
Jaya begitu tidak sabar menghadiri undangan Nugroho, yang bertempat di balai desa Asri. Ketika malam tiba, ia pun langsung mendatangi tempat itu. Namun ternyata, kawannya yang bernama pak Toni malah mengajak melakukan sebuah ritual, sebagai pembukaan acara di balai desa.
BAB VI
Ritual Pak Toni
Hawa panas dari uap setrika, tidak menghalangi penciuman Jay merasakan aroma dedaunan, dan butiran pasir kecil yang tertiup angin. Samar-samar dari balik jendela, kedua aroma itu masuk bersama debu-debu tipis yang menggelitik hidung.
Sesaat Jay menghentikan aktivitasnya, untuk mengusap hidung yang terasa gatal, sambil memandangi pekarangan rumah.
Jay memperhatikan, daun-daun kering dari pohon seberang rumah yang nampak beterbangan tertiup angin, lalu jatuh perlahan. Tiupan angin juga membuat rerumputan tinggi saling bergesekan, hingga menciptakan bunyi gemerisik.
Dari kejauhan, Jay mendengar suara dering bel sepeda yang ditekan berkali-kali. Karena penasaran, Jay langsung menoleh ke arah kanan, dan menunggu sepeda itu lewat di depan rumah. Tidak lama kemudian, munculah dua anak laki-laki yang saling beradu kecepatan memacu sepeda. Tawa mereka begitu riang, hingga tanpa sadar membuat senyum kecil merekah di bibir Jay.
Setelah kedua anak itu lewat, jalanan pun kembali sepi. Dan kini terdengar bunyi kicauan burung yang terbang bebas kesana-kemari mencari tempat hinggap. Sambil memperhatikan burung-burung itu, mata Jay mendadak teralihkan oleh hijaunya dedaunan yang terkena sinar matahari.
Bias cahaya nya telah menciptakan kemilau bak berlian di atas pepohonan. Membuat Jay terpana, hingga pikirannya pun kini tenggelam dalam suasana damai di sekitarnya.
Jay, menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Dalam benaknya Jay merasa tidak pernah paginya sehidup ini.
Bunyi langkah kaki ringan, dari depan rumah membuat Jay seketika menoleh kembali ke arah jalan. Rupanya ada dua orang anak kecil yang sedang asyik berjalan kaki, sambil menarik balon terbang.
Dilihat dari postur tubuh mereka, tampaknya kedua anak itu masih menginjak usia balita. Mereka saling bergandengan satu sama lain, sambil mengobrol dengan suara yang begitu pelan. Cara bicara mereka terdengar belum begitu lancar, namun ajaibnya mereka tetap bisa memahami satu sama lain.
Hembusan angin yang begitu kencang, tiba-tiba datang menyapu jalanan depan rumah Jay. Membuat kedua anak itu mengerang panik, lalu berusaha mempertahankan balon di tangan mereka.
Si anak balita laki-laki nampak berhasil menahan balonnya, namun sayang usaha temannya si balita perempuan gagal. Balon gadis kecil itu pun langsung terlepas dari tangan, lalu terbang bersama angin.
Gadis kecil itu langsung merengek, sambil berlari mengejar balonnya. Namun tetap saja, ia tidak berhasil memegang balonnya kembali.
Tangisan pun pecah dari gadis kecil itu, ia terlihat hanya bisa pasrah sambil berjongkok di pinggir jalanan.
Temannya si balita laki-laki, terlihat langsung berusaha menenangkannya. Namun karena usahanya tidak berhasil, bocah kecil itu pun langsung mengedarkan pandangan, berusaha mencari balon yang terbang tadi.
Rupanya balon itu tersangkut di pohon pekarangan rumah Jay.
Dengan sikap berani, bocah itu pun nampak meyakinkan si gadis kecil jika ia akan kembali membawa balonnya. Ia lalu langsung pergi menerobos masuk pagar rumah Jay, melalui sela-sela yang tidak begitu sempit bagi tubuhnya.
Sesampainya di dalam pekarangan, bocah itu bergegas memanjat pohon dengan penuh keyakinan.
Ia tampak tidak peduli ada semut yang menggigit kakinya, ia juga tampak tidak peduli dengan pohon yang sesungguhnya amat tinggi bagi anak sekecil dirinya.
Di tengah-tengah usahanya memanjat, bocah itu nyaris terpeleset, dan jatuh ke bawah. Namun beruntung, kedua tangannya masih memegang dahan pohon dengan begitu kuat. Ia ayunkan tubuhnya agar kakinya kembali mendekat ke batang pohon, lalu dengan sekuat tenaga, ia kembali memanjat ke atas perlahan untuk mendekati balon yang tidak jauh lagi dari genggamannya.
Tubuh kecilnya mulai terlihat bergetar karena lelah menahan beban tubuhnya. Namun sangat jelas dari sorot matanya, ia tidak mau menyerah.
Dengan satu ayunan tangan, akhirnya bocah itu berhasil mengambil balon yang tersangkut di dahan.
Wajahnya Nampak begitu senang, hingga ia pun bersorak gembira sambil melambaikan tangan ke arah gadis kecil yang menunggunya di bawah.
Tiba-tiba kaki bocah itu terpeleset kembali, dan kini ia pun terjatuh ke tanah.
Si gadis kecil yang melihatnya langsung menjerit panik menyebut namanya. Namun dengan sigap bocah itu langsung bangkit perlahan, sambil berseru dengan suara kecilnya, jika ia baik-baik saja.
Sambil memegang bokongnya, bocah itu datang menghampiri si gadis kecil dengan membawa balon biru di tangan kirinya.
“Ini balonnya…”
“Udah jangan nangis lagi…”
Gadis kecil itu langsung tersenyum ceria, ketika si bocah menyerahkan balon lalu mengusap air mata dari pipi tembamnya.
“Eh!? Mas Jay!?”
“Saya baru tahu, mas Jay suka anak-anak!!”ujar seorang wanita tampak terheran-heran dari seberang jalan.
“Anak-anak?”ujar Jay dalam hati dengan perasaan bingung.
Jay pun langsung menoleh penuh tanya ke arah wanita itu, sambil memperhatikannya. Ia pandangi wanita bertubuh tambun, yang kini mengenakan daster berwarna kuning dengan motif bunga-bunga.
Jarak ia berdiri sekarang tampak tidak jauh darinya, hingga membuat Jay tersadar akan sesuatu.
“Mas Jay tadi manis banget!! Susah payah ngambilin balon si adek!”
“Udah siap jadi bapak ya?”seru wanita itu bersemangat.
“Maaf bu.. bukan saya yang ambil..”
“Ah!! Kamu ni ngomong apa sih!?”
“Orang jelas-jelas kamu yang ngambil! Gak usah sok merendah gitu deh mas..”balas wanita itu dengan nada genit.
“Om..om…”
Jay bisa merasakan lengan bajunya ditarik pelan oleh seseorang. Lalu dengan sigap ia pun langsung menoleh untuk mencari tahu.
“Makasih ya..udah ambilin balon Dita..”ucap seorang gadis kecil berambut panjang, dengan tersipu malu.
Seketika Jay langsung terperanjat, begitu mengetahui dirinya kini sudah berada di luar rumah. Ekspresi wajahnya yang bingung dengan mata terbelalak, membuat kedua anak kecil di depannya pun ikut terkejut.
“SEJAK KAPAN AKU DISINI!??”
“BAGAIMANA AKU BISA DISINI!?
Hanya dua pertanyaan itu yang kini terus berputar di kepala Jay.
“Om..makasih ya..”
“Kami pulang ya om..”ujar si bocah laki-laki mendekat perlahan, lalu mencium punggung tangan Jay, dan diikuti oleh si gadis kecil.
“Adu duh… dek Dita manis banget”
“Jaya! kamu kayaknya udah siap jadi bapak ni!!”seru si wanita sambil menatap gemas.
“Dadah om!!”seru kedua anak kecil itu, lalu berbalik meninggalkan Jay sambil bergandengan.
“Eh!! Bentar! Bentar!”
“Kok ada bau gosong ya!!?”
“Apa saya lupa matiin kompor!??”seru si wanita tiba-tiba, lalu menoleh dengan panik ke arah rumah hijau yang ada di belakangnya.
“BUKAN BU SANTI! ITU BAU SETRIKAAN SAYA!!”Seru Jay tersadar, lalu buru-buru masuk ke rumah karena meninggalkan setrika yang masih menyala.
Akhirnya malam yang ditunggu-tunggu telah tiba. Namun sayang, Jay kini malah tidak bersemangat karena kemeja putih kesayangannya telah bolong akibat setrika.
Ia bentangkan kemeja itu di atas kasur, sambil menatapnya sesaat.
Jay tidak habis pikir, bagaimana bisa ia melakukan kecerobohan seperti ini. Terlebih lagi kemeja itu, adalah pakaian yang sebenarnya ia pilih untuk acara malam ini.
Sambil menghela nafas panjang, Jay pun menengok almari yang berada di sebelah kiri kasurnya. Dengan langkah malas, ia buka pintu almari itu lalu membongkar baju-baju yang sudah terlipat rapi. Sebagian besar atasan yang dimiliki Jay hanyalah kaos santai biasa. Sedangkan sisanya adalah kaos tanpa lengan, dan kemeja.
Jay memiliki tiga kemeja lain bermotif garis, namun bentuknya yang sangat formal membuat kemeja itu hanya dikenakan ketika ia bekerja. Salah satu kaos bergambar kelinci tiba-tiba menarik perhatiannya, ia pun langsung menarik kaos itu, lalu mengenakannya sebagai ganti dari kemeja putih.
Setelah selesai, Jay langsung bercermin untuk melihat penampilannya.
Supaya terlihat lebih rapi, maka ia sisir rambutnya perlahan sambil mengatur poni depan yang sudah panjang. Ketika semuanya beres, ia pun menengok ke arah jam dinding, untuk memastikan waktu. Terlihat waktu sudah menunjukan pukul setengah tujuh malam.
Tanpa berlama-lama Jay pun meraih tas selempang mini berwarna hitam, yang tergantung di balik pintu kamarnya. Setelah itu, ia bergegas keluar mengunci pintu rumah dan berjalan kaki menuju ke arah selatan.
Dari kejauhan tampak, sebuah bangunan kayu tradisional berwarna putih, yang dihiasi lampu-lampu gantung di setiap sudutnya. Di area depan bangunan, terlihat sudah banyak orang yang berkumpul disana. Mereka sibuk berbincang-bincang dengan satu sama lain, sementara beberapa orang lainnya fokus mempersiapkan berbagai hal.
Ada yang sedang mengangkat meja, memasang net di meja ping pong, membuat sebuah lingkaran di tanah dengan ranting-ranting kayu. Dan hal-hal lain yang masih belum bisa Jay pastikan, karena jaraknya berdiri belum begitu dekat dengan bangunan.
Semakin langkah kakinya mendekati balai Asri, rasa gugup pun mulai datang menyelimuti Jay.
Jay sama sekali belum pernah berkumpul dengan orang banyak, apalagi mengikuti kegiatan masyarakat sejak pertama kali ia pindah. Ia sedikit bingung, dan sedang berpikir, bagaimana caranya untuk memulai interaksi agar dapat berbaur.
Ia berharap, ketika sampai disana, Nugroho bisa langsung menemukannya.
Dan benar saja, tidak perlu berlama-lama harapan itu terkabul.
Jay mengenali ke empat orang pria, yang kini berkumpul di depan gerbang balai Asri. Mereka adalah anggota tim sepeda minggu paginya.
Sebelum Jay menghampiri, rupanya Nugroho sudah mengetahui kedatangannya terlebih dahulu, dan langsung memanggilnya.
“Oh.. si Jay!!Ayo!! Ayo! Sini!!”seru Pak Toni, yang ikut menoleh ketika Nugroho melambaikan tangan.
“Akhirnyaaa... Jay bisa ikut seru-seruan sama kita!!”ujar seorang pria gundul, yang dulu menjadi teman penjaga stang kiri sepeda Nugroho.
“Ahaha..iya pak..”balas Jay berusaha tersenyum, lalu menunduk kikuk karena menyadari semua orang di sekitar mereka, kini hanya menatapnya.
“Ahahahahaha!!”
“Si Sahrul ini bukan presiden!!”
“Ngapain kamu pakai acara nunduk-nunduk ke dia!?”seru pak Toni, sambil mengusap kepala si pria gundul, di ikuti tawa lepas Nugroho bersama pria lainnya.
“Heh! Gini-gini saya mantan calon ketua RT tau!!”
“Wajar lah..kalau Jay hormat ke saya!”balas pak Sahrul tidak mau kalah.
“Daftar aja gak..dimana mantannya!!?”celetuk pria bertubuh tambun, yang dulu menjadi teman penjaga stang kanan Nugroho.
“Ya dari niat lah pak Beno!! yang penting udah niat jadi calon ketua RT!!”
“Masalah daftar apa gak, ya terserah dong!”
Mereka pun tertawa terbahak-bahak, begitu juga dengan Jay yang tanpa sadar ikut tertawa.
“Oh iya Jay..”
“Karena kamu pendatang baru di acara desa kami..”
“Nanti..kamu wajib ikut ritual dulu ya..”ujar Pak toni lalu merangkulnya.
Dengan tatapan penuh tanya, Jay bermaksud mencari tahu apa yang dikatakan oleh pria itu. Namun sebelum ia sempat bicara, Pak Toni tiba-tiba telah berseru memanggil seseorang.
“Oyy!! Parjo!!”pekik pak Toni pada seorang pria berambut keriting, yang baru saja melewati gerbang balai desa.
“Iya gimana pak Toni??”
“Kabarkan semua orang disini! Kita punya peserta seleksi baru!!”serunya sambil mengguncang-guncang tubuh Jay.
Dengan cepat, pria bernama Parjo itu mengangkat satu tangannya, lalu memberi salam hormat.
“Siap laksanakan!! Pak Toni mau mulai darimana? Adu cerdas? Adu kekua...”
“Heh! Sssstt!! Sssstt!!”
“Anak baru gak boleh tahu kayak apa seleksinya! Pokoknya kamu siapkan aja semuanya!”potong pak Toni memperingatkan.
“Dasar pak tua! gak pernah berubah!!”
“Sukanya bikin ajang pamer diri..sama yang muda-muda!!”celetuk pak Beno sambil menggelengkan kepala.
“Udahlah Jay! kamu gak usah dengerin dia!”
“Mending sini ikut kita aja! Sesat dia itu!”tukas pak Sahrul memperingatkan.
“Heh!! Heh!! Diam kalian!”
“Tidak ada satu tahun pun ritual ini terlewatkan!”
“Semua pendatang baru mesti ikut ritual ini!”
“Ahh!! Bohong itu!! Orang tahun kemaren aja gak ada ritual beginian!”celetuk pak Beno lagi.
“Ya iyalah pak Beno.. kan tahun lalu pendatang barunya cewek!”
“Bukannya ritual! Si pak Toni malah ngajak tu cewek joget heboh!!”seru Sahrul nampak puas.
“Dasar gak inget istri ya pak..”ujar Nugroho menambahkan.
“Heh!! Berani beraninya nyebar gosip!!”
“Wah! Udah mulai nantang ya kamu Nugroho!”seru pak Toni sambil memelototi mereka.
“Dengar ya! Pokoknya ritual ini harus tetep ada!”
“Lagian semua orang di desa kita! Paling suka sama ritual yang saya buat!”
“Saya ini lah yang sebenarnya! Paling berkontribusi memeriahkan acara di balai ini!”tegas pak Toni tak mau kalah.
“Sombongnyaaa...”celetuk pak Sahrul lagi.
“Pak Toni!! Area seleksi fisik udah siap!!”seru Parjo dari kejauhan.
“Nah itu dia!!”
“Ayo mas Jay! Kita let’s go!!”pinta pak Toni bersemangat sambil menarik lengannya.
“Eh!! Eh! Pak! Si Jay belum bilang iya loh!! Kok udah main tarik aja sih!?”keluh pak Beno, sambil mengikuti mereka.
Pak Toni membawa Jay masuk melewati pintu gerbang lalu ia mengarahkannya ke area tengah halaman. Tepat di area tengah, terdapat sebuah meja kayu persegi setinggi perut orang dewasa, yang tidak begitu lebar.
Meja kayu itu, kini sudah dikelilingi oleh banyak orang. Mereka semua tampak berkerumun, sambil bersorak ketika melihat pak Toni mulai mendekat.
“Sabar-sabar semuanya!”
“Sebentar lagi! Kita akan menguji pejantan baru di desa ini!!”serunya, sambil mendorong tubuh Jay ke arah mereka.
Terdengar sorakan dari mereka , yang semakin antusias sambil bertepuk tangan.
Jay perhatikan sebagian besar orang yang berkumpul di sini adalah para pria. Jay menyadari hanya ada empat orang wanita di dalam kerumunan itu, yang kini berdiri tidak jauh di depannya. Ketika Jay melirik gadis-gadis itu sesaat, mereka pun langsung membalas tatapan Jay dengan senyum centil dan genit.
Mulai kikuk, Jay hanya bisa menundukan wajahnya. Ia merasa begitu gugup, karena kini menjadi pusat perhatian di balai itu, bahkan baginya sorakan yang ia dapatkan juga terlalu berlebihan.
Bersambung…
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
