
“Gus, makan aja sendiri! atau Gus ajak itu— siapa?-- Rania, biar kalian bisa ngobrol lebih lama, siapa tau BISA MELEPAS RINDU,” lanjut Zahra tambah ditanya, tambah jengkel.
Lelaki itu malah terlihat tersenyum setelah menilik wajah Zahra.
‘Bisa-bisanya dia tersenyum? Apa dia pikir ini lucu. Dasar lelaki tak punya punya perasaan’ umpat Zahra dalam hati.
“Apa kau marah?” tanya Gus Afkar terdengar berhati-hati dan lirih sambil menatap dalam wajah Zahra.
‘Kenapa? tidak! kau tatap saja terus mobil Rania itu sampai tak kelihatan, Gus Afkar. Atau kalau perlu kau kejar sekalian biar puas’ gumam kesal Zahra dalam hati sambil melirik sinis ke arah suaminya itu.
“O... marah?" goda lelaki itu.
"Untuk apa aku marah?” ucap Zahra sambil membuang muka ke arah lain
“Kalau begitu ayo kita makan, kamu dari siang tadi kan belum makan,” ajak Gus Afkar dengan lembut sambil menarik tangan Zahra.
Tapi Zahra malah menghempas tangan itu.
“Gak usah! kenyang,” jawab Zahra dengan ketus sambil melotot ke arah suaminya yang baru membalikkan badan ke arahnya itu.
‘Kenapa tadi tidak kau ajak Raniah saja, biar kenyang perut dan mripatmu itu, Gus’
“Gus, makan aja sendiri! atau Gus ajak itu— siapa?-- Rania, biar kalian bisa ngobrol lebih lama, siapa tau BISA MELEPAS RINDU,” lanjut Zahra tambah ditanya, tambah jengkel.
Lelaki itu malah terlihat tersenyum setelah menilik wajah Zahra.
‘Bisa-bisanya dia tersenyum? Apa dia pikir ini lucu. Dasar lelaki tak punya punya perasaan’ umpat Zahra dalam hati.
“Kamu cemburu?” tanya Gus Afkar sambil menatapnya hangat.
“Aku---cemburu? sama wanita seperti dia?” ujar Zahra membuang muka dengan nyengir.
“Untuk apa? Jelas-jelas aku pilihan Kyai Amir dan Ummi Aminah, untuk apa aku cemburu?” ucap Zahra menyombongkan diri.
“Benarkah?” tanya Gus Afkar membuatnya semakin jengkel.
“Oh….! Jadi menurut Gus Afkar, Raniah itu lebih cantik, lebih pintar, lebih baik. Kenapa nggak sekalian aja Gus Afkar nikahin dia,” ujar Zahra kemudian berbalik hendak beranjak dari tempat itu.
“Boleh juga,” Jawab Gus Afkar santai membuatnya bertambah berang.
Zahra langsung berbalik ke arahnya suaminya itu sambil melotot dan menatap matanya begitu tajam.
“Oh, silahkan! Asal Gus Afkar tahu ya, Gus Afkar itu pengasuh pondok, orang terhormat, anak Kyai, berpendidikan pula, yang pastinya Gus Afkar itu public figure, harusnya Gus Afkar bisa memilah dan memilih kepada siapa Gus Afkar itu harus menyapa, harus tersenyum, harus menikah, harus……” Zahra terdiam sejenak ia bingung harus ngomong apa.
Lelaki yang dari tadi bersikap tenang itu, tiba-tiba tampak tersenyum lagi melihat tingkah Zahra marah-marah sampai kehabisan kata-kata.
“Walaupun Gus Afkar menyukai wanita jelek itu, tapi Gus tidak boleh sembarangan ngobrol sama dia. Apalagi Gus sudah menikah, apa kata orang nanti, kalau mereka itu berpikiran negatif tentang Gus, kasihan Kyai Amir dan ummi Aminah,” ucap Zahra nyerocos terus saking kesalnya.
“Oh, Jadi wanita itu jelek?” goda Gus Afkar semakin membuatnya kesal.
“Oh, jadi menurut Gus, Rania itu cantik?” timpal Zahra marah.
‘Bisa-bisanya dia bilang wanita itu cantik di depan istrinya’
“Apa kau tahu, kau terlihat sangat menggemaskan ketika kamu cemburu,” ujar suaminya itu terdengar hangat.
Namun karena kesal, Zahra terus mengelak, “Aku tidak cemburu, aku bicara begini karena ingin menyelamatkan nama baik Gus Afkar dan pesantren.”
Lelaki itu tampak menahan tawanya sambil menunduk.
“Terserahlah” seru Zahra dengan muka ditekuk sambil membalikkan badannya membelakangi Gus Afkar.
“Ya, ya Gus salah,” ucap lelaki itu sambil berusaha membalik badan Zahra menghadapnya.
“Nggak tahu!” ucap balik Zahra dengan kesal sambil menolak berbalik ke arah suaminya.
Lelaki itu kemudian tiba-tiba memeluknya dari belakang.
Nafas Zahra langsung tertahan, tubuhnya menegang.
“Sebenarnya yang memilihmu untuk menjadi istriku itu bukan Ummi atau Abi, tapi aku sendiri, suamimu,” bisik Gus Afkar dengar begitu lembut di telinga Zahra, membuat jantungnya langsung berdebar-debar tak karuan.
‘Kau sedang tidak menggodaku, kan Gus?’
Lelaki itu kemudian membalik badan Zahra yang masih tertegun mendengar ucapan suaminya tersebut.
Kini lelaki itu menggelayutkan dan melingkarkan kedua tangannya di sisi pinggang Zahra.
Sambil menatapnya dalam-dalam, dia berkata dengan lirih, “ Kau satu-satunya wanita yang kupilih dalam hidupku ini dan akan selalu begitu, Azzahra Khairunnisa.”
‘Gus Afkar’
Zahra semakin tak bisa menguasai dirinya, apalagi lelaki itu sekarang tiba-tiba perlahan mendekapnya dengan hangat.
“Karena aku yang memilihmu, apa kau tak ingin memberiku hadiah?” bisik lelaki itu di telinganya dengan suaranya yang perlahan dan mendesah.
‘Hadiah?’
Zahra langsung melirik dengan matanya yang melotot sempurna ke arah suami yang sedang mendekapnya itu.
“Apa maksudmu?” teriak Zahra kaget.
Ia mendorong lelaki yang terlihat tersenyum itu itu menjauh darinya.
Namun pelukan lelaki itu begitu erat.
“Ini maksudku….” Bukannya menjawab lelaki itu malah mengecup pipi Zahra
Zahra terperanjat kaget, ia terdiam beberapa saat, kemudian merengut kesal.
‘Dasar pencari kesempatan!’
Sayangnya, suami yang berlari berusaha menghindarinya itu telah masuk ke kedai burger yang berada agak jauh dari tempatnya berdiri.
Dengan kesal, Zahra kembali ke mobil dan berusaha membuka pintu mobil tersebut.
‘Astaghfirullah, kok terkunci sih’ gumam Zahra kesal di dalam hati.
Ia kemudian menunggu suaminya dengan bersandar di sisi samping mobil tersebut.
Karena bosan ia mulai menscrol-scroll fitur di ponselnya itu.
Tak ada yang menarik hatinya.
Ia justru teringat kecupan suaminya barusan. Tanpa sadar, ia tersenyum-senyum sendiri sambil mengusap pipi kanannya itu.
“Wek…. Wek…wek…”
Suara mengeceh-eceh itu langsung menarik perhatiannya.
Zahra seketika menatap dua anak yang ada di hadapannya itu.
Tingkah mereka sungguh konyol.
Satu anak terlihat mengangkat sebuah mobil mainan sambil menjulurkan lidahnya dan menggoyang-goyang pantatnya.
Anak yang lain terlihat kesal dan marah-marah. Tapi sepertinya ekspresinya itu malah dinikmati oleh anak di depannya tersebut.
Dengan kesal, dalam sekejap, anak tersebut mulai mengajar anak di depannya yang sedang membawa mobil itu.
Zahra langsung membelalak kaget melihat anak itu berlari menuju Jalan tol.
Ia sontak berlari kencang ke arah mereka sambil berteriak sekeras-kerasnya, “ jangan ke situ! berbahaya…..”
Brak!
Zahra terhenti dan menutup matanya dengan takut.
Napasnya terdengar ngos-ngosan dan tersengal.
Terdengar orang berdatangan dengan riuh.
Zahra berusaha membuka matanya perlahan dengan gemetar.
Ia semakin membelalak kaget dan mendesah berat sekaligus lega, mendapati anak itu selamat dan sedang dihampiri banyak orang.
Sesosok lelaki yang terlihat habis jatuh bersamanya, tengah merangkul anak itu yang sepertinya sangat syok tersebut.
Lelaki itu terlihat mendongak ke arahnya.
‘Gus Afkar!’
Zahra terkesiap, matanya membulat sempurna. Kakinya kembali bergetar.
Ia berjalan hendak menghampirinya, dan….
Kriyes
Ia menatap ke bawah, burger yang mungkin tadi dibeli sang suami terinjak hancur oleh kakinya.
Zahra terdiam, air matanya mulai menetes tak terkendali.
Dengan gemetar, ia terduduk di depan suaminya dan langsung mendekapnya sambil tersedu-sedu.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
