40 Hari: Ruh Yang kembali [Eps. Prolog - Makhluk Bermata merah, Takau]

0
0
Deskripsi

Ada sebuah mitos yang mengatakan bahwa Arwah yang baru saja meninggal akan tetap berada ditempat ia disemayamkan selama 40 hari untuk melihat keluarga yang ia tinggalkan sekaligus mengumpulkan bekal dari doa keluarganya untuk ia bawa sebagai bekal ke akhirat. Meski sangat membenci mendiang ibunya. Aditya bersedia tetap tinggal dirumah keluarga sang ibu yang jauh dipelosok selama 40 hari untuki mengakhiri kebenciannya. 

Pada malam keempat ia tinggal dirumah itu. Aditya mendapati sesosok hantu...

Prolog

Dipenghujung hidup, setiap orang selalu saja memikirkan penyesalannya.  Mungkin banyak yang berkata. Bahwa penyesalan adalah selalu tentang sesuatu yang tak pernah kita lakukan ataupun sebuah kesempatan yang kita lewatkan. Tapi tahukah,  Penyesalan yang menyakitkan adalah ketika tahu bahwa kehidupanmu akan berakhir dan sudah saatnya berakhir namun dirimu memiliki kekhawatiran apakah dalam hidupmu telah melakukan keputusan yang salah atu tidak. Kekhawatiran itu menghantui, hingga membuat keengganan untuk pergi meski tuhan sudah menentukan nasibmu berakhir hari ini.

Itulah yang dirasakan oleh Mama Eva dipenghujung hidupnya.

Disuasana kamar yang cukup remang, hanya cahaya matahari yang menembus gorden putih yang menerangi kamar yang cukup besar dijadikan sebagai kamar utama. Ornamen dan perabotan didalam kamar menanmbah kesan Gloomy dan kuno, nuansa zaman kolonial. Suasana kamar itu benar-benar sangat muram. Mama Eva terbaring di sebuah kasur. Tubuhnya lemah. Rambutnya putih. Wajahnya benar-benar kurus dan tirus. Lama ia menderita sakit yang ia sendiri tak ketahui. Ia kemudian mencoba untuk duduk dengan segenap tenaganya yang tersisa. Dengan tangan bergetar, ia meraih bingkai foto yang ada diatas meja kecil tepat disebelah tempat tidurnya. Senyum kecilnya merekah meski terasa getir. Dalam bingkai foto itu terdapat foto yang tampak kemuraman dengan khas gaya foto lama yang diambil dengan Foto film.  Pada foto itu terlihat mama Eva yang masih muda yang sedang menggendong bayi laki-laki. Ia berfoto bersama suaminya yang sedang memegangi dua putri yang masih kecil. Seperti keluarga kecil yang bahagia.

Suara pintu terbuka, mengalihkan perhatian Mama Eva. Nek Ida seorang wanita renta yang usianya mungkin hampir sama dengan Mama Eva. Rambutnya sama-sama putih. Nek Ida masuk membawa baskom berisi air hangat dan handuk kecil. Mama eva berusaha meletakkan kembali bingkai foto itu, namun ia terlalu lemah dan Nek Ida pun membantu sembari duduk disebelah tempat tidur mama Eva.

Nek Ida menaruh Bingkai foto itu ditempat semula. Mama Eva kemudian terbatuk-batuk mungkin ia kesulitan bernafas karena telah mengerahkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk meraih bingkai foto itu.

“ saya basuh dulu yaa eva biar segar” ucap Nek Ida sembari mencelupkan handuk keair hangat. Mama Eva hanya terbatuk-batuk tak menjawab.

Nek Ida mulai membasuh wajah mama Eva yang terlihat lemah itu. Dengan dalam keadaan tak bertenaga da lemas. Tiba-tiba Mama Eva Berujar.

“Mba.. uhhukkk. Apa aku nantinya akan masuk neraka?”

Nek Ida terdiam. Berhenti membasuh. Ia tak bisa menjawab pertanyaan yang sangat tabu untuk ditanyakan dari orang yang ia tahu sudah mendekati ajalnya.

“Ga ada yang akan masuk neraka” ujar Nek Ida sambil kembali membasuh dan menyudahinya.

Mama Eva kemudian tertawa kecil dengan nafas yang berat dan terbatuk

“uhukkk.. gausah hibur aku mba” ujar Mama Eva lemah

“siapa yang hibur kamu” balas Nek ida sambil mulai membasuh lengan mama eva yang sedang terbaring.

Mama Eva tersenyum kecil lagi. Senang ada teman bercanda disaat-saat seperti ini menurutnya. Lalu mama eva berujar lagi.

“daripada masuk neraka, aku lebih takut jika anak-anak terus benci saya” ungkap Mama Eva.

Nek Ida terlihat sedikit tidak peduli. Hening beberapa saat. Sampai akhirnya nek ida merasa ia harus merespon Mama Eva yang dari matanya saja ia terlihat sangat kesepian.

“kenapat tidak beritahu saja mereka. Biar mereka maklum” ujar Nek Ida memecah suasana.

“meskipun ingin, petaka jika meraka tahu”

Nek ida mentapa mama Eva yang tatapannya kosong setelah mengucapkan kata-kata itu seakan mengerti kegelisahaan yang dirasakan mama eva dan tak ingin ikut campur selain hanya menjadi pendengar. Nek Ida lebih memilih menyudahi basuhannya. Meletakkan baskom air dibawah tempat tidur mama eva lalu merapikan sprei tempat tidur mama  eva.

Disaat itulah Mama Eva terus ebrgumam dan nek ida mendengarkan.

“Entah kenapa beberapa hari ini aku teringat terus kenangan waktu kita kecil. uhukkk waktu diajarin kepang rambut sama mba Ida” ujar Mama eva seperti ngelantur.

Nek Ida hanya diam, menatapi mama eva. Mungkin ia mnegerti kalo orang yang sudah mendekati ajal selalu meracaui. Dan memilih untuk mendegarkan saja.

Mama eva kemudian melihat pada Nek Ida.

“Mba.. uhuuk.. apa aku juga jahat samamu?.” Ucap Mama Eva.

Nek ida tak menjawab. Mereka hanya saling bertukar tatap mata untuk beberapa saat hingga batuk akut dari mama eva memecah keheningan. Nek Ida pun keluar dari kamar membawa baskom air tanpa menjawab.

Kini tinggal Mama Eva sendirian. Mama Eva masih saja batuhk. Suara batuk itu semakin menajdi. Nafasnya tampak tersengal. Mama Eva kemudian berusaha bngkit dari tempat tidur berharap nafasnya bisa lancar dan ia tidak kesakitan. Namun tubuhnya yang lemah membuatnya tersungkur ke lanati. Mama Eva sudah tak sanggup berdiri lagi.

Ditengah lantai yang dingin, nafas yang terbata. Mama Eva menatap tajam kesuatu harah dipojok kamar. Tepat kearah meja rias berada. Tatapan mata Mama Eva terlihat seklali ia Marah namun seperti tertahan karena tak punya kemampuan untuk meluapkannya

“Meskipun aku mati pasti kau tak akan lepaskan anak-anakku kan?” gumam Mama Eva. Ada sedikit nada amarah dalam kata-katanya nya.

Entah siapa yang diajak bicara oleh Mama Eva. Yang pasti siapapun itu, tentu bukan orang yang bersahabat dengan Mama Eva. Apa dia malaikat maut? Apakah ia datang untuk menjemput mama Eva? Tapi kenapa melibatkan anak--

 “apa kau tak cukup hanya dengan membunuhku?” 

 “aku mohon kepadamu… Jangan anak-anakku”  Ucap Mama Eva dengan terbata

Kalimat terbata-bata itu kemudian diiringi suara tangisan dari Mama eva. Angin kemudian menembus kencang menerpa gorden putih pada jendela kama ryang terbuka. Setelah gorden itu mereda karena tak ada lagi angin. Terlihat pula, suatu sosok. Seperti hantu wanita dengan gestur menyeramkan dan rambut panjang duduk di meja rias disalah satu pojok kamar.

Hantu itu duduk menghadap cermin. Dari pantulan cermin terlihat wajahnya yang mengerikan dengan mata merah menyala. Perlahan wajah buruk rupa itu menunjukkan senyumnya. Seakan ia sedang senang. Seperti sedang menunggu hal yang telah lama dinantinya.

SEBUAH PERSEMBAHAN.

~Bersambung Eps 01

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Sebelum Ruh Ibu Pergi
0
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan