
tentang seseorang yang lupa jalan pulang yang sesungguhnya. terus menerus mencari rumah yang telah hilang dalam dirinya. berusaha menetap pada satu tempat yang sesungguhnya bukan tempat yang cocok untuknya. banyak ketakutan yang dia alami membuat dia takut untuk membuka diri. menutup diri terjebak dalam lamunan yang dalam.
ada hal penting yang harus dia lakukan. bagaimana menemukan jalan pulang. bagaimana membuka diri dan menerima diri sendiri.
Suasana kantor mulai sepi dari aktivitas orang-orang dalam mengerjakan semua pekerjaan mereka. dil uar kondisi mulai ramai. Lalu lalang kendaraan, kebisingan yang terjadi akibat aktivitas manusia yang berpindah ke sisi luar. Teriakan, perkelahian, tawa, tangis dan seluruh emosi yang bisa terjadi dalam kondisi apa pun. Terlihat ramai tapi bagiku hanya sebuah kesunyian yang tidak ada arti sama sekali.
“ lu engga balik nih, jangan kerja mulu gaji engga bakalan naik kok “
“ nanti deh jalanan masih macet “
“ lo kan naik Komuter engga ada hubungan sama macet “
“ tapi kan isinya padet gua engga suka, apalagi kalau ada yang tau-tau ngajak basa-basi gua engga bisa “
“ lu sih kaku, udah seperti kanebo kering “ tawa Indra mengejekku
Sudah 2 tahun ku berteman dengan Indra sejak ia bergabung di kantor yang sama. Bisa di bilang kalau Indra adalah orang pertama yang bisa mengenalku dengan baik selama 5 tahunku bekerja di sini. Tidak ada pegawai lainnya yang mau berteman denganku. Bukan karena mereka yang tidak mau, tapi ku berusaha mengurangi interaksi. Ku tidak suka harus berbasa basi dengan orang lain. Niat ku hanya bekerja, lalu mendapat gaji yang akan ku pakai. Bagiku interaksi antara manusia hanya akan membuat ku lalai dengan kewajiban ku.
“ yaudah gua temenin ya, gua juga lagi malas balik “
“ berantem lagi sama Sri ? “ tanyaku
“ ya begitu lah “
Satu tahun mereka menikah, tapi isi pernikahan mereka hanya ada perdebatan. Orang tua sri yang tinggal dengan mereka terlalu ikut campur dengan urusan rumah tangga mereka. terlebih ibu sri yang terlalu banyak menuntut segala hal. karena mereka dari kampung dan terlalu berkata besar membuat mereka memaksa indra untuk memenuhi segala ekspetasi. Bagaimana pun juga Sri harus mendengarkan orang tuanya.
“ namanya juga anak, Sri tetap harus mendengarkan orang tuanya “ kata Indra
Dari awalku selalu menyarankan untuk membawa kembali orang tuanya ke kampung. Tapi sulit karena ia anak satu satunya. Dan mereka juga tidak memiliki banyak saudara untuk bisa menjaga mereka. terlebih mereka sudah cukup tua dan renta. Ku pernah mengatakan untuk menceraikan sri, tapi rasa cinta indra sangat besar. Indra masih akan terus menunggu sampai tiba saat mereka bisa menikmati biduk rumah tangga yang dianggap ideal bagi mereka.
“ harusnya lu bisa buat diri lu untuk di terima oleh mereka “
“ gua sudah berusaha kok, Cuma belum berhasil “
“ ini yang buat gua takut menikah, ada dua contoh nyata di hadapan yang menunjukkan betapa menyeramkan kehidupan “
“ menikah itu menyenangkan kok, setidaknya lu punya alasan untuk pulang kerumah “
Indra terus bercerita panjang lebar dengan segala pembelaannya tentang hubungan setelah pernikahan. Tapi hal itu percuma untuk ku, mau bagaimana pun ia menjelaskan tapi keburukan sebuah pernikahan sudah melekat di hati dan otak ku. Bisa di katakan kalau aku takut akan sebuah pernikahan dan banyak hal yang tidak mengenakan sudah terjadi semasa ku hidup.
“ di luar sana banyak kok yang mempunyai kehidupan indah setelah menikah “ ujar indra
“ iya tau, tapi ku tetap engga bisa. Ada contoh yang terlalu melekat di mata gua tentang buruknya pernikahan “
Apa yang terjadi dirumah menjadi salah stau alasan utama membuatku tidak ingin menikah. Bukan karena tidak memiliki ketertarikan dengan lawan jenis. Tapi ku memiliki trauma yang mendalam tentang buruknya hubungan pernikahan. Mereka sudah menikah selama 35 tahun tapi kehidupan pernikahan mereka seperti sebuah sasana tinju, terkadang seperti ruang rapat yang sedang banyak perdebatan.
“ lu tau sendiri kan bagaimana mereka, makanya gua malas pulang cepat karena bakalan sama saja. Seperti tidak ada kehidupan “
Ku anak kedua dari lima bersaudara. Setelah tamat SMA abang ku memutuskan untuk kuliah di luar kota. Ibu mendukung tapi ayah tidak, tapi tetap saja ia berhasil pergi dari rumah dan menjalani kehidupan bebas seperti yang ia mau tanpa harus melihat terus menerus pertengkaran dua manusia dengan ego mereka masing-masing. Sedangkan ketiga adik perempuan ku sibuk sendiri dengan kehidupan mereka.
“ tidak ada yang dinamakan makam malam bersama di meja makan. Mereka makan masing-masing. Padahal ku sangat ingin makan bersama lalu berinteraksi layaknya keluarga ideal “
Bapak sangat jarang pulang ke rumah, ia lebih memilih tinggal di pabrik. Sesekali ia pulang hanya untuk mengganti dan membawa pakaian baru lalu kembali ke pabrik. Mereka masih terus menjalani kewajiban mereka sebagai orang tua. Ayah masih terus memberikan nafkah ke pada ibu untuk memastikan semua orang makan dengan layak. Meski keberadaannya sangat jarang di rumah. Ibu juga masih terus menjalani kewajibannya sebagai seorang ibu. Mereka layaknya seorang aktor yang memainkan peran sesuai dengan peran yang mereka dapat. Tapi peran terpenting untuk ku sebagai anak mereka sama sekali tidak kudapatkan.
“ lu pernah tanya mengapa mereka seperti itu ? “
“ pernah dan mereka tidak ingin mengatakannya “
Yang aku ketahui kalau mereka dari awal tidak memiliki rasa cinta untuk memulai hubungan pernikahan. Seperti mendapat keterpaksaan. Bagaimana bisa tanpa ada rasa cinta mereka bisa menjalani 35 tahun dan memiliki 5 orang anak. Ayah pernah bilang kalau ia memulai pernikahan untuk membalas dendam ke keluarag besar ibu yang dulu pernah menghinanya. Sedangkan ibu lebih keterpaksaan dari pihak keluarga besar.
“ kalau memang tidak ada rasa cinta seharusnya lu engga ada di dunia dong “
“ ya itu yang aku tidak ketahui, manusia sudah di tebak “
Dalam benakku selalu bertanya, jika dari awal tidak ada rasa cinta, mengapa memaksakan diri untuk menjalani kehidupan pernikahan sampai selama ini sampai punya 5 orang anak. Bukannya memaksakan sesuatu hal itu tidak baik. Entah lah sampai sekarang ku juga bingung harus menjawabnya bagaimana.
“ lantas hal itu yang membuat lu takut menikah ? “
“ sifat buruk mereka ada di gua dan gua juga tidak tau bagaimana cara menyampaikan atau merespon perasaan cinta “
Kehidupan di rumah sangat kaku, mungkin karena itu aku menjadi sekaku saat ini. Tidak tau bagaimana bentuk cinta sesungguhnya. Tidak ada rasa hangat yang bisa dirasakan selama di rumah. Terlalu dingin sunyi sepi meski rumah sedang ramai orang. Kehidupan di rumah hanya untuk beristirahat. Tidak ada interaksi yang menunjukkan hubungan antar manusia. Menunjukkan rasa sayang ke sesama terasa aneh. Ada rasa geli yang menggelitik. Mengungkapkan rasa cinta adalah sebuah hal yang sangat tabu.
“ jadi tidak ada tawa canda di antara kalian ? “
“ rumah hanya untuk istirahat, kami selalu terlihat asik dengan kehidupan luar rumah, tapi setiba di rumah kami kembali ke watak asli sebagai orang yang kaku “
Ku menceritakan semua hal kepada indra, seperti tanda ada rem untuk mengatakan semua hal tanpa ada batasan. Tanpa sadar ku menjadi angat berisik saat itu.
“ sudah lama tidak memiliki lawan bercerita ya ? “
“ maaf kalau ku terlalu berisik “
“ pasti lu sangat kesepian “
Dahulu ku beranggapan kalau ku bisa memberikan hal baik dan mengusahakan hal baik ke orang sekitar, ku bakalan mendapatkan hal yang sama dari mereka. pertemanan menjadi hal penting untuk ku saat itu. Tapi semakin dewasa ku hanya melihat sandiwara yang sangat hebat dari mereka. mereka hanya mencari ku saat mereka membutuhkan ku, terus melupakanku saat mereka senang.
“ dulu waktu kecil ku ingin seperti Naruto yang rela membantu semua orang biar tidak kesepian dan punya banyak teman “
“ lalu “
“ ternyata tidak seperti yang ku harapkan “
Indra mengusap kepala ku dengan tangan kanannya, terasa lembut dan ada rasa sedikit hangat. Seketika ku terdiam sejenak, lalu air mata ku menetes begitu saja tanpa di perintah. Seketika indra pun menjadi panik
“ eh kok lu nangis, gua ada salah ya, maaf maaf “
“ tolong elus kepala ku kembali, ku mohon “
“ iya baik akan ku elus lagi ya tapi jangan nangis entar dianggap aneh sama yang lain “ sambil kembali mengelus kepala ku
Ku katakan pada indra kalau ku terkadang ku iri dengan orang lain yang memiliki hubungan baik dengan kedua orang tuanya. Ku ingin tau bagaimana rasanya di peluk seorang ibu, atau di puk-puk bahu dan di elus rambut oleh ayah.
“ gua terkadang iri kalau melihat kedekatan seorang anak dengan ayah dan ibunya. Gua sudah lupa bagaimana rasa hangat mendapat pelukan. Bagaimana lembutnya tangan mereka yang mengelus rambut atau bagaimana eratnya tangan mereka memegang tangan gua. Yang gua ingat bagaimana kerasnya tangan mereka ketika memukul gua. Dari kecil gua sudah menjadi pelampiasan amarah apalagi semenjak abang ku kuliah di luar kota “
Ku ceritakan semua hal kepada indra. Ku lupa kapan terakhir kali ku bisa berbicara dengan sangat lepas seperti ini. Seperti membuang semu beban yang selama ini tertumpuk di sudut ruangan yang enggan di buang. Ku seperti bom yang meledak mengeluarkan seluruh emosi yang ada di benak ku.
“ dari kecil gua ingin mengakhiri semuanya, Cuma gua takut dan rasanya pasti sakit, tapi entah kenapa Tuhan masih membiarkan gua tetap ada “
“ itu tandanya keberadaan lu masih sangat dibutuhkan. Mungkin sebenarnya lu adalah power ranger yang belum menemuka kekuatan sejati “ ujar indra sambil mengelus pundak ku
Seketika ku hannya terdiam tidak bisa merespon candaan yang indra berikan pada ku. Ku hanya terdiam lalu termenung tanoa berfikir apapun. Ku merasa kalau ku terlalu berisik kepada indra karena sudah menceritakan banyak hal tanpa ada batasan. Sudah lama ku tidak memiliki lawan bicara yang bisa merespon ku dengan baik. Meski ku sudah berteman dengan indra cukup lama, mungkin kali pertama ku mencurahkan apa yang selama ini terpendam di benak ku.
“ apa yang kamu pikirkan ? “
“ aku hanya berpikir akan seperti apa hidup ku kelak “
“ berikan telapak tangan ku gini-gini aku bisa ramal karena ku keturunan dukun “
“ serius salah satu orang tua kamu dukun ? “ tanya ku dengan semangat
“ iya, ibu ku tuh dukun di kampung “
“ dukun apa ? “
“ dukun beranak hahahaha “ tawa indra
Kami tertawa bersama. Dukun yang ia maksud adalah dukun beranak atau di sebut juga bidan. Ku terlalu bersemangat bertanya ke indra untuk meyakinkan diri apakah ia benar- benar keturunan dukun. Lalu ia menarik tangan ku dan membalikkan ke arah telapak tangan. Lalu seolah olah sedang membaca garis tangan ku
“ kau akan memiliki istri yang pintar masak. Punya sepasang anak yang menggemaskan. Hidup sampai tua dengan santai dan mendapatkan kekuatan yang tepat sebagai power ranger “ jawabnya
Ku kembali tertawa dengan perkataannya. Ku tau kalau indra berusaha menghibur ku agar ku tidak larut dalam rasa sedih yang panjang.
“ gimana lu masih sedih kah “
“ kayaknya hidup gua selalu menyedihkan hahaha tapi gua sudah biasa dengan hal itu “
“ terus lu masih mau di kantor nih engga pulang “
“ mau pulang kemana ?, gua engga punya rumah. Yang gua anggap rumah bukan rumah bagi gua “ jawab ku
“ yaudah kalau gitu gua balik duluan ya lu bisa telepon gua kalau lu perlu teman buat cerita, engga semua hal bisa di diamkan. Ada kalanya sebuah ksiah harus di ceritakan “
Indra bangkit lalu mengambil tas nya. Lalu pergi meninggalkan ku sendiri di ruangan sepi dan sunyi. Sebenarnya tidak terlalu sunyi karena masih ada suara alat ketik yang sedang dipakai. Beberapa staff ada yang masih mengerjakan pekerjaan mereka. sedangkan ku hanya duduk tanpa melakukan apa pun. Ku sedang menunggu untuk saatnya ku pulang ke rumah.
“ eh mas Dhani masih kerja “
“ engga pak saya lagi nunggu jalanan sepi aja males pulang buru buru “
“ mau saya buatkan minuman kebetulan saya mau ke dapur bikin kopi “
“ engga perlu pak “ pak surya pun berlalu meninggalkan ku sendiri. Tak lama dia datang kembali membawa segelas teh hangat.
“ Di minum pak ini teh dari kampung saya, istri saya yang racik sendiri lo “
Ku pegang gelas tersebut dengan kedua tangan ku. Terasa hangat dan sangat nyaman. Ku lupa kapan tangan ku mendapatkan rasa hangat dan nyaman. Yang ku ingat hanya sewaktu kecil ku masih di genggang tangan ku oleh orang tua ku. Meski hanya sesaat rasanya menyenangkan. Sejujurnya ku sangat merindukan masa kecil ku.
“ wah enak banget nih hujan hujan minum yang hangat “ ujar indra
“ loh engga jadi balik lu ? “ tanya ku
“ di luar hujan dan gua engga bawa jas hujan, kayaknya gua disuruh buat nemanin lu “
“ mas indra mau saya buatkan minum juga nih “
“ boleh deh yang kayak mas dhani ya pak kelihatannya enak tu “
Tak lama pak surya membawakan segelas teh dan beberapa makanan ringan. Lalu mereka berbincang banyal hal sedangkan ku hanya menyimak apa yang mereka katakan. Dengan jarak umru yang cukup jauh tapi hal hal yang mereka bicarakan sungguh beragam. Sepertinya indra memiliki hal yang tidak ku miliki. Indra dengan mudahnya bisa akrab dengan orang. Sedang kan ku hanya dianggap aneh sampai banyak yang tidak mau berteman dengan ku. Sepertinya hanya indra yang tetap bertahan mau berteman dengan ku.
“ bapak kalau hujan sore gini jadi ingat sama anak karena suka jemput dia di bimbelnya. Anak bapak suka kalau pulang waktu hujan “ ujar pak surya
Pak surya kembali menceritakan kisah anaknya yang dulu sangat dekat dengannya. Sekarang anaknya sudah jauh karena harus ikut dengan suami nya setelah menikah. Ku sangat iri dengan anak pas surya. Ia mendapatkan kasih sayang yang melimpah dari pak surya tanpa harus di minta. Sedangkan ku yang selalu berusaha mendapat perhatian malah diabaikan.
“ semua orang tua pasti berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya, tapi caranya terkadang berbeda. Tapi niatnya sama “ sambung pas surya
“ dengar tu apa kata pak surya “ sambung indra dengan meledek
Pak surya pamit kepada kami karena ia harus berkeliling untuk memastikan ruangan kantor yang tidak di gunakan terkunci dengan baik.
“ gua iri dengan anak pak surya mendapatkan perhatian yang lebih banyak tanpa harus meminta. Sedangkan aku harus cari perhatian meski di nilai berlebihan “
“ yaudah jadi anaknya pask surya gih sana “
“ ya mana bisa kayak gitu “ jawab ku dengan ketus
Sepertinya suasana rumah pak surya terasa hangat dan menyenangkan. Sangat berbeda dengan rumah ku yang spi tanpa ada interaksi yang baik antar orang yang ada dirumah.
“ dari pada berharap dengan rumah pak surya, kenapa tidak bikin rumah sendiri seperti yang lu mau “
“ maksudnya apa “
“ ya menikah bikin satu keluarga sendiri lalu ciptakan rasa yang ingin kau dapat “
Seketika ku terdiam dengan perkataan indra. Bukan tidak ingin menikah tapi ku takut kalau ku hanya akan mengulangi apa yang sudah orang tua ku perbuat kepada ku. Ku takut melakukan hal yang sama. Mengabaikan orang di sekitar dan membuat keluarga yang sama seperti keluarga ku.
“ jangan takut, asal lu berjanji kepada diri lu sendiri untuk tidak melakukan perbuatan yang sama. Pasti lu bisa menciptakan rumah yang ideal untuk lu “
Indra mengatakan pada ku kalau rumah bukan sekedar sebuah bangunan atau tempat berlindung. Rumah bisa di artikan tempat aku harus pulang. Pulang ke tempat yang bisa membuat ku menjadi diri sendiri. Pulang ke tempat yang bisa menerima ku dengan sebenarnya. Rumah yang terpenting adalah diri sendiri. Bagaimana ku bisa menerima semua hal yang baik dan membuang hal buruk, agar bisa menciptakan rumah yang ideal.
Ku sedikit kahet dengan perkataan indra. Tak disangka dibalik sosok yang jenaka dan selalu jadi badut di kantor. Indra bisa berbicara dengan sangat dewasa dna juga kalimat yang sungguh menyentuh.
“ lu lagi keserupa setan bijak ndra ? “ tanya ku
“ haha engga dong, lu lupa kalau gua lulusan psikologi, memahami manusia bukan sebuah hal sulit untuk gua hahaha “ Seketika indra tertawa sambil membanggakan dirinya.
“ dhan ada satu hal yang harus lu tau. Rumah bukan sekedar bangunan, rumah bisa juga seseorang yang bisa menerima kita, yang bisa buat lu jadi diri sendiri tanpa harus berpura pura, makanya jangan kaku banget mulai berteman dengan bener. Tidak semua orang jahat kok, buktinya gua orang baik kan “
“ iya lu baik meski rada bego “
“ kalau itu udah bawaan lahir hahahaha “
Indra mengatakan pada ku kalau manusia tidak bisa hidup sendiri terus menerus. Kita membutuhkan manusia lainnya untuk mewujudkan hal yang ingin di wujudkan. Membangun koneksi bersama untuk membangun rumah yang ideal lalu hidup bahagia dengan nyaman.
“ tapi engga bisa, gua takut akan melakukan hal yang sama, gua takut nantinya hanya meneruskan rasa sakit ku dan mewariskan ke anak ku kelak “
“ berarti lu nya yang harus pulang, lu sudah main terlalu jauh “
“ maksudnya gimana “
Diri kita juga adalah rumah untuk diri sendiri. Yang menahan kita dari berbagai hal yang tidak baik. Menempah kita untuk menjadi yang lebih baik. Karena yang tau kita dengan baik ya diri sendiri. Diri ku adalah rumah untuk jiwa ku yang lara.
“ pelan pelan saja untuk mulai menerima diri sendiri jangan terlalu di buru “
Ku kembali terdiam dengan perkataan yang sangat panjang oleh indra. Hal itu membuat ku kembali merenungi banyak hal. ku terlalu sibuk mempertanyakan kenapa dan mengapa.
“ ku ada pertanyaan nih. Hewan apa saja yang membawa rumahnya ? “
“ ini candaan atau pertanyaan bener yang harsu dijawab dengan bener “
“ ya jawab aja sesuai dengan hati lu “
Ku menjawab kura kura dan siput laut. Indra lalu tersenyum dan seketika mulai berpikir . Ia menghela nafas dan ia memegang pundak ku
“ kau tau kan siput laut yang sering dijual di Sd sewaktu kecil “
“ iya tau, lalu “
“ dari kecil mereka hidup membawa cangkang yang mana itu adalah rumahnya, tapi setiap mereka semakin besar mereka akan mencari cangkang baru dan meninggalkan cangkang lamanya. Tau apa artinya ? “
“ engga emang apa “
“ itu artinya mereka tidak akan pernah puas dengan apa yang mereka telah dapat. Semakin bertumbuh mereka membutuhkan cangkang baru untuk diajikan rumah. Itu tandanya mereka tidak akan pernah puas dengan apa yang mereka dapat “
“ terus kura kura gimana sama saja kan “
“ kura kura selama hidupnya mereka hanya hidup dengan tempurung yang sama. Tidak ada kesempatan untuk mengganti tempurung baru. Artinya apa mereka menerima tempurung mereka sebagai rumah. Meski langkahnya lamban tapi mereka menikmati setiap momen yang terjadi “
Ku tanya apa hubungan antara siput laut dan kura kura. Indra menjelaskan semua dengan sangat panjang dan terperinci. Ku menunggu hal apa yang akan ia katakan selanjutnya.
“ intinya adalah bagaimana kita menerima sesuatu apapun itu. Kita analogikan kalau hal tersebut adalah tempat kita akan pulang. Rumah yang selama ini lu cari bukan sekedar sebuah bangunan melainkan bagaimana cara lu bisa menerima hal apapun dan menikmati semua dengan baik. Apapun kondisi yang sedang terjadi di diri lu maupun lingkungan lu harus bisa menerima hal tersebut dan membuat semua kembali baik. “
Seperti sedang tertampar dengan kata demi kata yang indra sampaikan pada ku. Banyak hal yang sudah kulalui tapi baru kali ini ku sadar kalau ku sudah sangat jauh dengan diri sendiri. Ku tidak berusaha membuat rumah menjadi tempat yang menyenangkan sesuai dengan yang ku harapkan. Selama ini ku hanya membiarkan rumah menjadi tempat yang buruk malah menjadi lebih buruk lagi. Ternyata ku membuat hal yang buruk menjadi semakin buruk.
“ bagaimana lu paham kan apa yang ingin gua sampaikan “
“ ya gua paham kok, makasih ya “
“ iya makanya nikah biar punya temen buat berbagi cerita, engga mungkin gua terus yang temani lu cerita kan hahaha “
Kami kembali tertawa dengan sangat lepas. Apa yang indra katakan sudah membuat ku sadar. Tak selamanya hal buruk akan terus menjadi buruk. Seharusnya ku membuat hal buruk menjadi lebih baik. Rumah bukan sedekar bangunan tempat berlindung, melainkan tempat dimana bisa bersama orang yang kita sayangi yang bisa menerima kita untuk menjadi diri sendiri.
“ gua balik ya udah di cariin sama sri, kangen katanya “
“ haha ya deh balik sono gua juga bentar lagi balik nih. Makasih ya “
“ santai sudah tugas seorang teman untuk menyadarkan temannya yang sedang tersesat “
Indra bangkit dan mengambil tasnya lalu pergi meninggalkan ku. ku masih terus duduk sambil menatap jalanan yang mulai sepi di depan. ku mulai mencerna semua perkataan Indra dengan baik. dalam hati ku katakan semoga suatu saat ku menemukan rumah yang sebenarnya ku inginkan.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰