
PERINGATAN : Cerita ini memuat konten dewasa (explicit scene) yang hanya boleh dibaca oleh kalian yang sudah berusia 18 tahun ke atas.
Suatu pagi, Djiwa terbangun di ranjang yang sama dengan seorang pria bernama Ocean. Dia tidak ingat apa yang sudah mereka lakukan tadi malam hingga tidak ada sehelai pakaian pun melekat di tubuh mereka.
Ocean mau bertanggung jawab, namun mengajukan syarat berupa trial marriage yang terpaksa Djiwa setujui.
Menikah, tapi tidak bersama.
Mampukah Djiwa meluluhlantakkan hati...
Kenalan sama cerita baru Shantymilan, yuk!
Trial Marriage merupakan perkawinan antara novel Shantymilan yang berjudul The Player Next Door dan Devil Girl (Sweet Devil).
Happy reading ^^
***
Chapter 1
Dalam satu bulan terakhir ini, sudah tiga kali Djiwa membawa mobilnya ke bengkel. Kalau bukan karena kaca pecah, pasti body mobil yang penyok. Entah bagaimana cara wanita itu membawa mobil, tapi yang pasti dia melakukannya dengan sengaja demi bisa bertemu dengan pemilik bengkel. Setiap datang, wajah Djiwa selalu saja ceria, sampai-sampai penampilannya sangat maksimal.
Kaus ketat dan rok mini, stiletto dan tas yang semuanya berwarna merah muda. Saat kakinya yang jenjang itu turun dari mobil, semua mata pasti dibuat terpana.
"Good afternoon!" sapa Djiwa sambil turun dari mobil. Saking seringnya ke sini, dia sampai hapal nama semua pegawai di bengkel ini dan rata-rata sudah akrab dengannya.
"John!" panggil Djiwa. Diulurkannya beberapa kotak Pizza yang dibelinya khusus untuk semua pegawai di sini.
"Wih, makasih Mbak!" John alias Joni mengambil Pizza itu dengan senang hati, teman-temannya yang lain mulai saling melempar kode.
"Seperti biasa," bisik Djiwa.
"Siap, Mbak. Yang lama, kan?" John hapal betul apa yang Djiwa mau. Wanita itu ingin mobilnya dikerjakan lama-lama agar dia bisa lebih lama di sini.
Djiwa memberikan jempolnya. Lalu Ia berbisik kembali, "Sean ada?"
"Ada Mbak, di ruangannya," balas John ikut berbisik, lalu mengedipkan mata.
Djiwa tersenyum lebar. Ia melangkah ceria menuju ke ruangan bos pemilik bengkel yang sudah ditaksirnya sejak sekolah dasar. Tanpa mengetuk pintu Ia langsung membukanya dan masuk ke dalam.
"Ups!" Djiwa menutup mulut dengan gaya centil saat melihat ada seorang wanita di sana, sedang mengobrol dengan Ocean.
Wanita itu langsung berpamitan pergi dan melayangkan ekspresi jutek pada Djiwa.
Djiwa tersenyum saat Ocean melirik sebentar ke arahnya.
"Kenapa lagi mobil lo?" tanya Ocean begitu lelahnya mendapat pelanggan sejenis Djiwa.
"Ditabrak orang dari belakang," jawab Djiwa sambil melangkah mendekati meja Ocean, lalu duduk di kursi yang tadi diduduki wanita tadi.
"Kayaknya lo harus pertimbangkan lagi soal tawaran gue pake asuransi. Kasihan Om Karang harus bayarin biaya perbaikan mobil lo setiap hari," sindir Ocean.
"Emang, bisa diklaim kalau disengaja?" Djiwa tercengir.
Ocean langsung memelototi Djiwa.
"Galak banget sih calon suami, nanti aku ajak ke penghulu loh," goda Djiwa.
Ocean memijat pangkal hidungnya.
Mata Djiwa tak sengaja melihat sebuah undangan di atas meja, tanpa basa-basi langsung diambilnya. "Apa nih?" tanyanya sambil membuka lipatan undangan yang tampak mewah itu. Dia melihat nama Raya di sana sebelum Ocean merampas undangan itu dari tangannya.
"Jangan sembarangan sentuh barang orang lain," ucap Ocean kesal.
"Dia mau nikah? Serius?" Djiwa amat senang, sampai tidak bisa menutupi ekspresinya. Raya adalah wanita tadi, mantan pacar Ocean.
"Apa urusannya sama lo?"
"Gila, ya ada lah!" Djiwa menjawab penuh semangat. "Kalau dia nikah, itu artinya aku nggak punya saingan lagi. Aku bisa jadi satu-satunya di hati dan raga kamu."
"Mimpi siang bolong, pernah tidur nggak sih lo?" ejek Ocean.
"Nggak boleh gitu. Asal kamu tau ya, mimpi itu bisa jadi kenyataan. Lihat dan tunggu aja nanti." Djiwa sangat percaya diri, yakin suatu saat Ocean pasti akan jatuh cinta padanya.
Ocean tampaknya sedang tidak mood untuk meladeni Djiwa, makanya dia diam saja. Djiwa amati wajah pria itu, menebak jangan-jangan Ocean sedang sedih karena akan ditinggal nikah oleh mantan terindahnya.
***
Saat mengetahui Ocean pergi ke club malam dan mabuk-mabukan, tanpa pikir panjang Djiwa mendatanginya ke sana. Ia tidak mau melihat Ocean melakukan hal-hal bodoh yang akan berdampak besar, atau menciptakan masalah bagi keluarganya. Dia sangat paham dengan orang tua Ocean yang tidak pernah suka putranya bermain di tempat seperti ini, apalagi sampai minum-minum.
Saat masuk ke dalam yang dipenuhi aroma alkohol dan asap, serta suara musik yang begitu kencang, Djiwa merasa sedikit pusing. Bagaimanapun dia belum pernah masuk ke tempat seperti ini, karena orang tuanya pasti akan marah besar kalau tahu.
"Hai cantik, mau minum?" Tiba-tiba seorang pria menghampiri Djiwa dan menarik pergelangan tangannya.
"Maaf, saya nggak minum." Djiwa menolak dengan sopan. "Bisa tolong lepasin?"
Pria itu terkekeh, tapi untungnya mau melepaskan Djiwa. Wanita itu dengan cepat menerobos kerumunan, hingga akhirnya menemukan Ocean di salah satu meja bertemankan begitu banyak botol alkohol.
"Sean, kamu ngapain di sini?!" pelik Djiwa. Saking kerasnya musik di sini, Ia sampai sulit mendengar suaranya sendiri.
Ocean mengangkat kepala menatap Djiwa, lalu tersenyum. "Lo ngapain ngikutin gue sampe sini?" tanyanya melantur.
"Ayo pulang. Kalau Om Prince tau kamu kayak gini, bisa dikirim ke pulau terpencil kamu. Mau?" Djiwa menarik tangan Ocean agar berdiri.
Ocean jauh lebih kuat, tarikan Djiwa tak berarti apa-apa baginya. Malah saat Ia menarik balik, wanita itu ikut terbawa dan duduk di pangkuannya.
Djiwa yang merasa kaget dan gugup, langsung menjauhkan dirinya dari Ocean. Jantungnya berdebar keras, tak pernah Ia sedekat itu dengan pria yang dicintainya nyaris seumur hidup ini.
"Lo mending pulang, ini bukan tempat untuk anak mama kayak lo," usir Ocean. Dia kembali membuka satu botol alkohol, lalu meminumnya.
"Kamu bilang aku anak Mama?" Djiwa menekan pinggang, tidak terima.
Ocean tersenyum meledek. "Kalau lo bukan anak mama, coba sini buktiin minum sama gue," ajaknya sambil menawarkan botol minumannya.
"A-aku ..." Djiwa gelagapan. Meski usianya sudah dua puluh lima tahun, tapi sekalipun dia belum pernah minum alkohol. Namun saat melihat Ocean tersenyum mengejek, dia pun merasa tertantang. "Oke, siapa takut!" Diambilnya botol itu dan langsung meminumnya. Awalnya, rasa pahit mencekik tenggorokannya, membuat wajahnya meringis.
Ocean terpana selama beberapa detik, hingga akhirnya mengangguk dan bertepuk tangan. "Keren," pujinya. Ia membuka satu botol lagi, lalu mengajak Djiwa untuk cheers.
Lama kelamaan, keduanya larut dalam euforia memabukkan, hingga melupakan kewarasan. Mereka terus minum, menyeracau tidak karuan dan akhirnya memilih pergi sembari berangkulan. Saling bergantung satu sama lain, meski jalan sempoyongan.
"Gue anter lo pulang," ucap Ocean sambil merogoh saku celananya dan menemukan sebuah kunci mobil. Dia mengangkatnya ke depan mata untuk melihat lebih jelas.
"Noooooo." Djiwa menggeleng sambil memainkan jari telunjuknya ke kiri dan kanan di depan wajah. "Gue bisa dibunuh Papa kalau pulang kayak gini."
Ocean tertawa geli. "Tenang aja, gue bakalan dateng ke pemakaman lo dan doain lo masuk neraka," ucapnya melantur.
"Jahat." Djiwa tertawa kecil.
Mereka sampai di parkiran, lalu menatap deretan mobil yang ada di sana dengan wajah bingung. Banyak sekali mobil berjenis sama di sana.
"Lo tau nggak mobil gue yang mana?" tanya Ocean. Ia menunjuk ke setiap mobil seolah sedang menghitungnya.
Djiwa memicingkan mata, lalu mulai berjalan mendekati salah satu mobil dan mengendusnya.
"Lo ngapain?" Ocean tertawa melihat aksi konyol Djiwa itu.
"Aroma lo nggak ada di sini." Djiwa lalu ke mobil lain dan mengendusnya lagi. "Nggak ada juga."
Ocean hanya tertawa menyaksikan Djiwa yang berjalan ke sana kemari mengendus-endus body setiap mobil. Dia lalu memusatkan penglihatannya dengan susah payah pada salah satu mobil, lalu tersenyum. Dia berjalan sempoyongan ke mobil itu.
***
Jangan lupa vote dan komentar, ya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
