
[Sebuah Karya Persembahan untuk Gelar Karya Peksiminas 2022 Provinsi Kal-Sel]
Humbayang pekat pada kala ufuk kuning akan membawa hilangnya diri yang sesungguhnya. Sejauh apa berusaha keluar, takkan pernah terlihat dengan nyata. Adat, Tradisi, terikat darah dan hayat yang menempati akar Budaya. Sejauh dan sedalam apa akal menolak, namun hakikatnya pitua tetaplah pitua.
HUMBAYANG SANJA (BAYANGAN SENJA)
Buah Karya: Silfina Rahayu
- Tema: Kearifan Lokal
- Isu: Budaya Pamali/Tutur Lisan (kepercayaan lokal atau mitos urang Banjar terhadap suatu takhayul baik magis maupun agama)
- Konsep: Budaya Bagandah Nyiru (Budaya mencari orang hilang karena makhluk gaib)
- Jenis Lakon: Modern-Tragedi-Mistis
- Latar Tempat: Perkampungan Banjar Pehuluan (Kalimantan Selatan)
- Set Skenografi Panggung:
-Rumah Paring(Bambu) dan Gazebo tanpa atap (Sisi Kiri Tengah, Titik Panggung Nomor 6)
-Set Pepohonan, semak-semak layaknya seperti lahan hutan (Sisi Kanan Tengah, Titik Panggung Nomor 4)
- Set Skenografi Lighting:
-Main Lighting/Lampu Halogen (Lighting utama netral untuk menyebarkan pencahayaan dengan luas/ full 9 titik panggung)
-Lampu PAR/ Lampu Sorot (Lighting suasana sebagai lampu sorot, poin beberapa panggung)
-Lampu RGB, Merah (Lighting suasana pembentuk suasana menegangkan, poin 1 tiitk panggung)
-Lampu RGB, Biru (Lighting suasana pembentuk suasana haru, poin 1 titik panggung)
-Lampu RGB, Pink (Lighting suasana pembentuk suasana kasih/cinta, poin 1 titik panggung)
- Set Skenografi Musik: Menyesuaikan Suasana pada Naskah Baik Musik Pengisi Suasana atau Musik Efek
- Set Skenografi Busana & Make-Up: Menyesuaikan Penokohan Tokoh Baik Umur, Watak ataupun Latar Belakang Tokoh.
- Tokoh dan Penokohan:
- Amat (Penyadap Karet, Suami Una, Perhatian, Percaya mitos, 20 Tahunan)
- Una (Wanita Hamil, Istri Amat, Mudah Khawatir, 20 Tahunan)
- Galuh Sanja (Galuh cantik makhluk gaib)
- Bahri ( Anak Pambakal, Suka mabuk-mabukan, Genit, 25 tahunan)
- Rima (Adik Tiri Bahri, Bermuka dua/sok baik, Teman Una, 20 tahunan)
- Wa Imah (Uwa Amat, Percaya mitos, Tetuhaan, 60 tahunan)
- Pambakal (Kepala Kampung, Bijak, 50 tahun)
- 3 Penari (Penari-penari dayang Galuh Sanja menggambarkan makhluk gaib)
- Para Warga (warga-warga kampung)
- Sinopsis:
Humbayang pekat pada kala ufuk kuning akan membawa hilangnya diri yang sesungguhnya. Sejauh apa berusaha keluar, takkan pernah terlihat dengan nyata. Adat, Tradisi, terikat darah dan hayat yang menempati akar Budaya. Sejauh dan sedalam apa akal menolak, namun hakikatnya pitua tetaplah pitua.
BABAK 1
Adegan 1 (Set Rumah Bambu, Musik Netral, Set Lighting Sorot, Pagi Hari)
(Lighting on)
Una mengantarkan suaminya bersiap keluar rumah untuk pergi menyadap karet (menurih), dengan muka lesu dan khawatir wanita hamil besar itu membantu suaminya bersiap. Amat bersiap namun batuknya masih tak kunjung sembuh.
Una : Bagaimana A’ kau yakin untuk pergi menurih (menyadap) hari ini? Kau itu masih sakit, beristirahatlah dahulu di rumah (memberikan pisau sadap dan bekal)
Amat : Tentu saja Na, kita ini rakyat kecil, tapi kita tak boleh jadi kerdil, kalau tak bekerja bagaimana lagi Aa’ hidupkan kalian. Kau akan segera melahirkan, Aa’ harus lebih bekerja keras lagi bukan (mengusap perut istrinya)
Una : (Una diam, hening dan memperhatikan suaminya bersiap)
Amat : Sudahlah tak apa (berdiri merangkul istrinya) Kau takut Bahri akan datang lagi?
Una : (Mengangguk dan mengelus perutnya)
Amat : Aa’ sudah bicara pada Wa Imah, Ia akan menemanimu di rumah selama Aa’ pergi menurih
Una : Semoga orang biadab itu tak datang kerumah kita lagi, (mengelus perutnya) semoga tak ada hal buruk yang menimpa anak kita A’
Amat : Tak apa, Aa’ akan pulang cepat hari ini, kalau dia datang lagi kerumah kita, akan ku hajar dia, karena telah mengganggu istriku yang cantik ini (mencubit dagu Una), jaga dirimu baik-baik (menyodorkan tangan)
Una : (Mengangguk dan menyalami tangan suaminya)
Amat : Sekali lagi ingatlah Una, turuti apa yang dikatakan oleh Uwa padamu
Una : Iya Aa’ aku paham (Mengelus perutnya)
(Amat pergi membawa alat turih dan keluar panggung)
Adegan 2 (Set Rumah Bambu, Musik Netral, Set Lighting Sorot, Pagi Hari)
(Una masuk rumah mengambil sapu lidi dan menyapu halaman rumahnya)
Wa Imah : Un, kau tak istirahat?
Una : Una sudah berlebih istirahat Wa, ingin menyapu halaman saja untuk sedikit bergerak (Sapu lidi masih di tangannya)
Wa Imah : Sudah lepaskan itu, ini (menyodorkan buah muda dalam plastik) Jangan kau bilang pada Amat aku yang memberikannya padamu
Una : Waaah Tentu saja Wa (Raut wajahnya seketika berubah gembira) akan Una ambilkan baskom dan air agar kita bisa makan bersama
(Una masuk rumah lalu keluar membawa peralatan untuk mengupas buah)
Wa Imah : Jangan terlalu banyak Na, kau itu sedang hamil, jangan terlalu letih dan makan asam berlebihan (sambil menyapu halaman)
Una : Iya Wa, tak akan banyak (tertawa kecil dan duduk di gazebo, mengupas buah hampalam)
Wa Imah : Bagaimana dengan Bahri? sudah kau laporkan dia ke polisi Na? Anak itu memang kurang ajar tabiatnya (kesal)
Una : Sudahlah Wa, Una dan A’ Amat sudah melupakannya, dia tak sadarkan diri kala itu (tertawa kecil dan duduk di gazebo, mengupas buah hampalam)
Wa Imah : Apa maunya anak itu, sering sekali tak terkendali macam kesetanan, ingat terakhir kali dia ingin membakar kalian hidup-hidup, dia itu sudah tak waras, untung saja dia anaknya pambakal, kalau tidak…(mengomel)
(Rima datang ke Rumah Una)
Rima : (Tiba-Tiba) Kalau tidak memangnya kenapa Wa? (duduk) Ka Bahri itu terlalu cinta dengannya
Wa Imah : Cinta ya cinta, tapi jangan jadi orang kerasukkan juga, seperti kakakmu itu (mengomel dan masuk rumah)
Rima : Berat mengakuinya, kami saja berbeda Bapak, tapi darah ya tetap darah, aku harus apa?
Una : Maafkan Uwa Rim, dia memang seperti itu (menyentuh bahu Rima)
Rima : Apa wanita kolot itu masih mengekangmu? (berbisik)
Una : Dia hanya menginginkan yang terbaik untukku dan anakku Rim
Rima : Kau itu sudah dicuci otaknya, bukannya kau sangat tak percaya pada mitos-mitos tak berguna itu
Una : Aku tak percaya namun sangat baik kan menghindari sesuatu yang buruk untuk diri kita sendiri, ini makanlah (memberi hampalam yang dikupasnya)
Rima : (Hening dan masih mengunyah hampalam) Kau juga masih percaya mengenai mitos senja itu?
Una : (Mengangguk)
Rima : Na, kita kan sering berkeliaran saat petang ketika di kota dulu, tak terjadi apa-apakan. Kita sudah lama tak jalan-jalan setelah kau menikah
Una : Tapi waktu petang itu waktu yang baik untuk bersiap pergi ke surau Rim, daripada hanya berkeliaran tak jelas di jalanan
Rima : (Pasrah) Ternyata kau memang banyak berubah setelah menikah, Sudahlah. Ini sus durian kesukaanmu, aku baru membelinya dari kota (memberikan bungkusan yang ada di tangannya)
Una : Terimaka…
Wa Imah : Apa! (merampas bungkusan dan meletakkannya) Kau tahu makanan berbahan durian itu tak baik untuk wanita hamil
Rima : Uwaa.. apa yang kau lakukan! aku membelinya dari kota, dan ini kesukaannya (kaget)
Wa Imah : Kau ini tidak paham ya? kau mau membunuhnya, pulanglah dan bawa itu bersamamu, kau dan ibumu itu sama saja…
Una : Uwaaa…
Rima : (Bediri, kesal dan membawa bungkusan kembali)
Rima : (Berputar kembali) Wa, jangan pernah membawa-bawa ibuku dalam semua perkaraku, Permisi.
Una : Rim… Rima…
Wa Imah : Na, jangan selalu dekat dengannya, kita tidak tau niat dibalik kebaikan orang lain… (meninggalkan Una dan masuk rumah)
Una : (Una hening, dan hanya bisa menatap bingung ke Uwa)
(Blackout)
Adegan 3 (Set Rumah Bambu-Semak, Musik Netral-Mistis, Set Lighting Sorot Berpindah, Petang Hari)
(Lighting on)
Una duduk di gazebo sambil menampi beras di nyiru, Uwa keluar rumah dan duduk didekat Una sambil menasehatinya.
Wa Imah : Maafkan Uwa, karena terlalu keras padamu Na…
Una : Tak apa Wa, Una paham maksud Uwa…
Wa Imah : Selesaikan itu, dan cepatlah masuk ke rumah Na sebentar lagi senja, tak baik, pamali (membaiki babolang dan tapihnya)
Una : Tapi Una Menunggu A’ Amat pulang wa (nada sedikit khawatir)
Wa Imah : Tak usah khawatir, dia akan pulang, kau masuklah dulu ke rumah, pamali masih di luar rumah dikala senja datang, Uwa masuk dulu, kau cepat selesaikan… (Masuk rumah)
Una : Baiklah Wa… Aku akan segera menyusul (tangan masih memegang beras di nyiru)
(Tiba-tiba seorang pria dengan membawa bokor namun berisi api dan kembang melati & kenanga). Berjalan di hadapannya dengan tatapan kosong dan jalan yang lurus.
Una : Aa’ kau sudah pulang menurih? dimana alat turihmu A’, kau tak membawanya? (tangan masih memegang nyiru dan meletakkannya)
(Pria itu tetap diam dan hening dan masih berjalan lurus melewati Una)
Una : Aa’ kenapa kau membawa mangkuk dengan isi api? (terbata) A’ Aa’, kau telah melewati rumah kita, A’ Aa’ (mengikuti pria itu perlahan yang lenyap dengan langit yang mulai redup/keluar panggung sebelah kanan)
Una : A’ Amat kau kemana, Aa’ A’ (berteriak khawatir sambil mengelus perut buntingnya, berjalan perlahan ke arah pohon bersemak/titik panggung 4)
(Seorang pria datang dari arah panggung kiri dengan meneriaki Una yang hampir mendekati pohon bersemak)
Amat : Na, kau mau kemana? Itu arah menuju hutan, ini sudah senja Na, tak baik untuk wanita hamil seperti dirimu (menghampiri Una)
Una : Bukannya kau tadi pergi ke arah sana (bingung dan menunjuk arah pria tadi)
Amat : Aku baru pulang dari menurih, kau kan tahu itu arah ke hutan Na, untuk apa aku pergi kesana dikala senja seperti ini, sudahlah mari kita masuk rumah (membopong Una yang masih bingung)
Adegan 4 (Set Rumah Bambu, Musik Netral, Set Lighting Sorot, Senja)
Amat mendudukkan Una yang bingung di gazebo sambil meneriaki Uwa dari luar rumah.
Amat : Uwa..Uwa…
(Uwa keluar dengan memakai mukenanya)
Wa Imah : Mat kau sudah pulang menurih?, kenapa kau keluarkan nyiru itu lagi Na… Bukankah kau sudah memasukkannya ke gentong beras, kau mau menampi beras lagi? Sudahlah ini sudah hampir malam…
Una : Maksudnya Wa? (bingung dan heran) Una tak pernah memasukkan nya, dan sedari tadi Una tak masuk ke dalam rumah, bagaimana bisa memasukkan beras itu? (heran)
Wa Imah : Tapi ketika Uwa mau berwudhu di pajijihan tadi kau memasukkan beras itu, tapi kenapa berasnya berbau harum kenanga, dan kau juga menghiraukan panggilan Uwa (heran juga)
(Una dan Amat berpandangan heran mendengar perkataan Uwa)
Amat : Eee lebih baik kita masuk rumah terlebih dahulu, tak baik masih diluar (Amat meleraikan suasana)
(Blackout)
Adegan 5 (Set Rumah Bambu, Musik Netral, Set Lighting Sorot, Siang Hari (besoknya))
(Lighting on)
Amat didepan rumah sedang mengkapaki kayu bakar untuk kebutuhan memasak keseharian mereka.
Wa Imah : Mat, Uwa pulang dulu ya, kau dan Una baik-baik dirumah (membenarkan babolong dan tapihnya)
Amat : Mau Amat antar Wa?
Wa Imah : Tidak usah, jaga saja istrimu, dia lebih membutuhkan dirimu (menyodorkan tangan)
Amat : (menyalami Uwa) hati-hati ya Wa…
(Uwa pergi dan keluar panggung)
Una : A’ ini kopinya (keluar rumah dan memberikan kopi)
Amat : Terimakasih Na (mengambil kopi di tangan Una)
Una : (wajah lesu)
Amat : Sudah, kejadian kemarin tak usah kau pikirkan, mungkin kau hanya lelah saja (merangkul Una)
Una : Tapi… (masih khawatir)
Amat : Sttt sudahlah, lebih baik kau istirahat, jangan sampai mengganggu kehamilanmu (menenangkan Una dan mengelus perutnya)
Amat : (Lanjut) Kau tak boleh mengulangi hal itu lagi Na, jangan pernah keluar ketika senja, kerna humbayang pekat dan beribu bala akan menunggu kita, apalagi dirimu yang sedang berbadan dua. (Jeda) Ku tahu kau pasti tak percaya, namun kehidupan disini tak seperti moral di kota. Kita harus menuruti tradisi maupun petuah leluhur, memang terdengar konyol adanya tapi semua itu untuk kebaikanmu sendiri, jadi patuhilah Na (Memberi nasehat sambil merangkul Una)
Una : Una tahu itu A’, namun Una sedikit khawatir akhir-akhir ini, apalagi itu menyangkut tentangmu (menatap Amat)
Adegan 6 (Set Rumah Bambu, Musik Netral-Tegang, Set Lighting Sorot, Siang Hari )
Bahri masuk dan tiba-tiba Bahri menginjakkan kakinya di gazebo yang Una dan Amat duduki hingga membuat mereka terkejut.
Bahri : HEH! (mengejutkan)
(Una dan Amat Terkejut)
Amat : Beraninya kau kesini lagi! (nada keras)
Bahri : CIH! (tertawa) masih saja kau berlagak sombong Mat Mat… (menyalakan rokok)
Amat : Dari dulu kami sudah sabar atas tabiat biadab mu ini Bahri, perbaiki sikapmu itu, Pambakal pasti tak mengharapkan itu pada dirimu (kesal)
Bahri : Tahu apa kau mengenai sikap dan tabiat Mat? Tak usah berdusta dan berlagak, kau tak dipekerjakan lagi kan dari lahan turihanmu itu? (menghisap rokok)
Una : Kau diberhentikan? (Jeda) Kenapa kau tak pernah cerita padaku? (terkejut)
Amat : I-iya (terbata), karena aku sudah sakit beberapa hari Na…
Una : Terus kita harus dapat uang dari mana A’? (berbisik)
Amat : (Terdiam)
Bahri : Sudahlah Na, tinggalkan saja dia dan ambil tawaranku (menghisap rokoknya kembali)
Una : Sampai matipun aku takkan pernah kembali padamu!
Bahri : Aku bisa memberikanmu segalanya, uang? (meletakkan uang di gazebo), atau perhiasan? akan aku berikan untukmu, (jeda) lihat saja suamimu, tanpa harta, bahkan pekerjaannya saja tak jelas, bagaimana bisa menghidupimu dan anakmu kelak (kesal)
Una : Aku tak gila harta sepertimu, aku bersyukur memiliki suamiku di sampingku!
Bahri : Apa sih yang kau lihat dari pria miskin ini? (jeda) padahal dulu kita saling menebar kasih, saling berpegangan, saling berpelukan, dan…
Una : Itu dulu, sebelum kau menyakiti diriku, sekarang aku sangat jijik melihat kelakuan dan wajahmu itu! (marah) Suamiku jauh lebih baik daripada dirimu, (mengambil uang dan melemparkan ke Bahri) Ini ambil Uangmu dan pergi dari sini, PERGI!
(Bahri memungut uangnya lalu keluar panggung dengan wajah yang kesal)
(Amat menenangkan Una dan masuk ke dalam rumah)
(Blackout)
Adegan 7 (Set Rumah Bambu-Pepohonan semak, Musik Netral-Mistis, Set Lighting Sorot-Berjalan, Siang Hari)
(Lighting on)
Suara dari rumah meneriaki Amat yang keluar rumah dengan tergesa-gesa.
Una : A’ Aa’ kau mau kemana? (berteriak dari dalam rumah)
Amat : Aku akan mencari pekerjaan untukmu Na, Ingat jangan keluar rumah selagi aku tak ada dirumah (menengok ke dalam rumah lalu pergi bergegas)
Una : A’ A’ (meneriaki Amat dan tiba-tiba perutnya sakit karena kelelahan)
(Hening)
Una : Kenapa perasaanku sangat tak nyaman Tuhan (mengelus dadanya)
(Suasana menjadi dingin dan sedikit berguntur, Una melihat sekilas bayangan)
Una : Si-siapa itu? (menghampiri bayangan yang mengganggunya)
(Seorang gadis cantik menghampirinya perlahan dengan kebaya putih dan selendang merah serta membawa bokor berisi kenanga dan melati)
Una : Kau siapa? (heran)
Galuh : Aku adalah dirimu?
Una : Aku? (semakin heran)
Galuh : Aku adalah bayanganmu, kita itu sama, dan mengkhawatirkan orang yang sama, kau mau bertemu dengannya, ikutlah denganku (memberikan tangannya)
Una : (mendekatkan tangannya pada tangan wanita itu)
(Suara laki-laki dengan keras mengejutkan Una ia menoleh kebelakang dan mendapati Bahri tergeletak di depan rumahnya, dan Galuh juga seketika pergi)
Adegan 8 (Set Rumah Bambu, Musik Netral-Tegang, Set Lighting Sorot, Siang Hari)
Suara bahri yang sangat keras mengejutkan Una dan segera menghampiri Bahri yang tergeletak di depan rumahnya.
Bahri : HEIII KAU! Beraninya kau menolakku! (mabuk dan membawa miras di tangannya)
Una : Apa yang kau lakukan?! (Heran dan marah)
Bahri : KAU! Kenapa kau lakukan ini, hah! (menggenggam tangan Una dengan keras)
Una : Lepaskan aku, sakit!
Bahri : (Mencekik leher Una) Kalau kau tak mau menerima diriku, lebih baik kau mati saja (mencekik Una)
Una : (Kesakitan) Le-lepaskan….
Bahri : (menyodorkan miras ke mulut Una)
Una : (Berontak)
(Rima datang meneriaki Bahri)
Rima : KA! (menghampiri) Apa yang kau lakukan, kau sudah tak waras (menarik Bahri)
Rima : (Menarik Bahri) Kenapa kau kesini ka? Kau telah menghancurkan rencana kita
Bahri : Kau sangat biadab Rim! Kau itu sangat lamban
Rima : Sabar! (jeda) Sudahlah pergi sana, biar aku yang menangani semuanya
Bahri : Arghh (menepis tangan Rima, dan meminim mirasnya kembali)
(Rima menghampiri Una)
Rima : Kau tak apa? (mengambil air putih di dalam rumah), Kau sedang sendiri? (bertanya khawatir)
Una : Uhuk uhuk A-Aku tak apa Rim, A’ Amat sedang tak ada dirumah sekarang, terima kasih atas pertolonganmu (memegang lehernya yang kesakitan)
Rima : Ka Bahri sangat keterlaluan, aku akan mengadukannya, jagalah dirimu Na
(Rima pergi dan keluar panggung)
(Blackout)
Adegan 9 (Set Rumah Bambu-Pepohonan semak, Musik Netral-Mistis, Set Lighting Sorot, Senja)
(Lighting on)
Una gelisah menunggu Amat yang tak kunjung pulang kerumah, hingga membuatnya keluar rumah dan sangat resah.
Una : Kenapa kau belum pulang Aa’ (khawatir , jalan mondar-mandir)
(Humbayang datang lagi membawa bokor berisi api serta kenanga dan melati di dalamnya)
Una : Kau lagi? Sebenarnya siapa kau? (heran)
Galuh : Aku adalah bayanganmu, kita itu sama, dan mengkhawatirkan orang yang sama, kau mau bertemu dengannya, ikutlah denganku (memberikan tangannya)
Una : Tapi aku sedang menunggu suami ku pulang, dia tak membolehkanku pergi dari rumah (membantahnya)
Galuh : (Melihatkan telapak tangannya dan mengulangi perkataannya lagi) Aku adalah bayanganmu, kita itu sama
Una : (Perlahan mendekat, menyentuh tangannya dan tak sadarkan diri dengan tatapan kosong)
(3 penari cantik masuk menggambarkan makhluk gaib, membawa bokor berisi beras kenanga mengelilingi mereka)
(Una dibawa Galuh bersama 3 penari lainnya menuju pepohonan lalu keluar panggung)
(Blackout)
Adegan 10 (Set Rumah Bambu, Musik Tegang, Set Lighting Sorot-Netral, Senja)
(Lighting on)
Amat pulang dari rumah dan mencari Una di penjuru rumah.
Amat : Una… Una…. (mencari ke penjuru rumah)
: Unaa… Kau di mana, Una…jangan-jangan (jeda, takut) tidak mungkin... (pergi keluar bergegas)
(Blackout)
Adegan 10 (Set Rumah Bambu-Pepohonan, Musik Netral, Set Lighting Sebar, Malam Hari)
(Lighting on)
Semua warga mencari Una hingga malam tiba dan memanggil-manggil namanya.
Pambakal : Kita sudah mencari cukup lama Mat, tapi tak ada terlihat Una dimana-mana…
Amat : Pa saya mohon kal, istri saya sedang hamil besar, saya takut dia kenapa-kenapa kal (gelisah)
Wa Imah : Kau tenang dulu Mat, semua warga akan berusaha mencari Una…
: Sepertinya ini bukan ulah manusia Kal, ini sepertinya ulah orang sebelah (menduga)
Pambakal : Saya rasa juga begitu Wa (membenarkan)
Wa Imah : Kita harus menggandah nyiru untuk menemukan Una Mat
Rima : Tapi apa itu tak berlebihan Wa? (muka heran)
Wa Imah : Berdasarkan adat tradisi itulah salah satu cara untuk menemukan orang hilang karena makhluk gaib, cepat Mat, ambil nyiru dan dan mulai menggandah…
Pambakal : Para warga juga, kita tolong Una supaya cepat ketemu…
(warga bubar dan mulai mengambil nyiru)
(Blackout)
Adegan 11 (Set Rumah Bambu-Pepohonan, Musik Netral-Haru, Set Lighting Sebar, Malam Hari)
(Lighting on)
Semua warga mencari Una dengan menggandah nyiru dengan sapu lidi dan memanggil-manggil namanya.
Warga : Una… Una… Una… (menggandah nyiru)
(Una di dimensi lain dengan sorot lighting biru tergeletak dekat pohon)
(Galuh dengan tak terkontrol mendatangi suara bunyi dari nyiru, hingga menghilangkan tabir pembatas yang menutupi Una)
Amat : Na kau tak apa?
Una : Kenapa banyak orang (melihat disekitar)
Wa Imah : Kami semua mencarimu, kau sudah hilang berjam-jam
Una : Aku melihat bayangan pekat, dia mengitari tubuhku dan… (terbata)
Amat : Apapun yang penting kau baik-baik saja (memeluknya)
(Amat membantu Una berdiri)
Bahri : HEIII! Ternyata kau masih hidup? (menunjuk Una)
Wa Imah : Biadab! lancang sekali kau bahri, jaga ucapanmu itu
Bahri : Kau ingin tau siapa yang biadab disini? Dia (menunjuk Rima)
Rima : Apa maksudmu ka?
Bahri : Kau jangan sok polos, padahal kau yang telah mengguna-guna Amat supaya sakit tak sembuh-sembuh, dan telah mengirimkan makhluk itu untuk menyembunyikannya kan (nada keras)
Una : Kau yang melakukan semua ini? bukannya kau tak percaya pada mitos dan takhayul
Wa Imah : Kau ternyata memang sama saja dengan ibumu, apa yang kau peroleh dari menyakiti orang lain?
(Para warga mulai bergunjing)
Rima : Kepuasan, Ya… Aku puas, karena kalian sudah menyakiti hatiku, kenapa kalian harus menikah, jadi rasakan semua itu, Kalau kau tak bisa mati olehnya biar aku yang turun tangan (Ingin mencekik Una) Arghh Panas Panas (Berteriak) Arghhh Panasss Sakitttt (meringis & melari keluar panggung)
Pambakal : Sini kau (menarik tangan Bahri) kau ini bikin malu saja, cepat pulang, biar ku beri kau pelajaran (membopong Bahri yang masih melantur), Mat, Na, dan warga semua saya mohon maaf atas kesalahan anak-anak saya (pergi keluar panggung)
Wa Imah : Sudahlah Mat, Na, apapun yang terjadi anggaplah cobaan dan nasihat untuk kalian, biarlah mereka dibalas yang masa kuasa, suatu yang pantang dan tak baik perlu kita hindari, dan jangan pernah bermain dengan hal semacamnya.
Amat & Una : (Mengangguk)
(Blackout)
-SELESAI-
- Glosarium
-Menurih : Menyadap (Biasanya digunakan untuk kegiatan menyadap karet)
-Pambakal : Kepala Kampung
-Hampalam : Buah sejenis mangga muda
-Nyiru : Penampi atau alat yang digunakan untuk membersihkan beras dari sekam atau bulir
-Pajijihan : Area dapur atau tempat cuci
-Menggandah : Memukul keras
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
