LOVER - BAB 14

1
0
Deskripsi

Bab 14~

Emir tahu bahwa Yonki dan Diana sedang menertawakannya. Sayangnya, tawa itu tidak akan berlangsung lama karena Emir datang membawa dua kejutan bersamanya. Benar saja, kedua wajah yang sedang tertawa itu seketika berganti tegang. Diam-diam Emir menertawakan mereka.

"Tante Rita, Tante Mustika," sapa Diana pada ibunda Emir dan ibunda Yonki.

Sebenarnya, Yonki adalah keponakan Tante Mustika. Namun, semenjak kematian Yosua, Tante Mustika sudah menganggap Yonki sebagai anaknya. Bahkan Yonki diberikan jabatan di perusahaan Aditama, jabatan yang seharusnya milik Yosua.

Emir menghela napas ketika sudah berhasil membawa dua wanita berumur di masing-masing lengannya menerjang keramaian hingga sampai di hadapan Diana dan Yonki.

"Ah. Benar kamu ternyata." Tante Mustika melepaskan tautan lengannya pada Emir dan meraih kedua tangan Yonki.

"Dari kejauhan aku tadi melihatmu. Kukira aku salah lihat. Beruntung aku sedang di dekat Emir dan Mbak Rita jadi bisa menerjang kemari."

Yonki membalas remasan lembut tangan Tante Mustika, yang semenjak kematian Yosua minta dipanggil Mama.

"Seharusnya Mama tadi menelpon Yonki. Mama nggak perlu berdesakkan, biar Yonki yang mendatangi Mama," ujar Yonki.

"Mamamu terlalu gembira. Dia tadi sedikit sedih karena Emir menemaniku, sedangkan anak laki-lakinya malahan nggak berminat datang," sela Tante Rita.

Yonki menatap Tante Rita dan menyapa.

"Sebenarnya Mama juga separuh memaksa Emir," potong Emir sambil memasang seringai jail ke Tante Rita.

"Tentu! Kalau aku nggak memaksamu, kamu akan merecoki Belle. Dia sedang repot menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum hari pernikahan kalian, tapi kamu malah sering-sering mengganggunya," omel Tante Rita yang disambut tawa yang lain.

"Ya ampun, iya, iya," ujar Emir memelas.

Tante Mustika kemudian menarik Yonki mendekat dan menatapnya, "Kapan kamu akan menyusul Emir? Aku akan senang sekali kalau memiliki menantu."

Yonki kelabakan dan tanpa sadar matanya beradu tatap dengan Diana.

"Ada setumpuk wanita yang mau dengan anakmu, Tik. Kalau Emir yang secerewet ini saja ada yang mau, apalagi Yonki yang berkharisma seperti itu."

Kata-kata Tante Rita mendapatkan tawa dan decakan sekaligus. Yang berdecak sudah bisa dipastikan adalah Emir.

"Aku dengar kamu punya hubungan dengan anak keluarga Kristian, ap—"

"Itu gosip, Ma," potong Yonki dengan tegas.

"Aku juga sudah mengatakan pada Yonki, dia bisa memintamu melamarkan Diana. Bukankah mereka cocok?" Lagi-lagi Tante Rita menyela.

Tante Mustika akhirnya menatap Diana dan tersenyum, "Aku khawatir nggak bisa, Mbak. Mbak Ratna pasti sudah mencarikan jodoh untuk Diana, sama seperti Risyad dulu. Kamu tahu kan, Mbak Ratna ahli sekali dalam hal itu."

Diana cuma bisa tersenyum. Dia tak bisa memberikan tanggapan apapun.

"Oh ya, kamu tadi datang bersama dengan bakal jodohmu itu? Mana dia?" tanya Emir sambil celingukan ke sekeliling.

"Roland sedang menemui temannya. Mungkin sebentar lagi dia kembali," jawab Diana.

"Dia menemanimu kemari? Bakal jodohmu itu? Wah, memang seharusnya kamu mencari laki-laki yang bersedia menghadiri acara sosial seperti ini denganmu. Aku heran kenapa kebanyakan laki-laki menghindari acara seperti ini sih?" Pertanyaan sekaligus sindiran Tante Mustika membuat Emir dan Yonki saling menatap.

Acara amal seperti ini memang jarang dihadiri laki-laki, kebanyakan perempuan. Kalau bagi kaum wanita acara seperti ini bisa dijadikan alasan berkumpul, bergosip, bahkan beradu fashion, para laki-laki cenderung cepat bosan.

"Laki-laki nggak tertarik nonton balet, paduan suara, atau mini drama, Tante," ujar Emir.

Tante Mustika tertawa dan menepuk lengan Yonki untuk menanyakan apakah dia juga seperti Emir. Yonki cuma tersenyum, tapi di dalam hati dia mengiakan.

"Kamu nggak akan nggak tertarik kalau nanti anakmu yang memberikan pertujukan seperti itu di sekolahnya. Kamu akan menangis bangga," ledek Tante Rita yang disambut tawa Tante Mustika.

"Lalu, kalau ini membosankan, kenapa kamu di sini?"

Pertanyaan Tante Mustika kembali membuat Yonki kelabakan.

"Hm, itu ... Yah, Yonk—"

"Dia ingin mengekori Diana dan menginvestigasi laki-laki yang dibawa Diana, Tante," sambar Emir.

Tante Mustika menatap Diana yang mukanya memerah dan Yonki yang terlihat tergagap dengan bergantian. Merasa nyaris tertangkap basah, Yonki berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Sebaiknya pembicaraan ini segera diakhiri sebelum Tante Mustika mulai menduga-duga tentang hubungan Yonki dan Diana.

"Hm, udahan kita ngobrolnya, ya? Gimana kalau kita duduk dan bersiap lihat balet dan pertunjukkan yang sudah disiapkan panti asuhan, Ma?"

Untung saja rencana itu berhasil, mereka semua pergi ke deretan bangku di depan panggung untuk bersiap-siap menikmati pertunjukan.

***

Sesuai prediksi Yonki, pantatnya sudah panas hanya setelah menonton satu pertunjukkan. Mini drama panggung yang dimainkan oleh para anak-anak kecil dari panti sebenarnya cukup menggemaskan, hanya saja Yonki tidak pernah menikmati pertunjukan seperti ini. Dia sudah terbiasa bergerak dan sibuk, duduk dan menonton seperti ini sangat mencekiknya. Namun dia bertahan, setidaknya menonton mini drama ini bisa menjadi kegiatan mengawasi Diana juga.

Diana duduk tiga bangku dari Yonki dan bersama bersama para mama. Diana sudah mengenal para mama dari lama, itulah mengapa mereka akrab. Sesekali mereka menertawakan drama mengenai anak gembala di panggung, sesekali lagi berbisik dan tersenyum. Melihat setiap kali bibir Diana tertarik menjadi senyum, Yonki merasa santai dan damai. Efek senyum itu memang luar biasa untuk hatinya.

Kegiatan mengamati Diana kemudian diinterupsi oleh senggolan Emir yang duduk di sebelahnya.

"Kamu tahu kalau Gina sedang didekati oleh anak keluarga Darma?"

Yonki mendengus pelan, "Mana mungkin aku tahu, Mir? Aku dan Gina nggak pernah membicarakan hal seperti itu."

Emir memutar kepala dan menatap dengan mata melebar, "Jadi benar kalian tidak punya hubungan apa-apa? Benarkah?"

"Aku sudah mengatakan itu berulang kali. Kamu letakkan dimana telingamu selama itu?"

Emir menggeram sebal, "Aku dengar. Hanya nggak bisa mempercayainya. Bagaimana bisa percaya kalau kenyataannya kalian selalu terlihat bersama di acara sosial, bodoh?"

"Awalnya kamu yang mendorongku melakukannya, lama kelamaan dia dengan jelas menganggap ini semua kewajiban. Kamu ingin aku bagaimana? Pura-pura nggak tahu keinginannya?" balas Yonki kesal.

"Itu karena aku ingin membuatmu sadar dan berhenti merecoki Di—"

Emir seketika menggigit lidahnya yang sudah terlalu banyak bicara. Ini bukan tempat yang tepat juga. Hanya saja potongan itu sudah membuat Yonki terpaku menatapnya.

"Ya, Tuhan. Aku benar-benar nggak ingin membahasnya," elak Emir sambil menarik-narik ujung jasnya.

Yonki menoleh ke sekeliling dan kembali berbisik pada Emir.

"Kita bicara di luar?"

Emir mendesah kesal, tapi ikut berdiri. Mereka akhirnya mengendap-endap keluar dari balroom itu dan menuju ke kafetaria hotel.

"Kenapa kamu mengatakan itu?" tanya Yonki.

Emir mengamati wajah Yonki beberapa saat hingga membuat Yonki sedikit melotot.

"Kamu kira aku bodoh dan nggak tahu bagaimana selama ini kamu berusaha menyembunyikan perasaanmu pada Diana? Aku tahu kamu nggak akan melakukan yang lebih daripada yang sekarang kamu lakukan. Aku rasa kewajiban Diana sudah cukup sebagai peringatan supaya kalian menghentikan permainan kalian. Sudah waktunya dia menikah, kamu juga. Itulah alasan aku mendorongmu ke Gina," jawab Emir.

"Mir, aku cuma nggak ingin Diana salah memilih laki-laki."

Emir mengernyit, "Ya, Tuhan. Iya, itu karena kamu menyukainya."

Itu bahkan bukan kalimat tanya. Yonki cuma diam.

"Kamu tahu kan, Yon, keluarga Diana sangat menginginkan Diana menikah? Ini memang sudah saatnya. Jadi," Emir meletakkan satu siku di atas meja, "Kalau kamu nggak ingin masuk ke bursa pernikahan, berhenti mondar-mandir di depan Diana."

Yonki diam. Dia tahu pasti dirinya tidak bisa masuk dalam pernikahan. Semenjak hidup dengan berbagai fasilitas yang seharusnya dimiliki Yosua, tekanan datang dari berbagai arah. Yonki seringkali merasa kewalahan dan marah dengan semua itu, tapi tak bisa menolak. Dalam dunianya yang tak ada kedamaian itu, dia memang tidak mengijinkan dirinya membawa orang lain masuk. Dia tidak ingin menyiksa siapapun dengan suasana itu.

"Sudahlah. Aku nggak mau membahas ini lebih banyak. Percuma," ujar Emir sambil berdiri dan meninggalkan Yonki.

***


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Lover
Selanjutnya LOVER - BAB 15
2
0
Bab 15~
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan