
Bagaimana kalau kamu menemukan video syurmu di sosial media? Galih cuma beruntung wajahnya tak terlihat di kamera. Tapi Galih justru penasaran pada sosok Alda, perempuan yang gemar prank orang dengan mengajak mereka dalam konten video dewasa.
Gang Mentawai tersembunyi dibalik kompleks perkantoran di Jakarta Pusat dan segala yang berada di sana pada malam hari jelas memiliki tujuan sama : bersembunyi untuk sesuatu yang ilegal.
Sekilas, semuanya nampak biasa saja. Ruko berjajar, rolling door setengah tertutup, pria berbadan besar minimal berjumlah dua orang berjaga di teras sambil merokok, berbincang dan sesekali meneguk minuman keras murahan yang mereka beli dari salah satu warung di wilayah itu.
Walau kadang bau pesing, alkohol dan jalan becek dengan genangan air hujan yang membuat wilayah ini nampak kumuh. Justru mulai tengah malam, rata-rata mobil kelas menengah yang lewat.
Fortuner putih ini salah satu pengunjung pertama. Pengemudinya pria tua paruh baya yang sudah tak punya tujuan lain dalam hidup selain bekerja setia pada tuannya untuk gaji dan bonus yang luar biasa, asalkan ia bisa tutup mulut pada setiap kegiatan tuannya yang duduk dibelakang. Pria gemuk pendek dengan setelan serba mahal dan dasi yang telah ia longgarkan karena mencekik leher pendeknya.
Si supir sudah diperintahkan untuk mengunjungi blok J6 nomor 71. Tak sulit bagi pria tua itu untuk menemukannya karena langganan bosnya memang blok J6, entah itu nomor 71-72, nomor 88A atau nomor 95. Karena ia pun sudah melihat sendiri bahwa di rumah inap yang itu, mereka punya wanita paling mahal, jelas paling seksi, paling cantik dan pilihan. Wanita-wanita penghuni situ kabarnya selalu datang memakai masker, hoodie serta pakaian serba tertutup. Si supir dengar dari penjaga kantin wilayah tersebut yang kerap jadi satu-satunya teman bicaranya, kebanyakan di rumah singgah itu memiliki member model ternama atau artis baru. Percaya sih dia, karena semua gadis yang bisa ia lihat ketika ia mengintip dari luar, betul-betul mulus dan cantik. Tak ada cacat maupun cela. Tak heran bossnya sampai pernah mengeluarkan uang 50 juta untuk service beberapa jam saja.
"Parkir di tempat biasa aja ya pak. Kalau mau makan minum, ambil. Nanti saya bayar." Bossnya merapikan pakaiannya dan memakai sebuah topi sebagai alat penyamaran paling baik yang bisa ia gunakan.
Si supir memarkirkan mobilnya di depan sebuah kantin luas. Bising musik dangdut house serta lampu tumblr warna warni bersinar terang menjadi ciri khasnya. Si boss segera turun tanpa bicara apapun lagi. Tak lama sang supir pun turun lalu menuju kantin untuk memesan kopi dan indomie seperti biasa.
Kantin Kenanga itu sebenarnya tak beda jauh dengan warteg selain dari kursinya yang sangat banyak. Pada siang hari, kantin ini ramai dengan karyawan kantoran yang berlangganan karena memang satu porsi makanan disini cukup murah walau letaknya berada di lingkungan kantor dan ruko yang padat. Satu porsi makanan berupa nasi, lauk, sayur, sambal dan teh manis bisa didapat hanya lima belas ribu saja.
Biasanya kantin itu kosong, karena semua orang sibuk memuaskan nafsu mereka di rumah inap pilihan masing-masing. Kalau hanya seorang supir seperti dirinya paling lebih memilih tidur di mobil atau bagi para supir muda biasanya ditraktir rumah inap yang murah oleh bos mereka untuk turut mengikuti nafsu duniawi dan sebagai sogokan tutup mulut.
Namun malam ini ada seorang pemuda yang duduk di pojok ruangan kantin. Pemuda jangkung dengan kaos kelabu lengan panjang dan jeans biru yang terlihat mahal. Ia terbiasa membantu usaha laundry anaknya, sedikit banyak tahu lah soal jeans yang abal-abal dan mahal. Penampilan pemuda itu menunjukkan kalau ia orang yang berkelas.
Mata elang pemuda itu sibuk menatap laptop yang ia letakkan tepat di depannya. Disampingnya, ia membawa tas ransel hitam besar. Terisi penuh seolah dia baru kembali dari pulang kampung. Tak ada salahnya si supir ngajak ngobrol pemuda itu. Lagipula ia terlihat bukan seperti orang jahat.
"Maaf, gak ngamar mas?" Tegur pak Supir dengan cengiran lebar, seraya duduk di meja sebelah tempat pemuda itu duduk.
Si pemuda menoleh singkat padanya, tersenyum, lalu buru-buru menutup laptopnya dan menghadap si bapak, "hehe nggak pak. Saya nunggu temen."
"Oalah, udah lama?"
Dia menekan tombol power di Samsung A51 nya untuk melihat jam yang menunjukkan angka 00:41.
"Udah sejaman sih. Paling sebentar lagi juga balik. Nah, Bapak sendiri ngapain di sini?"
Si bapak tersenyum lagi mendengar suara pemuda ini, terdengar ramah dan sepenuhnya sadar. Luar biasa, dia bisa masuk ke sini bahkan tanpa tersentuh alkohol. Padahal hampir semua orang seumuran pemuda itu yang biasa pak supir temui pasti dalam keadaan sama, mabok dan kurangajar padanya, "saya nganter bos saya aja."
"Oh gitu," angguk si pemuda.
Tak lama kopi dan indomie rebus pak supir datang. Pak Supir berbasa basi menawarkan dan si pemuda cuma mengangguk. Tak seperti tadi yang cukup tenang, si pemuda kali ini tampak was-was dan melihat ke sekitar berkali-kali.
"Sabar aja, nanti juga balik temennya." Kata si bapak menenangkan. Pemuda itu cuma tersenyum sedikit namun kemudian pak supir itu tahu, jelas bukan temannya yang sedang 'ngamar' lah yang pemuda itu tunggu.
Karena suara sepatu heels yang berdetak di teras kiri kantin membuat kedua pria itu menoleh ke sumbernya. Si pemuda otomatis menegang di tempat seolah ia mau langsung melompat.
Sosok yang sedang berjalan itu adalah seorang wanita. Tubuhnya tak terlalu tinggi, tapi bentuk tubuhnya bagus dan berisi. Ia memakai dress panjang biru ketat yang terbuka tiga kancing atasnya membuat dadanya menyembul begitu saja.
Rambut panjang bergelombang berwarna hitam legam itu dibiarkan tergerai, bergoyang indah sesuai irama berjalannya. Semakin gadis itu mendekat, semakin terlihat wajahnya yang bulat dengan proporsi nyaris sempurna, mata lebar, hidung mancung, bibir yang tebal dibalut lipstik merah matte. Dia melenggang santai dan tampak tak terlalu provokatif jika dibandingkan dengan standar berpakaian gadis-gadis rumah inap yang biasanya serba minim.
Gadis itu bergerak menuju kasir dan baik si pak supir maupun sang pemuda tahu bahwa ia memesan pop mie.
"Jangan melotot. Matamu keluar nanti." Ledek si pak supir, melihat pemuda disampingnya yang tadinya super kalem ini mendadak terlihat seperti kelaparan. Yang disindir langsung tersenyum sipu. Ia segera memasukkan laptopnya ke tas, lalu meminum sisa teh manisnya.
"Loh loh loh mau kemana Mas?" Tegur si bapak melihat pemuda itu berkemas.
"Duluan ya Pak." Angguk si pemuda sopan.
Si bapak tak mengenakan kacamatanya sehingga ia tak yakin apakah yang dilihatnya adalah betul. Karena si gadis itu mendadak bersikap seduktif, duduk di meja dengan tegap dan memasang ekspresi menggoda pada pemuda yang kini berjalan cepat kearahnya.
"Bayarin." Kata gadis itu sesaat setelah si pemuda menghampirinya dan langsung mengeluarkan uang dua puluh ribuan lalu meletakannya ke meja kasir.
"Pak, itu mie nya buat bapak aja ya." Kata si gadis dengan suaranya yang lembut.
Kemudian si gadis dan pemuda itu malah pergi ke jalanan. Pak supir masih memperhatikan mereka sampai sepasang sejoli itu benar-benar menghilang di salah satu gang.
Pak supir cuma bisa menggeleng. Memang tak ada yang bisa ia anggap benar dan salah dari kelakuan semua orang di tempat ini. Yang salah justru dia yang masih berpikir bahwa tempat ini punya sisi lain yang suci. Termasuk pekerjaannya yang diharuskan bungkam dari segala kegiatan maksiat si bos dari introgasi istri bos yang kerap curiga. Ya, pekerjaannya juga tak suci-suci amat.
Pak supir itu mengedikkan bahu, yang penting bisa makan, batinnya, lalu menyuap sesendok kuah indomie kari ayam yang hangat.
*
Taman di Hambali Garden Apartemen tak pernah seramai ini sebelumnya. Kabar menyebar secepat kilat ketika ada penggrebekan pejabat ibukota yang sedang pesta obat-obatan terlarang bersama sejumlah wanita bayaran.
"Ada-ada aja ya." Seorang ibu kebaya oranye membuka bahan bicara dengan dua orang kawannya yang juga memakai kebaya serupa, karena mereka sedang menunggu jemputan untuk ke acara pernikahan.
"Iya, kasihan istrinya katanya lagi berobat jalan kanker." Sahut kawannya.
"Ngeri banget! Itu laki-laki padahal udah punya segalanya. Tapi masih aja berulah."
Suara rendah mereka mendadak dikalahkan orang lengkingan cempreng yang membuat mereka kompak menoleh ke arah lobi.
"Yang mau beli token jangan lupa hubungi saya!" Sesosok pria muda berambut kribo dengan mata kecil itu menerobos kumpulan ibu-ibu sambil memberikan flyer a4 dengan desain asal yang cuma bertuliskan
SEDIA TOKEN,
HUB YONGKI CELL
HAMBALI GARDEN APARTEMEN
LT. 35
VIA WA AJA
PEMBAYARAN OVO GOPAY LINKAJA
BOLEH NGUTANG ASAL COD DAN PENGHUNI HAMBALI GARDEN MINIMAL SELAMA 6 BULAN.
OKEH?
"Isi pulsa token, paket data, bayar Bpjs di Yongki aja ya gaes. Iya sama-sama." Kata pemuda itu lagi saat melemparkan 5 flyer nya sekaligus ke para remaja yang tengah berkumpul samping kolam renang. Tentunya di jaman sekarang semua orang telah terbiasa dengan beli apa pun secara online. Semua orang di apartemen kelas menengah ini pastinya punya mbanking dan e-wallet masing-masing, sehingga jasa dia takkan banyak dibutuhkan.
Kegiatannya ini bermaksud menyibukkan diri, karena di apartemen ini dia menumpang di unit temannya dan dia masih belum juga dapat pekerjaan yang sesuai passionnya di bidang fotografi.
Yongki masih menyebarkan flyer nya ke semua orang yang ia temui sampai stok nya habis diberikan ke sekeluarga penghuni lantai empat yang hendak piknik di rooftop.
"Hubungi Yongki only ya pak!" Seru Yongki sesaat sebelum lift tertutup, disambut acungan jempol si bapak namun tatapan aneh dari anak dan istrinya.
Yongki tinggal tak jauh dari lift karena memang hanya ada satu akses lift yang spesial bagi apartemennya, rencananya ia mau print beberapa lembar lagi flyer lalu keluar. Namun unit apartemen tipe penthouse nya itu nampak ada kehidupan.
Yongki melepaskan sendal dan meletakkan asal di rak. Ia menelusuri lorong untuk ke dapur, mengambil gelas lalu minum air dingin dari dispenser yang baru saja dia upgrade ke versi bottom loading water. Dilihatnya seluruh kitchen set nuansa black silver di segala sudut nampak bersih tak seperti biasanya. Piring bersih, alat dapur rapi, bekasnya sarapan mie selepas subuh tadi pun sudah tidak ada di atas kompor. Suara musik Kodaline - All I Want sayup terdengar meyakinkannya bahwa seseorang telah pulang.
Dari dapur ia melewati kamar pertama, kamarnya yang tertutup rapat dan tentunya masih rapi karena semalam ia tidur di ruko Blok J. Ia turun tiga anak tangga untuk mencapai ruang tengah dimana ada sebuah sofa dan beberapa bean bag yang menghadap ke tv LED raksasa dengan latar belakang akses langsung balkon menatap laut utara Jakarta.
Ia melangkah lagi ke lantai dua tepat di sebuah kamar yang hanya terbuka sedikit. Tapi ia menendang pintunya sambil berteriak, berencana mengagetkan sobatnya. Namun kamar nuansa biru muda itu kosong. Berantakan dengan baju berceceran dimana-mana lengkap dengan beberapa snack dari minimarket yang masih tersisa sedikit dan musiknya kini terdengar jelas ke sekeliling ruang karena rupanya si empunya kamar menyetel lagu cukup keras.
"Galih? Saka? Pradipta? dimana lo?" Labrak Yongki dengan panggilan penggalan dari nama lengkap kawannya Galih Saka Pradipta. Ia langsung lompat di kasur megah milik kawannya yang jelas lebih besar dan lebih empuk dari kasur miliknya.
Selain itu Galih juga memiliki TV sendiri, kamar mandi yang punya bathtub, walking closet dan lemari pendingin minuman penuh berisi minuman manis beragam rasa layaknya orang berjualan di supermarket.
Yah, bagaimana pun juga Yongki tak bisa iri. Masih untung ia punya kawan keren seperti Galih yang memiliki 'teman dekat' seorang janda pengusaha properti ternama Anita Rizky Hambali, yang juga pemilik dari seluruh properti Hambali group baik dari apartemen, mall, restoran, club sampai vila yang ada di wilayah asri.
Sebagai balasan dari Galih untuk nyonya Anita, itu sudah jadi rahasia umum antar mereka berdua. Apa imbalannya ketika seorang wanita tanpa suami mau memberikan beratus-ratus juta untuk seorang pemuda tampan? Yongki tak perlu membuka kembali situs video dewasa langganannya untuk menjawabnya.
"Itu kaki lo udah dicuci belom? Main naik aja ke kasur gue." Sebuah suara berat terdengar dari arah kamar mandi. Tak lama Galih muncul dengan handuk putih terlilit di pinggangnya.
"Widih," Yongki segera duduk dan memicingkan mata melihat bekas merah di leher dan dada Galih yang membuatnya tersenyum nakal, "gimana? Lo ketemu sama cewek itu lagi kan semalem?"
Galih membuka lemari dan memakai kaos merah dan celana pendek hitam yang terdekat yang bisa diraihnya. Ia memakai pakaian tanpa menunjukkan ekspresi, "ya." Jawabnya singkat.
"Terus terus? Lo berhasil dapet kontak dia dong?"
Galih menjemur handuknya di jemuran alumunium pendek beralaskan keset kotak-kotak, "nggak." Benda sederhana itu terlihat ganjil di antara segala perabotan mahal di seluruh sudut rumah ini.
"Lah kok bisa? Bukannya itu tujuan lo?"
"Dia gak mau ngomong."
"Ya kali bro? Lo pasti tidur lagi kan sama dia, trus lo gak bisa ngomong gitu?"
"Nggak." Galih lanjut duduk disamping Yongki dan membuka dorito keju yang ia ambil dari ransel hitamnya. Masih tanpa ekspresi yang membuat Yongki semakin gemas.
"Duh elah. Gini gini... Pertama lo ketemu sama dia trus lo kena prank dia, trus video lo muncul di akunnya dia. Lo cuma beruntung sih di gang itu gelap, jadi muka lo ga keliatan. Malem kemaren lo mau nemuin dia lagi buat kenalan sama dia, tapi lo malah bilang dia ga mau ngomong sama orang yang bikin konten sama dia. Lo udah bilang lo mau maksa dia dan sekarang malah berakhir kayak gini? Jadi empat kali lo ketemu sama dia lo ya cuma tidur doang dong gak ada peningkatan apa-apa?"
Temannya itu hanya sibuk mengunyah dorito. Tanpa jawaban, Yongki sudah mengerti kalau semua tuduhannya berarti betul.
"Lo gak paham," Kata Galih, "yang pertama, gue merasa dijebak karena dia diem-diem ambil video waktu kita ngelakuin itu. Yang kedua, gue udah berusaha intimidasi dia tapi gue kalah. Dia bener-bener gila sih brutal banget."
Yongki mencomot serauk dorito milik Galih, "ya lo cemen, makanya kalah!"
"Terus, di pertemuan berikutnya dia malah kasih rules. Dia gak mau gue atau dia ngomong hal lain. Like... Ini beneran cuma sebatas gituan doang. Yang gue gak habis pikir adalah gue sebenernya gak mau kalah lagi. Tapi dia beneran gila. Paham gak sih lo?"
"Haduuuh mantap itu sebenernya," sesal Yongki, "gue juga bingung. Di sosial media dia udah konfirm kalo dia cuma lakuin itu sekali aja sama orang asing trus pindah ke orang asing lainnya. Tapi dia lakuin ini sama lo terus menerus, bahkan dia belum upload video apa pun lagi loh sampe sekarang."
Galih mengedikkan bahu, langsung tersirat kembali di benaknya kala pertama ia bertemu gadis bernama Alda itu.
Dia hanya sedang dalam kegiatannya menunggui Yongki di rumah mampir yang biasa. Yongki punya cukup banyak uang untuk menyewa perempuan dari pekerjaan sampingannya membantu Galih dalam banyak hal, tapi Galih sudah meminta Yongki untuk berjanji kalau ia hanya akan mengunjungi rumah singgah itu maksimal sebulan sekali sebagai antisipasi kesehatan sobatnya.
Malam itu ia duduk di teras depan rumah singgah blok J2. Ia tengah bercengkrama dengan dua orang preman penjaga yang wajahnya sangar namun ternyata baik hati.
Pertama kali dia bertemu Alda, gadis itu mengenakan baju kantoran biasa. Kemeja peach, rok span putih, rambutnya yang indah itu dibiarkan terurai, heelsnya masih menggunakan heels merah yang sama seperti di video-video prank lainnya. Galih belum menyadari bahwa Alda adalah seorang seleb sosial media yang terkenal dari konten prank dewasa.
Alda tak mengenakan banyak riasan untuk wajahnya. Karena kulit sawo matangnya itu bersih, mengkilat terlihat sehat, dia cuma pakai pemerah pipi sedikit dan lipstik warna merah marun untuk melengkapi penampilannya. Galih mengira Alda mungkin keturunan seseorang berdarah Arab atau India terlihat dari mata besar nya yang cokelat dan dalam. Alisnya tebal, nyaris menyatu. Mungkin bukan keturunan langsung, tapi nenek atau kakeknya sehingga menurunkan kondisi fisik yang membuatnya mempesona.
Alda hanya lewat dihadapan mereka, ternyata gadis semungil itu sangat dihargai oleh para preman dan dibiarkan lewat tanpa godaan usil. Alda juga menanggapi mereka dengan sama ramahnya.
Empat menit setelah Alda tak terlihat di ujung jalan, Galih pamit untuk beli kopi ke kantin. Di tengah perjalanan itul ah dia melihat Alda tengah berada di salah satu gang paling sempit. Gadis itu duduk diatas kardus samping tempat sampah besar. Merokok dengan santai.
Galih mau mengabaikannya, andai waktu itu Alda tak melambai dan berbisik minta tolong.
"Kenapa Mbak?" Tanya Galih menghampirinya. Mereka di tengah gang sepi yang gelap dan lembab. Alda mengulurkan jemari lentiknya yang kemudian ditarik oleh Galih hingga gadis itu bangun.
Tinggi Alda dengan heels ternyata hanya seleher Galih. Dari tempatnya Galih bisa mencium aroma rambut Alda yang wangi bunga. Entahlah, dia tak hapal jenis dan wangi bunga. Tapi yang jelas wanginya ini sangat enak, memberi kesan manis dan membuatnya agak limbung.
Jari Alda mulai bermain ke leher Galih yang langsung membuat pemuda itu merinding, "tolong pilih, kiss or slap?"
"Maksudnya?" Pertanyaan seperti ini tak asing di telinga Galih. Biasanya dilontarkan oleh seorang gadis cantik yang memasang kamera tersembunyi untuk mendapatkan konten kontroversial di sosial media. Galih tak suka tipe konten seperti ini, tapi dia tahu semuanya dari Yongki sobatnya.
"Pilih. Cium gue atau tampar gue? Kalau lo gak pilih, artinya lo membiarkan gue memilih untuk lo."
"Gue gak suka ikutan yang kayak gini." Pria itu melihat ke kanan kiri, pintar sekali dia sampai Galih tak melihat keberadaan kameranya.
"Please ... " Galih tak mempersiapkan diri ketika si gadis mungil ini mendadak mendorongnya hingga membentur dinding bata yang tak rata.
Ada sedikit cahaya lampu jalan yang menerangi wajah gadis itu.
Galih mendengar kesungguhan dari rengekan dia. Kata please dan tolong yang diucapkannya seolah dia benar-benar mau meminta bantuan. Seolah-olah jawaban Galih akan jadi penentu jalan hidupnya atau apa.
"Maaf, saya gak ... "
Rupanya gadis itu tak menerima opsi penolakan. Segera saja dia menggunakan sedetik dimana Galih membuka mulutnya, dia sumpal dengan bibirnya sendiri.
Udaranya direbut oleh gadis itu. Galih tertekan si manis yang berjinjit agar bisa terus melahap bibirnya, dia mendadak kehilangan akal yang harusnya bisa memberi pilihan yang sehat ; dorong perempuan itu, banting dia, lempar dia, pasti tak akan sulit.
Namun ciumannya terlanjur menelusup dalam ke mulut Galih. Kedua tangan Alda tak bisa diam, mengusap pipinya, rahangnya, ke dadanya, hingga akhirnya Galih menyerah pada logikanya sendiri.
Dia memeluk pinggang gadis itu, menunduk agar Alda tak terlalu pegal. Membiarkan malam itu dirinya bertaruh pada reputasinya karena sebentar lagi videonya pasti akan tersebar di sosial media.
Betul kata Yongki, Galih beruntung karena malam itu tak punya pencahayaan yang cukup baik hingga wajahnya tak nampak di kamera. Alda juga menuliskan itu di caption videonya di sosial media.
'Malam dengan pencahayaan terburuk tapi dengan service terbaik'
Yongki yang mengikuti akun Alda Agustira, tahu bahwa seharusnya Alda akan pindah tempat untuk konten berikutnya. Tapi keisengan Galih untuk mengunjungi tempat itu tanpa Yongki malah berbuah pertemuannya dengan Alda yang berikutnya dan berikutnya.
"Dia pasti punya masalah." Gumam Galih yang melamun, tak sadar dorito-nya telah habis dimakan Yongki .
"Who cares bro?" Yongki menjilati bekas bumbu keju di jarinya.
"I do care. Gue akan ketemu dia lagi malem ini."
"Halaah," ledek Galih, "paling lo udah ketagihan kan sama dia? Nanti mah selipin duit deh bro kasian dia kalo ngegratis mulu sama lo."
"Nggak, nggak. Malem ini gue akan pastiin dapet info lebih dari dia. Lebih dari sekedar ciuman yang bikin gue setengah gila."
"Ya ya ya," sahut Yongki tak acuh.
***
***
Hmm apakah bener si Galih cuma penasaran sama Alda atau beneran ketagihan ya? ๐คฃ
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
