
Baca cerita ini gratis!!
⚠️WARNING: KHUSUS DEWASA!!
Archer dan Ascella adalah sepasang sahabat yang lebih terlihat seperti sepasang kekasih, namun tidak mau terikat dan saling membebaskan.
Namun, bukankah setiap hubungan harus memiliki akhir? Lantas akhir yang bagaimana yang akan mereka pilih?
Bab 1. HTS
Ascella terbangun saat seseorang naik ke ranjangnya dan memeluknya dari belakang. Ia menggeliat merasakan ciuman basah di tengkuknya. Tangan itu makin erat mendekap perutnya. Ciumannya makin intens di lehernya, terus menyasar mencari bibirnya.
"Emm, Archer stop it." Ascella hanya bisa berucap, terlalu ngantuk untuk memberontak.
"Kenapa tadi pulang duluan?" tanya Archer terus mengganggu.
"Terus gue harus nontonin lo pacaran gitu?" Ascella menyikut perut Archer saat tangan nakal itu ingin menyusup ke dalam piyamanya.
"Aw! Kasar banget sih."
"Rasain."
"Lo datengnya sama gue, pulang juga harus sama gue," tegas Archer. Dia menarik Ascella hingga telentang dan mulai melumat bibirnya.
"Hmpptt." Ascella mendorong dada Archer, namun ciuman itu menguat bagai vacum cleaner.
Archer refleks melepas ciuman saat Ascella menggigit lidahnya. "Gue tau sio lo anjing, tapi nggak gigit juga Ai," geramnya.
Ascella tertawa serak. "Ganggu banget sih lo. Cewek lo tuh gangguin, jangan gue," gerutunya.
"Berisik." Archer kembali melumat bibir Ascella.
Keduanya berciuman dengan intens. Tangan Archer menyusup ke dalam piyama Ascella, mengusap perutnya yang rata. Saat Ia pikir Ascella lengah, nyatanya wanita itu tetap waspada saat Ia hendak menyentuh dadanya. Gara-gara itu, Archer didorong hingga telentang di kasur.
"You crossed the line," ucap Ascella memperingatkan.
"Makanya pake bra."
"Suka-suka gue dong. Rumah-rumah gue, siapa yang mau lihat? Lagian itu bagus buat kesehatan." Ascella tidak bisa tidur lagi. Dia pun duduk, lalu mengikat rambutnya.
"Bikinin mie dong Ai, laper." Archer memeluk pinggang Ascella, kepalanya bersandar manja di pundak wanita itu.
"Nyusahin."
"Nanti gue temenin belanja."
Ascella suka sogokan itu.
"Lo ngajakin anak orang ke luar, tapi nggak lo ajak makan?" tanya Ascella tak habis pikir.
"Tau lo pulang duluan, dia gue tinggal di club."
"Gila ya lo."
Archer cuek saja.
"Mau sampai kapan sih lo gonta-ganti cewek?"
"Sampai lo mau nikah sama gue."
"Kalau gitu selamat jadi perjaka tua." Ascella turun dari ranjang.
Archer mengikuti Ascella ke dapur. Selagi wanita itu memasak mie, dia duduk di stool memandanginya. "Lo sendiri kapan punya pacar?" tanyanya.
Ascella berbalik menatap Archer. "Lo nempel terus sama gue, gimana gue bisa punya pacar?" omelnya.
Archer hanya mengangkat alis.
Ascella mendengkus, lalu berbalik lagi melanjutkan masakannya. "Nanti kalau gue beneran ketemu satu orang yang gue anggap cocok, lo harus jaga jarak sama gue," ucapnya mengingatkan.
"Kenapa?"
"Lo pikir aja, cowok mana yang rela ceweknya diajak ciuman terus sama sahabatnya?"
"Kalau gitu lo jangan sama dia. Cari cowok yang mau diajak berbagi sama gue," ucap Archer santai.
Ascella berbalik sambil mengangkat pisau. "Lo pernah mikirin perasaan cewek lo nggak sih, Ar? Mereka tuh selalu sinis ke gue, karena lo seenaknya aja ngajak gue ciuman di depan mereka," geramnya.
"Kalau mereka nggak suka, tinggal minta putus aja gampang, kan? Sejak awal gue udah bilang, kalau mau jadi cewek gue harus siap dijadikan yang kedua setelah lo."
"Sarap."
Archer mendekati Ascella, memeluk dari belakang. "Makanya, kenapa kita nggak pacaran aja sih? Betah banget HTS-an."
"Kita udah sahabatan dari lahir, pasti aneh kalau punya hubungan serius. Gue nggak mau kehilangan lo kalau nanti di tengah jalan kita putus."
"Lo yang kejauhan, belum pacaran udah mikirin putus. Seyakin itu gue mau ngelepasin lo?"
***
Bab 2. Marah
Bagi Ascella, Archer adalah ATM-nya. Apapun yang dia inginkan pasti pria itu berikan. Contohnya sekarang, dia sedang menghabiskan uang Archer untuk memborong seisi Mal. Seorang Archer yang dipuja banyak wanita itu bahkan rela menemaninya belanja seharian, padahal bisa saja dia pergi bersenang-senang dengan pacarnya.
"Ar, gimana?" Ascella ke luar dari kamar pas memamerkan gaun ketat yang Ia coba.
"No." Archer menggeleng.
"Kenapa? Bukannya bagus?" Ascella menghadap ke cermin besar melihat ulang penampilannya dengan gaun itu. "Pas gini di badan gue."
"Terlalu terbuka, Ai."
Ascella sedikit berputar. Bagian yang terbuka ada di belakang lantaran itu model backless. Bagian dada depan juga sedikit melebar, memperlihatkan belahan dadanya. Bagian bawah, jauh di atas lutut. Namun, gaun itu tampak menawan karena mempertegas body goals-nya. Ditambah warnanya merah menyala, warna kesukaan Ascella.
Archer berdiri di belakang Ascella, melihat ke cermin. "Acara perusahaan nanti malam banyak dihadiri laki-laki hidung belang. Emangnya lo mau jadi santapan mereka?" tanyanya.
"Emangnya siapa yang mau ke sana?" Ascella berjalan ke kamar pas lagi.
Kening Archer berkerut. Diikutinya Ascella hingga ke dalam kamar pas sempit itu. "Terus lo mau ke mana?" tanyanya.
"Rahasia," jawab Ascella tersenyum misterius.
"Gue ikut."
"Bukannya lo harus datang ke acara perusahaan? Inget, lo itu tuan rumah Bapak Archer yang terhormat."
"Makanya lo ikut, temenin gue."
"Nggak mau. Acara kayak gitu pasti ngebosenin. Mending gue dateng ke party si Sam." Ascella keceplosan.
Tatap Archer langsung menajam dan dia dengan cepat mendorong Ascella ke dinding. "Lo mau ke sana? Ketemu dia di mana sampe dapet undangan?" cecarnya emosi.
"Tadi pagi gue nggak sengaja papasan sama dia di Coffee Shop depan kantor lo. Temen-temen angkatan kita bikin acara penyambutan buat dia di club. Nggak ada salahnya, kan, gue dateng? Anggap aja reuni sama alumni SMA."
Samuel adalah mantan pacar Ascella saat mereka kuliah. Di antara semua laki-laki yang dekat dengan Ascella, hanya Samuel yang bertahan cukup lama meski Archer selalu menjadi pihak ketiga. Keduanya putus setelah Samuel melanjutkan kuliah di luar negeri. Itu sebabnya, Archer sangat tidak rela bila Samuel kembali mendekati Ascella.
"Nggak boleh," larang Archer tegas.
"Apaan sih? Gue nggak pernah larang lo mau ketemu sama cewek manapun ya." Ascella mengingatkan.
"Jadi lo mau dateng?" tanya Archer tajam.
"Yap. Gue udah janji sama dia mau dateng." Ascella mengangguk.
Archer mengeluarkan dompet, lantas mengambil kartu kredit. Dia taruh kartu itu ke tangan Ascella. "Have fun," ucapnya sinis.
"Apaan sih ..." Ascella ingin menarik tangan Archer, namun tidak berhasil.
"Archer!" panggil Ascella, namun tidak digubris.
Archer ke luar dari toko itu. Ascella hendak mengejar, namun terhalang oleh gaun yang masih dikenakannya dan belum dibayar.
Sialan!
Dalam sekejap mood Ascella hancur. Dia paling tidak suka bertengkar dengan Archer, apalagi bila pria itu mendiamkannya. Kartu kredit yang diberikan Archer bahkan tidak bisa membuatnya bahagia, meski dengan itu dia bisa membeli apapun.
"Mbak, gaunnya mau yang mana?" tanya pelayan toko saat Ascella akan ke luar setelah memberikan gaun itu.
"Nggak jadi," jawab Ascella ketus dan terus melangkah.
Pelayan toko itu pasti menggerutu di sana, sebab Ascella sudah mencoba banyak gaun, namun tidak membeli satupun. Apalagi, tadi Archer makan persediaan makanan ringan yang ada di sana sampai habis.
***
Bab 3. Baikan
Ascella menjadi pusat perhatian saat Ia baru saja datang. Dia mengenakan gaun hitam yang elegan dan berkilau di bawah sorot lampu. Meski banyak pasang mata memujanya, namun dia hanya fokus pada satu titik yang kini juga sedang menatapnya. Sebenarnya ingin merajuk pada pria itu, namun tidak sekarang. Lebih baik mengalah demi mempertahankan persahabatan dengan pria posesif itu.
"Hai Ascella," sapa seorang pria yang membuat langkah Ascella terhenti.
"Hai Om Dimitri, apa kabar?" Ascella tersenyum ramah, menjabat tangan pria paruh baya itu. Dimitri adalah Papinya Samuel.
"Baik, Ascella," jawab Om Dimitri. "Oh iya, kamu sudah bertemu Samuel? Dia sudah pulang ke Indonesia."
"Udah, Om."
"Sering-seringlah kalian ketemu. Dulu bukannya kalian berpacaran? Jujur, Om senang sekali kalau Sam menikah sama kamu."
Ascella hanya tersenyum.
"Gimana kabar Papi kamu?"
"Papi baik, Om. Sekarang lagi di China ngurus cabang perusahaan di sana."
"Pantas aja Om nggak pernah melihat Papi kami di acara-acara perusahaan. Makin sukses dia. Sayang, Argi nggak punya anak laki-laki untuk gantikan posisinya di perusahaan. Harusnya kamu dan Sam ..."
Tiba-tiba Archer datang merangkul Ascella. "Tenang aja Om, perusahaan aku dan perusahaan Om Argi pasti akan merger suatu hari nanti, tinggal tunggu tanggal mainnya aja," ucapnya sengaja ingin pamer.
Ascella tersenyum tipis.
Raut wajah Dimitri berubah tidak senang. "Om ke sana dulu," pamitnya menunjuk para pengusaha yang sedang mengobrol.
Ascella menyikut perut Archer. "Merger?" cibirnya.
"Emang iya, kan? Om Argi sendiri yang bilang kalau kita menikah nanti, Om Argi mau pensiun dan serahkan perusahaannya ke gue."
"Siapa yang mau nikah sama lo?" Ascella berjalan menuju meja desert.
Archer mengikuti Ascella. Mana bisa dia jauh-jauh dari wanita yang terlampau cantik malam ini. Jangan sampai pria-pria hidung belang mendekatinya.
"Nggak jadi ke party si Sam?" tanya Archer.
"Nanti kalau gue ke sana ada yang ngambek." Ascella menyindir.
"Tadinya kalau lo tetep ke sana gue bakalan hancurin pestanya."
"Tuh, kan, gila."
Ascella mengambil buah-buahan dan memakannya dengan anggun. Tidak ada hal lain yang bisa dilakukannya di sini selain makan. Dia tidak tertarik membahas masalah perusahaan, juga tidak berminat basa-basi.
"Manis nggak?" tanya Archer. Sejak tadi dia terus memperhatikan Ascella yang begitu menikmati buah anggur.
"Hmm." Ascella mengangguk. "Ambil aja kalau mau," suruhnya.
"Mau."
Tiba-tiba saja Archer menarik tengkuk Ascella dan mencium bibirnya. Dia menggunakan teknik permainan lidahnya yang lihai untuk mengambil anggur di mulut Ascella.
Mata Ascella terbelalak.
"Manis." Archer mengangguk. Dia mengunyah anggur itu dengan santai.
"Archer ..." Ascella bahkan tidak berani menatap ke sekeliling. Entah ada berapa banyak orang yang melihat perbuatan Archer tadi, akan tetapi yang pasti Om Dimitri melihat mereka sekarang.
Archer sendiri tetap terlihat santai. Dia memakan lagi anggur di piring kecil yang Ascella pegang.
"Lo tuh suka nggak inget tempat," gerutu Ascella.
"Kalau di kamar bakal lebih dari itu." Archer terkekeh.
Ascella memukul lengan Archer dan memelototinya.
"Malam ini gue tidur di tempat lo, ya." Archer menatap Ascella serius.
"Emang kalau gue bilang nggak boleh, ngaruh buat lo?" sindir Ascella.
Archer terkekeh lagi.
Ascella mengeluarkan ponsel. Sejak tadi ada banyak notifikasi terdengar, sebagian berasal dari obrolan di grup.
Jeiden: Guys, malam ini kumpul di bar
Izar: Sip
Lila: @Iris @Cella gimana?
Seanna: Gue sih ayo, suntuk nih.
Izar: @Archer bisa gak lo?
Archer: Nanti kita dateng
Ascella melirik Archer.
"Gue tau lo bosen di sini," ucap Archer sambil memasukkan ponsel ke balik jasnya.
Ascella pun tersenyum lebar.
"Tapi baju gue gimana? Kita nggak mungkin pake baju kayak gini ke sana, kan?"
"Bilang aja lo ngajak gue balik ke toko tadi siang."
Ascella langsung merangkul lengan Archer dan tersenyum. Pria itu selalu mengerti apa yang dia inginkan tanpa harus memberitahunya, itu sebabnya persahabatan mereka begitu awet.
***
Bab 4. Berkumpul
Bar & lounge yang Archer dan Ascella datangi malam ini adalah milik Janus sahabat mereka. Di sinilah biasanya mereka sering menghabiskan malam saat weekend tiba. Biasanya kalau sedang berkumpul di sini Janus akan menyiapkan ruangan khusus, namun kali ini mereka terpaksa duduk di meja biasa lantaran semua ruangan VIP sudah dipesan.
Archer menarik tangan Ascella untuk duduk di pangkuannya, memeluknya dari belakang. Kemesraan yang selalu keduanya tunjukkan ini sudah terlalu biasa di mata teman-teman mereka.
"Sorry banget guys kita jadi duduk di sini malam ini," ucap Jeiden merasa tidak enak.
"Santai aja Je, di sini juga enak kok. Bisa cuci mata," kekeh Izar sembari memberi kode lewat gerakan mata kalau di meja samping mereka ada wanita sexy sedang duduk sendirian.
"Sikat," suruh Jeiden.
"Belum panas," jawab Izar tertawa. Belum panas yang dimaksud di sini adalah wanita tersebut belum teler.
Jeiden menoleh Archer dan Ascella yang malah asyik sendiri, serasa dunia ini hanya dihuni oleh mereka berdua saja. "Heh, kursi banyak yang kosong kali. Macam naik metromini aja lo berdua pangku-pangkuan," sindirnya.
"Hmm, lo kayak nggak tau mereka aja Je." Seanna ikut mengesah.
"Tau nih berdua. Nggak nempel sekali aja bisa nggak sih?" Lila ikut dongkol.
"Nggak bisa," jawab Archer.
Teman-temannya mencebik.
Ascella mencoba minuman baru yang Janus bawa tadi. Rasanya luar biasa pahit, benar-benar bukan seleranya. Dia pun memberikan sisa minuman itu pada Archer.
"Kenapa?" tanya Archer.
"Nggak suka."
Archer menenggaknya sampai habis. Dia sendiri meminum alkohol jenis apapun, berbeda dengan Ascella yang lebih suka yang terasa manis.
"Gue mau nikah bulan depan," ucap Seanna tiba-tiba.
Semua jelas menatap Seanna terkejut.
"Sama yang dijodohin sama lo waktu itu?" tanya Lila mewakili pertanyaan semua temannya.
Seanna mengangguk.
"Beneran jadi?" Jeiden terbelalak.
"Kalian taulah gue nggak pernah bisa nolak keinginan Oma." Seanna hanya punya sang Oma di dunia ini setelah orang tuanya meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat.
"Tapi, kan, lo nggak cinta sama dia Sea. Emang bisa gitu bahagia? " Lila merasa prihatin.
"Mau gimana lagi." Seanna sepertinya sudah sangat pasrah. "Oma lagi sakit, makanya gue nggak bisa nolak."
"Oma sayang banget sama lo, Sea. Gue ngerti apa yang Oma pikirin. Oma takut nanti kalau beliau udah nggak ada, siapa yang jagain lo. Belum tentu lo ketemu sama laki-laki yang baik, jadi pilihin jodoh buat lo itu yang terbaik menurut Oma," ucap Ascella membesarkan hati Seanna.
Seanna mengangguk.
"Oma dapet dari mana sih jodoh buat lo?" tanya Izar penasaran.
"Cucunya temen Oma juga. Selama ini dia tinggal di Aussie sama orang tuanya," beritahu Seanna.
"Yah, berarti nanti kalau nikah lo juga diajak tinggal di sana dong?" tanya Lila tidak rela.
"Nggak lah. Kan, gue harus jaga Oma." Seanna menenggak minumannya. Dia terlihat tertekan, namun tidak mau terlalu menunjukkannya.
Setelah cukup minum Seanna pergi ke lantai dansa. Dia melepas stres-nya di sana, bergerak mengikuti musik.
"Cell, ayo!" ajak Lila juga.
Ascella langsung berdiri menyambut uluran tangan Lila. Keduanya berlari kecil menyusul Seanna dan menggila bersama.
Sementara para ladies asyik di lantai dansa, ketiga pria itu lebih memilih tetap duduk dan minum. Wanita dan pekerjaan adalah dua hal yang tidak terpisahkan dalam obrolan mereka.
***
Bab 5. Ascella Sakit
Sudah beberapa hari ini Ascella sibuk menyelesaikan pekerjaannya sebagai seorang perancang busana. Dia sangat sibuk hingga terus begadang dan telat makan. Alhasil, hari ini daya tahan tubuhnya menurun. Dia terserang flu dan demam hingga sulit bangun dari tempat tidur. Orang pertama yang dia hubungi bukanlah keluarganya atau dokter, melainkan Archer.
Cklek.
Hanya berselang lima belas menit dari Ascella menelepon, Archer sudah berada di sini dengan wajah cemas.
"Kok bisa sakit sih, Ai? Begadang lagi semalem?" Archer duduk di samping Ascella, meraba kening dan lehernya. "Panas banget gini. Udah minum obat belum?"
Ascella menggeleng.
Archer berdecak. "Kalau gitu kita ke rumah sakit aja," ajaknya.
Ascella menggeleng, lalu memeluk Archer. "Nggak mau ke rumah sakit," tolaknya setengah merengek.
"Tapi badan lo panas banget, Ai."
"Nanti juga sembuh. Pokoknya nggak mau ke rumah sakit," tolak Ascella tegas.
"Ada dendam apa sih lo sama rumah sakit, susah banget diajak berobat ke sana," gerutu Archer.
Ascella punya trauma masak kecil, di mana dia pernah tersasar ke kamar jenazah saat sedang membesuk Oma di rumah sakit. Dia terkurung begitu lama di sana lantaran tidak berani berteriak. Sambil menangis Ascella hanya bersembunyi di bawah ranjang yang ada jenazahnya, hingga seorang petugas datang menolongnya. Sejak saat itu Ascella bermusuhan dengan yang namanya rumah sakit. Dia tidak menceritakan hal ini bahkan pada Archer, karena merasa malu.
Archer mengambil termometer dan memasukkannya ke mulut Ascella. "Tunggu bentar, gue masakin bubur buat lo," ucapnya sambil berdiri.
Bukan Ascella namanya kalau hanya berbaring manis sesuai perintah. Dia tipe yang sangat manja bila sedang sakit, maunya terus menempel pada Archer. Ke manapun pria itu berjalan dia akan mengikutinya dari belakang sambil memeluknya.
Archer sendiri sudah biasa seperti ini karena Ascella memang seperti anak kecil kalau lagi sakit. Dia balik badan begitu termometer itu berbunyi dan memeriksa suhunya. "Tiga delapan," ucapnya mengesah.
Ascella kembali memeluk Archer, kali ini dari depan. "Gue sakit," rengeknya benar-benar manja.
"Iya, makanya istirahat sana." Archer mengusap puncak kepala Ascella.
Ascella menggeleng.
Archer terpaksa masak bubur dengan Ascella yang gelendotan seperti bayi. Dia harus berhati-hati agar wanita itu tidak terkena panas panci dari bubur yang dimasaknya. Sesekali diciumnya puncak kepala Ascella, atau menaruh dagunya bersandar.
"Lo nggak capek berdiri terus?" tanya Archer dengan lembut.
"Makanya duduk."
"Gue lagi masak, nanti gosong kalau ditinggal. Ayo nurut duduk sendiri dulu, gue nggak lama."
"Emmm." Ascella menggeleng.
Archer mengesah.
Ascella terus menempel pada Archer hingga bubur selesai dimasak. Makan pun wanita itu maunya dipangku dan disuapi, sedikitpun Archer tidak boleh jauh darinya. Orang-orang yang tidak dekat dengan Ascella akan mengira kalau wanita itu adalah wanita yang mandiri dan sangat dingin, siapa yang menduga sebenarnya dia sangat manja bila sedang sakit dan rahasia ini hanya diketahui oleh Archer.
Archer meniupi bubur itu sebelum masuk ke mulut Ascella. Dia sangat perhatian dan sabar meski Ascella begitu susah diminta menghabiskan makanannya.
"Udah cukup," tolak Ascella lagi. Saat sakit selera makannya menurun dan dia merasa ingin muntah bila dipaksa terus.
"Ya udah, sekarang minum obat." Archer mengambil obat-obat yang sudah disiapkannya, juga segelas air mineral.
"Emm." Ascella menggeleng sembari menutup mulutnya rapat-rapat.
"Nurut Ai, biar cepet sembuh." Archer terus menyodorkan obat itu.
"Nggak mau." Ascella menutup mulut dengan telapak tangan.
Archer mendesah.
Tidak ada pilihan lain, Archer harus melakukan cara yang biasanya selalu ampuh untuk membuat Ascella minum obat, yaitu menciumnya. Dia tarik tangan wanita itu, lalu dengan cepat mencium bibirnya.
Ascella tidak menolak ciuman Archer, malah membalasnya sama intens. Dia terlena dengan permainan lidah pria itu sampai-sampai mulutnya terbuka mencari saat Archer melepas ciuman. Di situlah, Archer memasukkan obat tadi ke mulut Ascella lewat lidahnya.
Awalnya, Ascella tidak menyadari selama mereka berciuman, sampai Ia merasakan sesuatu yang pahit di dalam mulutnya. Dia pun membuka mata dan melotot pada Archer. Pria itu terkekeh sembari menyodorkan segelas minum.
"Buruan ditelan," suruh Archer.
Ascella meminum habis air itu, akan tetapi rasa pahitnya belum juga hilang. "Pahit banget," rengeknya ingin menangis.
Archer memberikan jeruk yang sudah dikupasnya. Ascella memakan jeruk itu dengan wajah cemberut.
"Sekarang istirahat." Archer menggendong Ascella dan menaruhnya ke tempat tidur.
Ascella merentangkan tangan minta Archer memeluknya. Pria itu pun berbaring di ranjang dan memeluk Ascella. Diusapnya puncak kepala Ascella hingga tertidur pulas.
"Pengen ciuman, tapi nanti kamu ketularan," gumam Ascella sambil membelai bibir Archer.
Archer langsung membungkuk di atas Ascella, tanpa memedulikan risiko tertular Ia melumat bibir wanita itu. Mereka tak hanya menggunakan bibir, namun juga lidah yang berpotensi lebih besar untuk tertular.
***
Bab 6. Tertular
Besoknya saat bangun, Ascella sudah merasa lebih baik. Suhunya kembali normal, hanya menyisakan flu ringan yang tidak begitu menyiksa lagi. Akan tetapi, sekarang gantian Archer yang sakit. Pria itu demam, menggigil dan tertular flu. Kondisinya sama persis seperti Ascella kemarin, begitu juga dengan manjanya.
"Ini pasti karena kita ciuman," desah Ascella. Harusnya dia bisa menahan diri kemarin agar Archer tidak sakit.
"Kalau gitu ciuman ulang biar penyakitnya balik lagi ke lo," kekeh Archer. Ditariknya tangan Ascella dan melumat bibirnya.
Ascella hanya meladeninya sebentar, lalu mendorongnya.
"Mau ke mana? Gue lagi sakit, jangan ditinggal." Archer langsung menarik Ascella ke pelukannya saat wanita itu hendak turun dari tempat tidur.
"Gue mau bikin bubur sama ambil air anget buat kompres. Lo tidur aja dulu."
"Jangan lama-lama," rengeknya.
"Nggak." Ascella melepaskan pelukan Archer. Ditariknya selimut hingga ke bawah leher Archer.
Sembari menunggu buburnya masak, Ascella menyiapkan handuk kecil dan air hangat ke dalam baskom. Seperti seorang Ibu yang sedang merawat putranya yang sakit, Ascella sangat lembut dan penuh perhatian dalam memperlakukan Archer.
"Sebenernya ada satu cara yang bisa bikin gue cepet sembuh," ucap Archer sambil memegang tangan Ascella.
"Gimana?"
"Olahraga." Archer tersenyum nakal.
"Itu sih emang maunya lo," cebik Ascella. "Nggak sakit juga lo minta itu ke gue."
"Padahal enak loh, Ai. Lo nggak pengen gitu nyobain?" pancing Archer.
"Banyak hal enak lain yang bisa gue coba selain itu," tegas Ascella.
"Tapi yang satu itu enaknya beda, gue jamin lo bakal ketagihan." Archer terus berusaha.
Ascella memicingkan mata menatap Archer. "Emang pernah?" selidiknya.
Archer menggeleng.
"Kok bisa tau kalau enak?"
"Keluarin sendiri aja enak, apalagi dikeluarin bareng lo." Archer lantas tersenyum nakal.
"Demam bikin otak lo eror nih kayaknya." Ascella menempelkan punggung tangan ke kening Archer.
"Nanti kalau bukan gue siapa lagi Ai. Sekarang atau nanti, kan, sama aja."
"Suami gue lah."
"Kan, gue."
"Seyakin itu?" cibir Ascella.
"Pokoknya harus gue yang pertama."
"Gila ya lo. Terus suami gue dapet sisa dari lo gitu?"
Archer lantas menarik Ascella dan merebahkannya ke tempat tidur. Dia mengunci kedua tangan wanita itu di atas kepala. "Gue nggak akan biarin lo nikah sama siapapun selain gue. Coba aja kalau berani," ucapnya serius.
"Jodoh itu udah diatur, Archer. Kalau emang gue bukan jodoh lo, artinya lo harus terima." Ascella mengingatkan.
"Siapa bilang? Gue bisa bikin kita berjodoh sekarang juga," tantang Archer yakin.
"Caranya?"
"Bikin lo hamil."
Ascella melotot.
Archer langsung membungkam protes Ascella dengan ciumannya. Dia menekan tubuh wanita itu, menahan kedua tangannya agar tetap terkunci. Bibirnya terus sibuk, lidahnya pun tak bisa diam.
***
Gimana, baru 6 bab udah so Hot kan?
Nagih?
Mau PDF-nya?
Love dan Komen dulu siapa yang mau.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
