
Ayahnya, ingin Lisa menikah dengan Wvan karena pria ini bisa menyelamatkan perusahaan mereka yang sudah hampir bangkrut.
Lisa awalnya ingin menolak, lagipula dia punya pacar, kenapa harus dia yang dinikahkan, padahal masih ada dua adik perempuannya yang lain.
Sampai ketika dia menemukan fakta bahwa dia bukanlah anak kandung dari keluarga itu, dan dia sekarang dituntut untuk membalas budi.
*POV : LISA*
Aku menuruni tangga, dan aneh rasanya tidak mendengar kakak-kakakku bertengkar satu sama lain, mereka sudah dewasa tapi tetap saja bertingkah seperti anak-anak.
Aku memutuskan untuk pergi ke ruang kerja ayah untuk bertanya tentang mereka dan saat aku mendekati ruangan, pintunya terbuka. Hanya sedikit terbuka, tapi dari sini aku bisa melihat ke dalam dan melihat adik-adikku, Lucy dan Laura, juga kakakku Dika, ayahku dan ada juga ibuku, aku satu-satunya yang tidak hadir di sana karena tidak ada yang memberitahuku ada apa.
“Anak-anak, Ayah harus menyampaikan kabar buruk sama kalian,” kata ayahku dan aku dapat melihat wajahnya khawatir. “Kita bisa kehilangan perusahaan.”
“Kenapa?” tanya Dika, kakakku.
"Terus kita harus gimana?” tanya adikku Laura, matanya sudah berkaca-kaca.
"Aku punya solusinya," kata ayahku dan aku bersiap untuk masuk karena ini adalah musyawarah keluarga. Seharusnya aku hadir, kan?
"Lisa akan dinikahkan dengan anak dari keluarga Dinata."
Saat itu jantungku berdebar kencang dan ibuku yang memegang kenop pintu mulai gemetar saat mendengar namaku.
“Aku pernah dengar bahwa keluarga Dinata sangat kaya,” kata Lucy, yang membuatku sadar kembali.
Ibuku yang sampai saat ini belum berkata apa-apa.
"Masalahnya menurutku Lisa gak akan nerima keputusan itu," kata Dika.
Dan dia memang benar, aku tidak akan menerimanya.
“Kalian harus bantu bujuk dia, kita gak bisa biarin perusahaan kita bangkrut,” kata ayah dengan putus asa.
“Tapi Lisa punya pacar” kata Dika lagi sambil berpikir, “kenapa bukan Laura atau Lucy yang menikah?”
"Pertama, ayah udah pernah bahas ini sama keluarga Dinata, termasuk Evan, dan dia milih Lisa!" jawab Ayah. "Lagipula, kita semua tahu gimana sifat Evan, dia itu brengsek, kalau aja dia bukan anak dari keluarga Dinata, dia cuma bakal jadi berandalan di jalanan. Jadi Laura atau Lucy gak akan dikorbankan. Dan Lisa bukan putri kandung kami, jadi inilah saatnya Lisa harus balas budi keluarga kita karena menghidupinya sampai hari ini."
Aku hampir terjatuh pingsan. 'Mereka bukan orang tua kandungku?' Saat aku melihat ekspresi mereka satu persatu, Lucy dan Laura tampak sangat terkejut, tapi Dika tidak, dia sepertinya sudah tahu tentang ini.
"Dan soal David, pacarnya, ayah juga sudah beresin masalah dia. Ayah nawarin sejumlah uang, dan dia setuju untuk biarin Lisa nikah sama Evan. Lagipula mereka tetap bisa menikah nanti, setelah Evan dan Lisa bercerai. David bilang dia bisa bersikap seolah-olah gak terjadi apa-apa," kata ayah, dan aku tidak percaya pada apa yang aku dengar.
Wajahku basah karena air mataku, aku tidak tahu apa yang lebih menyakitiku, mengetahui bahwa aku bukanlah putri kandung mereka, atau pacarku yang menerima uang dari ayah, dan setuju agar aku menjual diriku demi perusahaan.
Aku tidak percaya bahwa aku bukan putri mereka, sekarang aku mengerti mengapa aku selalu merasa iri pada saudara-saudaraku dan sikap pilih kasih orang tuaku terhadap kami.
Aku berlari kembali ke kamar, dan mengunci diri sambil menangis, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
KEESOKAN PAGINYA, setelah menghabiskan sepanjang malam menangis dan memikirkan apa yang akan aku lakukan, aku bangun dan bertekad untuk bertindak.
Aku belum bisa mewujudkan cita-citaku untuk mengikuti pertukaran pelajar ke luar negeri. Aku sangat ingin belajar di luar negeri. Ayahku punya banyak uang, mereka seharusnya bisa menguliahkan aku dimanapun aku mau, tapi ayah tidak mengijinkannya. Dan sekarang aku mengerti kenapa.
Aku bangun dari tempat tidurku dan memutuskan untuk bersiap-siap dan turun untuk sarapan.
Di ruang makan, hanya ada satu orang yang beberapa jam lalu masih kukira ibu kandungku. Masih sangat sulit bagiku untuk percaya bahwa aku bukan putrinya dan lebih buruk lagi mereka ingin memperlakukan aku seperti barang untuk dijual.
"Selamat pagi." Aku menyapanya dan dia menyadari kehadiranku.
"Selamat pagi putriku, gimana kabarmu pagi ini?” Dia bertanya padaku dengan senyum di wajahnya, seolah-olah tidak terjadi apa pun kemarin.
Jadi aku memutuskan untuk berbicara dengannya seolah-olah aku belum mendengar apa pun. Pada akhirnya aku harus berterima kasih padanya karena telah menerimaku sebagai salah satu anaknya. "Baik bu, tidurku nyenyak. Mana si kembar? Belum turun?"
Perlu dicatat bahwa Lucy dan Laura adalah anak kembar, dan mereka berusia 17 tahun, mereka hampir lima tahun lebih muda dariku.
“Gak lama lagi juga mereka turun. Ada yang harus kami bahas, dan seluruh keluarga harus hadir.”
Aku hanya menganggukan kepala karena aku tahu apa yang ingin mereka bicarakan.
Si kembar akhirnya turun bersama anggota keluarga lainnya.
Sarapan berlalu dengan damai dan setelah itu, mereka meminta kami semua berkumpul di ruang kerja ayah untuk membicarakan masalah keluarga.
Begitu kami duduk, ayahku berjalan ke jendela dengan tangan di belakangnya, kemudian memberi tahu kami. "Saat ini perusahaan lagi bermasalah dan kemungkinan besar, kalau terus begini ..." Dia mendekati tempat kami semua duduk. "Kita bisa kehilangan perusahaan dan kita bisa bangkrut."
Aku mencoba memasang wajah terkejut, karena bagi mereka, aku tidak tahu apa-apa dan satu-satunya hal yang dapat ku katakan adalah, "Terus, kita harus gimana supaya perusahaan kembali pulih?"
"Keluarga Dinata bersedia bantu kita. Bahkan mereka mau nanam saham dalam beberapa proyek kita yang lainnya, tapi mereka minta kamu menikah dengan anak tertuanya."
“Aku?” Pura-pura terkejut adalah satu-satunya hal yang bisa kulakukan.
Adikku, Lucy melangkah maju. "Kami masih di bawah umur, kami belum boleh menikah." Kembarannya menganggukkan kepala pada alasan yang diberikan Lucy.
Semua orang menatapku dengan tidak sabar, menunggu jawaban dariku.
Aku melihat mereka semua, dan berkata, "Oke, aku setuju."
Semua tampak lega dan senang, juga terkejut karena jawabanku. Mereka saling berpelukan, dan kemarahan dihatiku meningkat, namun aku tidak menunjukkan apa pun kepada mereka.
Menurut mereka, ini adalah saatnya aku membalas budi.
"Tapi aku punya syarat," kataku lagi.
Semua orang berhenti saat mereka mendengar kata-kataku karena mereka tidak mengira aku akan meminta sesuatu.
"Aku mau bicara secara pribadi dengan orang yang akan ku nikahi."
Mereka saling memandang, dan ayahku mendekatiku. "Sayang, aku bahkan belum bicara dengannya secara pribadi. Aku baru ngomongin ini sama orang tuanya." Wajahnya menunjukkan tatapan memohon ke arahku.
'Kenapa dia berbohong tentang ini? Kemarin kudengar ayah bilang, Evan sendiri yang memintaku.'
"Bilang sama dia, kalau kami gak bahas ini secara pribadi lebih dulu, aku gak akan setuju sama pernikahan ini." Aku meninggalkan kantor ayahku dan meninggalkan mereka semua dalam kebingungan dan bertanya-tanya mengapa aku ingin berbicara dengan Evan secara langsung.
Jika orang itu memintaku untuk menikah dengannya, maka dia harus menerima permintaanku.
Sebenarnya aku tidak mengenal keluarga itu, aku hanya tahu dari apa yang majalah dan media sosial katakan tentang mereka. Media bilang bahwa mereka sebagai keluarga besar yang kaya dan berpengaruh.
Pikiranku melayang saat mendengar ketukan di pintu kamarku. "Ya?" Aku duduk di tempat tidurku dan melihat kakakku membuka pintu, kemudian mendekat dan duduk di tepi tempat tidur.
"Kenapa kamu begitu tenang soal perjodohan ini? Dika menatapku dengan penasaran. "Kukira kamu bakal nangis,.dan menolak."
"Apa menurutmu kalau aku nangis, itu bisa bikin ayah berubah pikiran?" jawabku.
Dia tidak tahu aku menangis sepanjang malam ketika aku mengetahuinya, tapi sekarang aku sudah merencanakan apa yang akan ku lakukan.
Kakakku biasanya sangat jeli, jadi aku harus mengakhiri percakapan ini secepatnya, "ditambah lagi ayah bilang bahwa itu satu-satunya solusi supaya kita gak bangkrut."
"Aku tahu kamu biasanya selalu mengalah? Tapi ini bukanlah cara yang tepat untuk bereaksi terhadap gagasan yang bisa merubah hidupmu begitu drastis." Dia menatap langsung ke mataku untuk melihat apakah dia menemukan petunjuk tentang reaksiku, dan aku harus memikirkan sesuatu untuk menghindari interogasinya. "Kamu juga punya pacar, bukannya kamu cinta banget sama dia?"
Aku mulai gugup dan aku tidak ingin Dika menyadarinya. "Kamu benar, itu bukan reaksi yang tepat," kataku, lalu bangun dari tempat tidur, dan berjalan menuju pintu kamarku. "Apa kamu mau kita temui ayah dan beri tahu dia bahwa hampir semua uangnya dipakai untuk judi online atas namamu, dan mari kita liat gimana reaksinya."
Dika menyeringai dan menggeleng, lalu bangun begitu cepat. "Kamu gak perlu bertindak ekstrem, adik." Dia tersenyum padaku dengan gugup, kemudian meninggalkan kamarku, tapi sebelum menutup pintu, dia menatapku dan tersenyum lagi. "Kamu selalu dingin dan penuh perhitungan. Besok asisten ayah akan datang untuk antar kamu ke kantor keluarga Dinata, untuk nemuin Evan."
Ketika aku mendengar dia menutup pintu, kegugupanku kembali, dan aku mulai menangis lagi, aku tidak tahu apakah yang ku lakukan benar atau salah, yang jelas suasana hatiku sangat buruk, jadi aku memutuskan untuk tinggal di kamar sepanjang hari sampai besok ketika aku bertemu dengan Evan.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
