UFG CH. 3 ~ AS LONG AS HE LOVES ME

1
0
Deskripsi

"Although loneliness has always been a friend of mine, I'm leavin' my life in his hands
People say I'm crazy and that I am blind, and how he got me blind is still a mystery
I can't get him out of my head. Don't care what is written in his history. As long as he's here with me. I don't care who he is, where he's from. I don't care what he did. As long as he loves me…" Ungkapku tulus tentang perasaanku terhadap pamanku sendiri.

"Hemm. Oke. Ini masalah perasaan, aku juga nggak bisa maksa. Tapi gini deh,...

https://cdn.idntimes.com/content-images/community/2021/02/73401888-487833728497961-5684579294917727032-n-4618af8693e189535fa73823631e8cce-be82790d21104e2fc134ab1c32edd0ed.jpg 

 

Kami memilih untuk pindah dan menetap di pulau terbesar ketiga di dunia yang masih berada di tanah air Indonesia. 

Pulau Kalimantan, tepatnya di Ibukota Kalimantan Timur yaitu Samarinda. 

Memilih kota ini sebagai tempat tinggal, sudah menjadi pilihan yang matang dariku karena disini tidak ada satu orangpun yang mengenali kami. Benar-benar lingkungan baru untuk kami berdua. Kecuali, Jack sahabatku. Aku sengaja membawanya untuk ikut bersama kami karena selain sahabat, dia adalah sekretaris pribadi di kantorku sekaligus bodyguardku selama ini. 

Waktu kejadian tragis itu terjadi, Jack sedang menyelesaikan tugas wajib militernya di negara lain. Karena memang dia bukan asli orang Indonesia. Begitupun denganku dan Evelyn. Sehingga hal ini membuatnya sangat merasa bersalah karena dirinya tidak ada pada saat keluargaku memerlukan perlindungan. Dia merasa gagal dalam melindungi keluargaku. Untuk menebus rasa bersalahnya ini, dia berjanji setia dan bersedia mengikutiku kemanapun dan dimanapun kami berada. 

Walaupun sebenarnya, kami bukanlah asli orang Indonesia. Namun, kami sangat mencintai negara ini karena nenek buyut kami merupakan warga negara asli Indonesia dan keluarga kami sudah menetap disini puluhan tahun lamanya, dan menjadikan negara ini sebagai tanah airnya sehingga memutuskan untuk menjadi warga negara Indonesia. Kami mencintai Bahasa daerah dan budayanya yang beragam, keindahan alam, iklim dan keramahan penduduknya. Apalagi dengan adanya semangat Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila yang masih melekat di jiwa warga negaranya, membuat siapapun nyaman tinggal di negara ini. 

“Evelyn, maaf ya kalau rumahnya tidak sebesar rumah opa dan oma. Atau rumah orangtua kamu. Nggak papa kan sayang?” Tanyaku begitu sampai di pintu gerbang kediaman kami yang baru. 

“Iss, uncle. Nggak papa kok, ini juga cantik dan bergaya modern. Aku suka banget. Yang paling penting, aku tinggal bareng uncle. Hehehe..” Jawabnya dengan tertawa bahagia. 

Tampak seorang Satpam yang sedang berusaha membuka gerbang untuk menyambut kehadiran kami. Terlihat wajah takjub sekaligus kagum ketika melihat mobil Lamborghini Aventador SVJ Roadster Grigio Telesto memasuki pekarangan rumah. Dengan senyuman ramahnya, dia mempersilahkan kami masuk ke dalam. 

“Selamat siang Tuan Jaydeen, dan Non? Eh, saya lupa nama nona cantik ini. Maaf ya Non.." Sapanya ramah kepada kami berdua yang sudah turun dari mobil. 

“Nggak papa, Pak. Nama saya Evelyn, nama bapak siapa pak?” Menyambut sapaan hangat dari pria yang usianya 50 tahunan itu. 

“Nama saya Pak Mamat, non. Saya sudah bekerja disini sejak 5 tahun yang lalu. Menjaga rumahnya Tuan Jaydeen. Hehehe…” Jawabnya ramah. 

“Pak Mamat, tolong parkirkan mobilnya ke dalam garasi ya pak..” Pintaku sambil menyerahkan kunci mobil mewah tersebut. 

https://images.app.goo.gl/51VTxBrXuvcwpkG28 

 

“Wah, mobil baru ya Tuan. Mewah sekali. Jadi nervous saya, Tuan. Pasti harganya miliaran ya ini… Cpcpcp.. Cakep bener mobilnya…” Ungkapnya tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. 

Wajar saja, jika Pak Mamat merasa kagum sekaligus nervous. Karena Supercar dengan unit sangat terbatas ini memiliki banderol sebesar Rp 22 miliar! Mobil eksotis asal Italia dilengkapi dengan mesin berkapasitas 6.500 cc dengan konfigurasi V12. Mesin powerful ini sanggup mengeluarkan tenaga 774 tenaga kuda yang disertai muntahan torsi sebesar 720 Nm di putaran mesin 7.250 RPM. Tenaga bengis ini membuat Aventador SVJ sanggup berakselerasi 0-100 km/jam hanya dalam waktu 2,8 detik saja. Bahkan top speed-nya diklaim bisa menembus angka 350 km/jam! Dengan kualitas inilah yang membuatku tertarik untuk membelinya. Sekaligus menghibur hati setelah kejadian tragis tersebut. 

“Nggak papa pak, tenang aja. Aman kok. Bawa seperti mobil biasa saja, pak..” Jawabku meyakinkannya. 

Akhirnya Pak Mamat pun meninggalkan kami untuk memarkirkan mobil tersebut ke dalam garasi. 

Sementara aku dan Evelyn, segera masuk untuk melihat-lihat rumah baru yang akan menjadi tempat tinggal kami ini. 

https://i.pinimg.com/736x/5d/7b/d8/5d7bd87343856c056b9043e7fc262bb8.jpg 

 

“Wah ada kolam renangnya, aku suka banget. Uncle mau kan nemani aku berenang?” Tanyanya bersemangat. 

“Mau dong sayang, tapi nggak sekarang ya. Karena kita kan baru sampai. Badan uncle masih pegel-pegel dari perjalanan jauh tadi. Lebih baik kita istirahat dulu ya. Nanti uncle janji akan temani kamu bermain. Mau kan sayang?” Aku pun kembali bertanya meminta persetujuannya untuk beristirahat dulu. 

Dia pun mengangguk dan tersenyum manis menggandeng tanganku untuk masuk ke dalam kamar utama. 

Kami pun bersih-bersih, mandi dan bersiap untuk merebahkan tubuh kami berdua di ranjang berukuran king size ini. Tanpa terasa kami pun terlelap karena kelelahan dari perjalanan jauh yang sangat memakan energi tersebut. 

*** 

 

“Halo, Pak Mamat. Jaydeennya sudah sampai?” Tanya pria lajang yang sudah masuk ke dalam pekarangan rumah. 

“Eeehh, ada Mr. Jack. Udah sampai Mr., dari 3 jam-an yang lalu. Tapi sepertinya mereka lagi istirahat, coba tanya sama Bi Fatma saja di dalam ya Mr..” Jawab Pak Mamat mengarahkan Jack untuk segera masuk ke dalam. Jack pun tersenyum simpul dan menganggukkan kepalanya sebagai bentuk keramahan. 

Sesampainya di dalam, Jack langsung menelusuri setiap ruangan yang ada. Namun, belum menemukan keberadaan kami dimana. Dalam pencariannya itu, tak sengaja Jack bertemu Bi Fatma yang sedang menjemur pakaian di halaman belakang rumah. 

“Bi Fatma, Jaydeen dan Evelyn lagi istirahat ya? Kok aku nggak nemu mereka dari tadi..” Jujur Jack setelah merasa lelah dengan pencariannya yang tak membuahkan hasil itu. 

“Eh, Mr. Jack. Iya, Mr. Mereka masih istirahat di kamar utama. Kamarnya Tuan Jaydeen yang ada di lantai 2…” Jawab Bi Fatma masih sibuk memeras pakaian yang akan dijemurnya. 

“Hemm, pantesan nggak nemu. Lagi di kamar utama rupanya toh. Nggak berani masuk deh kalau gitu. Hehehe..” Jawab Jack mengakui ketidak beraniannya memasuki ruangan tersebut. 

Kamar utama adalah ruang privasi yang sangat dijaga oleh Jaydeen, siapapun tak boleh memasukinya. Kecuali, Evelyn tentunya. Ruangan itu hanya bisa dimasuki oleh Bi Fatma saat Jaydeen meminta untuk membersihkannya. Walaupun Jack sahabatnya, tapi rasa-rasanya masih ada dinding pembatas yang tinggi antara mereka. Termasuk kamar utama Jaydeen, yang Jack sendiri tak berani untuk memasukinya dengan atau tanpa izin Jaydeen. 

Akhirnya Jack lebih memilih untuk bersantai di area kolam renang sambil meminum jus jeruk dan memakan camilan french fries yang disediakan Bi Fatma untuk menemaninya menunggu sahabatnya tersebut bangun. 

*** 

 

“Hey, bro… Tumben kau udah disini sore-sore gini? Biasanya juga jam 00.00 malam baru datang kemari…” Ucap Jay sarkas kepada sahabatnya yang sedang santai tersebut. Ya, mengingat kebiasaan Jack yang suka nongkrong dimana-mana dan kerja lembur bagai kuda akibat Jaydeen yang suka menyiksanya dengan banyaknya dokumen-dokumen yang sengaja dibiarkan menumpuk oleh bosnya ini. Padahal dokumen-dokumen tersebut perlu ditelaah dan ditandatangani olehnya, tapi Jaydeen seakan tak peduli karena dia tahu sahabatnya ini akan mampu mengatasinya. Jadi, wajar dong kalau sahabatnya ini terbilang jarang sekali punya waktu senggang di workday seperti ini. 

“Sialan kau!! Nih dokumen penting yang kau perlu tandatangani. Berkaitan dengan tender di Amerika. Kayaknya kali ini kau perlu kesana untuk memenangkan tender kita. Proyeknya nggak main-main bro…” Jawabnya menunjukkan wajah sewot akibat sarkas yang dilontarkan bosnya ini. 

“Alah, kamu kali yang mau aku kesana. Kayaknya aku nggak bisa Jack, kau tau sendiri kan aku baru aja pindahan kesini. Nggak mungkin lah aku tinggalin Evelyn gitu aja. Aku yakin kok, kau bisa handle ini semua. Lagian selama ini kan kau juga yang mengoperasikan perusahaan kita, aku mah cuma sekedar nama pemegang saham dan pemilik perusahaan doang…" Ucapnya merendah di atas bukit. 

Jaydeen bukan hanya sang pemilik perusahaan, tapi dia adalah orang yang sangat kompeten dan tidak main-main dalam menangani perusahaannya. Terbukti perusahaan tersebut memiliki banyak cabang di setiap provinsi di Indonesia, dan negara-negara di dunia. Makanya di usianya yang sekarang, dia bisa menjadi seorang milioner. Walaupun dia jarang berada di kantor pusat ataupun kantor cabang, tapi dia bisa menghandle pekerjaannya dimanapun dia berada. Apalagi dia didampingi oleh orang yang berkemampuan seperti Jack. Mereka merupakan kolaborasi sempurna pemuda tampan dalam mengelola bisnis perusahaan. 

“Hemm, oke deh. Aku lagi.. Aku lagi.. Btw, mana keponakanmu? Nggak kelihatan dari tadi…” Tanya Jack penasaran dimana keberadaan gadis kecil yang selalu nempel dimanapun Jaydeen berada. 

“Ooh, dia lagi makan snack di ruang tengah. Lagi asyik nonton kartun kotak kuning…” Jawab Jaydeen sekenanya sembari menelaah dokumen yang dibawakan oleh Jack tersebut, membacanya dengan penuh perhatian. Ketika merasa yakin, Jay pun menandatangani dokumen tersebut dan menyerahkannya kembali ke Jack untuk disimpan dalam tas kerjanya. 

“Om Jack, kapan kemari?” Tanya Evelyn yang tiba-tiba hadir di tengah obrolan bisnis pamannya tersebut. 

“Hey, honey.. Om kangen deh. Sini peluk om dulu. Udah lama kita nggak jumpa kan? Hehehe…” Jack pun merentangkan kedua tangannya untuk memeluk gadis kecil yang masih asyik mengunyah snack favoritnya tersebut. Apalagi kalau bukan Chitatoss.

Mereka pun berpelukan, dan tak lupa Jack suka sekali menguyel-nguyel pipi kopanakanku tersebut membuat si empunya merasa geli sekaligus sebel dibuat tingkahnya. Diam-diam aku pun tersenyum senang melihat aksi mereka. 

“Gimana kalau kita keliling taman komplek, kebetulan cuacanya lagi mendukung nih. Sekaligus jalan-jalan sore…” Ajak Jack kepada paman dan keponakannya tersebut. 

“Jangan ngadi-ngadi, nggak lihat aku baru landing? Nyetir mobil sendiri berjam-jam. Salahkan sekretaris yang suka banget lelet jemput bosnya..” Tolak Jay tak lupa menyindir si sekretaris yang tak pernah merasa bersalah dengan ulahnya itu. 

“Halah, gitu aja kau ngambek. Yaudah, kalau gitu aku jalan-jalannya sama Evelyn saja. Mau kan sayang?” Tanya Jack kepada Evelyn yang masih anteng duduk di pangkuan sahabat pamannya itu. 

“Aku mau om, lagian aku bosan disini terus. Yuk, om.. Entar keburu maghrib..” Evelyn pun mengajak Jack pergi dengan segera menarik tangan Jack untuk beranjak dari kursi santainya. 

“Bye.. Uncle Jay.. Hahaha… Weekk..” Jack pun menjulurkan lidah kesenangan mengejek atasannya yang terlihat cemberut tak menduga kalau keponakannya setuju dengan ajakan Jack. Dia pikir Evelyn akan lebih memilihnya untuk tetap bersantai di rumah saja. Nasib.. Nasib.. 

*** 

 

“Om Jack, aku mau es krim itu.. Beliin dong..” Pinta gadis imut ini dengan menunjukkan puppy eyesnya seakan merayu omnya itu untuk menuruti permintaannya. Padahal tanpa dia seperti itu pun, Jack juga memang berniat membelikannya es krim keliling yang saat ini sedang berhenti di taman komplek melayani pembeli-pembelinya yang rata-rata anak kecil seusia Evelyn. 

“Oke.. Kamu mau rasa apa? Vanilla, Chocolate, Strawberry, Raspberry, atau Blueberry?” Tanya Jack seakan sudah yakin dengan semua rasa yang disebutkannya itu tersedia. 

“Hemm, aku mau lihat dulu kesana. Tangkap aku, Om… Hahahaha…” Evelyn pun segera berlari kencang menuju ke arah penjual es krim dengan senang. Membuat om Jacknya kaget sekaligus kewalahan mengejar Evelyn yang tiba-tiba berlari menyuruhnya untuk menangkapnya.

“Hati-hati, Eve. Lihat ke depan. Awas nanti kamu jatuh nabrak orang…” Peringat Jack saat melihat keponakan sahabatnya itu asyik berlari namun masih setia menatap ke arahnya tanpa melihat jalanan yang ada di depannya. 

Tiba-tiba benar saja dugaan Jack, gadis kecil itu pun menabrak bocah lelaki seusianya yang sedang berdiri disamping wanita cantik menikmati es krim rasa Vanillanya. Namun, sayangnya es krim tersebut harus dinikmati jalanan setapak yang berada di taman tersebut. Alias jatuh begitu saja akibat Evelyn yang menabraknya. Dengan tatapan nanar ingin menangis, bocah lelaki itu meratapi es krimnya yang sudah teronggok meleleh tanpa bisa dia makan kembali. 

“Hiks.. Hikss.. Kakak, es krim ku jatuh. Aku nggak bisa makan lagi. Padahal ini kan jatah es krim rasa Vanilla terakhir yang tersedia. Aku benci banget sama dia nih.. Kamu harus ganti es krim aku yang jatuh.. Aku nggak mau tahu.. Kamu harus ganti punya aku.. Kakak, bantuin dong marahin dia. Jangan diam saja. Hikss.." Akhirnya tangisan yang ditahannya pun keluar juga. 

“Revan, nggak boleh gitu ah.. Nanti kakak belikan rasa yang lain ya.. Lagian gadis kecil imut ini nggak sengaja. Ya kan dek?” Tanya wanita cantik itu dengan tersenyum ramah kepada Evelyn. 

“Iya, tante. Maaf ya. Aku nggak sengaja. Aku lagi dikejar-kejar sama om yang disana.. Jangan marah ya, nanti om aku pasti gantii es krim kamu yang jatuh.. Jangan nangis lagi ya, kamu mau es krim rasa apa? Tapi jangan rasa Vanilla ya, soalnya kamu bilang tadi itu yang terakhir…” Ucap Evelyn merasa bersalah mengingat kelakuannya yang menyebabkan es krim bocah lelaki ini terjatuh. 

“Tuh kan, adik ini sudah minta maaf loh. Katanya kamu laki-laki gentle, bukan anak kecil lagi. Ayo dong, saling maaf-maafan…” Ucap wanita cantik itu membujuk adiknya yang terlihat masih kesal dengan Evelyn. 

“Hemm…" Bocah lelaki itu pun menjawab singkat permintaan kakaknya itu. 

“Idih, kok kayak nggak ikhlas banget sih? Ayo salaman yang benar, sekalian kenalan dong…” Bujuk kakaknya lagi. 

“Iss, yaudah aku maafin. Namaku Revano, tapi janji ya kamu mau gantiin es krim aku yang jatuh dengan rasa cokelat 3 biji.. Deal..” Ucapnya membuat kesepakatan dengan Evelyn yang saat ini justru tersenyum melihat wajah lelaki di depannya itu yang masih terlihat kesal. 

“Oke, deal.. Namaku Evelyn.." Akhirnya mereka pun bersepakat membelikan es krim yang diminta bocah tersebut sebagai bentuk ganti rugi es krimnya yang sudah jatuh tadi. 

Jack pun tersenyum melihat ulah anak-anak tersebut. Tanpa mereka sadari, Jack sudah berdiri disana sejak insiden jatuhnya es krim tersebut. Tanpa mau ribet menengahi kedua anak tersebut, Jack justru memilih untuk mengamati tindakan tanggung jawab apa yang akan Evelyn lakukan. Ternyata, walaupun masih SD tapi Evelyn sudah bisa berani minta maaf dan menyetujui kesepakatan yang dibuat akibat ulahnya tersebut. Walaupun, pada akhirnya Jack juga yang mengganti es krimnya. Dasar anak-anak. 

“Ini om aku, namanya Jack…” Evelyn mengenalkan Jack kepada kakak beradik yang terlibat dalam masalah tersebut. 

“Hai, kamu pasti Revano kan? Aku udah tau tadi. Kamu gentle banget mau maafin keponakan aku yang usil ini, oh ya dan kamu pasti kakaknya?” Tanya Jack dengan mengulurkan tangan kepada Revano dan wanita cantik yang tak lain adalah kakak dari Revano. 

“Iya, aku kakaknya Revan. Namaku Callista Amberlyn…” Jawab wanita itu ramah. 

“Wah, nama yang cantik seperti orangnya. Oh ya, gimana kalau kita makan baso yang ada disana juga? Sekalian mau kenalan lebih dalam, karena kita kan tetangga. Kami baru aja pindah kesini…" Tawar Jack sebagai alibinya untuk mengenal perempuan cantik ini lebih jauh. 

“Hemm, sepertinya kami belum bisa ikut. Karena mama papa pasti nungguin kami di rumah. Udah kesorean soalnya. Lain kali aja ya, kalau kita bertemu lagi…” Tolak Callista dengan sopan. 

“Oh, oke deh kalau gitu. Btw, rumah kamu dimana? Biar kita anterin aja kalau nggak?” Tawar Jack belum menyerah dengan usahanya berkenalan dengan Callista. 

“Hahaha, nggak perlu kok. Lagian dekat aja. Rumah kami di blok A. Yaudah, kalau gitu kami permisi pulang dulu ya, Jack dan Evelyn. Lain kali kita jumpa lagi ya. Oh ya, makasih banyak es krimnya padahal minta 3 tapi malah dibelikan 5 jadinya.. Sekali lagi makasih ya.." Ucapnya tulus dan segera pamit meninggalkan Jack dan Evelyn yang menjawab terima kasihnya dengan tersenyum dan melambaikan tangan mereka mengiringi kepergian kakak beradik tersebut. 

Saat Jack tahu kalau yang diminta es krim cokelat 3 biji, dia segera memesan es krim rasa cokelat tersebut sebanyak 7 biji kepada si penjual dan langsung menyerahkan 5 biji kepada Revano, dan 2 biji lagi kepada Evelyn selesai mereka bermaaf-maafan tadi. 

‘Cantik sekali gadis itu..’ Gumam Jack yang tak didengar Evelyn sama sekali. 

Siapa sangka pertemuan itu adalah yang pertama dan terakhir kalinya untuk mereka. Karena setelah itu, Jack dan Evelyn tak pernah menjumpai mereka lagi semenjak hari itu. Padahal rumah mereka berada dalam 1 komplek, tapi tidak ada tanda-tanda pertemuan kembali walaupun hanya sekedar kebetulan. 

***

 

10 tahun kemudian...

“Uncle J… Aku masuk ke dalam ya?" Tanya Evelyn berada di luar pintu kamar utama. Tapi tidak ada jawaban dari si empunya kamar. 

“Uncle J, masih tidur ya? Kok nggak ditanggepin sih?” Tanpa menunggu lama, Evelyn pun segera masuk ke dalam karena memang saat ini pintu kamar tersebut sedang tidak terkunci. 

‘Oh ternyata, Uncle sedang mandi toh. Pantesan nggak ada jawaban..’ Batin Evelyn saat mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. 

Tidak berapa lama kemudian, keluarlah sosok yang ditunggu-tunggunya dari dalam kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk yang melilit di pinggang seksinya dan dalam kondisi shirtless. Alias bertelanjang dada. 

“OMG, seksi banget…” Teriak Evelyn histeris menyaksikan pamannya yang sedang bertelanjang dada tersebut, tanpa malu menutupi rasa kagumnya itu. Evelyn segera beranjak ke arah pamannya dan mencoba menyentuh roti sobek sixpack punya pamannya itu. 

“Astaga, Evelyn kendalikan dirimu sayang…” Ucap Jaydeen yang merasa kikuk akibat ulah keponakannya tersebut. Ya gimana coba, Evelyn bukan bocah imut yang dikenalnya dulu, tapi sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat cantik, imut, dan menggemaskan. Jaydeen yakin, pasti banyak pria di luar sana yang mengagumi kecantikan keponakannya itu. Mengingat hal itu, membuat Jaydeen merasa iri dengan mereka. 

“Hehehe, sorry.. Sorry uncle. Abisnya nih tangan reflek. Yaudah deh, uncle siap-siap dulu. Aku tunggu sarapan di bawah ya. Bi Fatma udah nyiapin sarapan soalnya..” Evelyn pun segera pamit undur diri dari hadapan pamannya tersebut. Kalau berlama-lama, Evelyn takut imannya akan goyah. 

***

 

"Eve.. Evelyn.. Evelynnnnnn" teriak sahabatku tepat di telingaku.

"Apaan sih, berisik tau Bell. Aku kan disampingmu, nggak perlu teriak juga kali.." Evelyn pun menyahutnya dengan wajah sebel. 

"Abisnya kamu sih. Dipanggilin bukannya nyahut. Malah asyik senyum sendiri, memangnya ada apaan sih?" Tanya Bella sahabatnya dengan penasaran. 

"Nggak ada apa-apa. Aku cuma teringat uncle ku saja.." Jawab Evelyn dengan tersipu malu.

"What??? Hello, Evelyn. Kamu tuh tiap hari juga ketemu paman kamu. Masa sampai senyum-senyum gitu sih, jangan-jangan kamu mikir jorok yaa??" Goda temanku sambil menyentil pipiku yang memerah karena ketahuan memikirkan yang iya-iya.

"Hemm. Memangnya kalau teringat uncle yang sedang shirtless itu jorok ya Bell?"

"Ya ampun, Eve. Ya iyalah. Dia itu paman kamu, Eve. Sadarlah sayang. Tapi memangnya badannya sebagus itu ya, Eve. Sampai kamu senyum-senyum sendiri gitu?"

"Bagus banget, Bell. Roti sobek gitu. Gila. Aku baru sadar, uncle ku itu udah ganteng, badannya bagus, kaya, pokoknya manusia sempurna di mata aku.."

"Eve, jangan bilang kamu jatuh cinta sama paman kamu sendiri. Eve, ini nggak benar. Kamu harus buang jauh-jauh pikiran kamu itu.."

"Bella, aku tuh cuma mengagumi uncle ku. Masa iya sih aku cinta sama uncle ku sendiri. Aku pun tau diri lah, Bell.."

"Nah, itu kamu tahu. Oh ya, teringatnya paman kamu itu nggak punya pacar apa? Usianya udah 33 tahun kan. Aku sih nggak percaya, dia nggak punya pacar.."

"Nggak tau sih, cuma selama ini uncle nggak pernah bawa perempuan mana pun ke rumah. Dan ku harap itu tidak akan pernah terjadi. Aku takut uncle lupa sama aku, nggak sayang lagi sama aku.."

"Eve, kamu nggak boleh gitu. Pamanmu juga harus punya kehidupannya sendiri. Memangnya kamu mau, pamanmu seumur hidup sendirian? Nggak mungkin kan.."

"Mungkin saja. Lagian uncle nggak sendirian kok, selalu ada aku yang menemaninya.."

"Gila kamu. Kamu itu keponakannya. Nggak bisa memuaskan hasrat laki-lakinya. Makanya, paman kamu sangat membutuhkan pasangan hidup. Iya kali, dia sama kamu gituan?"

"Kalau bisa, kenapa nggak?"

"Gila... Gila.. Gila.. Fix sudah. Kamu jatuh cinta dengan pamanmu sendiri, Eve.." Bella pergi dengan sebelumnya menggeplak kepalaku dulu.

"Sialan kamu Bella!!!" Umpatku sambil merintih kesakitan.

*** 

 

"Hai uncle.. Aku pulang," sapaku pada uncle yang sedang duduk santai di sofa sambil menyeruput kopi kesukaannya.

"Hai sayang, tumben cepat sekali kamu pulang. Kamu bolos ya?"

"Enak saja. Tadi itu dosenku nggak hadir uncle..." Aku menghampiri uncle ku dan duduk di sampingnya sambil menyandarkan kepalaku di pundaknya.

"Hem.. Okay. So, why do you look so happy by the way?"

"Uncle, boleh nggak aku tanya sesuatu dan uncle harus jawab jujur, boleh ya?"

"Tergantung, kalau yang aneh-aneh, uncle tidak akan mau jawab..."

Seketika ku lihat wajah uncle ku berubah kaku seperti takut aku menanyakan hal yang dia takutkan.

'Apa aku urungkan saja niatku bertanya tentang perasaanku ya? Kayaknya uncle nggak senang deh. Tapi, kalau tidak sekarang kapan lagi?' Batinku.

"Iiihh, uncle kok gitu sih. Dengerin dulu pertanyaanku. Ya.. Ya.. Ya..?" Wajahku memelas.

"Iya.. Iya.. Bawel deh, memangnya apa sih yang mau kamu tanya?"

"Uncle, kalau seandainya aku suka sama uncle gimana?"

 

*** 

 

Deg...

'Ada apa dengan Evelyn? Kenapa dia bertanya begitu? Mungkinkah..'

"Kamu kan memang suka uncle dari dulu. Kalau nggak, mana mungkin kamu semanja ini sayang.." Jawabku seakan mengelak dengan jawaban yang dia mau.

"Idih.. Uncle. Bukan gitu, aku tuh sukanya sebagai wanita. Gimana dong?"

'Damn.. Tuh kan benar dugaanku. Gimana ini? Kami keluarga. Perasaan ini terlarang' batinku menolak perasaan Evelyn.

"Eve, ya nggak gimana gimana. Itu hanya perasaan kamu saja, mungkin karena kita sering bersama jadinya kamu ngomongnya aneh gini. Uncle yakin kok, kamu itu sukanya sama yang lain. Teman-teman kuliah kamu kan banyak tuh. Emangnya kamu nggak mau suka sama mereka? Uncle lihat mereka ganteng-ganteng loh.." Jawabku sekenanya sambil membelai pipi mulus keponakanku ini.

"Apaan.. Ganteng darimananya, uncle J lebih ganteng 1000 x lipat dibanding mereka. Apalagi kalau uncle nggak pakai baju. Bening-bening gitu lihatnya..." 
Bantahnya.

'Ya ampun nih anak, kenapa wajahnya gitu banget sih. Kecantikannya semakin bertambah-tambah kan jadinya, jadi pengen cium tahu nggak?' Sepertinya pikiranku sedang kacau.

"What?? Evelyn jangan bilang kamu masih keinget kejadian tadi pagi. Kamu nih genit banget sih sayang... Ingatloh kamu ini anak gadis, nggak baik ngomong gitu di depan laki-laki. Nanti mereka bisa salah paham.."

"Uncle.. Aku cuma ngomong gini sama uncle. Uncle kok gitu sih? Emangnya aku keliatan genit banget ya di mata uncle.. Iiihh sebal deh. Jadi gimana, uncle J yang ganteng mau nggak jadi pacar Evelyn?" Tanyanya to the point. Nggak pake ba bi bu lagi.

"Ngaco deh kamu sayang, udah deh. Uncle mau ke kantor. Ingat ya jangan pernah ngomong gitu lagi. Nggak baik, kamu anak gadis sayang..." Aku nggak mau menggubris pertanyaanya dan langsung pergi meninggalkannya yang langsung bengong mendengar jawabanku.

Deg.. deg.. deg..

Kenapa jantungku berdebar seperti ini. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku nggak boleh suka sama keponakanku sendiri. Ini nggak benar...

 

*** 

"Bella.. Bell..." Panggilku dengan teman disampingku ini.

"Hem.. apaan sih Eve? Wajah kamu kok masam gitu, kayak ketiakku?" Ucap Bella berusaha ngelucu tapi garing.

"Ihh masa wajahku disamain dengan ketiakmu sih Bell, makin sebel deh..  Ahhhhh.." Teriakku disampingnya yang ikut mengagetkan orang-orang di sekitar kami.

"Dek. Ini perpustakaan. Jangan ribut. Okay..." Ucap seseorang yang nggak kami kenal.

Sepertinya dia senior kami, terlihat dari warna almamater biru yang dia pakai menunjukkan dia anggota organisasi BEM.

"Uppss.. Sorry kak. Nggak maksud.." Cengirku menanggapi tegurannya.

"Bell, kita keluar aja yuk dari sini. Aku mau cerita nih.." Aku pun langsung menarik tangan Bella secepat mungkin sampai dia hampir terjatuh.

"Iiihh. Bentaran deh, aku mau letak ini buku dulu. Nggak sabar banget sih.." Kesal Bella.

***

 

"Udah keluar nih, cepetan Eve. Kamu mau cerita apa?" Tanya Bella yang sudah nggak sabaran.

"Hikss.. Aku ditolak Bell.. Belum apa-apa aku udah ditolak Bell.." Tangisku tersedu-sedu di bahu Bella.

"Hah?? Maksud kamu apaan Eve? Ngomong yang lengkap dong, jangan tahu-tahu nangis gini. Lihat nih bahuku, sudah basah karena ingusmu!" Kesal Bella yang membuatku makin nangis sejadi-jadinya.

"Huaaaa.. Bella judes amat sih. Sahabatku enggak sih Bell? Sedih nih aku.." Ucapku kesal.

"Isshh.. Nih anak. Kalau bukan sahabatku, udah diceburin noh di pancuran! Yaudah cepetan ceritanya. Yang jelasss!" Tekan Bella.

"Kemarin. Aku bilang ke uncle J kalau aku suka dia. Sukaaaa banget..." Ucapku.

"Teruss, kamu ditolak langsung gitu?" Tanyanya.

"Iya. Langsung ditolak tanpa ba bi bu. Uncle bilang kalau aku ngaco, dan dia malah bilang nggak mungkin. Terus aku dibilang genit lagi.." Jawabku sambil menautkan tanganku.

"Kok bisa? Genit dimananya coba?" Tanya Bella penasaran.

"Uncle bilang aku genit. Karena aku cerita kalau aku lihat dia lagi telanjang dada dan itu keren banget. Eehhh, dianya langsung bilang nggak baik anak gadis bilang gitu dan langsung pergi gitu aja.." Ucapku kesal membayangkan kejadian kemarin. Rasanya malu banget. Tapi mau gimana lagi.

"Eehhh.. Geblekk.. Ya iyalah paman kamu bilang genit. Kamu sih, ngomong nggak pake disaring dulu.." Jawab Bella dan langsung menggeplak kepalaku.

"Aww.. Sakit Bell. Kira-kira dong kalau geplak, heran deh. Tapi ya mau gimana lagi Bell. Udah terlanjur juga.. Aku malu banget tahu.." Ucapku dan menundukkan wajahku melihat rerumputan yang ada di bawah kakiku seakan rumput pun sedang mengejekku.

"Oalah Eve.. Eve.. Aku nggak tahu mau bilang apa. Dengan kamu nembak pamanmu saja, itu udah salah besar. Nggak pantess, tahu nggak Eve. Emangnya nggak ada laki-laki lain yang bisa kamu taksir selain paman kamu?" Tanya Bella dengan menatap mataku nanar.

"Namanya juga sudah suka Bell. Aku nyaman banget dengan uncle ku, sampai-sampai duniaku hanya terisi olehnya. Nggak sempat lihat yang lain Bell. Karena uncleku saja gantengnya udah pake banget.." Ucapku sambil tersenyum malu.

"Although loneliness has always been a friend of mine, I'm leavin' my life in his hands
People say I'm crazy and that I am blind, and how he got me blind is still a mystery
I can't get him out of my head. Don't care what is written in his history. As long as he's here with me. I don't care who he is, where he's from. I don't care what he did. As long as he loves me…" Ungkapku tulus tentang perasaanku terhadap pamanku sendiri.

"Hemm. Oke. Ini masalah perasaan, aku juga nggak bisa maksa. Tapi gini deh, Eve. Coba kamu tempatkan posisi kamu di paman kamu? Gimana coba perasaannya kalau tau keponakannya sendiri yang dirawatnya dari kecil, bisa suka sama dia sebagai seorang wanita? Apa dia nggak merasa terbebani, Eve?" Ucap Bella tegas.

Terkadang Bella bisa jadi sangat bijak kalau lagi mode serius gini. Nggak heran kalau IP nya 3 koma ke atasss.. Nggak kayak aku yang cuma 3 koma ke samping..  Ehhh, kok jadi curhat.

"Iya sih Bell. Bener sih yang kamu bilang. Aku belum sempat berfikir gitu. Jadi gimana dong?" Tanyaku meminta solusi cemerlang dari dia.

"Nah loh?? Yaudah deh, gini aja.. Aku carikan deh cowok untuk kamu. Nanti ku tanya Jerico, mana tahu dia ada kenalan atau kawan yang kece badai jadi kita bisa double date deh. Okay.." Ucapnya sambil menepuk bahuku memberi semangat.

"Hemm.. Oke deh. Kita coba dulu.." Jawabku seadanya.

***

Mau lihat visual bocil-bocil imut yang berantem karena es krim??? 

Yuk intip yuk 😄

Vanda Margraf versi cilik alias Evelyn Kimberly https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02DQUbShogiWpoHvRkBrMCh7igs2Qsh9S4eAJ4WjoxvqiacSWBZ5Mv75ADu6eQvzf7l&id=112396910269122&sfnsn=wiwspmo&mibextid=VhDh1V 
Dari kecil udah imut https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid022c3gEy1KkXkEeYfqT2tABLtCgH7puWLowbis7dXneM6U6VKmL6B1rrTS63BEepBsl&id=112396910269122&sfnsn=wiwspwa&mibextid=VhDVhD 
Lin Yi as a Revano Amberlyn https://www.idntimes.com/hype/entertainment/amp/kenny-riana/genap-berusia-22-tahun-ini-potret-menawan-lin-yi-sejak-kecil-c1c2-1?page=all#page-2 
https://www.idntimes.com/hype/entertainment/amp/kenny-riana/genap-berusia-22-tahun-ini-potret-menawan-lin-yi-sejak-kecil-c1c2-1?page=all#page-2 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya UFG CH. 4 ~ EASY ON ME
1
0
Warning!!! Area 21+ Cerita ini mengandung konten dewasa, diharapkan pembaca bijak dalam membaca. Tidak disarankan bagi yang belum cukup usia. Happy reading guys 💋 “I had good intentions, and the highest hopes. But I know right now, it probably doesn't even show. Please, go easy on me, uncle..”I was still a child, I didn't get the chance to feel the world around me. I had no time to choose, what I chose to do. So go easy on me…  Ucapku lirih dengan menatap matanya.Entah ada hal apa. Tiba-tiba, uncle meraih wajahku dan menempelkan bibirnya di kedua kelopak mataku. Dia mengecupnya dengan lembut. Membuat air mataku kembali luruh.Hei, Eve. Lihat aku. Aku tidak merasa terbebani sama sekali. Tapi, uncle butuh waktu untuk mencerna semua ini. Kamu bisa mengertikan sayang? Ucapnya tulus tanpa ada niatan untuk menyakitiku.Aku tertegun mendengar jawaban uncle. Mungkinkah dia juga memiliki rasa yang sama denganku. Entah setan apa yang merasukiku, dengan sedikit keberanian yang ku miliki, aku bisa melakukan hal segila ini. Aku meraih wajahnya dan mencium bibirnya secepat kilat. Aku telah mencium pamanku sendiri. Entah ini bisa disebut ciuman atau tidak, tapi ini yang pertama bagiku.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan