JANGAN GANGGU, PLEASE! #BanyakCeritadiRumah

0
0
Deskripsi

“Kak, udah mau maghrib, bangunlah.” Ujar seseorang, membangunkanku. Suaranya pelan sangat halus. Tangannya halus mengusap kening dan rambutku, lalu menggenggam telapak tanganku. Mungkin karena sedang demam, aku merasa tangan itu sangat dingin.

Ini cerita ku tentang rumah yang dulu ku tempati bersama ibu dan adik ku. Bukan sebuah rumah mewah, tapi memiliki ukuran bangunan dan halaman yang sangat besar. Tipikal rumah pensiunan jaman dulu. Aku ingin bercerita mengenai kejadian ‘aneh’ yang sering kami alami selama sepuluh tahun menempati rumah itu.

Siang hari itu, udara sangat panas, matahari seperti pamer akan kegagahannya. Tapi, karena aku sedang demam tinggi, sekujur tubuhku terasa menggigil. Adikku yang kepanasan, menyalakan AC di kamar, yang membuatku terpaksa mengungsikan diri di kamar lain. 

Aku pindah ke kamar mendiang mbah ku, kamar yang sudah sangat jarang di tempati, kecuali ada keluarga yang datang. Letak kamarnya sedikit di belakang. Kamarnya sangat luas dan memiliki banyak pintu, salah satunya menghubungkan dengan kamar mandi yang juga terhubung ke dapur, dan satunya lagi berhubungan dengan garasi. Ada beberapa jendela kamar pula, satu jendela menghadap halaman belakang, di mana ada gudang bekas yang jarang kami buka, ada sumur dan kolam tua, pohon-pohon tua dan sangat banya pohon pisang, jendela satunya tepat menghadap kasur adalah halaman samping, di mana ada pohon rambutan dan mangga yang sudah sangat tua, dan jendela yang terakhir mengarah ke garasi. 

Terus terang aku tidak menyukai kamar ini, suasananya membuatku tidak nyaman.

Singkat cerita mengenai aku yang akhirnya pindah ke kamar mendiang mbah. Begitu membaringkan diri, aku langsung tertidur pulas. Mungkin sangking lelahnya tubuhku aku tidak sadar tertidur sampai menjelang maghrib, itu juga karena ada yang membangunkan.

“Kak, udah mau maghrib, bangunlah.” Ujar seseorang, membangunkanku. Suaranya pelan sangat halus. Tangannya halus mengusap kening dan rambutku, lalu menggenggam telapak tanganku. Mungkin karena sedang demam, aku merasa tangan itu sangat dingin. 

‘Sepertinya ibu sudah pulang.’ Begitulah pikirku.

“kakak lagi datang bulan.” Jawabku setengah sadar. Walau begitu, aku langsung bangun dan duduk di tempat tidur. Tidak ada siapa-siapa. Tidak ambil pusing, aku langsung meninggalkan kamar dan menguncinya.

“Bu . .” Panggil ku. Tidak ada sahutan. Gelap, semua lampu belum dinyalakan. Aku berdecak sebal, tidak biasanya ibu tidak menyalakan lampu. Sambil sempoyongan, aku menyalakan lampu seluruh ruangan. Sambil mengunci beberapa pintu yang masih terbuka.

“Bu . .” panggilku lagi, masih tidak ada jawaban. Mungkin sedang di kamar bersama adikku.

Aku langsung berjalan menuju kamar ku dan adikku, dan ku dapati dia sendiri, sedang tertidur. Saat hendak menutup pintu kamar, dan berniat mencari ibuku yang mungkin sedang di kamarnya. Tiba-tiba di belakangku ada suara.

“Ibu belum pulang kak . . .” Suara yang tadi, tubuhku mendadak kaku, dari sudut  mataku aku bisa melihat seseorang berdiri di dekatku. Tentu saja aku tidak berani menoleh, dengan perasaan tak karuan aku langsung masuk ke kamar dan menguncinya

Aku membangunkan adikku yang tidurnya seperti orang mati. Terlihat raut kesal di wajahnya yang hendak menerkamku, tapi melihat gelagat aneh dari ku, membuatnya mengurungkan niat. Matanya melotot seakan bertanya, ada apa.

“Di luar ada orang . . eh bukan. Bingung, gak tau apa.” Mengerti maksudku, adikku mendadak pucat. Kami hanya bisa diam dan berharap ibu kami segera pulang. Syukurnya, ibu sampai di rumah beberapa menit sebelum adzan maghrib. Aku menceritakan apa yang ku alami kepada ibu dan adikku, jadilah malam itu kami bertiga tidur bersama-sama.

Cerita lainnya, saat adik ibuku yang bungsu menginap di rumah, aku memanggilnya Bu Eci. Bu Eci saat itu sedang hamil muda anak keduanya, kami sebenarnya tidak tinggal di kota yang sama, karena suaminya sedang sedang dinas di luar kota dan beliau hanya berdua saja dengan adik sepupuku yang baru berusia 2 tahun, jadilah mereka sementara waktu tinggal bersama kami.

Kehamilan keduanya ini terbilang cukup berat dibanding kehamilan anak pertamanya dulu. Beliau tidak bisa makan dan selalu muntah, dan harus bedrest. Karena kondisi mamanya yang sedang tidak sehat, adik sepupuku ini jadi lebih sering bersamaku dan kebetulan dia memang sangat dekat denganku.

Awal-awal mereka tinggal di rumah kami, Bu Eci, tidur sendirian di kamar mendiang mbah, aku dan adikku di kamar kami dan adik sepupuku bersama ibuku, tujuannya biar Bu Eci bisa istirahat dengan tenang. Tapi bukannya ketenangan yang di dapatkan, beliau malah sering terganggu dengan suara-suara dari luar.

“Rumah besar di belakang itu, memang ramai terus gitu ya kak?” tiba-tiba Bu Eci bertanya pada ibuku. Mendengar pertanyaan Bu Eci, membuat bulu kudukku berdiri.

“Tiap malam kayak ada pesta, berisik banget, tapi dua hari belakangan ini, kayak ada acara adat gitu, suara gamelannya kedengeran banget.” Lanjut Bu Eci lagi. Rasanya gatal mulutku ingin bilang, bahwa rumah besar di belakang rumah kami itu sudah lama kosong, dulunya sih katanya rumah orang paling kaya di daerah sini, namun pemiliknya pindah entah ke mana. Sempat di sewa sebuah perusahaan makanan, untuk kantor dan gudang, tapi hanya bertahan dua tahun, lalu ditinggalkan.

Karena khawatir membuat Bu Eci takut, ibuku tidak mengatakan apa-apa dan meminta Bu Eci untuk tidur di kamarnya saja. Jadilah Bu Eci tidur bersama ibuku, dan adik sepupuku tidur di kamar ku.

Belum selesai di situ saja. Pernah suatu malam, Bu Eci tiba-tiba jatuh sakit. Sebenarnya beliau sudah merasa sakit sejak pagi, tapi diabaikannya, dan malam itu Bu Eci harus dibawa ke rumah sakit. Ibuku membantu Bu Eci untuk bersiap-siap, aku membangunkan adikku dan menggendong paksa adik sepupuku.

“Mau ke kamar mandi dulu.” Ku lihat Bu Eci berjalan dan masuk ke kamar mandi. Ibuku sedang menaruh barang bawaan kami ke dalam mobil dan adikku membantunya. Aku duduk di ruang tamu bersama adik sepupuku yang masih terlelap dalam gendonganku.

Setelah hampir 20 menitan, Bu Eci tak kunjung keluar dari kamar mandi, aku mendekati pintu kamar mandi dan mengetuknya beberapa kali sambil memanggil Bu Eci, tapi tidak ada sahutan. Aku yang kahwatir langsung menghampiri Ibuku dan ternyata Bu Eci ada bersama ibu dan adikku, sudah bersiap masuk mobil.

“Loh, Bu Eci kapan keluar dari kamar mandi, aku gak lihat.” Tanyaku bingung.

“Kamar mandi apa, orang Bu Eci dari tadi baring di kamar, ini juga baru keluar.” Jawab beliau yang sama bingunggnya denganku.

Seperti mengerti, ibuku langsung menyuruh kami semua masuk mobil, beliau sempat memeriksa keadaan rumah sebentar lalu mengunci pintu dan kami pergi menuju rumah sakit.

Masih banyak lagi cerita-cerita seperti ini di rumahku, akan ku ceritakan di lain waktu.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya SI PENDAMBA - PENGGALAN IV (SI BAIK ATMA)
0
0
“Hari ini ulang tahunku loh Rin. Kalau kamu gak buat janji apa-apa juga, aku gak akan berharap apapun.” Gumam Aeri pada dirinya sendiri. Happy reading yaa :)
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan