LOVER - BAB 21

1
0
Deskripsi

Bab 21~

Yonki benar-benar tidak memahami Diana. Dia pikir setelah bertahun-tahun mengenal, dia benar-benar memahami Diana. Tapi, tidak. Dia tidak memahami Diana yang tiba-tiba meributkan berbagai hal tidak penting. Mengenai alasan pengajuan lamaran pernikahan dan Roland. Sialan, betapa kesalnya Yonki mengingat mengenai laki-laki itu. Laki-laki hidung belang yang membuat hubungannya dan Diana kacau.

Sehari setelah kencan pertamanya dengan Diana, Yonki memutuskan untuk melaporkan Roland ke polisi. Diana perlu dilindungi dari laki-laki sesat itu, pikirnya. Dari semua hal yang ditawarkan Roland, Yonki tahu kalau laki-laki itu memahami Diana membutuhkan suami. Untuk itulah, Yonki perlu memblokir Roland untuk masuk ke hati Diana. Dia menjauhkan laki-laki itu dengan cara menyeretnya ke polisi agar tidak memberi pengaruh buruk untuk Diana. Semua rekaman cctv di hotel menjadi senjata Yonki. Dengan hal itu, Yonki merasa puas. Tapi, itu cuma sesaat. Kepuasan itu lenyap saat Diana dengan berkobar-kobar memarahinya karena tindakannya.

Diana memang membela laki-laki hidung belang itu. Yonki kesal dan ingin meninju siapapun saat mengetahuinya. Tak cukup dengan semua hal itu, Yonki juga makin kesal karena Diana masih mengabaikannya, bahkan setelah mengomel panjang lebar di rumahnya beberapa hari lalu. Yonki berusaha bersabar, dengan alasan untuk memenangkan hati Diana. Namun, kesabarannya mencapai batas di hari ketiga. Dia tahu dia tidak bisa menoleransi Diana lagi.

***

Sudah lama Diana tidak mengunjungi Surabaya. Mungkin sudah lebih dari sepuluh tahun lalu saat terakhir kali dia mengunjungi kota ini. Meskipun sudah beberapa tahun orang tuanya pindah ke kota ini, mereka lebih suka bertemu di Jakarta jika saling merindukan. Itulah mengapa, Diana sudah terlalu lama tidak mengunjungi kota ini. Kalau saja ini bukan karena kabar Kenanga sudah melahirkan, Diana mungkin tidak di sini.

Kemarin malam, Risyad mengabari Diana kalau kedua keponakannya akhirnya lahir ke dunia. Mereka kembar fraternal dan dinamakan Hannah dan Noah. Diana sangat bahagia dengan kabar itu, di tengah banyak masalah yang menimpanya kabar kelahiran si kembar adalah hal yang membahagiakan.

"Bagaimana keadaanmu, Kenang?" tanya Diana ketika akhirnya dia bisa berbicara dengan Kenanga karena si kembar sudah kembali ke ruangan bayi.

"Luar biasa capek, Din. Kamu juga pasti capek kan karena perjalanan?"

"Lumayan. Tapi, jujur saja, setelah melihat Hannah dan Noah, aku lupa semua capekku!"

Sementara Diana tertawa lebar, Kenanga cuma bisa sebisanya menarik ujung kedua bibirnya.

"Aku pun juga begitu saat melihat mereka. Apalagi dia," Kenanga melemparkan lirikan ke Risyad yang mendengkur di tempat tidur pendamping pasien.

Kenanga bilang kalau Risyad tidak tidur sama sekali semenjak dirinya masuk ke rumah sakit dan itu membuat Diana terharu. Risyad yang dulu cuek sekali dengan Kenanga, sekarang berhasil dibuat bertekuk lutut. Bukan hanya karena kehamilan Kenanga, semua seolah sebuah keajaiban.

"Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin kuceritakan dan kuminta pendapatmu, Kenang," bisik Diana.

"Apa itu?" tanya Kenanga penasaran.

"Itu ... Sebaiknya menunggu kamu merasa baikan dan saat kita berduaan saja."

Kenanga menutup satu sisi mulutnya untuk berbisik, "Mengenai Yonki?"

Mendengar pertanyaan tanpa suara itu, Diana mengangguk samar.

"Hmm, memang sebaiknya menungguku pulih. Aku khawatir terlalu bersemangat menanggapi sementara perutku masih nyeri."

Diana mengangguk setuju. Selama ini Kenanga adalah teman curhatnya mengenai Yonki dan hanya Kenanga yang mampu memahami Diana dengan baik. Semua ekspresi dan kata-kata Kenanga sangat penting untuk Diana, itulah mengapa sebaiknya semua sesi curhat mereka harus dilakukan saat keadaan benar-benar nyaman.

"Ngomong-ngomong, kapan mereka akan datang?" tanya Kenanga yang diyakini Diana sebagai Emir dan Yonki.

"Kurasa nggak lama lagi. Mas Risyad pasti sudah mengabari mereka."

Diana menyentuh ujung selimut Kenanga, "Aku cuma berharap aku dan dia nggak mengacaukan suasana bahagia disini."

Kenanga tertawa kecil, "Oh, demi Tuhan, aku benar-benar berterima kasih kalau kalian bisa menunda semua pertengakaran kalian itu. Kalian selalu menciptakan pertunjukan kalian sendiri."

Diana tersenyum kecut dan meminta Kenanga kembali beristirahat. Sementara itu dia gelish menanti waktu pertemuannya dengan Yonki disini. Diana yakin, tidak lama lagi dia tidak bisa menghindari Yonki lagi.

***

Diana di Surabaya, mendengar info itu Yonki merasa senang. Setidaknya ini menjawab rasa penasarannya dimana perempuan itu bersembunyi untuk menghindarinya. Surabaya tidak jauh, bahkan disana Diana akan lebih mudah ditemui daripada di Jakarta. Dengan kemungkinan bisa mendapati Diana di sana, Yonki menyambut rencana Emir dan dirinya untuk menyusul ke Surabaya. Pasangan Dewa dan Desi kemungkinan akan menyusul kemudian.

"Apa ada sesuatu yang aku lewatkan? Aku nggak suka melihat wajahmu seperti itu, Yon," tanya Emir ketika mereka sudah berada di mobil yang membawa mereka dari bandara Juanda ke rumah keluarga Risyad.

"Memang wajahku kenapa?"

"Hmmm," gumam Emir sambil mencari kata yang pas, "Wajahmu terlihat puas, tapi seolah kamu sedang menyiapkan sesuatu."

"Oh."

Yonki diam-diam mengagumi kemampuan menebak Emir. Itu mungkin karena mereka sudah terlalu lama mengenal, sehingga Yonki terlalu mudah dibaca oleh Emir.

"Apa ini soal Diana? Apa yang akan kamu lakukan lagi setelah kamu menyeret laki-laki yang berniat menikahinya ke polisi?"

Yonki melirik kesal Emir, dia akhirnya tahu bahwa Emir yang mengatakan pada Diana mengenai dirinya yang melaporkan Roland ke polisi. Seharusnya Emir tidak mengeber atau sedikit memperindah kabar itu agar menguntungan Yonki, pikirnya kesal. Kalau saja Emir melakukannya, mungkin Diana nggak akan meributkan hal itu ke Yonki.

"Aku cuma ingin menemuinya," ujar Yonki sambil meluruskan punggung di mobil dan menutup mata.

"Lalu apa? Sudah kubilang, kalau kamu nggak berniat menikahinya, jangan mengusiknya," tukas Emir.

"Aku memang berniat menikahinya, Mir."

Selama beberapa detik, Yonki tidak mendengarkan apapun tanggapan Emir. Diapun membuka mata dan menemukan Emir menatapnya ngeri.

"Kamu benar-benar brengsek. Bercanda kamu nggak lucu, Yon. Kamu mempermainkan dua perempuan?" tanya Emir dengan tatapan tak percaya.

"Du— Astaga. Aku benar-benar nggak mengerti, kenapa semua orang mempertanyakan hubunganku dan Gina. Aku benar-benar nggak memiliki hubungan dengan dia!"

"Lalu selama ini itu apa?"

"Itu karena kamu, kan? Aku sudah mengatakannya. Lalu dia sendiri yang me— Sialan. Aku nggak mau membahas Gina lagi. Yang jelas, aku sudah melamar Diana. Aku ingin menikahinya."

"Kamu sudah melamarnya? Yang benar? Kamu? Melamar? Kamu benar-benar mau menikah?"

Yonki sedikit mendorong pundak Emir sebagai kode untuk mengecilkan suaranya.

"Ya. Kenapa memang? Diana membutuhkan suami, kan? Aku juga ingin dia terlindungi," jawab Yonki.

Emir mendesah kesal, "Siapa yang mau kamu bodohi sih? Jelas-jelas itu alasan paling bodoh! Kalau hanya itu alasanmu ingin menikahi Diana, aku benar-benar kecewa. Aku berharap Tante Ratna akan menemukan calon suami baru untuk Diana yang jauh lebih baik."

"Kenapa semua orang meributkan alasanku menikahi Diana? Ayolah, berpikir praktis. Akan lebih baik kalau Diana menikahiku."

"Lihat, lihat, lihat. Inilah alasan kenapa kamu nggak mendapat dukunganku. Belum apa-apa kamu sudah terlalu bernafsu mengatur Diana. Sementara kita tahu kamu dan Diana terlalu banyak ketidakcocokan, Yon. Aku nggak mau melihat rumah tangga kalian berantakan," sergah Emir.

"Kamu pasti mengenalku, Mir. Aku nggak akan menyakiti Diana."

Mendengar jawaban itu Emir menatap Yonki. Dia masih punya beberapa sanggahan, tapi sesuatu menusuk dirinya sebagai seorang sahabat. Dia akhirnya menutup mulut dan tidak lama kemudian mereka tiba di rumah orangtua Risyad dan Diana.

***

Diana disana dan berusaha sesedikit mungkin membuat kontak mata dan melakukan pembicaraan dengan Yonki. Ruangan kamar Kenanga pun makin lama makin terasa sangat sesak dan pengap untuk Diana karena intimidasi Yonki.

"Bella menyampaikan permintaan maaf karena belum kesini. Kurasa Diana sudah memberi tahu alasannya, kan?" tanya Emir sambil memindahkan hadiah yang dibawanya untuk si kembar ke pojok ruangan.

"Sudah. Nggak masalah, Mir. Lagipula kalian bisa kemari bersama setelah bulan madu," jawab Kenanga.

"Ah, ya. Oh ya, Mas Risyad nggak usah memaksakan diri hadir di pernikahan kami. Aku—"

"Kenapa nggak datang? Mas Risyad akan datang. Ya kan, Mas?" sela Kenanga sambil menyentuh lengan Risyad yang duduk di dekatnya.

"As you wish, Sayang."

Mendengar jawaban manis suaminya, Kenanga tersenyum puas.

"Aku akan datang, Mir. Mewakili Kenanga juga, kan? Mana mungkin aku nggak menghadiri pernikahanmu," ujar Risyad sambil menatap Emir.

Emir mengangguk setuju, "Baiklah kalau kalian memaksa. Sebenarnya, aku akan senang kalau semua bisa datang. Yah, nasib anak tunggal."

"Astaga," dengus Risyad, "Kamu sudah menjadi anak tunggal lebih dari tiga puluh tahun, kenapa medramatisirnya sekarang?"

Semua orang tertawa. Sesaat usai tertawa, napas Diana tersekat karena gerakan Yonki. Laki-laki itu berpindah tempat dan berdiri di sampingnya. Diana tahu itu cara Yonki menekankan kehadirannya pada Diana.

"Oh, jadi ke mana kalian akan pergi bulan madu? Kan pernikahan dipercepat?" tanya Diana seraya bergeser sedikit.

"Maldives. Sesuai rencana kok berangkatnya. Hanya pernikahan yang kami percepat," jawab Emir sambil menatap Diana.

Seolah memahami situasi canggung, Emir mengeluarkan ponsel dan berdiri menyela Diana dan Yonki.

"Aku butuh bantuanmu, Din. Ini mengenai dekorasi," ujar Emir sambil menyodorkan ponselnya pada Diana.

Meskipun bingung, Diana menyambut selaan itu sementara Yonki mengerang kesal. Emir jelas-jelas mendorong Yonki dengan tubuhnya supaya bergeser. Sambil terus mengoceh, Emir akhirnya berhasil menempatkan diri di antara Yonki dan Diana.

"Bisakah kamu membantuku dengan merayu orang ini agar menyanggupi perubahan yang aku dan Bella inginkan? Kurasa kamu mengenalnya," cerocos Emir mengabaikan protes Yonki.

Melihat kelakuan tiga orang itu, Risyad tertawa dan mendesah. Sementara itu, Kenanga cuma meneleng heran. Dia jadi teringat kalau Diana menginginkan sesi curhat secara pribadi dengannya mengenai Yonki. Melihat interaksi mereka, Kenanga jadi makin penasaran tentang apa yang ingin dibicarakan Diana dengannya.

***


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Lover
Selanjutnya LOVER - BAB 22
0
0
Bab 22~
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan