PAMIT [CERITA III]

1
3
Deskripsi

“Kamu sadar Rin, bahkan saat Arisa gak ada di sini isi kepala kamu selalu dia. Aku tahu, tapi selalu pura-pura bodoh, dengan harapan suatu hari kamu bakal lihat aku, atau memang aku-nya bodoh.” Kekeh ku, setelah menyadari kebodohan selama ini.

Halo, aku kembali lagi dengan “Cerita III” dari “Pamit”. Dari 3 cerita yang sudah di upload, “Cerita III” ini yang paling aku suka, hehehe, semoga tema-teman suka juga ya :)
Untuk cerita ke-3 ini, mungkin agak mengambang dan gantung, karena aku ada rencana untuk...

“Jangan memulai hubungan dengan orang yang belum selesai masalalunya.” Tulis quote yang sering lewat di media sosial.

Terlambat, aku sudah terlanjur memulainya. Kenapa kalian baru mengatakannya sekarang? Kenapa tidak beritahu aku sekitar tiga tahun yang lalu? Jika kalian memberitahuku lebih cepat, aku tidak akan terjebak seperti ini. Kepalaku pusing sekali, memikirkan kisah cintaku yang begitu menyedihkan. Andaikan memikirkan percintaan bisa membuat kaya, mungkin aku sudah kaya raya sekarang.

Ini semua salahku memang, sejak awal aku tahu bahwa Rin masih sangat menyayangi cinta pertamanya. Tapi dengan kepercayaan diri berlebihan yang ku miliki membuatku gelap dan mengabaikan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Aku bahkan begitu yakin, Rin akan segera melupakan cinta pertamanya itu dan sepenuhnya jatuh cinta padaku. 

Setelah tiga tahun lebih berpacaran, jangankan jatuh cinta, dari sekian banyak hal yang kami lewati bersama, ingatan Rin yang paling berkesan tentangku adalah saat kami menangkap kodok sewaktu SD. Aku bahkan masih terjebak di zona penangkapan kodok oleh kekasihku sendiri. Menyedihkan.

 Tadinya aku tidak begitu keberatan dengan Rin yang seperti itu, karena aku pikir Rin butuh waktu lebih lama untuk move on. Hanya saja, enam bulan yang lalu sang cinta pertama kembali lagi di kehidupan Rin yang membuat fokusnya teralih pada gadis itu. Arisa, itu namanya.

“Sebenarnya jika aku harus membandingkan antara kamu Aeri dan Arisa, kamu itu menang banyak. Hanya saja kamu kalah soal mendapatkan hati Rin.” Kekeh Atma. Ingin sekali ku lempar wajah kecoanya itu dengan baskom yang sedang ku cuci. Tapi ku urungkan karena sedang sedih. Aku sedih sekali loh.

“Eh, kamu kalah cantik dan pintar juga sih sebenarnya.” Lanjutnya lagi makin terbahak-bahak. Tanpa memikirkan perasaan sedih ini, baskom yang sedang ku cuci mendarat apik pada wajah Atma. Temannya sedang sedih bukan dihibur malah dikatain, kurang aja memang si Atma ini. Aku langsung pergi dari sana, menghiraukan Atma yang mengeluh kesakitan – salah sendiri.

Gara-gara Atma aku jadi kangen Rin. Mana nomornya di luar jangkauan lagi. Kemana sih Rin? Aku kangen ini. Kalau kamu tidak bisa kangen sebagai kekasih, kan bisa kangen sebagai sahabat, loh Rin. Masa iya kamu tidak kangen dengan bestie mu ini. Hiks, gak mau jadi bestie tapi.

Bestfriend or childhood friends to lover trope itu hanya ada di AU yang kamu baca Aeri. Jadi jangan ngadi-ngadi deh.” Ahhh, kenapa aku malah teringat ucapan Atma beberapa tahun yang lalu. Atma jelek, salah Atma pokoknya. Mau sama Rin!!!

~~~

Setelah beberapa hari tidak memberi kabar, akhirnya Rin kembali. Rin datang ke apartement ku membawa banyak makanan, katanya sih permintaan maaf kerena tidak memberi kabar berhari-hari. Rin juga beralasan sedang ada urusan dan sangat sibuk, sehingga tidak sempat mengabari. Bohong, aku hafal betul ketika Rin sedang berbohong. Lagian urusan apapun yang dia lakukan biasanya akan dilaporkan padaku, itu kebiasaan yang Rin lakukan bahkan jauh sebelum kami menjadi kekasih.

“Urusan yang kamu maksud itu Arisa kan?” tanyaku tanpa basa-basi. Rin terlihat begitu kaget karena aku langsung menembak pada sasaran, dia berusaha untuk membantah namun, langsung ku potong.

“Aku lebih suka kamu jujur, walaupun itu menyakitkan dari pada kamu bohong. Rin tenang saja, Aku ini pengidap masokis emosional.” Ujarku santai, sambil mencomot donat yang di bawa Rin. Ucapanku memang santai dan bercanda, tapi hatiku tidak bisa santai. Rasanya ingin ku telan sekaligus donat-donat di hadapanku, kalau bisa kotaknya sekalian.

“Maaf Aeri.” Hanya itu yang keluar dari mulut Rin. Wajahnya terlihat begitu menyesal. 

Aku tidak suka saat melihat wajah Rin seperti itu. Aku lebih suka melihat ekspresi datar atau nakal yang dibuat-buat, atau wajah marahnya. Wajah Rin yang terlihat bersalah seperti itu membuatku sedih. 

Guna mencairkan suasana, Aku bercerita tentang Atma yang semakin hari semakin tidak waras, aku juga bilang beberapa hari yang lalu aku melempar baskom ke wajah Atma, tentu saja tanpa mengatakan alasan sebenarnya. Rin tertawa mendengar ceritaku yang sebenarnya lebih ke menjelek-jelekkan Atma yang sudah jelek. Rin juga ikut menimpali, dan ternyata Rin punya stock kejelekan Atma lebih banyak dariku. Hehehe Terima kasih banyak ya Atma, walaupun kamu mirip kecoa kamu menyelamatkan kencanku dan Rin malam ini. Bohong kok, Atma sebenarnya ganteng, hanya saja kelakuan dan baunya mirip kecoa.

Kencan kami masih berlanjut dengan bahasan ringan seputar kerjaan, lalu bergibah mengenai rekan kerja, lalu berjulid soal makanan, setelahnya kami memutuskan untuk menonton lanjutan drama korea yang akhir-akhir ini sedang kami ikuti. Aku merasa cukup senang dengan kencan kami kali ini. Sampai ketika Rin tidak sengaja mengatakan bahwa Arisa juga menonton drama yang sama, dan secara tidak langsung mengatakan dia sudah menonton lanjutan episodenya dengan Arisa. Padahal aku sengaja menabung episode agar bisa menontonya bersama Rin. Baiklah Rin, kali ini akan aku abaikan saja ya.

~~~

“Putus aja gak sih?” Aku langsung menatap nyalang pada Atma, yang dibalasnya dengan tatapan tanpa dosa. Memangnya segampang itu putus? Ya, mungkin memang segampang itu. Tapi aku maunya sama Rin, gimana dong?

Bukan tanpa alasan Atma bicara seperti itu. Hari ini aku dan Rin sudah buat janji untuk pergi ke taman margasatwa, rencananya mau zoo date ala-ala drama korea gitu. Tapi satu jam sebelum janji kami, Rin tiba-tiba bilang tidak bisa karena ada urusan. Tentu saja aku marah dan memaksanya bicara jujur. Benar, urusan Rin adalah Arisa – lagi! dan ini bukan kali pertama Rin membatalkan janji tiba-tiba begini.

Karena tidak ingin kesal sendiri, jadilah aku menelfon Atma dan memaksanya untuk menyusul ke taman margasatwa menggantikan Rin menemaniku, sekalian memulangkan Atma kepada orangtuannya – orangutan. Lagian tiket masuknya sudah terlanjur di beli. Iya benar lagi, aku sudah menunggu selama dua jam di lokasi. Memang sengaja pergi sendiri-sendiri, biar vibe zoo date ala drama koreanya berasa. 

Padahal aku sudah membayangkan scenario paling romantis di kepala ku. Gini, Aku berdiri di pintu masuk sambil menunggu Rin, terus dari jauh Rin ngeliatin aku anggaplah dia terkesima, terus tanpa disengaja mata kami bertemu saling tatap-tatapan, nah, background musicnya pakai lagu Aloha by Jo Jungsuk. Romantis banget kan? Eh boro-boro romantis, kencannya malah dibatalin sepihak. Maunya romance comedy malah jadi angts gini. Komedi sih, hidupku yang komedi.

“Ya buat apa juga dipertahanin lagi. Gini ya, kamu dan Rin itu sama-sama teman baikku yang paling aku sayang, aku juga gak ada niat untuk memihak siapa-siapa. Tapi kalau kejadiannya begini, ya aku pasti mihak kamu lah. Tapi kamunya bego Aeri, kamu itu bukan sekedar mengidap masokis emosional biasa, kamu ini mengidap masokis emosional psikopat.” Padahal aku sudah cukup tersentuh dengan ucapannya di awal, sayang sekali kalimat penutupnya justru membuatku ingin menjambak rambut Atma, belum lagi gaya sok bijaknya itu.

“Aku nunggu Rin aja yang ngajak putus.” Jawabku singkat, yang disambut teriakan kekesalan oleh Atma. Mungkin Atma benar, aku ini mengidap masokis emosional psikopat – memang ada?

Walau Atma menyebalkan dan sering menyebutku bego, beliau ini selalu bisa menjadi pelipur lara dikala gundah-gulanaku terhadap Rin dan menjadi orang pertama yang datang menghibur. Mungkin salah satu alasan kenapa aku masih bisa terlihat dan terdengar santai seperti ini, salah satunya karena aku punya teman seperti Atma.

Sebenarnya hari ini tidak akan terlalu buruk, jujur aku cukup menikmati hari ini, kalau saja kami tidak bertemu Rin dan Arisa. Maksud mereka apasih? Rin batalin janji kami untuk datang ke tempat ini dan justru datang ke tempat yang sama bersama Arisa? Guguk memang!

~~~

Mungkin karena terlalu sering mendapat umpatan bego dari Atma, fungsi kadar otakku jadi menurun. Pasalnya kami berempat sekarang duduk di resto-caffe untuk makan siang bersama. Tentu, atas ajakan Arisa. Entah harus tertawa atau menangis, saat ini kami terlihat seperti sedang melakukan kencan ganda.

Satu-satunya orang yang terlihat bahagia dengan kencan ganda dadakan ini hanya Arisa. Wajahnya terus tersenyum sumringah. Sangat bertolak-belakang dengan wajah Atma yang dasarnya sudah masam, semakin masam. Berkali-kali dia mencubit lenganku, karena merasa kesal. Rin juga terlihat tidak nyaman. Tentu saja, bagaimana mungkin dia bisa merasa nyaman dengan keadaan seperti ini. Sudahlah menelantarkan kekasihnya dan pergi dengan perempuan lain, eh malah jadi makan siang bersama. Sementara aku, si duta planga-plongo tentu saja hanya planga-plongo.

“Maaf ya Aeri, Rin jadi batalin janji kalian karena aku. Aku lagi ada sedikit masalah dan lagi butuh orang buat temenin aku, jadi minta Rin temenin jalan-jalan. Kebetulan tempat ini yang paling dekat jaraknya dari rumahku. Agak kaget juga ketemu kamu dan Atma.” Arisa memecah keheningan diantara kami. Wajah cantiknya terlihat, hm, bagaimana menjelaskannya ya, polos?

Sejujurnya aku tidak nyaman dengan perkataan Arisa itu, bukan hanya aku, Rin dan Atma juga. Entah memang polos atau pura-pura polos, yang jelas aku merasa ada yang janggal dengan peremuan ini. Belum sempat aku mengumpat dalam hati, Arisa melanjutkan lagi ucapannya,

“Aku pikir karena Rin batalin janji kalian, kamu gak akan pergi.” Serius, harus berapa kali dia bilang batalin janji, Hah? Aku tahu kok, Rin batalin janjinya denganku buat kamu, jangan dibahas terus, sakit hati loh aku. Sabar ya Aeri, ayo dibalas!

“Waktu Rin tiba-tiba batalin, aku sudah terlanjur di tempat. Lagian santai sih, jadinya aku bisa ajak Atma ketemu keluarganya hari ini.” Jawabku tenang. Sengaja ku tatap mata Arisa sambil tersenyum, membuat gadis itu jadi tidak nyaman. Bisa ku rasakan juga Atma sedang melotot saat ini, hehehe.

“Mungkin aku salah tangkap dengan penyampaian kamu. Tapi, kedengaran ditelingaku itu, kamu bangga banget bisa buat teman kamu batalin janji dengan kekasihnya. Maaf deh kalau salah.” Lanjutku lagi, sambil menekankan kata teman pada kalimat ku. Arisa ingin membalas ucapan itu, tapi langsung ku potong,

“Tapi kamu jangan khawatir, aku cukup have fun kok. Ya kan Ma?” Aku langsung memberi kode pada Atma melalui mata. Help me Atma! 

Tidak usah diragukan lagi chemistry ku dengan Atma, seperti mengerti, beliau ini langsung merangkul pundakku, sambil tersenyum – Please Atma, jangan sok ganteng!

“Rin dan Arisa tidak usah khawatir dan tidak perlu minta maaf. Aeri hari ini happy banget loh, tadi dia juga ketemu keluarga besarnya di kolam kuda nil. Ya kan Ri?” Kamu yang kuda nil, blasteran orang utan. Pulang nanti beli racun nyamuk kita!

Aku tersenyum pada Atma dan memberinya tatapan penuh arti, “Pulang dari sini aku mutilasi kamu.”

Yang dibalas Atma dengan tatapan tak kalah dalam, “Kamu deluan yang aku mutilasi ya, cicit kuda nil.” Begitulah kira-kira maknanya. Mengabaikan Rin dan Arisa, aku dan Atma terus mengumpat dan mencaci-maki melalui mata kami. Hingga Rin membuka suara dan menghentikannya.

“Nanti malam aku ke apartement kamu ya. Kita perlu bicara.” Ucapan Rin, yang tentu saja ditujukan padaku. Walaupun wajahnya terlihat datar, tapi jelas sekali dari cara dia berbicara Rin sedang marah. Kenapa jadi kamu yang marah ya Rin? Walaupun kesal, aku tetap mengiyakan perkataan Rin. 

Syukurnya tidak ada drama lagi setelahnya. Selain Atma yang marah-marah karena dengan sengaja ku tuangkan makananku ke piring miliknya. Aku tidak terlalu memperhatikan Rin dan Arisa lagi, jadi aku tidak tahu apa yang mereka lakukan walaupun mereka duduk di depanku. Sesekali aku mendengar Arisa yang dengan sengaja mengeraskan suaranya saat berbicara dengan Rin. 

Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Arisa setelah berpisah dengan Rin, karena dulu dia bukan tipe wanita seperti ini.

Setelah selesai Rin sempat mengajakku ikut bersamanya dan Arisa yang tentu saja ku tolak. Yang secara tidak langsung ditolak juga oleh Arisa, dengan alasan dia masih ingin menenangkan hatinya dan merasa tidak nyaman jika ada orang lain selain Rin – Alasan, bilang saja mau berduaan dengan kekasih orang.

Sebelum berpisah, Rin sempat memelukku dan sekali lagi bilang akan datang malam ini, kali ini suaranya tidak terdengar seperti orang marah. Aku mengangguk saja sambil melepaskan pelukan Rin, dan berlalu bersama Atma, tanpa menghiraukan lagi dua orang itu.

“Makasih banget ya Ma.” Untung ada Atma, setidaknya ada yang mengalihkan perhatian dan pikiranku dari Rin.

~~~

“Jadi kapan kamu mau baikan dengan Rin?” tanyaku pada Atma yang sedang bersantai sambil memainkan ponselnya. Sudah hampir sebulan mereka tidak saling bicara.

Malam setelah drama taman margasatwa hari itu, Rin benar-benar datang ke Apartement ku, yang kebetulan Atma juga masih di apartement ku – Ini hal biasa. 

Seperti biasa saat berkumpul, kami bertiga duduk santai di ruang tv. Hanya saja, aku merasakan aura aneh dari mereka berdua. Normalnya, jika sedang berkumul begini, Atma dan Rin akan saling menempel satu sama lain. Karena, diantara kami bertiga, akulah setannya. 

“Kaku banget ya.” Kataku berusaha memecahkan ketegangan, dan dihiraukan keduanya. 

“Kamu bisa pulang dulu Ma? Ada yang mau aku obrolin berdua dengan Aeri.” Kata Rin ketus pada Atma dan menghiraukanku. Woy lah si bangke!

Atma terlihat diam sebentar, lalu membuka suara dan mengibarkan bendera perang.

“Gimana sih, dari pagi pacarnya ditinggalin sampai malam buat perempuan lain. Eh, temennya yang dari pagi sudah jagain si pacar malah diusir. Otaknya dipakai dong pak.” Wow Atma, nyelekit sekali ucapanmu itu nak. Mending stop deh Ma, ini tanduknya Rin sudah mulai keluar.

Ku perhatikan Rin, wajah lempengnya memerah menahan marah. Sepertinya Atma memang harus pulang. Rin ini tipe manusia yang jarang marah, omongannya memang ketus tapi beliau ini jarang marah, alias sabar banget. Bukan sih, memang kurang pedulian anaknya. Tapi jika beliau ini marah, repot deh. 

Belum lagi sempat aku berbicara, Atma melanjutkan lagi perkataannya.

 “Putus aja gak sih kalian ini? Dari awal juga memang cuma Arisa yang kamu mau kan? Jangan dipaksain. Si Aeri akan tetap maksa bertahan. Jadi lebih baik dilepasin. Kasian anaknya.” Okay Atma ribut sama aku saja sini, walaupun aku bilang bakal putu kalau Rin yang putusin, tapi ya bukan gini juga. Sudah kelewat batas kamu ini.  

“Maksudnya apa ini, memangnya tau apa kamu?” Rin langsung berdiri dan menarik kerah baju Atma. Keduanya saling melempar tatapan dingin. Membuatku sangat kaget. Please lah kalian, aku maunya romance comedy, bukan action!

“Ya menurut kamu gimana Rin? Masa iya, pacaran tapi lebih banyak pergi dengan perempuan lain.” Setelah ucapan itu, Rin meloloskan satu pukulan tepat pada wajah Atma. Kejadiannya sangat cepat, dan aku terlambat melerai mereka. Saat ku lihat Atma ingin membalas, dengan cepat aku melompat ke arah mereka dan berteriak. Syukurlah mereka berhenti, sepertinya karena terkejut dengan teriakanku.

“Dengar ya. Aku gak mau, karena masalah kita Rin, jadi kalian yang bertengkar, kita memang harus ngobrol dan bukan cuma masalah hari ini, semuanya kita harus obrolin semuanya! Atma dengar juga, aku minta maaf karena tanpa sadar sudah bawa kamu ikut dalam masalahku dan Rin, aku juga ngerti kamu pasti cape lihat Aku yang kesannya bodoh banget ya kan? Tapi kamu gak punya hak buat ngomong gitu ke Rin.” Aku menarik nafas panjang, sejujurnya aku sangat takut saat ini, serius.

“Sekarang kalian berdua, tolong pulang. Rin tolong antar Atma, kamu yang pukul dia kamu yang tanggung jawab, obatin sekalian. Atma jangan nolak, besok motor kamu aku yang anterin.” Aku langsung mengusir mereka keluar dari apartement ku. Ini semua salahku.

Campur aduk sudah perasaanku. Sedih, karena ucapan Atma seperti menyadarkanku, marah karena aku merasa Atma tidak punya hak untuk mengatakan itu, tapi tidak bisa mengatakannya karena aku paham posisi Atma yang serba-salah dan pasti juga lelah melihat hubunganku dan Rin, terlebih aku yang selalu tidak sadar sudah membuatnya terlibat. Aku juga takut, takut jika akhirnya aku harus benar-benar melepaskan Rin. Bodoh memang, tapi aku masih mau sama-sama Rin.

Besoknya Rin datang lagi dan meminta maaf, seperti biasa dengan mudah aku memaafkannya. Kami juga membicarakan beberapa hal mengenai hubungan kami, mengenai Arisa, masalah Atma juga dan sempat ada pembahasan keinginan untuk putus yang mengagetkannya malah keluar dari mulutku, tapi langsung ditolak oleh Rin.

“Aku gak mau putus. Kamu kasih aku waktu lagi ya, biar aku selesaikan masalah dengan Arisa.” Kata Rin yang langsung memelukku. Sejujurnya aku berpikir Rin akan langsung setuju untuk putus, mengingat kami berpacaran juga karena keinginanku dan selama pacaran juga Rin, ya begitulah, hampir tidak ada effort sama sekali.

Rin juga sempat bilang dia tidak suka melihatku terlalu dekat dengan Atma. Tapi langsung ku sela, Atma adalah teman kami yang sudah kami kenal sejak lama, aku juga bilang itu tidak adil karena Rin masih bisa berhubungan baik dengan Arisa yang adalah mantannya sementara aku dan Atma tidak boleh padahal Atma adalah teman paling dekat yang kami miliki dan sudah bersama-sama sejak masa sekolah.

Tapi sejak pertengkaran malam itu, Rin dan Atma sama sekali tidak saling tegur-sapa. Jangankan mengobrol, saat papasan saja mereka pura-pura tidak kenal.

“Kalau kamu putus dengan Rin, aku mau baikan.” Ujar Atma tiba-tiba, masih fokus dengan ponsel di tangannya. Langsung ku sabit kepalanya dengan bantal. Santai sekali dia bicara.

~~~

Hari ini, Arisa tiba-tiba menghubungiku dan mengajak bertemu. Kami membuat janji di cafe dekat tempatku bekerja. Yakin sekali, pasti ada sangkut-pautnya dengan Rin.

“Langsung saja, kamu ada perlu apa ya ?” Tanpa basa-basi, aku langsung menyuruh Arisa mengutarakan niatnya menemuiku hari ini. Ku lihat dia juga tidak ingin beramah-tamah denganku.

“Kamu tau, Aku dan Rin pacaran cukup lama kan? Kami putus juga bukan karena sudah tidak cinta, tapi karena aku mau fokus dengan sekolah dan karirku. Sampai hari ini, aku dan Rin masih saling sayang dan kami masih sedekat itu. Aku yakin Rin masih sama kamu sekarang karena dia tidak tega buat putusin kamu. Mungkin lebih baik kamu yang putusin dia.” Wow, sakit memang, lancar sekali mulutnya berbicara. Bagaimana cara membalasnya ini.

Aku diam sebentar untuk mencerna ucapan Arisa dan memikirkan kata-kata untuk serangan balasan.

“Gini Risa, kalian berpisah atas keputusan kamu. Dulu kamu yang ninggalin Rin. Sekarang, ketika kamu kembali, kamu mau dia balik lagi buat kamu? Egois banget.” Aku memiringkan sedikit kepalaku dan tersenyum menatap Risa. Padahal hatiku dongkol sekali. Bisa-bisanya perempuan ini.

“Aku sudah pernah bahas ini dengan Rin. Rin sendiri yang tidak mau putus.” Lanjutku lagi. Arisa terlihat cukup kaget mendengarnya. Dia terlihat ingin mengatakan sesuatu, namun terhenti karena suara ponsel-nya berbunyi.

“Iya Rin?” Ah, Rin ternyata. Arisa menjawab telfon sambil menatap mataku, tidak lama dia mengaktifka loudspeakernya. Wow perempuan ini, masa iya aku kalah dengan modelan perempuan seperti ini.

“Kamu lagi di mana? Mama kamu nelfon aku, katanya kamu gak jawab telfon dia. Kalian bertengkar lagi?” Suara Rin terdengar khawatir, dan Arisa langsung terlihat gelisah. Sepertinya memang ada masalah dengan perempuan ini.  Ah, aku rasa ini bukan sesuatu yang seharusnya aku dengar, aku jadi merasa sedikit prihatin dengan Arisa.

“Iya, aku lagi ketemu temen. Kamu bisa jemput aku gak?” Temen dari mana, itu apa minta jemput kekasih orang di depan kekasihnya? Hey! 

Cukup lama Rin terdiam, dan sepertinya ragu-ragu. Aku lihat wajah Arisa begitu berharap, membuatku sedikit kasihan. Ck, seharusnya yang perlu dikasihani di sini Aku. Ya Tuhan, drama apa sebenarnya ini.

“Ya sudah, aku jemput. Kamu di mana? Tapi langsung pulang ya. Aku masih ada urusan.” Tuhkan, memang harusnya aku yang dikasihani. Arisa tampak puas mendengar jawaban dari Rin, karena dia langsung tersenyum sungging ke arahku dan langsung memberi tahu lokasi kami saat ini.

Tidak sampai 15 menit, Rin tiba di tempat. Sebenarnya aku sedang malas melihat wajah Rin, tapi aku ingin melihat reaksinya saat melihatku bersama perempuan kesayangannya ini. Jadilah aku mengikuti Arisa yang menghapiri Rin.

Ternyata Rin tidak terlalu kaget saat melihatku bersama Arisa. Mungkin dia langsung menyadari ketika Arisa memberitahu lokasinya. Arisa berlari kecil menghampiri Rin, dan aku berjalan pelan mengikuti di belakang. Betapa kagetnya aku saat Arisa langsung memeluk Rin.

“Kamu ada urusan apa? Aku gak mau pulang!” Ujar Arisa manja, dan Rin berusaha melepaskan pelukan Arisa. Mungkin karena ada aku.

 Menurutku ini sedikit keterlaluan, dan tidakkah Arisa merendahkan dirinya sendiri sebagai seorang perempuan? Rin juga, jika dia punya sikap dan pendirian yang kuat mungkin Arisa juga tidak akan seperti ini. Aku juga sama sih, jika aku punya sikap, aku tidak akan ada di posisi seperti ini.

Rin berhasil melepas diri dari pelukan Arisa, membuat perempuan itu tidak senang. Rin menatapku dengan tatapan yang paling aku benci. Aku tersenyum kecut saja. 

Ku lihat, Rin ingin mengatakan sesuatu, namun terhenti karena ulah seseorang, yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

“Aeri, ayo pulang.” Atma dengan vespa kuning barunya, berhenti tepat di antara kami – membuat kaget saja. Apakah Atma punya radar untuk mengetahui bahwa aku sedang tidak baik-baik saja? Atau dia datang untuk pamer kendaraan barunya?

“Kalau di drama korea, kamu ini tipe-tipe second lead gitu sih Ma yang suka muncul tiba-tiba. Tapi jangan deh, nanti kamu jadi sad boy lagi. Mana tega aku. Kamu cocok jadi jelangkung aja.” Kataku asal. Yang membuat Atma mencubit lenganku. Laki-laki satu ini, hobi sekali nyubit.

“Jangan bawel, cepetan naik. Gerah di sini, males.” Tentu saja sindiran itu ditujukan untuk Rin. Mereka masih kemusuhan, entah mau sampai kapan. Ya sudah, aku menurut dan ikut Atma. Benar kata Atma, panas. Lagian akan terlihat bodoh jika aku harus ikut Rin dan Arisa, atau melihat Rin pergi bersama Arisa dan meninggalkan ku. Tidak mau.

Tanpa banyak basa-basi dan bertegur-sapa, Atma langsung melajukan motornya, membawaku meninggalkan Rin dan Arisa. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Rin saat ini, yang jelas masih banyak sekali hal yang harus aku dan Rin selesaikan, jika seperti ini terus tidak akan ada ujungnya.

~~~

Lebih dari 20 tahun kami berteman, 3 tahun 8 bulan berpacaran. Ini pertama kalinya aku dan Rin bertengkar hebat. Kami jarang berdebat, biasanya kami akan saling mengalah tergantung kondisi. Walaupun akhir-akhir ini aku lebih banyak menurunkan ego, dan selalu memaafkan Rin sekalipun itu menyakitiku. Tapi, kali ini kami berdua harus melepaskan semuanya. Semuanya!

“Aku udah bilang, kalau mau putus ayo putus! Sebenarnya apa yang sedang kita pertahankan ini, cinta? Ya, mungkin dari sisi aku iya. Kalau kamu apa? Aku bahkan gak yakin kamu cinta sama aku!” Ujarku dengan nada tinggi. Jantungku berdetak cepat sekali, tubuhku gemetar, ini pertama kalinya aku berbicara sekeras ini dengan Rin. Walau begitu, aku masih berusaha untuk tetap tenang.

“Kalau kamu mau balik dengan Arisa silahkan. Aku ikhlas, kita masih bisa temenan kayak dulu lagi.” Kali ini aku berbicara lebih pelan.

“Maksud kamu apa? Akukan udah bilang, tolong kasih kesempatan aku buat beresin masalah dengan Arisa. Aku juga gak mau kita kayak gini.” Rin juga mulai meninggikan suaranya.

“Kamu sadar Rin, bahkan saat Arisa gak ada di sini isi kepala kamu selalu dia. Aku tahu, tapi selalu pura-pura bodoh, dengan harapan suatu hari kamu bakal lihat aku, atau memang aku-nya bodoh.” Kekeh ku, setelah menyadari kebodohan selama ini.

“Sekarang Arisa sudah kembali, dia ada di sini, semua waktu, pikiran dan perhatian kamu sudah utuh untuk Arisa. Tadinya aku masih ingin bertahan sedikit lagi, tapi sepertinya aku mulai sadar, ini tidak ada gunanya, pada akhirnya aku sendiri yang sakit, toh sejak awal sudah kelihatan akhirnya akan bagaimana.” Mati-matian aku berusaha tidak menangis dihadapan Rin, ternyata tidak bisa. Emosi yang selama ini ku tahan, akhirnya tumpah semua. Begitupun, aku masih berusaha menutupi wajahku dari Rin.

Mungkin karena kaget melihatku menangis, Rin spontan memelukku. Ini juga pertama kalinya dia melihatku menangis. Dulu, aku bahkan tidak menangis saat jatuh dari pohon jambu. Rin pasti kaget sekali.

Sambil memelukku, Rin terus mengucapkan kata maaf, dan berkali-kali bilang dia sangat menyayangiku. Tentu saja aku akan memaafkan kamu Rin, dan akan selalu begitu. Tapi, aku masih ingin kita berhenti di sini, setidaknya untuk saat ini. Aku baru sadar, ternyata aku sangat lelah.

“Kamu, selesaikan dulu masalah apapun yang saat ini masih mengganjal antara kamu dan Arisa. Karena, yang selama ini selalu sama Aku itu, cuma raga kamu Rin, hati dan pikiran kamu gak pernah ada ada buat aku. Jika kamu mau kita kembali, kembalilah saat kamu siap kasih semuanya buat aku. Aku bakal tungguin, aku pernah tunggu kamu satu kali, jadi aku gak keberatan untuk nunggu lagi. Tapi, jika kamu sadar ternyata kamu hanya ingin Arisa, aku yang akan pergi. Kamu jangan khawatir.” Rin mempererat pelukannya setelah mendengar ucapanku. Kalau bagi Rin saja berat, apalagi aku.

Aku melepaskan pelukan Rin, dan menatap matanya. Aku tersenyum kecil saat melihat Rin yang ternyata sudah menangis, mengingatkan Rin kecil yang selalu menangis. Walaupun saat dewasa Rin selalu berwajah datar, pria ini sangat cengeng saat kecil. 

Aku menangkup pipinya, menarik unjung bibir Rin, membuat lengkung senyuman.

“Sekarang kita istirahat dulu. Rin jangan khawatir, aku gak akan kemana-kemana, pintuku 24 jam terbuka untuk Rin. Kita masih bisa nge-drakor bareng, bisa hang-out bareng. Bisa bareng terus pokoknya, sama Atma juga.” Rin kembali memelukku setelah mendengar nama Atma. Aku menepuk-nepuk punggungnya, mengatakan semuanya akan baik-baik saja.

“Jangan lupa baikkan dengan Atma. Katanya dia mau baikkan kalau kita sudah putus.” Rin mendecak dan mempererat pelukannya lagi. 

Walaupun berat, aku merasa cukup lega dengan keputusan yang ku buat ini. Sesuai janjiku aku akan tetap menunggu, tapi kali ini aku akan mengunggu tanpa merasa terikat. Jika nanti Rin kembali pada Arisa pun, aku sudah ikhlas. 

Atma, bersiaplah aku akan menghantuimu sepanjang hari mulai hari ini.

~~~

Selesai, ditunggu mini seri-nya ya :)

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya PAMIT [CERITA IV]
0
0
“Akan ada hari di mana, entah Mera atau kakak yang harus pulang terlebih dahulu. Saat hari itu tiba, yang tinggal harus berjanji untuk tetap hidup dengan baik.” Kalau aku yang pulang pertama, kakak harus tetap hidup dengan baik, jika sebaliknya, aku akan menyusul kakak pada hari itu juga. Tentu saja aku menyimpan kalimat itu dalam kepalaku, tidak ada niatan mendengar ceramah Alle di pagi hari. Halo, ini cerita ke-4 dari seri ‘PAMIT’. Sedikit berbeda dari 3 cerita sebelumnya yang lebih menunjukkan ‘romansa’ dan ‘merelakan’ perpisahan, cerita ke-4 sedikit lebih "gelap, hehehe. Mungkin alurnya akan membuat kakak-kakak sedikit bingung, tapi aku spoiler sedikit, karakter “Alle” dalam cerita hanya ada dalam kenangan dan ilusi Mera saja. Selamat membaca ya, jika berkenan, bisa meninggalkan jejah Terima kasih :)
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan