4. Misuh-misuh

0
0
Deskripsi

Sedang menangis Amira tiba-tiba kepikiran sama kamar yang akan kakaknya tempati nanti, Ambu kan nyuruh spreinya diganti. Amira bisa-bisanya saat sedang menangis kepikiran tanggung jawabnya. 
Amira membuka lemari pakainnya, melihat di rak paling atas, tempat bed cover dan sprei ditaruh. Amira mengambil salah satu tas bedcover yang transparan, isinya selain ada bed cover, sprei dan sarung bantal juga guling. 
Di luar kamar sudah sunyi, ternyata cukup lama Amira menangis, Zaina sudah di kamar, Abah dan Ambu juga, pintu ruang tamu juga tertutup. Amira nyari kakaknya, mau nanya mau tidur di kamar atas yang mana tapi yang dicari tidak ada orangnya. 
Amira pun langsung naik ke lantai atas, membuka satu kamar tetap tidak ada orangnya, buka kamar satu lagi, ternyata kakaknya sedang tiduran sambil main HP. 
"Aa," Amira memanggil dari ambang pintu kamar, Arbian kaget dan langsung duduk. 
"Ada apa, Neng?"
"Aa mau tidur di kamar mana?"
"Sini saja."
"Ganti dulu spreinya sama bed covernya."
"Biarin yang ini saja, Neng."
"Ganti saja, A. Ini sudah sebulan tidak diganti."
"Ya sudah kalau gitu Aa bantu bukain spreinya dulu."
Amira menunggu kakaknya dengan duduk di kursi. Amira perhatikan kakaknya, walau sudah tua tapi penampilannya tetap gagah, parlente pula. Tidak ada istri yang mengurusnya tapi Arbian tetap menjaga penampilannya agar selalu rapi. 
"Sudah, Neng. Sini biar Aa sekalian pasangin juga." Arbian mengambil tas bedcover yang dipangku Amira. 
"Neng saja." Amira mengambil kembali. 
"Aa saja." Arbian ambil lagi. 
"Sama Neng saja, A." Jadinya keduanya tarik-tarikan. 
"Eheeem.. " Suara deheman dari ambang pintu mengangetkan keduanya hingga Arbian langsung melepaskan apa yang dia pegang mengakibatkan Amira yang sedang duduk langsung terjengkang ke belakang. 
"Astagfirullah," Abah dan Ambu histeris kaget anaknya jatuh. 
"Aduh, maaf Neng. Aa tidak sengaja." Arbian membantu Amira bangun. 
Amira menepis tangan Arbian saking kesalnya, gara-gara Arbian jadinya dia terjengkang. 
"Sini Aa bantu, Neng."
"Aa nyebelin banget!" ucapnya dengan ketus. 
"Maaf," lirihnya. 
"Kalian berdua ngapain di kamar?" Suara Abah mengagetkan keduanya kembali. 
"Ini, Bah. Kan tadi Ambu nyuruh ganti sprei. Aa yang buka sprei lamanya, Neng tuh mau masang yang baru tapi Aa maksa, terus Abah dan Ambu datang, eeeh.. Malah Aa ngelepasin gitu saja" Amira ngejelasin jujur setelah bangkit berdiri. 
"Benar itu, A?" Tanya Abah pada Arbian. 
"Benar itu, Bah. Aa yang maksa, jadinya Aa dan Neng tarik-tarikan deh."
"Hmm.." Abah tersenyum smirk dan Amira tidak suka melihat senyuman Abah. 
"Ya sudah, kalian berdua saling bantu pasang sprei sama bedcovernya," imbuh Ambu. 
"Ogah ah, Aa saja," tolak Amira yang sudah tidak mood. 
"Neng," tegur Abah sambil menatap tajam Amira. 
"Iya, iya, Neng pasang.."
Abah dan Ambu lalu meninggalkan keduanya. 
Yang harusnya masang sprei dan semuanya dalam sekejap jadi terlihat lama karena Amira masih misuh misuh sama Arbian. 
"Jangan ngomel terus atuh, Neng. Kan Aa sudah minta maaf." Ternyata wanita itu adalah makhluk pendendam. 
Serasa sudah selesai tugasnya, Amira menggulung seprei dan kawan-kawannya yang kotor ke luar kamar. Arbian tiba-tiba memegang lengan Amira. 
"Neng masih marah sama Aa?" Amira menoleh pada Arbian, keningnya mengkerut. "Kenapa, Neng kok melihat Aa seperti itu?" Tanya Arbian kembali. 
Amira tuh sedang bingung, ada apa dengan kakak sepupunya ini? 
"Neng," suara Arbian menyadarkan Amira kembali. 
"Apa, A?"
"Neng masih marah sama Aa?" Arbian bertanya dengan pertanyaan yang sama karena yang tadi belum di jawab Amira. 
"Tidak marah tapi kesal," jawabnya dengan ketus. 
"Aa kan sudah minta maaf." 
Amira menatap Arbian, ini mereka bertengkar seperti orang pacaran saja dan terlihat pacarnya sedang minta maaf karena melakukan kesalahan. Amira menggelengkan kepalanya untuk mengenyahkan pikiran buruknya. 
"Neng kunaon? Neng sakit?" Telapak tangan Arbian ditempelkan di kening Amira. "Tidak panas ah."
Amira menarik tangan Arbian agar tidak menyentuh keningnya. Sungguh Amira merasa heran sama sikap Arbian dari tadi. 
"Aa yang sakit," ucapnya yang ingin beranjak pergi ninggalin Arbian namun sia-sia karena Arbian memegang pergelangan tangan kanannya. 
"Neng besok jadi kan?"
"Jadi apa?" Amira lupa sama ajakan Arbian tadi. 
"Neng, katanya besok mau jalan sama Aa."
Amira mendengus pelan sambil memejamkan mata sejenak, ini kakaknya seperti ngajak jalan ke pacar saja. 
"Gimana besok saja, A." Arbian pun melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Amira. 
Amira menaruh sprei yang kotor ke ember khusus menaruh pakaian kotor sebelum di cuci. Lanjut mencuci tangannya dahulu sebelum masuk kamar. 
Di dalam kamar, di atas tempat tidur, tubuh Amira terlentang dengan menatap langit kamar. Dia memikirkan sikap kakaknya tadi.
Daripada Amira terus mikirin Arbian lebih baik Amira berselancar di dunia maya. Amira mengunakan fake akun untuk melihat aktifitas akun milik anaknya Rendra yang selalu update story instagaramnya. Nama anak Rendra yaitu Vijendra, Vijendra adalah anak sulung dari Rendra. Vijendra sendiri terlihat baru lulus taruna alias baru saja jadi perwira remaja. 
Amira kok sakit hati melihat story Instagaram Vijendra yang sedang liburan bersama pacarnya. Amira sakit hati karena memikirkan perasaan dua adik Vijendra yang cewek. 
Bayangkan saja, kakak mereka sibuk pacaran jalan-jalan sama pacarnya sedangkan dua adiknya yang masih sekolah hanya di rumah, tinggal bersama Bapak mereka. 
Kalau Amira jadi adiknya Vijendra tentu sangat jelas cemburu, sudah tidak mendapatkan kasih sayang ibunya lagi dan sekarang kakaknya sibuk pacaran, terlihat tidak memperhatikannya lagi. 
Kembali lagi bahwa itu kan hanya dunia maya, terlihat yang indah saja tapi tetap saja Amira merasakan sedih dan sakit hati. 
"Aku apaan sih pakai pikirin orang lain segala, kenal saja kagak jadi ngapain dipikirin? Padahal hidupku saja gak jelas ini pakai pikirin sakit hati segala."
***
Keesokan harinya, setelah subuh Amira baru menghidangkan minuman hangat sama gorengan buat orang tuanya. Amira sedang duduk di kursi makan saat Arbian turun dari lantai atas hanya mengenakan kaus dan celana pendek. 
Zaina sedang mengambil air minum dari dispenser, matanya melihat Papinya yang baru turun dari tangga dan yang membuat Zaina heran adalah mata Papinya yang tidak lepas melihat Tantenya. Dalam pikiran Zaina saat ini hanya satu, tapi dia belum pasti hanya tebak-tebak buah manggis dahulu. 
Arbian berdiri di seberangnya Amira yang terhalang meja. Amira enggan melihat kakaknya tersebut, seakan pura-pura tidak melihatnya. 
"Neng, itu tawarin Aa mau minum apa?" Ambu berteriak dari tempat duduknya di ruang keluarga, menemani Abah yang sedang menonton berita pagi di televisi. 
"Iya," jawabnya dengan malas. 
Amira melihat Arbian, Arbian pun melihat Amira. Amira mengangkat kedua alisnya melihat Arbian tanpa mengeluarkan sepatah katapun untuk menawarkan minum pada Arbian. 
Arbian tersenyum pada Amira, Arbian merasa Amira masih kesal padanya. Semakin Arbian tersenyum semakin Amira kesal dan bikin Arbian tambah suka. 
Zaina duduk di sofa, bergabung dengan Abah dan Ambu, Zaina duduk mepetin Ambu. 
"Nin, itu Ateu sama Papi sedang berantem?" Tanya Zaina dengan suara pelan agar tidak kedengaran keduanya. 
Ambu menoleh ke arah meja makan, begitu juga Abah. "Nin juga tidak tahu, tapi sepertinya iya."
Abah, Ambu dan Zaina memperhatikan Amira dan Arbian. Pandangan Arbian ke Amira seperti pandangan penuh sayang, sedangkan pandangan mata Amira ke Arbian seperti ngajak perang. 
"Nin, apa jangan-jangan mereka berdua--" Zaina menggantungkan omongannya. 
"Jangan-jangan kenapa?" Zaina membikin Ambu penasaran saja. 
"Ah tidak, Nin." Zaina takut salah ngomong dan bikin Ambu tersinggung. 
Kembali Zaina memperhatikan Papinya dan Tantenya yang masih mode diam-diaman. 
"Ateu," seru Zaina yang membikin semua menoleh pada Zaina. 
"Ya," balas Amira. 
"Jalan yuk ke gasibu, kita cari sarapan di sana."
"Boleh, kita naik motor Ateu saja."
"Pakai mobil Papi saja, Teu. Biar Papi yang nyetir mengantarkan kita berdua."
Amira menoleh pada Arbian yang masih berdiri di tempatnya. Amira pengen nolak pergi sama Arbian tapi dia sudah terlanjur menyetujui ajakan Zaina. 
"Kalian pergi saja gih bertiga, Abah nitip surabi sama bandros."
"Adek ganti baju dulu kalau gitu." Zaina terlihat senang sambil beranjak berdiri dari duduknya. 
Ya sudahlah kalau gitu Amira terpaksa ikut pergi juga bersama bapak dan anak tersebut. Amira pun beranjak berdiri dari duduk, berganti baju juga. Begitu juga Arbian yang hanya tinggal memakai celana panjang saja. 
"Ateu hayuuk," Zaina mengajak Amira dengan semangat.
Amira membuka pintu pagar, setelah mobil milik Arbian keluar, Zaina yang menutup pagarnya. Amira membuka pintu penumpang belakang namun malah pintunya ditahan Zaina dan tubuh Amira didorong Zaina ke depan. 
"Ateu duduk sama Papi saja di depan," suruh Zaina. 
"Biasanya juga Ateu duduk di belakang," Amira menolak. 
"Adek mau tidur jadi Ateu yang di depan." Maka pasrahlah Amira duduk di sebelah Arbian. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya 5. Kucing Jantan Kebelet Kawin
0
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan