"Kamu hamil, Hinata?"
Hinata menggelengkan kepalanya kencang. "Tidak bu, sungguh aku tidak hamil."
"Jangan berbohong pada ibu."
"Hinata benar bu."
"Lantas hubungan kalian sudah sejauh mana?" Naruto dan Hinata tersentak, mereka saling pandang seolah mempertanyakan maksud dari ibunya dan itu tak luput dari pandangan Kushina maupun Minato yang masih diam memperhatikan.
"Ibu melihat bercak kemerahan di leher Hinata." Sontak saja pernyataan tersebut membuat keduanya menegang dan jangan lupakan wajah mereka berdua yang sudah merah pekat. Ah, rasanya mereka ingin menenggelamkan diri di kutub utara sampai beku.
"Eeuumm ... ini digigit nyamuk. Ahahaha iya nyamuk." Tawa hambar Hinata mengudara lalu ia mendelik ke arah Naruto, pria itu menggumamkan kata maaf dan tersenyum menyebalkan di matanya.
Hinata sangat kesal kepada Naruto, ia sudah beberapa kali mengingatkan jangan memberikan tanda di sana, namun pria itu tak menghiraukannya sedikitpun. Pria itu tetap asik menghisap leher jenjang Hinata dan turun menuju dada bagian atasnya.
"Nyamuknya kuning hem?" Hinata semakin menunduk dalam dengan sebelah tangan yang mengusap lehernya.
"Itu memang perbuatanku." Semua orang menoleh ke arah Naruto, "Tapi aku bersumpah Hinata tidak hamil. Kita tidak pernah melakukannya." Serunya dengan suara semakin lirih di akhir. Hal yang memalukan ketika perbuatan tidak baikmu kepergok oleh orangtuamu sendiri. Sementara Minato, ia mengulum senyum melihat kedua anaknya yang panik.
Kushina mendadak lesu, ia kemudian menyenderkan kepalanya di bahu Minato. "Ah, sayang sekali. Padahal aku sudah ingin menimang cucu."
Lagi-lagi pernyataan absurb yang keluar dari bibir ibunya itu membuat Naruto dan Hinata saling menatap tak percaya. Apa mereka tak salah dengar?
Apalagi melihat ayahnya yang malah terkekeh di samping ibunya. Pria baya itu merangkul istrinya dan menepuk-nepukkan tangannya di lengan Kushina.
"Sudahlah Kushina. Kalau sudah waktunya kita akan mendapatkan cucu."
"Kapan? Aku sudah kesepian di rumah sebesar ini." Jujurnya. Mengingat selama ini ia sering sendiri di rumah besar itu membuatnya bosan. Minato sibuk dengan pekerjaannya dan Naruto sibuk dengan kuliahnya dan mengelola hostel. Hanya ada asisten rumah tangga yang menemaninya disana.
"Kita nikahkan dulu mereka, baru kita akan punya cucu."
"Tunggu. Ibu dan ayah tidak marah?"
"Untuk apa kami marah?"
"Bukankah ibu akan menjodohkanku? Apa mungkin yang akan ibu jodohkan denganku adalah Hinata?"
"Eh? Untuk apa ibu menjodohkanmu?"
"Tadi siang di telepon ...."
"Selain terlalu percaya diri, kamu juga tukang nguping hem? Untuk apa ibu menjodohkan anak sepertimu? Yang ada nanti ibu yang malu dengan calon menantu dan calon besan ibu."
Naruto mendengkus, "Asal ibu tahu, aku ini pria populer, banyak gadis yang mengantre untuk dapat perhatianku."
"Ya ya ya... tapi ibu yakin mereka tidak akan tahan setelah tau sifat aslimu yang begitu kekanakkan." Cibir Kushina.
"Aku tidak seperti itu."
"Apakah tidak kekanakkan ketika ada masalah malah kabur melarikan diri hem? Ibu jadi kasihan dengan Hinata, dia bahkan menyetir sendiri kesini." Kushina melengos, lalu atensinya beralih kepada Hinata. "Kakimu baik-baik saja Nak?"
"Ah iya. Sudah membaik bu."
"Sudahlah Kushina. Yang penting sekarang semuanya baik-baik saja kan?! Naruto juga tidak seburuk itu. Dia anak baik, tampan dan mandiri seperti ku."
Naruto kembali mendengkus, "Itu tidak membantu. Ayah hanya memuji diri ayah sendiri."
"Ahahaha maaf, ayah terbawa suasana."
Naruto memutar bola matanya malas, "Jadi benar aku tidak dijodohkan?"
"Tentu saja."
"Lalu siapa yang ibu bicarakan di telepon? Dan bawa-bawa aku yang masih jomblo?"
"Oh itu, ibu bertelepon dengan mikoto...
...
Ketika Kushina sedang sibuk memasak di dapur, ponselnya berbunyi tanda ada panggilan masuk. Melihat nama yang tertera di layar ponselnya, senyumnya mengembang lalu dengan segera mengangkatnya.
"Hallo Mikoto."
"Hallo Kushina. Bisakah besok kau menjemputku ke tempat arisan?"
"Tentu saja bisa. Nanti aku akan menjemputmu."
"Terima kasih. Aku sungguh kerepotan karena supirku cuti, sementara aku tidak diperbolehkan menyetir sendiri. Fugaku begitu overprotektif."
"Tidak masalah. Kita kan teman. Fugaku begitu juga karena dia begitu mencintaimu kan?!"
"Benar juga. Bagaimana kabar Naruto? Apa dia masih sendiri?"
"Ah anak itu ya? Kalau mengingatnya aku jadi merasa kasian padanya. Dan tentu saja Naruto jomblo. Malah sudah sangat lama, semenjak.... ya kau tau lah."
"Aku tidak menyangka akan selama itu. Aku harap semoga Naruto segera mendapatkan gadis yang baik. Apa tidak coba untuk menjodohkannya saja? "
"Dijodohkan ya? Hhmmm...."
"Baiklah lupakan kalau kau ragu. Ngomong-ngomong Aku juga sedang mencoba menjodohkan anakku. Itachi dengan Izumi. Karena aku melihat mereka begitu cocok ketika dipertemuan pembukaan produk baru Uchiha Corp kemarin. Bagaimana menurutmu?"
"Sepertinya mereka cocok. Cantik dan tampan."
"Semoga saja. Aku tidak sabar ingin menimang cucu, lagipula Itachi sudah mau masuk kepala 3. Tapi aku ragu untuk membicarakan ini padanya. Aku takut dia menolaknya dan marah pada ibunya ini."
"Tenang saja. Jika dia mencintai ibunya, dia pasti akan menurut. Ini juga untuk kebaikan mereka berdua kan?!"
"Ku harap begitu. Terimakasih Kushina sudah mau mendengarkan kegundahanku.
"Tidak masalah. Kita ini kan teman."
"Kalau begitu aku sudahi dulu, sebentar lagi suamiku akan pulang untuk makan siang. Sampai nanti."
"Baiklah. Sampai nanti."
...
"Oh jadi begitu.... Ternyata memang aku yang terlalu percaya diri."
"Makanya bertanya dulu jangan asal menyimpulkan. Lagi pula waktu ibu ingin berbicara denganmu, kamu malah memilih menghindar dan pergi ke kamar."
Naruto tertawa sumbang, "Aku sedang pusing dan akan tambah pusing jika ibu membicarakan perjodohan."
"Tahu gitu aku tidak akan menyusulmu kemari." Gumam Hinata namun masih terdengar oleh Naruto.
"Segitu gak relakah jika aku dijodohkan hem?" Naruto menggoda Hinata dengan menaik turunkan alisnya. Namun tak lama ia meringis menahan sakit akibat cubitan sayang di perutnya sebagai jawaban dari godaannya.
"Eh, tapi bukankah nyonya Mikoto sudah punya cucu ya? Anak dari Sasuke?" Tanya Hinata penasaran, karena tadi menyimak ucapan ibu Naruto kalau Ibu Sasuke ingin menimang cucu.
"Hah? Sasuke? Kapan dia menikah? Mikoto tidak pernah berbicara pada ibu." Kushina sungguh kaget mendengarnya, seingatnya Sasuke sedang menjalani pendidikan di luar negeri dan belum menikah. Bahkan Minato yang sedari tadi hanya diam pun memusatkan seluruh atensinya pada Hinata, penasaran dengan apa yang baru saja ia dengar.
Hinata melirik ke arah Naruto meminta bantuan, untuk kali ini sepertinya ia salah bicara. Ia yakin pasti Sasuke belum memberikan kabar pada keluarganya. Naruto mengerti, ia kemudian membantu Hinata menjelaskan semuanya yang ia ketahui. Awal mula Shikamaru yang dititipi balita yang ternyata anak Sasuke, hingga keberadaan Sakura yang waktu itu sedang berada di rumah sakit akibat kecelakaan.
"Tapi ingat, ini rahasia. Jangan bilang pada siapa pun! Biarkan Sasuke yang memberitahukan sendiri pada keluarganya." Ucap Naruto mencoba mengingatkan kepada orang tuanya dan diangguki oleh keduanya.
Minato melirik jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul 11 malam. "Sudahlah ini sudah malam, semuanya juga sudah jelas kan!? Kami tidak mempermasalahkan hubungan kalian. Justru kami sangat senang dengan berita ini. Jadi segeralah kalian pergi tidur."
"Baiklah. Terimakasih Ayah dan Ibu sudah merestui hubungan kami." Minato dan Kushina hanya mengangguk sembari mengulas senyum. "Kalau begitu, ayo Hinata kita tidur!" Naruto menarik tangan Hinata untuk mengikutinya. Sementara Hinata yang masih kebingungan hanya bisa bergerak kikuk.
"Heh anak nakal! Siapa yang mengijinkanmu tidur bersama hem?" Kushina menegur dengan menjewer telinga Naruto, hingga pria itu mengaduh kesakitan.
"Hinata kamu tidur di kamar tamu yah."
"Kenapa begitu? Katanya ibu mau punya cucu. Aku akan mengabulkannya." Seketika mata Kushina berbinar mendengar kata 'cucu', ia akan mengiyakan, Namun tak jadi ketika Hinata menjitak sayang kepala Naruto.
"Cuci otak kotormu itu Naruto!"
Kemudian Hinata membungkukkan badan ke arah Minato dan Kushina, "Ayah, ibu, aku permisi dulu." Hinata berlalu meninggalkan ketiga orang di sana yang melongo dengan tingkahnya.
Tak lama Naruto menyeringai, awas saja aku akan memberikanmu pelajaran karena sudah memukul kepalaku. Tunggu aku nanti malam sayang!
.
.
.
Bersambung....
Terimakasih untuk yang sudah setia membaca, vote dan comment.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ