Dilema

0
0
Deskripsi

 Perang batin antara dua insan yang tengah dimabuk asmara. Mencoba untuk mencari jalan terbaik atas hubungan mereka berdua.

  Semilir angin menelusup perlahan merasuk ke dalam pori-pori kulit. Malam yang kelam sedikit berbinar tersinari bintang-bintang yang berserakan. Pohon-pohon saling angguk dan melenggok-lenggok terkena sapuan angin malam. Bagai penari yang sedang menghibur dua sosok kasat mata yang tengah saling bercengkrama di bawah naungannya.

 Tepat di bawah rimbun pohon trembesi yang tinggi menjulang dan rimbun terdapat dua insan yang lagi terbuai, tengah mabuk surgawi yang menyesatkan nurani. Mencoba meraih puncak dari kenikmatan semu kehidupan duniawi. Menyatukan jasmani serta rohani untuk mencukupi keinginan yang terlintas di dalam diri.

 Penutur lisan saling bertaut dan tercabut, hembusan karbon dioksida tercampur baur menjadi satu. Sang indra pengecap rasa seolah tidak ingin ketinggalan, bergantian mencecap hingga memagut satu sama lain. Terkadang pelan-pelan, terkadang cepat-cepat, seperti memburu sesuatu namun tidak tahu apa yang sedang diburu. Hanya sekedar menuntaskan dorongan hati yang menggebu-gebu.

 Lingga mulai melambatkan aktifitasnya, dan akhirnya berhenti secara perlahan.

 "Kenapa Mas?" Perempuan di depannya berceletuk.
 
 " Tidak apa-apa," sahut Lingga.

 Perempuan itu mencoba kembali meraih lisan Lingga dengan organ penuturnya, akan tetapi Lingga sedikit mundur dan menghindar.

"Sudah larut malam Fat, ayo kita pulang," dengan senyum yang tersungging di bibirnya, Lingga berbicara kepada Fatma, perempuan yang ada di hadapannya.

 Terlihat raut muka Fatma sedikit kecewa, bibirnya  mengerucut seperti kuncup bunga sepatu yang belum mekar.

 "Aku masih ingin bersamamu Mas, sebentar lagi lah Mas," pinta Fatma.

 "Tapi sudah jam segini Fat, nanti di cari keluargamu. Ayolah, besok kan masih ada waktu lagi." 
 
 Sejenak Fatma terdiam, memandangi Lingga lekat-lekat. Dia kemudian melihat arloji yang melingkar di lengan kirinya.

 "Ya kan, sudah jam segini. I don't want you get in trouble my lady..."

 "Iya Mas..." Balas Fatma dengan tersenyum.

 Lingga kemudian meraih tangan Fatma, membantunnya berdiri dari tempat duduk. Mereka lalu berjalan beriringan menyusuri temaram malam di area taman kota. Fatma berjalan sembari menyandarkan kepalanya di pundak Lingga, tak lupa jemarinya direkatkan erat-erat di jemari Lingga.

 Ketika hampir sampai di parkiran motor, Fatma menghentikan langkahnya. Tak pelak Lingga pun bertanya kepada Fatma.

 "Ada apa Fat?" Tanya Lingga penasaran dengan tindakan Fatma.

 "Bagaimana dengan hubungan kita Mas"? Fatma bertanya sambil mengusap-usap punggung tangan Lingga.

 Lingga bernapas sejenak, dia hembuskan napasnya agak kencang. "Aku... Ya gimana lagi Fat, aku juga bingung..."

 "Terus Mas, sampai kapan kita seperti ini?"

 "Kamu tahu kan Fat, kita..."

 "Ya ya ya, aku tahu mas..." Belum selesai Lingga berbicara, Fatma memotong pembicaraannya.

 " Andaikan saja Fat... Tapi aku juga tidak mau kamu..." Lingga mencoba melanjutkan lagi perkataannya, namun dia kebingungan ingin berkata apa.

 "Sshhh... Iya mas aku paham," Fatma kembali memotong Lingga, telunjukknya diarahkan ke bibir Lingga sebagai isyarat agar Lingga berhenti berbicara.

 "Ya sudah mas, ayo kita pulang," ajak Fatma kepada Lingga. Fatma menggandeng tangan Lingga dengan rapat lalu mereka melangkah pelan menuju tempat parkir. Setelah sampai di mana motornya terparkir, segera Lingga dan Fatma beranjak pergi meninggalkan taman kota yang telah sunyi itu, bergegas menuju ke kediaman mereka masing-masing.

 Dalam perjalanan mereka berdua hanya terdiam, menikmati dinginnya angin malam yang berhembus kencang. Laju motor yang dipacu cepat oleh Lingga membuat angin malam bertambah dingin seperti menggigit tulang mereka. Fatma semakin erat memeluk Lingga, kepalanya disandarkan di bahu Lingga. Sementara Lingga hanya tersenyum, senyumnya dapat di lihat Fatma melalui kaca spion motornya yang sengaja dihadapkan ke arah Fatma. Sesekali Lingga mengelus tangan Fatma yang merangkulnya, sebagai balasan Lingga atas perlakuan Fatma.

 "Depan gang sini aja mas, ga usah sampai sana," Fatma mengisyaratkan agar Lingga menghentikan motornya.

 "Ga sampai depan rumahmu Fat?" Tanya Lingga dengan sedikit menggoda.

 "Emang kamu berani mas? Ayo aja kalau kamu berani mas," jawab Fatma sambil mendorong punggung Lingga lalu kakinya berusaha menapaki aspal, seperti gerakan mengayuh sepeda agar motor Lingga bergerak kedepan.

 "Haha... Sama aja cari mati aku Fat kalau ketahuan keluargamu."

 "Hahaha..." Fatma juga tertawa mendengar jawaban dari Lingga.

 "Ya udah mas, aku pulang dulu," Fatma menyodorkan tangannya kepada Lingga. Dengan cepat Lingga menyambut tangan Fatma, kemudian Fatma mencium tangan Lingga.

"Hati-hati mas..." Fatma berpesan kepada Lingga, tak lupa dia melemparkan senyum manisnya kepada Lingga.

"Iya sayang..." Agak lama Lingga membalas ucapan Fatma, dia sedikit tertegun karena senyuman Fatma. Padahal dia sudah biasa melihat senyum Fatma, tapi entah kenapa malam itu senyum Fatma sangat menawan dan menentramkan hatinya.

 Ingin rasanya dia tetap berada di sana, di hadapan Fatma untuk waktu yang lama. Memandangi elok paras Fatma yang dihiasi senyum manis dari bibirnya. Namun waktu sudah tidak lagi bersahabat, sudah saatnya dia undur diri karena malam tidak bisa diajak berkompromi.

Tanpa memalingkan pandangannya kepada Fatma, Lingga memutar motornya. Dia masih belum kuasa untuk beranjak dari wajah Fatma, dia membiarkan matanya untuk menuntaskan tatapannya pada paras Fatma.

 "Hati-hati mas..." Fatma kembali berpesan kepada Lingga.

 "Iya sayang..." Lingga lalu menyalakan motornya dan segera memacunya meninggalkan Fatma.

 Fatma masih berdiri di tempatnya, menunggu hingga motor Lingga menjauh dan hilang dari pandangannya. Setelah sudah tidak terdengar lagi bunyi knalpot motor Lingga, segera Fatma meninggalkan tempat itu dan berjalan menuju ke rumahnya.

 Malam itu walaupun sudah larut, Lingga mengendarai motornya dengan pelan. Selama perjalanan dia masih teringat akan Fatma. Ingin segera kembali dia menemuinya lagi, menghabiskan waktu bersama untuk saling berkasih. Tidak sabar dia untuk segera merencakan pertemuan agar bisa menemui pengisi hatinya itu. Melewatkan waktu untuk melepas rindu yang menggebu.


                                 °°°°°°°°°°
 


  Sudah 3 hari ini Lingga terlihat gundah, berkali-kali dilihat layar ponselnya. Setiap ponselnya berdering dan layarnya menyala, segera dia melihat siapa yang menghubunginya. Namun setiap dia melihat pesan dan telepon yang masuk, tak satupun itu dari seseorang yang dinantinya.

   Hal itu sempat mengganggu konsentrasinya saat sedang bekerja. Ketika menatap layar Laptop, sesekali dia mengalihkan pandangannya ke Ponselnya, sehingga membuat pekerjaannya sedikit terabaikan karena kurang fokus pada tugas yang diberikan dari atasan yang diberikan kepada dirinya.

 Hingga tiba-tiba sebuah notifikasi pesan masuk di Ponselnya. Dengan secepat kilat dia membuka dan membaca isi dari pesan tersebut.

 "Mas..."

  Belum sempat dia membalas pesan itu, masuk pesan berikutnya secara beruntun.

 "Aku ingin ketemu."

 "Pulang kerja, kamu bisa kan?"

 "Di Seni Suara ya mas?"

 "Langsung ke sana saja mas, aku tunggu."

   Pesan itu dari Fatma, sang perengkuh hatinya. Bak gurun pasir yang diguyur air hujan, hal itu melegakan hatinya. Penantiannya selama 3 hari ini terbayar sudah, Fatma sudah kembali menghubunginya. Sesungguhnya dia ingin sekali menghubungi Fatma, namun hal itu tak dapat dilakukannya, sehingga dia hanya bisa menunggu Fatma untuk mengawali ketika akan berkomunikasi dengannya.

  "Gimana kabarmu Fat? Kamu baik-baik saja kan?" Lingga menanyakan kabar Fatma, tanpa memperdulikan ajakan Fatma.

 "Baik mas," hanya beberapa detik saja Fatma membalas pesan dari Lingga.

 "Gimana mas, bisa nanti ke Seni Suara?" Fatma kembali menanyakan ajakannya kepada Lingga.

 "Aku mau bicara mas," Fatma melanjutkan balasannya.

  Untuk sejenak Lingga terdiam, dia menunda ketikannya. Dalam hati dia bertanya-tanya. Sepertinya ada sesuatu, kelihatannya ini serius, karena tidak biasanya Fatma seperti ini. Tanpa bertanya kabar langsung mengajak untuk bertatap muka.

 "Emang ada apa Fat? Penting kah?" Lingga masih belum mengiyakan ajakan Fatma.

 "Nanti kita bicarakan mas, kamu bisa kan mas?"

 "Iya Fat," jawab Lingga singkat

 "Ok mas, aku tunggu di sana ya, di tempat biasa kita ngobrol, kamu pulang pukul 17:00 kan?"

  "Iya Fat, nanti aku segera ke sana."

  "See u there mas..."

  Lingga tidak membalas pesan terakhir dari Fatma, dia masih kebingungan. Awalnya dia begitu berbunga-bunga karena Fatma menghubunginya. Namun sekarang pikirannya malah terganggu karena Fatma tiba-tiba saja mengajaknya untuk bertemu. Baru pertama kali ini Fatma seperti itu, karena biasanya mereka akan menentukan waktu dahulu jika ingin bersua.

  Disisa jam kerjanya, Lingga hanya memandangi Laptopnya. Menunggu waktu segera berlalu sehingga dia dapat cepat bertemu dengan Fatma. Dirasanya waktu saat itu bergerak dengan lambat, seolah-olah sang waktu sedang mempermainkan dirinya. Walaupun suasana hatinya sedang bias karena antara senang dan cemas, namun dia begitu antusias ingin menemui Fatma.

 Waktu sudah menunjukkan jam pulang kerja, segera dia berkemas dan bergegas meninggalkan kantornya. Dengan motor maticnya dia menyusuri padat jalanan kota. Dia meliuk-liuk mencari celah diantara himpitan mobil dan kendaraan lainnya agar segera sampai ke tempat yang akan ditujunya.

                              °°°°°°°°°°°°°°°


  Setelah memarkir motornya, Lingga lalu masuk ke dalam Seni Suara, kafe langganannya. Segera Lingga menuju ke meja yang biasa ditempatinya bersama Fatma. Nampak dari kejauhan Fatma sudah ada di meja itu, dia tengah asyik memainkan Ponselnya. Walaupun cahaya di ruangan itu agak gelap, tapi Lingga tahu itu adalah Fatma. Lingga lalu menghampiri Fatma dan duduk di depannya.

 "Sudah lama Fat?" Lingga menyapa Fatma, Fatma sedikit terkejut karena tidak tahu kedatangan Lingga.

 "Eh mas, baru 10 menit aku di sini," jawab Fatma.

 "Ada apa Fat, kok kamu tiba-tiba saja ingin bertemu?" Tanya Lingga penasaran.
 
 "Aku mau cerita mas, tapi..." Fatma menghentikan ucapannya, sepertinya dia ragu.

 "Tapi apa Fat, kamu membuatku penasaran dari tadi," Lingga menarik tangan Fatma dan menggenggamnya.

 "Begini mas..." Belum selesai berbicara, Pramusaji datang ke meja mereka dan menyodorkan buku menu kepada mereka.

 "Maaf bapak, ibu, silakan ini menunya," Pramusaji itu menawarkan menu yang tertera di buku menu.

 Setelah memesan makanan dan minuman, Pramusaji itu meninggalkan mereka. Tak berapa lama pesanan mereka datang. Secangkir kopi hitam dan jus Jeruk, disandingkan dengan roti bakar coklat keju.

 "Bagaimana kabarmu Fat?" Tanya Lingga membuka obrolan kembali.

 "Baik mas, kamu sendiri gimana?" Balas Fatma bertanya kepada Lingga.

 "Baik juga, kamu mau ngomongin apa?" Lingga menyeruput sedikit kopinya yang masih panas.

 "Aku lagi dekat sama orang mas, kemarin aku keluar dengan dia," Fatma berbicara lirih, tangannya mengaduk-aduk es batu di dalam gelas dengan sedotannya.

 "Siapa Fat? Kemana kamu pergi kemarin?" Lingga  
Sedikit mengeraskan suaranya, matanya terbuka lebar. Nampaknya dia terkejut dengan apa yang diucapkan Fatma.

 "Ada mas, seseorang yang aku kenal sejak lama. Dia hadir kembali di kehidupanku, dan aku merasa nyaman dengan dia."

 "Kemarin kamu pergi kemana Fat dengan dia?" Tanya Lingga sedikit gusar.
 
 "Jalan-jalan dan ke penginapan mas," jawab Fatma lugas.

 "Penginapan!? Kamu dijamah olehnya!?" Tanya Lingga penuh selidik, kali ini dia semakin gusar.

 "Iya mas..." Fatma menjawab lirih dan menundukkan kepalanya.

 "Oh shit...what the f..." Lingga memegangi kepalanya, seluruh badannya bergetar mendengar ucapan Linda. Bibirnya kelu, tak bisa mengucapkan sepatah kata pun untuk sementara, dia hanya bisa mengumpat di dalam hati. Tak dinyana Fatma bisa melakukan hal sejauh itu, hal yang tak pernah terpikirkan olehnya.

 Untuk sesaat suasana menjadi hening, tak ada suara apapun yang keluar dari mereka berdua. Hanya terdengar sayup-sayup lagu yang keluar dari pengeras suara yang tertempel di dinding kafe. Serak suara Kurt Cobain yang sedang menyanyikan 'Where did you sleep last night' semakin menambah kegundahan hati Lingga. Entah kenapa lagu itu terputar di saat yang seperti ini, lagu daur ulang milik Lead Belly yang dinyanyikan Nirvana di MTV Unplugged. Lagu yang menyiratkan kegelisahan yang sama dialami Lingga sekarang.

 "I'm totally broken..." Lingga bicara pelan memecah keheningan. Pandangannya pada Fatma  tak bermakna, hanya tatapan datar dan penuh kekecewaan.

 "I'm sorry..." Hanya itu yang tertutur dari bibir Fatma.

 "Kenapa kamu melakukan ini? Kamu sudah jauh tersesat Fat."

 "Tidak tahu mas, aku hanya ingin bahagia?"

 "Bahagia? Maksudmu apa? Apa dengan melakukan itu kamu menjadi bahagia," emosi Lingga tersulut, nada bicaranya mulai meninggi.

 "Siapa dia? Sejak kapan kamu berhubungan dengan dia?" Lingga menarik jemari Fatma, matanya menatap tajam ke arah Fatma, lekat-lekat dia pelototi mata Fatma.

 Fatma tak kuasa menatap mata Lingga, dia menundukkan kepalanya, membiarkan rambutnya menutupi wajahnya. Tak pernah sekali pun dia melihat Lingga semarah itu padanya. Baginya saat ini Lingga seperti Hulubalang yang siap menebas lehernya tanpa keraguan.

 "Fat?" Lingga mendongakkan kepala Fatma menggunakan tangannya. Nampak mata Fatma berkaca-kaca, air matanya akan tumpah.

 "Siapa dia Fat?" Lingga kembali mengulangi pertanyaannya, kali ini dia berbicara lebih lembut pada Fatma.

  Fatma sedikit terisak, matanya mulai memerah. Namun dia masih bisa mengendalikan air matanya agar tidak tercurah.

 "Mas...maaf mas..." Fatma mulai terisak.

 "Aku mengenal dirinya sejak lama mas, dia teman sahabatku. Sebenarnya aku lost contact dengan dia, tapi akhir-akhir ini dia menghubungiku lagi. Aku merasa nyaman bersamanya..."

"Oleh karena itu kamu mengabaikanku Fat?"

 "Aku hanya ingin bahagia mas?"

 "Bahagia? Kamu mempertaruhkan semua hidupmu hanya demi kebahagiaan semu ini?"

 "Aku sudah tidak peduli lagi mas, kamu tahu aku sudah capek dengan ini semua. Aku hanya ingin menghibur diriku, kepiluan kehidupanku sungguh sangat menyesakkanku mas."

"Tapi tidak seperti ini Fat, kamu sudah terlalu jauh. Ingat keluargamu Fat."

 "Kamu lupa mas, Apa yang dia lakukan padaku selama ini? Aku mencoba bertahan sekuat tenaga hanya demi keluargaku, tapi lagi-lagi dia menyakitiku," Fatma berapi-api menyanggah perkataan Lingga

 "Ya aku tahu Fat, tapi apa bedanya kamu dengan dia jika kamu juga membalas perbuatannya? Ini bagaikan lingkaran setan yang tidak akan ada habisnya Fat."

 Fatma merapikan rambutnya, menyeka air mata yang deras meleleh di pipinya. Mengatur napas dan emosinya yang mulai tidak stabil. Kemudian Fatma memperlihatkan Ponselnya kepada Lingga, terdapat pesan antara Fatma dengan pria yang menjalin affair dengannya.

 Isi dari pesan itu:

  "Fatma, sebenarnya aku sudah lama menaruh hati padamu, namun aku tidak berani mengungkapkannya. Andai saja aku datang lebih cepat dari dia, atau aku dapat memutar waktu kembali, aku akan menyuntingmu sebagai mempelaiku. Walaupun kini dirimu bukan milikku, tapi aku tetap akan menjaga cinta ini hanya untukmu. FATMAWATI."

 "Dia juga bilang mau menungguku mas, apapun yang akan terjadi akan tetap bersamaku," ucap Fatma.

 "Ah, hampir semua lelaki seperti itu Fat, dia akan berusaha dengan keras agar mendapatkan keinginannya. Buaian kata-katanya membuat pikiranmu limbung dan hilang kesadaran, kamu termanipulasi oleh bujuk rayunya." Lingga mencoba meyakinkan Fatma.

 "Tidak mas, aku bisa merasakan ketulusannya. Buat apa dia jauh-jauh dari luar kota hanya untuk menemuiku mas?" Fatma mencoba meyakinkan Lingga.

 "Ya untuk menggumulmu Fat, dia hanya menginginkan ragamu, tidak lebih. Setelahnya dia akan mencampakkanmu cepat atau lambat ketika dia sudah mulai bosan."

 "Kamu begini karena kamu cemburu kan mas? tidak bisa memahami perasaanku," Fatma mengalihkan pandangannya dari Lingga.

 "Perasaan yang bagaimana Fat? Kamu berisiko menghancurkan keluargamu jika ini terbongkar."

 "Tidak mas, aku bisa main rapi, semua sudah aku pikirkan dengan matang. Jangan khawatir mas."

 "Kamu sudah kehilangan akal sehatmu Fat, you are getting insane..."

 "Ya benar mas, i've been insane. Mungkin dengan ini bisa sedikit menyembuhkan kegilaanku selama ini. Kamu ga bisa merasakan betapa menderitanya jadi aku mas, sekarang kamu malah menghakimiku."

 Lingga memandangi kopi hitamnya, uap putih yang menari-nari di atas kopinya mulai memudar, perlahan kopinya menjadi dingin. Sementara Fatma hanya mengaduk-aduk jus jeruknya, terlihat masih penuh jus jeruknya karena belum diminum oleh Fatma.

 "Lalu kamu akan terus berhubungan dengan dia?" Tanya Lingga.

 "Tidak tahu mas, dia jauh di luar kota, frekuensi pertemuan kita juga tidak pasti."

 "Apakah kamu akan terus 'melakukan' itu dengannya?" Tanya Lingga lagi.

 "Tidak tahu juga mas, aku ga tahu juga kapan akan bertemu dengan dia lagi," Fatma menjawab cepat pertanyaan Lingga.

 "Andaikan mas..." Fatma berbicara namun tidak melanjutkan perkataannya.

 "Andaikan apa Fat?" Lingga penasaran dengan pembicaraan Fatma yang nanggung itu.

 "Andaikan kamu lebih bernyali mas, membawaku pergi dari kesuraman ini..." Fatma melihat Lingga dengan mimik wajah memelas, matanya seperti memohon sesuatu pada Lingga.

 "Tidak mungkin Fat!!" Jawab lingga tegas.

  "Apanya yang tidak mungkin mas, kalau kamu niat, aku pasti akan menuruti keinginanmu mas!"

  "Tidak Fat, aku kasihan dengan anakmu. Aku tak ingin merebut kebahagiaan mereka demi kebahagiaanku. Aku tak ingin memisahkan mereka dari orang tuanya, bagaimana pun juga mereka layak mendapat kebahagiaan."

 "Aku juga ingin bahagia mas, ingin diperhatikan dan dicintai. Tapi apa yang aku dapat selama ini, hanyalah penghianatan, sampai-sampai hatiku sudah kebal dengan kelakuan minusnya itu. Aku capek mas, jadi biarkan aku mencari kebahagiaanku sendiri,' mata fatma kembali berkaca-kaca, napasnya tersengal menahan luapan emosinya.

  "Asal kamu tahu mas, bukan sekali dua kali saja suamiku bermain gila di belakangku. Pada awalnya dia minta maaf dan bersujud di depanku ketika pertama kali aku mengetahuinya, namun tak berselang lama dia mengulanginya lagi dan lagi. Bahkan sekarang semakin menjadi-jadi, kalau bukan demi anakku, aku sudah dari dulu meninggalkannya mas."

 Fatma kemudian mengambil Ponselnya, lalu kembali menunjukkan Ponselnya pada Lingga.

 "Ini mas, kamu lihat sendiri. Ini bukti perselewengan suamiku, wanita ini yang jadi penghibur suamiku selama ini." Fatma menunjuk-nunjuk layar Ponselnya sambil bicara berapi-api.

  Lingga membaca pesan yang ada di ponsel Fatma, butuh waktu beberapa menit Lingga mambaca pesan-pesan yang ada di dalam ponsel Fatma.

 "Ini wanita yang mengganggu keluargamu?" Lingga menunjukkan foto sesosok wanita yang ada di dalam ponsel Fatma.

 "Iya mas," jawab Fatma singkat.

 Padahal lebih cantik kamu daripada wanita ini, tapi kenapa suamimu bisa tertarik dengannya?" Tanya Lingga keheranan.

 "Tidak tahu mas, aku juga tidak mau tahu," jawab Fatma datar.

 "Jadi selama ini kamu menyadap ponsel suamimu," tanya Lingga sembari menyerahan ponsel Fatma.

 "Iya mas, kan mas sendiri yang mengajari aku caranya."

 "Aku? kapan?"
  
 "Dulu aku kan pernah cerita mas, aku mencium gelagat yang mencurigakan suamiku. Terus mas menyarankan aku buat menyadap ponselnya, mas juga yang mengajari aku caranya."

 "Ohh... Sudah lupa aku."

 "Hmm... Pelupa kamu mas."

 "Terus apa selanjutnya?" Tanya Lingga.

 "Tidak ada mas, biarkan mengalir begini saja. Biarkan aku bahagia dengan caraku sendiri, aku sudah tidak peduli lagi dengan semuanya."

 "Kamu tidak takut resikonya? Ini sudah terlalu jauh Fat. Sadarlah!!"

 "Aku tidak takut mas? Ini keputusanku, suamiku sudah berkali-kali mengkhianatiku. Sudahlah mas, akhiri perdebatan ini."

  Fatma memalingkan wajahnya dari Lingga, terlihat raut mukanya kesal. Dia merasa disudutkan oleh Lingga dalam hal ini.

 "Mas, aku begini juga gara-gara kamu? Jika kamu tidak mendekatiku, aku tidak akan seperti ini. Tapi kamu nanggung mas, sama saja kamu menggantung hubungan kita."

  "Kenapa ini jadi salahku? Ya memang aku akui aku salah mendekatimu, kamu memang sudah mempunyai suami, tapi aku masih bisa mengendalikan diriku Fat. Aku masih tahu batasan  dan sadar bahwa aku tidak boleh lebih jauh masuk ke kehidupanmu?" Lingga mencoba berargumen untuk mematahkan tuduhan Fatma kepadanya.

  "Terus apa tujuanmu mendekatiku mas? Lust? Apa bedanya kamu dengan pria yang dekat denganku sekarang? Memanipulasi pikiranku yang sedang gundah gulana agar bisa menyesapi ragaku?" Tanya Fatma ketus.

   "Bukan Fat, sungguh kamu benar-benar memasung hatiku. Aku ingin memilikimu, tapi kita terbentur oleh keadaan. Alangkah jahatnya jika aku merusak rumah tanggamu demi menuruti keinginanku. Sebuah dilema bagiku Fat, aku mendambamu namun aku tidak dapat merengkuhmu seutuhnya."

 Fatma hanya terdiam mendengar apa yang diutarakan Lingga, dia tidak tahu harus bagaimana menanggapi apa yang dilisankan Lingga.

 "Pernah aku berpikir untuk membujukmu meninggalkan suamimu Fat, namun aku tak sanggup melakukannya. Aku tak ingin anakmu kehilangan sosok seorang ayah, betapa jahatnya aku bila itu kulakukan, hanya demi keinginanku rela merampas kebahagiaan orang lain. Aku juga sempat berpikir, aku ingin mendoakanmu agar berpisah dengan suamimu, namun itu juga sangat tercela Fat. Aku terjebak dalam kebodohanku sendiri, mempermainkan perasaanku dan perasaanmu. Entah apa kamu juga merasakan apa  yang aku rasakan selama ini, yang pasti aku sangat ingin dekat denganmu sampai kapanpun."

  "Itulah mengapa aku mencari yang lain mas, sosok yang membuatku nyaman. Entah mengapa aku merasa tenang akan hadirnya, sepenuh hati menambal lubang dihatiku. Andai kamu tidak meragu dan sepenuhnya ingin bersamaku, hal ini tidak akan pernah terjadi mas."

 "Anggap saja aku khilaf Fat, aku tidak bermoral karena mendekati istri orang. Tapi aku masih memiliki etika Fat, tidak ingin menjadi perusak rumah tangga orang. Maka dari itu aku masih membatasi kelakuanku yang buruk ini, aku tidak mau secara terang-terangan mengganggu rumah tanggamu. Terbersit dalam pikiranku untuk menunggumu, tapi sampai kapan aku menunggumu, menunggu hal yang tidak pasti akan terjadi."

  "Aku sempat ingin meninggalkan suamiku, namun aku tak bisa melakukannya mas, aku bertahan demi buah hatiku. Jadi biarkan aku seperti ini, mencari kebahagiaanku dengan caraku sendiri. Aku sudah tidak peduli lagi, jadi jangan menghakimiku sekarang mas. Biarkan waktu yang akan menjawabnya mas."

 "Terus sampai kapan kamu akan seperti ini? Aku merasa kamu hanya dimanfaatkan oleh pria itu. Aku juga takut tindakanmu ini terbongkar, aku tidak ingin terjadi apa-apa denganmu Fat. I worry about you."

 "Tidak mas, dia benar-benar tulus kepadaku, aku juga bisa pastikan hubunganku dengn dia aman. Aku bisa menanganinya mas."

 "Bangkai Fat..."

 "Bangkai? Apa maksud kamu mas?"

 "Ya, kamu seperti menyimpan bangkai Fat. Serapih apapun kamu menyimpannya, pasti akan tercium juga. Itu sudah menjadi hukum alam Fat."

 "Kamu terlalu khawatir mas, mungkin juga kamu terlalu cemburu."

 "Aku memang tidak berhak atas hidupmu. Kuakui aku memang cemburu, benar-benar remuk hatiku karena kamu telah menjalin hubungan dengannya. Entah kenapa aku tidak ikhlas kamu bersama dia, secepat itu kamu menyerahkan semua ini kepadanya."

 "Asal kamu tahu mas, sebenarnya sudah lama dia menaruh hati padaku. Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, aku abaikan dia mas. Sekarang dia datang kembali untuk menawarkan kekacauan yang ada di hatiku, aku tak kuasa menolak kehadirannya mas."

  "Sadarlah Fat, kamu sudah terlena oleh bujuk rayunya. Kembalilah Fat..."

 "Kembali kemana mas? Rumahku sudah rapuh, tidak senyaman dulu lagi. Apa yang kuharapkan dari tempat tinggal yang sudah tidak menenangkan hatiku lagi. Saat ini aku hanya menjalani hidupku mengalir bagai air saja."

 "Aku takut terjadi sesuatu kepadamu Fat."

 "Terjadi apa mas."

 "Biarkan aku sedikit cerita Fat..." Lingga sejenak berhenti untuk meminum kopinya yang tinggal seperempat cangkir.

 "Apa mas, lekas cerita," Fatma tidak sabar mendengar cerita dari Lingga.

 "Aku punya teman Fat, kebetulan aku juga sedikit dekat dengan dia. Dia mempunyai masalah hampir  sepertimu, rumah tangganya rumit. Suaminya berselingkuh dan mengabaikan anaknya. Namun dia mencoba sabar dan berdoa agar suaminya segera sadar. Dia selalu berusaha menutupi aib suaminya tersebut, dan menunjukkan bahwa keluarganya baik-baik saja. Tapi suatu saat dia tergoda oleh pria lain, dan bermain-main dengan pria itu. Hati wanita mana yang tidak goyah ketika ada yang memperhatikan dan terus memperlakukan dirinya bagaikan ratu, sementara suaminya sendiri sudah abai dan tidak acuh lagi kepada dirinya. Sampai akhirnya dia ketahuan dan tanpa adanya musyawarah si suami menceraikannya. Dan si pria pun kabur entah kemana, tak bertanggung jawab sama sekali akan perbuatan yang sudah dilakukannya..."

 "Terus bagaimana dengan si wanita itu mas?" Fatma memotong cerita Lingga.

 "Ya sudah cerai Fat, anaknya ikut bapaknya. Asal kamu tahu juga, orang-orang juga mengecap wanita itu sebagai wanita yang tidak baik, ya karena ketahuan menyeleweng itu. Padahal kan yang pertama begitu kan si suami, tapi dia menutupi terus kelakuan suaminya dan tidak pernah menceritakan pada orang lain. Tapi ketika dia melakukan kesalahan, si suami langsung memutuskan berpisah. Jadi orang beranggapan itu sepenuhnya salah si wanita."

  "Gitu ya mas?" Fatma menatap kosong ke arah gelas minumannya, dia sedikit terpikirkan oleh cerita Lingga.

  "Jadi kamu masih mau berhubungan dengan dia?" Lingga bertanya kepada Fatma.

  "Tidak tahu lah mas, biarkan seperti ini saja," Fatma menjawab datar pertanyaan Lingga.

 "Aku tidak mau kamu seperti wanita yang kuceritakan itu Fat. Aku tidak ikhlas kamu dicap buruk oleh orang-orang Fat."

 "Ya selama tidak ada yang mengadukan aku, aku akan baik-baik saja mas."

 "Jadi kamu menuduhku akan mengadukannmu?"

 "Bukan begitu mas, tapi yang tahu semunya tentang aku kan hanya kamu mas."

 "Ohh... Gitu Fat, kamu berpikir jika kamu ketahuan, aku yang menyebabkannya?"

 "Tidak juga mas... Ah sudahlah mas, biarkan aku menjalani ini semua. Sekali lagi mas, aku ingin bahagia dengan caraku sendiri..."

 "Baiklah Fat, mungkin ini juga saatnya mengakhiri kisah kita. Sebenarnya aku juga ingin mengakhiri ini semua, aku berpikir sampai kapan aku akan melakukan hal yang batil ini, mungkin dengan kejadian ini, ini merupakan pengingat buatku dan harus mengakhiri semuanya." Lingga menyeruput habis kopinya, yang tersisa hanyalah ampas dari hitamnya kopi pahitnya.

  "Aku harus juga menjauh darimu, tidak ingin mengganggumu lagi..."

  "Bukan begitu juga mas, bersikap biasa saja..."

 "Tidak Fat, lebih baik aku menjauh. Agar kamu bisa menikmati kebahagiaan dengan caramu sendiri," Lingga memotong perkataan Fatma.

 "Kamu membenciku mas?" Tanya Fatma.

 "Tidak, aku hanya kecewa Fat. Aku tidak tahu juga, pikiranku tidak karuan saat ini. Aku bukan siapa-siapa kamu, tapi entah kenapa aku tidak terima dengan perbuatanmu."

 "Aku..." Fatma terlihat bingung dan tidak bisa melanjutkan ucapannya.

 "Baiklah Fat, ayo kita pulang. Sudah jam segini, pasti kamu juga dicari suamimu,"Lingga bangkit dari duduknya seraya mengajak Fatma untuk berdiri.

 "Ga mungkin dia mencariku mas, aku tadi bilang mau ke rumah temanku, dia tidak akan mencariku," Kata Fatma.

 "Terus? Ya udah aku pulang dulu Fat, aku capek."

 "Kamu kenapa mas?" Tanya Fatma.

 "Aku pulang Fat, capek seharian kerja. Besok juga harus luar kota, ada tugas mendadak. Maaf ya aku pulang dulu, kalau kamu masih ingin di sini silahkan saja," Lingga mengulurkan tangan ke Fatma, bermaksud menjabat tngan Fatma.

 "Maaf Fat..." Lingga menjabat erat tangan Fatma. Namun dia tidak berani memandang ke arah wajah Fatma.

 "Mas..." Fatma hanya bisa bicara sepatah kata itu.

 Lingga lalu melepaskan tangannya dari Fatma, dia membalikkan badan lalu berjalan ke arah pintu keluar. Meninggalkan Fatma sendirian yang masih bertahan di kafe itu. Dengan cepat dia menuju tempat parkir dan segera mengendarai motornya untuk menuju ke rumahnya.

 Sepanjang perjalanan dia terus terngiang-ngiang akan Fatma. Dia masih belum percaya Fatma melakukan ini padanya. 'Mengkhianatinya' secara nyata, walaupun dia hanya kekasih gelap Fatma namun dia sangat menginginkannya. Tapi karena terbentur keadaan, dia buang jauh-jauh harapan untuk memiliki Fatma sepenuhnya.

                                  *********


  Seminggu sudah sejak peristiwa itu, peristiwa yang mengoyak hatinya. Sejak saat terakhir kali bertemu di Seni Suara, Lingga sudah tidak menghubungi Fatma lagi. Dia sudah bertekad mengakhiri hubungan terlarangnya dengan Fatma, dia tidak ingin nama baiknya tercoreng akan ulah negatifnya jika suatu saat hubungan dengan Fatma terbongkar. Dia juga tidak rela jika Fatma menanggung malu karena ulah bodoh mereka berdua. Lingga merasa ini adalah saat yang tepat untuk mengakhiri semuanya, dia tak ingin terus terlarut dalam lingkaran setan yang membelenggunya.

  Dengan sekuat tenaga dia mencoba membunuh perasaannya kepada Fatma. Godaan untuk kembali menghubungi Fatma masih terasa kuat olehnya. Namun dia bertekad untuk menghapus semuanya, mengubur dalam-dalam setiap kenangan yang dilaluinya bersama Fatma, agar segera dapat melupakannya.

 Dia masih bisa berpikir waras, mengesampingkan ego dan hawa nafsunya demi keberlangsungan rumah tanggga Fatma. Dia juga tidak ingin menerima malu jika suatu saat kedekatannya dengan Fatma terbongkar. Jika semua tindakannya dengan Fatma terbongkar, selama sisa hidupnya dia akan dicap sebagai perusak rumah tangga orang. Hal itu akan membuatnya malu seumur hidup, lebih-lebih keluarganya akan tercoreng juga karena ulahnya.

 Memang ini menyiksa dirinya, masih tersisa setangkup rasa sayang kepada Fatma. Butuh waktu dan kesungguhan hati untuk menghapus rasa itu. Menumbuk rasa cintanya kepada Fatma hingga hancur lebur menjadi serpihan debu, lalu debu cinta itu akan tersapu bersama angin yang berlalu.

 Bagi dirinya, Fatma laksana candu. Memberikan euforia dan semangat yang menggebu di kehidupannya. Namun, candu tetaplah candu. Walaupun memberikan kenyamanan dan kesenangan, itu hanya sesaat. Perlahan-lahan candu akan merongrong jiwa dan raganya, memberikan kebahagiaan yang semu, hingga suatu saat akan menghancurkan dirinya. Oleh karena itu dia bertekad untuk melepaskan diri dari belenggu cinta Fatma.

 Masa depannya masih panjang, dunia ini tidak melulu tentang Fatma. Dia harus membuka matanya lebar-lebar karena masih banyak dara-dara lain di luar sana yang bisa disandingnya. Atau jika dia berkenan, dia bisa mencari janda yang secara hukum sudah legal untuk dimilikinya. Tidak harus terikat dengan Fatma yang masih sah istri orang dan belum jelas kemana arah tujuan hubungan mereka berdua.

 Tinggal kesungguhan hati dan niat yang kuat untuk melupakan Fatma, maka dia akan lepas dengan sendirinya dari jeratan cinta Fatma. Memang ini sulit, karena jika lelaki sudah benar-benar mencintai wanita, dia akan menjadi tolol setolol-tololnya, apapun akan dia lakukan demi pujaan hatinya.

 Semua tergantung kepada Lingga. Masih terpaku oleh buaian semu cinta kepada Fatma, atau bergerak maju membuka lembaran kehidupan baru. Semoga secepatnya semua berlalu.


 
                   ----------------------SEKIAN--------------------
 

 
 

 
 
 

 
 



 

 
 
 


 

 



 

 

 
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Cemeng
0
0
  Usaha seorang pemuda untuk menyelamatkan kucing kesayangannya…
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan