagi. Kita berusaha sama-sama, ya?" bujuk Hani.

"Mama gak bisa ngertiin kondisi Dino sekarang! Gimana bisa ngerti? Kalo Mama aja gak pernah ngerasain stressnya duduk di bangku kelas 12 SMA!" peringat Dino.

Dino memilih untuk menulikan telinganya, dan berbalik meninggalkan Hani untuk pulang terlebih dahulu. Sebenarnya di hati Dino terdapat tekad yang besar untuk masuk kuliah. Namun, melihat sang ibu bekerja mati-matian untuk membiayainya membuat Dino tak enak hati.

Dino ingin bekerja. Dia ingin menghasilkan uang. Dino tak mau membebani Hani lagi. Dia ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah, tetapi Dino bahkan tak memiliki identitas yang jelas tentang siapa ayahnya. Jika begini? Dino harus bagaimana?

Dino menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dia berjalan menelusuri jalan raya dengan tatapan kosong, dan mata berair. Tujuannya adalah rumah kecil, yang biasa dia pakai untuk beristirahat. Namun, ketika kakinya melangkah, Dino tak sengaja menginjak sebuah selembaran poster.

Dino awalnya berniat membuang poster itu ke tong sampah. Namun, ketika matanya menemukan tulisan beasiswa, Dino langsung mengamati baik-baik poster yang dia pegang.

"Beasiswa untuk para juara kelas tanpa persyaratan yang ribet dari Perusahaan Scoup Education?" gumam Dino, sebelum akhirnya matanya melihat sebuah harapan, di balik poster dalam genggamannya.

•••

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 02. Penyelamat Dalam Kegelapan
0
0
.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan