
“Saya rasa pernikahan ini tidak bisa dilanjutkan,” ucapnya dengan tenang, suaranya jernih dan tegas. “Saya tidak bisa bersama pria tukang selingkuh yang sudah mengkhianati saya dan bahkan diketahui oleh satu indonesia.”
Wajah Nathan berubah drastis. Dia buru-buru berdiri, tangannya terangkat untuk menahan Bia.
“Bia, tunggu. Aku bisa jelaskan—”
***
Hari ini seharusnya menjadi hari besar bagi Isvara. Produk terbaru mereka resmi diluncurkan, dan Bianca telah bekerja keras memastikan segalanya berjalan sempurna. Para pegawainya terus mengirimkan report mengenai angka penjualan yang terus naik.
Namun, di tengah kesibukannya, ada satu agenda lain yang tidak kalah penting–pertemuan keluarga untuk membahas pernikahannya dengan Nathan. Ya, hari pertemuan keluarga itu memang dilakukan di hari yang sama dengan peluncuran produk terbaru Isvara.
Bia tiba di restoran mewah tempat pertemuan diadakan, ditemani kedua orang tuanya–Reika dan Disastra. Keduanya tampak rapi, meskipun jelas canggung menghadiri acara seperti ini di tempat yang sangat mewah.
Di sisi lain meja, Nathan duduk dengan orang tuanya, Vira dan Bobby Abraham. Kedua orang itu tampak bersahaja, menunjukkan diri mereka yang merasa lebih di atas keluarganya.
Sejak awal, Vira–ibu Nathan–tidak berhenti membanggakan putranya. “Nathaniel ini lulusan kampus ternama, bisnisnya langsung berkembang pesat dalam sekali coba,” katanya dengan bangga. “Sejak kecil, dia memang sudah pintar. Nathan bahkan sudah bisa membaca sebelum usianya cukup untuk masuk TK.”
“Benar,” timpal Bobby, ayahnya. “Saya selalu tahu Nathan akan sukses. Makanya kami berharap dia menikah dengan seseorang yang setara.”
Bianca menangkap nada meremehkan dalam kata-kata itu, tetapi dia tetap diam. Matanya melirik ke arah kedua orang tuanya, yang hanya tersenyum tipis, seolah tidak ingin menimbulkan masalah. Meski Bia yakin hati orang tuanya terluka.
Nathan, yang duduk di depan Bia, akhirnya angkat bicara, “Ma, Pa, Bianca juga sukses. Isvara sedang berkembang pesat belakangan ini. Mama juga sangat suka dengan model-model pakaiannya, ‘kan?”
Vira tertawa kecil. “Oh, tentu saja. Tapi brand fashion kan beda dengan perusahaan IT. Skalanya juga berbeda, ‘kan?”
“Maaa..”
“Jangan salah paham ya, Bianca.” Bobby menyahut lagi. “Kami mengatakan ini hanya untuk membuatmu tahu sehebat apa putra kami. Dia tidak bisa dibandingkan denganmu.”
Bia mengepalkan tangannya di bawah meja. Orang-orang ini benar-benar menganggap keluarganya tidak berharga. Kenapa Bia tidak menyadarinya dari dulu ya? Cinta memang berbahaya. Bisa membuatnya menjadi bodoh dan tidak bisa melihat sesuatu dengan benar.
Alih-alih marah, Bia tetap tenang dan hanya mengembangkan senyuman saja mendengar kedua orang itu bicara. Dia biarkan keduanya terus membanggakan anaknya dan mengolok anak lain, di depan orang tuanya.
Hingga, ponsel Nathan tiba-tiba bergetar keras di atas meja. Tidak hanya satu kali—tetapi berkali-kali, seolah ada sesuatu yang sangat penting dan memberinya runtutan notifikasi secara terburu.
Nathan mengernyit dan mengambil ponselnya. Namun, sebelum sempat membaca pesan yang masuk, layar LCD besar di ruangan private restoran itu mulai menyala. Layarnya langsung menampilkan sebuah headline berita yang jelas tidak akan pernah diduga oleh semua orang.
CEO ABRAHAM TECH, NATHANIEL ABRAHAM, KETAHUAN SELINGKUH DENGAN MODEL TERKENAL DEALOVA BHAVITA!
Gambar yang terpampang jelas menunjukkan Nathan dan Lova di kantornya, dalam posisi yang tidak bisa disalahartikan. Tidak jauh berbeda dari yang Bia temukan pertama kalinya saat memergoki keduanya berselingkuh.
Semua orang di meja itu terdiam.
Wajah Vira dan Bobby memucat seketika. Nathan membelalak, ponselnya nyaris jatuh dari tangannya.
Sementara itu, Bianca hanya duduk diam, menyaksikan kekacauan yang baru saja dimulai itu–masih dengan senyumannya yang justru melebar. Dia melihat Vira dan Bobby yang tadinya begitu membanggakan putranya, tidak bisa mengatakan apa-apa saat ini.
Gambar-gambar itu sudah cukup menjelaskan segalanya.
Tanpa ragu, Bia bangkit dari kursinya. Kursi yang didudukinya bergerak sedikit ke belakang, menghasilkan bunyi berdecit yang tajam, hingga menarik perhatian semua orang di ruangan itu.
“Saya rasa pernikahan ini tidak bisa dilanjutkan,” ucapnya dengan tenang, suaranya jernih dan tegas. “Saya tidak bisa bersama pria tukang selingkuh yang sudah mengkhianati saya dan bahkan diketahui oleh satu indonesia.”
Wajah Nathan berubah drastis. Dia buru-buru berdiri, tangannya terangkat seolah ingin menahan Bianca.
“Bia, tunggu. Aku bisa jelaskan—”
Bianca menoleh dan menatapnya dengan sinis. “Jelaskan apa? Bahwa gambar-gambar itu cuma editan? Kamu minta aku untuk tidak mempercayainya?” tanyanya, meremehkan. “Coba lihat berita itu sekali lagi, Nathan. Ada yang kamu lewatkan sepertinya.”
Bia menunjuk ke arah layar LCD yang ada di sana, dan Nathan pun ikut menoleh ke sana. Hanya butuh beberapa detik untuk Nathan sadar dimana berita itu ditayangkan, di laman paling depan website resmi Isvara–yang artinya, Bia yang mengatur berita itu muncul di sana.
Nathan kembali menatapnya. “Bia, kamu–”
“Kamu pikir bisa mengkhianatiku begitu saja, Nathan?” potong Bianca, suaranya dingin. “Aku bukan wanita lemah yang akan menangis dan hancur saat kamu khianati. Kamu yang akan kubuat hancur!”
Wajah Nathan memerah, entah marah atau malu. Namun, sebelum dia bisa bicara lagi, suara Vira memecah keheningan.
“Bianca, dengarkan dulu. Ini bukan masalah besar dan harusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Seharusnya kamu tidak perlu sampai berbuat seperti—”
Bianca menoleh padanya, senyum sinis terbentuk di wajahnya. “Maaf, tapi saya tidak seperti kalian yang bisa berpura-pura semuanya baik-baik saja hanya demi citra.”
Vira terbelalak, jelas tersinggung. Bobby juga tampak tegang. Kesombongan mereka tadi lenyap seketika.
Bianca melanjutkan, “Kalian tadi bangga sekali menyombongkan putra kalian. Katanya lulusan kampus ternama? Pintar sejak kecil? Berarti seharusnya cukup pintar untuk tidak selingkuh dan tertangkap basah di media!”
Vira dan Bobby tidak bisa menjawab. Nathan juga terdiam, wajahnya semakin memucat.
“Asal kalian tahu, Abraham Tech tidak akan bisa berkembang sebesar ini tanpa campur tanganku. Kalau bukan karena harus menyokong putra kalian di awal dia merintis perusahaannya itu, aku pasti bisa jauh lebih sukses dan hebat dari putra kalian itu.”
“Bia…” Nathan menggumamkan namanya, membuat Bia menoleh ke arahnya dengan alis terangkat. Ekspresi Nathan mengisyaratkan Bia untuk tidak melanjutkan ucapannya.
“Kenapa? Kamu malu mengakui bagaimana sebelum ini kamu hidup bergantung padaku?” Bianca mengatakannya dengan sinis dan diwarnai nada menyindir. “Seharusnya kamu katakan pada orang tuamu, tentang orang yang paling berjasa dalam mensukseskan bisnismu yang katanya langsung berhasil dalam sekali coba itu.
“Tapi, yah, semuanya juga sudah tidak penting lagi. Aku tidak membutuhkan pengakuan apa-apa darimu maupun orang tuamu, karena hubungan kita sudah berakhir.” Dengan puas, Bianca berbalik pada kedua orang tuanya. “Ibu, Ayah, ayo kita pergi.”
Reika dan Disastra langsung berdiri, mengikuti putri mereka keluar dari restoran. Keduanya tidak lagi menahan diri dan menunjukkan taringnya, pada orang-orang yang telah menyakiti Bia. Dan Bia lega bisa membuat orang tuanya pergi dengan penuh percaya diri.
Sementara itu, keluarga Abraham hanya bisa menatap punggung Bianca yang semakin menjauh–tanpa sedikit pun niat untuk kembali. Bia yakin, malam ini keluarga itu pasti akan sangat sibuk menghadapi berita yang sengaja Bia naikkan tepat di hari dimana website resmi Isvara akan didatangi oleh banyak pengunjung sekaligus.
Bia tersenyum seraya menggandeng kedua orang tuanya, seraya mendengus sinis. Dia tidak membutuhkan Hansa Lazuardi, untuk menyelesaikan semua ini dengan tangannya sendiri! Bia jadi penasaran dengan reaksi Hansa setelah ini, apakah pria itu masih bisa setenang sebelumnya?
***
Makasih sudah meramaikan <3 Selamat istirahat ya semuaaaa~
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
