After Taste (satu)

47
4
Deskripsi

Selamat membaca!

Sincerely,

Miu.

Wattpad: SparklingDeer Instagram: plumpmiu

Asteria kelihatan cantik dengan gaun lilac polos sederhana yang ia kenakan. Ia memelukku dengan senyum terkembang bahagia. Aroma lavender tercium darinya. Ia selalu suka aroma itu. Aroma yang paling kubenci.

"Terimakasih untuk dekorasi bunganya!" katanya penuh sukacita. "Kau memang perangkai bunga terbaik yang kukenal!"

Aku tersenyum, melepaskan pelukannya dan sekali lagi menelisik penampilannya hari ini. Asteria selalu cantik, tetapi hari ini kecantikannya menguar tiada tara. Ia selalu menjadi primadona, aku sudah terbiasa dengan hal itu. Rambutnya yang kecokelatan alami diurai dengan tambahan jepitan bunga aster di dekat dahi. Dandanan sederhana sudah cukup membuatnya nampak seperti peri dari negeri dongeng.

"Akan kubuat yang paling indah di pesta pernikahanmu nanti," kataku.

"Aku menantikannya."

Senyumnya kembali terkembang. Tunangannya -Cana- merangkul pinggangnya sayang, tersenyum padaku dengan tulus. Sama halnya dengan Asteria, Cana tak kalah menawan. Ia punya tubuh tinggi, mata bulat yang cantik dan senyum yang cerah. Proporsinya bagus, cocok menjadi model alih-alih pemilik kafe.

"Terimakasih, Rosy," katanya singkat tapi penuh perasaan.

Aku hanya mengangguk, berbalik meninggalkan mereka setelah mengucapkan selamat dan menatap Aaric yang menungguku di antara kursi-kursi yang tersembunyi di balik dekorasi bunga yang kubuat. Matanya memerah, tertuju hanya pada satu titik. Asteria, tentu saja.

Aku menarik napas pendek, memutar bola mata tak kentara dan duduk di sampingnya tanpa kata. Eksistensiku tak ada artinya. Aaric tak akan menyadari keberadaanku. Ia terlalu fokus menatap sepasang calon pengantin di depan sana.

Bukan lagi rahasia di antara aku dan Aaric tentang perasaannya untuk Asteria. Aku sudah mengetahuinya sejak lama. Sangat lama bahkan, tetapi aku memgabaikannya karena aku ingin memilikinya. Kupikir, Aaric secara perlahan akan mencintaiku. Nyatanya, tak ada setitik rasa pun bagiku. Hati dan otaknya hanya diisi oleh Asteria yang sampai kapanpun tak akan bisa ia miliki.

Tidak, selama aku masih hidup.

Aaric adalah pria paling tampan yang pernah kutemui seumur hidupku. Ia berkepribadian baik dan juga selalu memperlakukanku seperti seorang putri. Seorang pria yang penuh tanggung jawab. Bahkan walau ia melakukan kesalahan kecil, ia akan merefleksikan dirinya dan bersikap lebih baik lagi.

Bagaimana aku bisa menjadi kekasihnya? Well, aku melakukan sedikit trik. Kumasukan aphrodisiac dalam minumannya di hari ia berniat mengutarakan perasaannya pada Asteria, dan tara! Kami menjadi sepasang kekasih dalam waktu semalam. Aku tahu caraku curang, tapi apa peduliku? Walau bumi terbelah dua, aku tak akan melepaskannya. Begitu yang kupikirkan dulu.

Lagipula, ia yang bersikeras ingin bertanggung jawab meskipun ia mencintai Asteria. Tipikal lelaki yang terlalu baik hati. Ia sama sekali tak curiga akan apa yang kuperbuat padanya. Aku hanya mengatakan sedikit kata-kata yang terdengar masuk akal, dan Aaric percaya begitu saja. Benar-benar lelaki yang mudah ditipu. Sangat naif.

"Kita sedang berada di pesta pertunangan, bukan acara pemakaman," kataku pelan tanpa menatap Aaric. "Kendalikan ekspresi wajahmu."

Aku memutuskan tak menatap wajah Aaric setelahnya sampai acara selesai dan kami berada di mobil.

"Aku akan menyetir," ujarku, menyingkirkan tubuhnya dari jalanku dan beranjak masuk ke bangku pengemudi.

Aaric menurut dan duduk di bangku penumpang. Sepanjang perjalanan, ia sama sekali tak berbicara. Hening menghantui kami berdua. Ia menarik napas panjang beberapa kali.

Aku meliriknya sejenak, menatap raut wajahnya yang nampak hancur dan memutar bola mataku sekali lagi. Jika kau tanya bagaimana perasaanku, tak perlu repot-repot. Jangan merasa kasihan padaku dan jangan pula turut bersedih untukku. Rasa sedih itu sudah lama mati, saking seringnya aku bersedih untuknya.

Aku menyalakan radio, membiarkan alunan musik yang lembut mengisi keheningan di antara kami. Lalu beberapa menit kemudian, aku mendengar suara tangis tertahan Aaric. Tentu saja hatinya hancur, tapi apa peduliku? Aku juga sama hancur dengannya.

"Kau menangis?" tanyaku yang sebenarnya tidak perlu, karena Aaric tak akan menjawab.

Dan ia memang tak menjawab. Ia mengusap wajahnya kasar, menatap keluar jendela tanpa mempedulikan pertanyaanku. Aku mendengkus sinis.

"Seperti itulah perasaanku bersamamu setiap kali," kataku tanpa menatapnya.

Sudut bibirku terangkat, membentuk seulas senyum sinis yang mungkin nampak mengejek. Walau aku tak melihat, aku bisa merasakan tatapan Aaric tertuju padaku. Aku melirik wajahnya yang masih nampak tampan meskipun habis menangis.

"Jangan jadi pungguk yang merindukan bulan. Bulan itu hanya berotasi mengitari bumi, bukan mengitarimu."

Usai kuucapkan kata-kata itu, aku tak lagi menatap wajah Aaric. Masa bodohlah. Aku sudah muak dengan semua ini.

***

"Sweet pea? Seseorang akan memutuskan pacarnya?"

Aku melirik Winter yang menatapku penuh rasa ingin tahu. Ia adalah asisten dan karyawan toko bungaku. Aku tak menjawab ucapannya, alih-alih menatap bunga sweet pea yang kurangkai sepenuh hati dengan mata sinis.

Sweet pea berarti perpisahan. Aku merangkainya dengan segala bentuk emosi yang kumiliki, membuat rangkaiannya sedikit kacau tetapi nampak begitu mewah dan indah.

"Bunga ini akan jadi tanda perpisahan yang paling mengesankan dan juga mewah," ujarku sambil melanjutkan pekerjaanku. "Seseorang akan butuh waktu yang lama untuk melupakan perpisahan ini?"

Winter menatapku kebingungan, meraih kursi dan duduk di depanku dengan kening berkerut. "Bukankah perpisahan selalu menyisakan rasa sedih dan luka?"

"Aku ingin membuatnya menjadi perpisahan yang paling membuat frustasi."

Sebuah perpisahan yang seolah adalah akhir, tetapi bukan akhir. Seseorang akan merasakan perpisahan itu dan ia akan sangat frustasi

Winter menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Aku tak mengerti. Kau bicara seperti kau yang akan berpisah."

Aku melirik Winter sejenak, tersenyum miring dan meletakan karangan bunga sweet pea yang sudah jadi. "Kau harus bekerja sepenuh hati untuk klienmu, Winter."

Aku beranjak bangkit, sesaat menatap keseluruhan toko bungaku. Sudah lima tahun sejak toko ini ada, yang artinya usiaku kini memasuki 25. Sama seperti aku muak pada Aaric, aku mulai merasa muak pula dengan tempat ini. Winter lagi-lagi menatapku bingung. Aku tahu, sikapku akan membuat siapapun bingung.

"Kenapa?" tanyanya heran.

Aku melirik Winter lagi. "Aku hanya mulai muak dengan tempat ini."

“Kau mau pindah toko, Kak?”

Aku mengangguk kecil, "itu ide yang bagus. Kenapa tidak terpikirkan olehku?"

Tentu, aku bisa membeli toko lain. Toko yang tak akan bisa dijangkau Aaric atau Asteria, atau siapapun yang mengenalku. Aku bisa memulai yang baru kapan saja.

Winter mengerutkan kening lagi. Aku mengabaikannya, meraih karangan bunga sweet pea yang sudah kurangkai susah payah. Aku menghirup aromanya, mendengkus penuh rasa benci. Kuraih sebuah kartu ucapan di atas meja dan membawanya bersama karangan bungaku.

"Aku tidak akan ke toko selama beberapa hari ke depan," kataku. "Lakukan yang kau mau. Aku akan kembali, mungkin Kamis depan."

Aku beranjak pergi meninggalkan Winter. Terdengar suaranya yang bertanya padaku dengan nada penuh keheranan.

"Memangnya Kakak mau kemana?"

Aku masih melangkah mantap, dengan senyum terukir di bibirku. Aku sudah muak dengan semua ini.Aku akan melepaskan Aaric, tetapi akan kubuat perpisahan ini menjadi tak akan bisa ia lupakan. Paling tidak, ia akan ragu untuk memacari wanita lain sampai sepuluh tahun ke depan. Apapun konsekuensi atas perbuatanku, aku sudah tak peduli lagi. Mungkin bumi akan terbelah dua atau mungkin aku yang sudah tidak waras (memang aku sudah gila sejak pertama kali kuberikan aphrodisiac pada Aaric).

"Menghancurkan Aaric."

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya After taste (dua)
59
1
Selamat membaca!Sincerely,Miu.Wattpad:SparklingDeer Instagram:plumpmiu
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan