
Gara, seorang mantan pembunuh bayaran, ingin berhijrah dan menjauh dari masa lalunya yang kelam. Siapa sangka dia akhirnya berkenalan dengan Asa yang begitu ceria meski menyimpan banyak luka.
Walaupun perempuan itu merupakan korban rudapaksa dari enam orang dan harus merawat ibunya yang sedang sekarat, Asa tetap terlihat sangat tegar.
Dari Asa, Gara belajar banyak hal tentang Islam dalam kehidupan.
Perlahan, benih cinta di hati Gara pun tumbuh.
Masalahnya, luka Asa terlalu lebar untuk mampu menerima...
Sebelum mulai, JANGAN LUPA baca ini, yaaa! Ada GIVEAWAY-nya di IG @Shireishou , yaaa!
Bab 1 - Tetangga Baru
Pria bertubuh tegap itu baru saja menggulung kasur lantai tipis ke sudut ruangan. Ayam bahkan belum berkokok ketika dia membuka mata dan langsung bangkit untuk mengambil air wudu.
Suara jangkrik terdengar bersahutan dari kebun singkong di depan rumah, seolah meyakinkan bahwa mereka belum punah dari tepian Kabupaten Bogor. Bohlam kekuningan terasa temaram dan sedikit berkedip saat menerangi ruang mungil ini. Dia menatapnya sejenak sembari berpikir akan membeli yang baru nanti.
Gara menarik keluar sarung dari tas ranselnya kemudian menggelar sajadah. Wajahnya terasa teduh dan tenang. Sisa-sisa air wudu menetes dari ujung rambut ikalnya membasahi bahu. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu membuka kaus tidurnya dan menggantungkan di dinding yang terletak di belakang kiblat.
Sejenak mata pria itu menangkap pantulan tubuh kukuh di cermin besar milik pengontrak sebelumnya yang sengaja ditinggal. Ada embus napas terdengar ketika Gara melihat banyak keloid saling silang menghias tubuh kekarnya. Hati pria itu pun terasa nyeri kala melihat sebuah tato kepala harimau di lengan kiri.
Dia membuang pandangan dan memilih bergegas mengenakan kemeja biru yang sengaja digantung untuk dipakai setiap salat. Pakaian bersih terbaiknya. Gara menarik rambut ke belakang dan menahannya dengan peci agar tidak jatuh menutupi dahi. Pria itu pun mulai melakukan salat Tahajud.
Setiap lafaz salat yang digumamkannya, ada arti yang melintas dengan jelas di kepala. Gara begitu khusyuk dalam setiap bacaan dan juga gerakan. Merendahkan diri, mengagungkan Ilahi, dan menjadikannya oase hati yang selalu merasa sepi.
Seusai salat dan membaca beberapa lembar Al Quran dengan terbata-bata, pria itu mengambil ponsel di sisi kasur dan melihat angka yang terpampang di layar utama. Pukul setengah empat. Masih ada sekitar satu jam lebih sebelum azan Subuh berkumandang. Dirinya baru akan mulai bekerja pukul tujuh besok. Karena itu, Gara kembali mengganti pakaiannya dengan kaus yang tadi tergantung dan mulai merapikan rumah.
Baru kemarin siang, Gara datang diantar pemilik kontrakan. Benda-benda yang dibawanya tidak begitu banyak. Pria itu hanya membawa dua barang besar. Satu kotak besar berisi perkakas pertukangan. Kemudian, sebuah ransel kamping ukuran jumbo yang berisi beberapa helai pakaian, alat salat, dan satu set barbel. Ransel mahal dan sekumpulan barbel itu terlihat tidak cocok berada dalam rumah sempit bernuansa penuh keterbatasan.
Sementara kasur gulung, perkakas dapur sederhana, dan alat-alat kebersihan lain baru dibelinya dari pasar kemarin sore.
Tanpa adanya barang yang menumpuk, rumah kontrakan satu pintu berukuran 3 x 6 meter itu, terasa lengang. Pengontrak sebelumnya sebenarnya memasang tali untuk menggantung kelambu penyekat antara ruang tamu, dengan ruang tidur dan dapur. Tentu Gara tidak memakainya karena dia tak memiliki gorden. Pintu hanya dimiliki kamar mandi mungil yang berukuran 1,8 x 1,3 meter.
Dinding yang berwarna biru kini sudah kehilangan kecerahan termakan lembab dan rembesan air di kala hujan. Dinding pembatas antarrumah begitu tipis hingga air sering menyusupi sela-selanya. Lantai keramik berwarna kuning menambah kesan suram. Gara menyikat beberapa sudut yang terlihat bernoda dan mengerak. Meski sempit, setidaknya dia ingin rumah barunya terlihat cukup bersih. Kelak, jika ada dana, dirinya ingin mengecat dinding dengan warna putih agar terlihat lebih lapang.
Putih .... Hati Gara kembali terasa pedih. Akankah semua jelaga di hatinya bisa tercuci bersih? Gara menggeleng berusaha mengenyahkan pikiran negatif yang kembali menerjang tanpa pernah permisi. Zikir kembali meluncur dari bibir tipisnya yang berwarna agak gelap.
Maka, sepuluh menit sebelum azan Subuh berkumandang, Gara sudah selesai mandi dan bersiap menunaikan salat Subuh berjamaah di masjid.
Gara baru saja menyelesaikan olahraga pagi dengan berlari di sekitar kompleks sambil mengamati lingkungan barunya.
'Seperti pepatah Jepang, sembunyikan daun di dalam hutan. Jangan bersembunyi di desa. Carilah pekerjaan di tepian kota dan berdiamlah di sana!'
Suara sahabatnya kembali terngiang di telinga Gara ketika memasuki rumah. Sahabat itu juga lah yang membantu Gara menemukan tempat tinggal dan pekerjaan baru.
Sudah tiga tahun dia melarikan diri dari desa ke desa, tapi selalu ketahuan. Pencarinya punya terlalu banyak informan yang tersebar di mana-mana. Apa benar dia akan lebih sulit dilacak jika bersembunyi di tempat yang banyak penduduknya? Gara hanya bisa berdoa.
Baru saja dia berpikir hendak keluar membeli sarapan, hadir suara ketukan pintu dan salam dari wanita yang terdengar ceria. Dengan sikap waspada, Gara hanya membuka sedikit pintu untuk mengintip siapa yang ada di luar.
"Maaf mengganggu, Kak. Saya Asa, tetangga sebelah. Saya cuma mau kasih sarapan."
Gara terkesiap melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Sesosok wanita mungil dengan senyum yang sangat ramah. Dia berjilbab hitam lebar hingga nyaris menutupi seluruh tangan yang mengacungkan sekantong plastik bening berisi makanan yang dibungkus kertas berwarna cokelat. Tangannya sedikit bergetar, mungkin benda yang diangkat cukup berat baginya.
"Ibu menyuruh memberikan sarapan untuk tetangga baru. Kata Ibu, pasti belum sempat bikin sarapan atau tahu di mana tempat beli sarapan." Tangan perempuan itu masih terangkat. Kepalanya bergerak seiring gerakan tangannya. Terlihat begitu lincah dan bersemangat.
"Ah, iya, terima kasih banyak telah merepotkan. Saya Gara." Gara buru-buru menahan kantong plastik itu dari bawah sambil menunduk. Dia bahkan tak berani melihat wajah perempuan itu kecuali selintas tadi. Apalagi perempuan itu langsung bergerak mundur ketika makanannya telah berpindah.
"Kalau begitu, saya permisi, Kak Gara." Secepat itu juga, perempuan itu berbalik dan memasuki rumahnya sendiri yang berada tepat di sebelah. Suara salamnya masih senyaring dan seceria tadi.
"Rumah jahit Mustika," gumam Gara saat melihat spanduk yang menggantung di teras rumah tetangganya. Ada empat petak rumah kontrakan di sini. Rumah Gara terletak di pintu kedua. Asa terletak di ujung dekat jalan raya. Sementara dua penghuni lainnya adalah tukang sol sepatu dan seorang kakek yang lebih senang berada di dalam rumah.
"Udah kamu kasih?" Suara wanita terdengar dari dalam rumah. Nadanya terdengar anggun dan lembut.
"Udah, Bu." Asa membalas dengan penuh semangat.
"Orangnya baik?"
"Kayaknya sopan, Bu. Tinggi banget." Terdengar suara Asa tertawa.
"Cakep?"
"Idiih, Ibu! Mana boleh liatin yang bukan mahram lama-lama. Udah, ah! Asa mau lanjut jahit dulu!"
"Ya, tapi kan kata Pak Badi, penghuni barunya masih muda dan...."
Gara memilih menutup pintu rumah, agar percakapan keduanya tak terdengar. Sayangnya, dinding pembatas rumah mereka ternyata cukup tipis hingga samar-samar Gara masih merdengar suara keduanya meski sudah tidak terlalu jelas.
Pria itu mengambil piring dan membuka bungkusan pertama dengan hati-hati. Nasi rames. Nasi dengan tahu bacem dan telur dadar. Sementara di bungkusan kedua ada beberapa potong tempe goreng tepung dan cabai rawit.
Gara tanpa sadar melengkungkan bibir ke atas. Ibunya Asa sangat pengertian. Pria itu membaca doa untuk kebaikan Asa dan ibunya.
Setelah itu, Gara segera bangkit membawa semua cabai dan meletakkannya ke atas talenan. Pria itu pun dengan cekatan menyambar pisau untuk mengiris-iris cabai menjadi potongan kecil. Tangannya begitu cekatan dan tidak ada keraguan dalam memegang benda tajam itu.
Namun, tiba-tiba gerakan Gara berhenti ketika kilap pisau mengenai matanya. Hatinya mencelus. Suara teriakan kembali menghantam kepala. Bibir pria itu bergetar ketika memaksa menarik napas dan kembali melafazkan zikir.
Tak lama, dia sudah berhasil menguasai dirinya kembali. Kemudian Gara menaburkan irisan cabai ke atas nasi sebelum menuang sedikit kecap manis di atasnya.
Seusai mengucap basmalah, dengan segera, dilahapnya makanan yang terhidang. Dirinya memang belum sempat membeli beras. Gara bahkan masih berpikir mana yang lebih hemat antara membeli rice cooker, makan di luar, atau memasak nasi dengan kompor? Mungkin dia bisa meminta pendapat pada mandor tempatnya bekerja.
Aneka pemikiran yang terus dijejalkan ke kepala sebagai benteng agar kenangan masa lalu tak diam-diam menyusup dan meruntuhkan semua harapan.
Seusai menandaskan segelas air putih, Gara bangkit dan memutuskan lebih baik berkeliling mencari beberapa perkakas dengan sisa-sisa uang tunai miliknya.
Selepas Isya, Gara pulang dengan setengah berlari menenteng barang-barang yang baru saja dibelinya. Langit sudah mendung sejak siang, tapi hujan tak kunjung jatuh. Dia khawatir rice cooker kecil dan kipas angin meja yang dibelinya bisa rusak jika terkena air. Rasanya senang dia sudah banyak mendapat pengetahuan tentang di mana bisa membeli bahan masakan yang murah agar lebih berhemat.
Udara terasa lembab dan gerah akibat hujan yang tak kunjung turun meski kilat sudah menyala-nyala tanpa henti. Seusai mandi, pria itu pun terlelap.
Petir menggelegar dan akhirnya awan pun menyerah menampung semua beban dan menjatuhkannya serentak ke bumi. Kota hujan, begitu mereka menyebutnya. Ketika berkah Allah sering tercurah dan memberi kehidupan, banyak yang berdoa agar diturunkan hujan yang bermanfaat.
Gara terjaga dari tidurnya. Petir yang menyala-nyala dan guntur yang menggetarkan pintu, kembali membuatnya mengingat masa-masa itu. Pria itu kembali menarik napas dari sela-sela bibirnya dan beristighfar perlahan.
Saat itulah, dia mendengar suara teriakan histeris seorang wanita.
9 Nov 2022
Ini selain age gap yang lumayan, Height gap-nya unyu wkakaak
Wah suara teriakan siapa, tuh?
Komen, dong, biar Shirei semangat up. Hehehehe
Mau up tiap jam berapa, nih?
Niatnya up tiap Senin dan Jumat.
Apa mau Senin, Rabu, Jumat?
Makasiiiii
ย
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
