LOVE, LUST, YOU. (SASUSAKU NC)

1
0
Terkunci
Deskripsi

Keluarganya pikir, selama ini Sakura yang bermasalah, tetapi ternyata Sasori lah yang tidak sehat dan tidak bisa membuat istrinya hamil. Namun, justru pria itu yang bertingkah tertekan padahal Sakura tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut.

Karena perubahan sikap Sasori, Sakura menggugat cerai pria itu dan menjalani hubungan membara dengan Sasuke, salah satu mahasiswanya. Namun, apakah hanya dengan hubungan membara itu bisa membuat Sakura bahagia?

4,485 kata

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Karya
1 konten
Akses seumur hidup
150
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Sebelumnya Di Bawah Salju Pertama
10
2
[ Masashi Kishimoto ]  Naruto & Hinata NaruHina Fluffy Days 10 Alternative Universe Romance - Comedy T    A Happy Ending to a New Story . . .   Hinata berteduh dari kekacauan hujan yang tiba-tiba deras. Padahal pagi tadi stasiun TV lokal mengatakan bahwa cuaca akan bersahabat sampai malam. Namun, sekitar pukul tiga sore langit Fukuoka menangis. Akhir-akhir ini memang tidak selalu tepat, cuaca mendadak berganti dalam waktu yang singkat. Mungkin juga karena sebentar lagi musim dingin.Di bawah emperan coffee shop, Hinata menepuk-nepuk bajunya, menghalau dinginnya air hujan yang menembus bajunya. Ia kemudian menoleh ke dalam rumah kaca di belakangnya, tidak begitu ramai pelanggan, tetapi ia yakin di dalam akan lebih hangat dengan secangkir kopi panas. Sayang, Hinata tidak doyan minuman berkafein. Perempuan itu juga termasuk pelit mengeluarkan uang untuk sesuatu yang disia-siakan. Jadi, berlindung di emperan toko saja sudah cukup.Hinata mengulurkan tangan, menadah air hujan yang masih begitu deras. Tampaknya belum ada tanda-tanda akan berhenti.Bunyi bel terdengar ketika pintu di samping Hinata terbuka. Seseorang keluar dari dalam mengenakan celemek hitam bergambar cangkir kopi beruap di bagian tengahnya. Orang tersebut lantas tersenyum ketika Hinata menoleh.Ia berkata, Masuklah, ada secangkir kopi gratis untuk seseorang yang kedinginan di depan kedai kopiku.Hinata terpana setelahnya. Kedua matanya tak berpaling dari wajah si tampan yang menawarkan kopi, membiarkan tangan kanannya  tetap menadah air hujan. Sementara bibirnya tak kuasa menahan senyum tergoda.Mendadak, Hinata sangat menyukai kopi.Kau suka kopi jenis apa?Aku suka semuanya, pahit atau manis.Kalau begitu tunggu sebentar. Aku akan membuat secangkir espresso untuk gadis manis ini ....Rupanya tak hanya wajah yang tampan dan manis, ucapannya pun terdengar lebih manis. Mampu menciptakan rona merah di pipi Hinata yang putih. Membuat gadis itu lupa dengan sakit hati yang ia terima kemarin sore.Laki-laki itu menuang bubuk kopi setelah memasang saringan di mesin kopi. Setelahnya menuang air panas secukupnya. Membiarkan keduanya bercampur hingga waktu yang telah ditentukan untuk mendapat cita rasa espresso yang lekat. Hinata memandang, melihat betapa indahnya laki-laki itu menyajikan secangkir kopi untuk dirinya. Gerakan tangan yang lemas, menandakan jika dia sudah handal. Dan entah mengapa, di mata Hinata menjadi sesuatu yang luar biasa seksi.Lantas setelah pencampuran tersebut selesai, air hitam wangi tersebut keluar dari mesin kopi, jatuh ke dalam cangkir kecil putih bergambar biji kopi hitam. Kemudian membawanya ke meja yang Hinata tempati.Espresso spesial untuk Nona manis. Cobalah, lalu kau bisa menilainya.Seperti juri acara masak? tanya Hinata sembari mengambil cangkir tersebut. Ia menyeruput sedikit, pahit sekali! Keningnya agak mengerut, tetapi buru-buru ia memberi wajah semringah.Ini lebih enak dari yang aku bayangkan. Harumnya kuat, rasanya kental.Wah, kau hebat dalam memuji.Tidak, aku jujur. Hinata kemudian tertawa.Berbohong bukan lagi hal yang sulit bagi Hinata. Hampir setiap hari ia berbohong, demi membuat orang yang ia sukai merasa nyaman dengannya. Bahwa mereka memiliki ketertarikan pada hal yang sama.Itu sudah tidak lagi penting. Asalkan hidup Hinata bak seperti musim semi yang penuh dengan bunga-bunga mekar, Hinata tidak keberatan untuk menipu dirinya sendiri.Ngomong-ngomong kau bekerja di mana? Aku sering melihatmu lewat sini.Jadi, dia memerhatikanku selama ini?Aku bekerja di kantor cabang JnF.Oh, perusahaan properti di sebelah sana itu?Iya. Kau tahu itu?Obrolan keduanya mengalir begitu saja tanpa jeda. Laki-laki berambut raven tersebut hebat mencari bahan obrolan, sementara Hinata sudah lebih dulu merasa jika keduanya saling tertarik. Bahkan tiga puluh menit setelah hujan reda, keduanya masih asyik dengan percakapan yang melebar kemana-mana.Mungkin sebelum musim dingin tiba, mereka akan segera menjalin kasih. Mungkin Hinata akan menyudahi masa lajang yang sudah sepuluh tahun lamanya....   Suasana hati Hinata sedang baik. Ia datang ke kantor membawa lima cangkir cappucino untuk rekan kerjanya. Wajah itu berseri-seri, bibirnya terus bergumam nada asing bernuansa bahagia. Mereka sudah bisa menebak jika Hinata sudah tidak lagi patah hati. Sebaliknya, perempuan itu pasti sudah menemukan pengganti lain.Aku senang sih kalau dia cepat move on. Tapi, aku juga sedikit merasa kasihan.Ini yang keberapa ...?Salah satu dari mereka mengangkat ketiga jarinya sambil bergumam, minggu ini sudah tiga kali ...!Aku tidak tahu, hatinya itu lemah atau kuat ...?Hinata tak peduli. Toh salah satu yang menjadi alasannya untuk hidup adalah jatuh cinta sebanyak mungkin sebelum ajal menjemput. Untuk apa membuang waktu untuk menyukai satu laki-laki, atau terus terpuruk karena satu laki-laki?Hidup tidak ada yang namanya dua kali. Jika ada beberapa orang yang mampu lepas dari kematian, mereka hanya beruntung.Hinata tidak mau menyia-nyiakan hidupnya. Meski berkali-kali patah hati, ia tetap bahagia memiliki hati yang terbuka untuk orang lain.Gelas kertas Hinata letakan di dekat papan ketiknya, kemudian mulai bekerja dengan perasaan yang menggebu-gebu.Seseorang mendekat dengan kursi putar. Sembari menggigit bibir gelas cappucino pemberian Hinata, ia menyelidik dengan tatapan biru safir miliknya.Katakan, kau sudah jatuh cinta lagi, ya?Hem.Wah ...! lelaki tersebut menghentak lantai, mendorong kakinya agar kursi yang ia duduki kembali ke tempatnya. Kau ini benar-benar sesuatu!Hei, dengarkan aku. Kali ini aku yakin jika dia juga menyukaiku. Dia memberiku kopi gratis ...,Sontak lelaki berambut pirang itu memandang cappucino yang ia pegang, kemudian mencibir. ... dia juga memperhatikanku selama ini. Dia selalu melihatku berjalan di depan kedai kopinya ...!Itu kan memang satu-satunya arah pulang ke apartemenmu!Tidak, tidak. Pokoknya aku yakin kalau aku tidak keliru. Kau bisa lihat bagaimana Sasuke-kun menyambutku nanti.Lelaki bernama Naruto itu hanya menggelengkan kepala. Ia meletakkan gelasnya dengan kasar sampai isinya menciprat di atas meja. Ia tahu jika Hinata gampang jatuh cinta, tetapi perempuan itu kelewat mudah mengartikan sesuatu dari cara pandangnya sendiri. Hal itu tentu saja kerap membuat Hinata kecewa. Tapi, mau bagaimana Hinata kecewa, dia tetap tidak pernah kapok.Umurmu sudah 27 tahun, seharusnya berhenti bermain-main.Kenapa tiba-tiba kau menasehatiku?!Aku tidak menasehatimu! Aku cuma bilang jangan terus bermain-main.Iya, itu termasuk kedalam menasehati, tahu!Pokoknya jangan sering-sering jatuh cinta!...   Sebelum berbelok ke kedai kopi, Hinata merapikan tatanan rambutnya agar tidak berantakan. Ia juga membenahi pakaiannya menjadi lebih sedap dipandang. Setelah dua hal itu, Hinata mengeluarkan benda bulat dari dalam tas. Bedak ringan yang membuat wajahnya menjadi hidup kembali, tidak kusam seperti sebelumnya.Ia tidak peduli dengan orang-orang yang memandangnya keheranan. Yang penting nanti ia meninggalkan kesan baik terhadap Sasuke si pemilik kedai kopi.Merasa bersinar seperti pagi tadi, Hinata melangkahkan kakinya menuju kedai kopi. Di belakangnya Naruto mengekor dengan malas. Melihat Hinata yang lagi-lagi jatuh cinta sangat membosankan hingga ia pikir dirinya tidak akan pernah jatuh cinta.Sebetulnya laki-laki itu teramat jengkel karena paksaan Hinata. Di kantor sebelum pulang kerja, Hinata melawan, Akan aku tunjukan omonganku! Kau harus ikut agar mulutmu itu diam ...!Bel pintu berbunyi ketika Hinata membukanya. Ia masuk disambut senyuman Sasuke yang cerah bagai bulan purnama.Espresso ...! katanya tanpa suara. Tetapi tentu saja Sasuke mengerti. Laki-laki itu menjawab oke hanya dengan anggukan kepala.Wah, apa batin kalian sudah tersambung begitu cepat? Naruto mencibir, lantas duduk di hadapan Hinata.Akhirnya kau mengakuinya, 'kan? Sudah kubilang kalau aku tidak salah untuk yang ini. Sebentar lagi kutraktir steak daging sapi berkualitas di restoran Steak House.Terserah.Naruto memilih membuang muka. Ia menyangga dagu sambil melihat-lihat dekorasi kedai kopi tersebut. Baginya cukup apik, nuansanya lembut, cocok untuk menyendiri atau mengenang masa lalu yang bahagia.Tak lama berselang, espresso mereka telah jadi. Naruto suka kopi, jadi dia segera mengambil cangkirnya. Menghirup aroma pekat yang membuatnya hanyut ke dalam ketenangan, kemudian mulai menyeruput si hitam. Berbeda dengan Hinata yang cuma pura-pura suka kopi. Perempuan itu hanya mengaduk-aduk sembari berbasa-basi dengan Sasuke yang barusan duduk.Ha-Anda sudah lama mengelola kedai kopi? Teksturnya lembut, seperti seorang ahli.Hinata menatap tajam ke arah Naruto. Laki-laki itu berusaha menghentikan langkah pendekatannya kepada Sasuke.Sasuke tertawa, ia lantas menghadap Naruto yang menurutnya tahu banyak soal kopi. Tentu saja itu hal yang menarik daripada Hinata.Kau penyuka kopi?Bisa dibilang, iya.Dulu aku bekerja di Eropa sebagai barista. Sekitar lima tahun, lalu nekat membuka kedai kopi.Wah! Pantas saja rasanya tidak main-main! seru Hinata. Padahal baru saja ia kepahitan setelah meminum sedikit kopinya. Ia tidak boleh diam dan membiarkan Naruto yang menghabiskan waktu. Niatnya membawa Naruto ke kedai kopi adalah untuk membuktikan ucapannya mengenai ketertarikan Sasuke terhadap dirinya, bukan untuk mendengarkan Naruto dan Sasuke mengobrol tentang kopi.Sasuke menunjuk-nunjuk Hinata sembari tersenyum. Kau memang pandai membuat orang besar kepala ya, Hinata-chan.Naruto menganga mendengar panggilan manis yang Sasuke lontarkan. Seumur-umur ia mengenal Hinata, belum pernah sekalipun memanggil Hinata dengan panggilan manis.Sasuke tiba-tiba berseru, oh! kemudian beranjak dari duduknya.Derap kaki yang cepat dan berjarak pendek membuat Sasuke berjongkok ketika seorang gadis kecil merentangkan kedua tangannya.Papa!Hei, gadisku. Sudah pulang sekolah, hm?Eung! ia mengangguk.Hinata memandang keduanya. Jika diperhatikan, mereka memiliki kesamaan. Rambut gelap, senyum cerah yang tidak beda jauh. Kedua mata si gadis pun bak jiplakan milik Sasuke. Keduanya seperti ayah dan anak.Jangan-jangan? Sasuke-kun duda ...?Kemari, beri salam kepada Bibi Hinata.Halo, aku Sarada! Salam kenal Bibi cantik ...! kata Sarada penuh tawa.Halo ... namaku Hinata. Kau manis sekali, Sarada-chan!Ehehehe ....Tidak masalah jika aku menjadi Ibu dari gadis manis ini.Setelah membatin seperti itu, pintu terbuka kembali. Kali ini Sarada berlari ke arah wanita hamil yang baru saja masuk. Ia tersenyum sembari membelai rambut Sarada kemudian masuk menghampiri Sasuke dan lainnya.Oh? Sasuke, apakah dia gadis yang kau ceritakan ...?Ya. Dia mirip sekali dengan adikku, bukan?...   Sepanjang jalan Hinata hanya diam dengan wajah cemberut. Langkah kakinya lebar dan cepat, terdengar keras hentakannya. Kepala panas, jantung berdetak-detak tanpa aturan. Ditambah Naruto yang terus menerus terkekeh menahan tawa, Hinata semakin jengkel.Setelah mendapati dirinya salah mengartikan kebaikan Sasuke, Hinata menjadi sangat murka dan merasa dibohongi. Bukan sebab mengira Sasuke tertarik padanya, bukan juga karena ia dipandang sebagai seorang gadis manis di mata Sasuke. Tetapi, semua kebaikan yang ia terima karena wajahnya memiliki kemiripan dengan adik Sasuke. Bukan karena ketertarikan lawan jenis.Terus saja tertawa! Aku memang pantas ditertawakan!Maaf, maaf. Aku tidak bermaksud menertawakanmu.Dasar tidak tahu malu.Naruto mengembuskan napas, menghentikan tawa yang membuat Hinata menjadi perempuan yang tidak tahu malu. Mata birunya terus menatap punggung Hinata, kemudian berpaling memandang kepalan tangan yang begitu erat. Hinata sungguh-sungguh sedang dalam kondisi yang tidak baik.Mau sesuatu yang manis?Aku sedang tidak suka yang manis-manis!Hinata kemudian berjalan ketika lampu penyeberangan berubah menjadi hijau. Tekanan langkahnya masih sama seperti sebelumnya, keras dan dalam. Masih penuh emosi dan rasa malu. Apalagi mengingat bagaimana ia pergi setelah istri Sasuke memperkenalkan diri. Tanpa sepatah kata, kakinya mengambil langkah dengan buru-buru. Kentara sekali jika Hinata cemburu.Tunggu aku, Hinata ...!Namun, tiba-tiba saja Hinata bertabrakan dengan seseorang. Ia jalan menggunakan kaki, tetapi matanya tidak dipakai. Ia sampai jatuh terduduk. Orang yang menabraknya seperti orang berbaju besi yang memiliki ketahanan tak tertembus. Hinata meringis kesakitan, lalu mengangkat kepalanya hendak menasehati orang tersebut dengan amukan.Tetapi, ia justru terperangah. Wajah orang tersebut sangat indah, bermandikan cahaya matahari sore yang hangat. Anak rambutnya beterbangan, membuat siluet kekuningan setelahnya. Meski dengan rambut panjang diikat, tidak bisa membuatnya menjadi cantik. Dia pria tampan bertubuh tinggi, berpakaian menarik seperti malaikat maut yang menyamar seperti di film.   Maaf! Kau tidak apa-apa?Hinata mengangguk pelan tanpa mengalihkan pandangan. Matanya terkunci, tak mau berkedip. Ia hanya bisa tersenyum lebar seperti orang idiot.Maaf, ya. Kau baik-baik saja, 'kan?Iya ... aku sangat baik-baik saja ....Pria itu lantas berlalu, meninggalkan keharuman parfum yang sangat memabukkan. Hinata bisa-bisa terbuai dan terkapar kalau Naruto tidak menariknya dengan kuat. Ia segera menarik rasa kasihannya terhadap Hinata secepat kilat. Perempuan itu tidak butuh dikasihani. Dia perempuan kebal yang tidak takut dengan kehancuran hati.Naruto, kau lihat itu? Kurasa dia seorang Pangeran yang diturunkan dari langit hanya untukku ...!...   Musim dingin akan segera hadir. Jika dihitung-hitung, Naruto sudah melewati tiga musim dingin menjadi budak cinta perempuan yang gampang jatuh cinta kepada laki-laki yang berbeda. Memang terdengar sangat sia-sia ia menghabiskan waktunya hanya untuk melihat Hinata yang tidak pernah menganggapnya sebagai laki-laki. Namun, ketika ia mencoba membuang perasaannya, Hinata selalu saja bisa membuat Naruto enggan berpaling.Ia tidak bisa menepis rasa suka tersebut jika hanya dirinya yang mengerti Hinata, jika hanya padanyalah Hinata menjadi perempuan idiot.Naruto tidak bisa begitu saja membiarkan Hinata sendirian menaruh hati ke sembarang pria. Setidaknya jika ia tidak berani mengungkapkan, ia harus tahu lelaki macam apa yang mencuri hati Hinata.Naruto sendiri heran mengapa Hinata begitu mudah jatuh cinta. Tidak mengenal waktu dan tempat. Asalkan lelaki itu tampan dan meninggalkan kesan yang bagus, Hinata akan segera luluh dan berkata, Aku jatuh cinta padanya ...!Naruto mendengus. Selama tiga tahun ini tidak ada kemajuan untuk mendekati Hinata. Padahal mereka satu kantor, satu arah jalan pulang. Tetapi ia selalu di tempat.Masuk ke dalam toko baju, Naruto memilih beberapa pakaian musim dingin untuknya dan juga ibunya. Ia mengambil dua mantel wanita berwarna coklat dan abu, sementara warna hitam dan abu tua untuk dirinya.Hendak berjalan menuju kasir, Naruto melihat mantel merah dengan aksen bulu-bulu hitam di bagian ujung lengan dan leher. Cantik. Setidaknya, cocok dipakai oleh perempuan muda seperti Hinata....   Ini untukmu. Ibuku membeli mantel yang rupanya sangat tidak cocok untuk umurnya.Naruto meletakkan tas di meja Hinata, kemudian duduk di kursinya sembari melirik bagaimana wajah Hinata yang mendadak berseri-seri setelah mengambil isi di dalamnya.Wah ... Bibi Kushina benaran memberiku mantel cantik ini?Perlu aku telepon Ibuku sekarang?Hinata menggeleng cepat. Ia tersenyum lebar, membelai mantel halus tersebut, kemudian memeluk dan menciuminya. Ibu Naruto memang wanita baik, tetapi Hinata tidak pernah membayangkan jika ia mendapat lungsuran baru yang belum pernah dipakai. Bahkan bandrolnya saja masih menggelantung.Suka?Tentu aku suka. Ini mantel mahal keluaran terbaru, bukan? Ibumu punya selera anak muda, ya. Hahaha ...!Naruto menggaruk tengkuknya. Dalam hati ia banyak berkata maaf kepada sang ibu yang namanya telah ia jual. Kalau tidak begitu, ia yakin Hinata tidak akan menerima sesuatu darinya, apalagi barang mahal. Hinata bukannya berlagak sok jual mahal, tetapi ia tidak mau orang-orang menghabiskan banyak uang hanya untuk dirinya.Ia lipat kembali mantel barunya, kemudian menyimpannya ke dam tas berbahan dasar kertas tadi....   Lagi-lagi cuaca melenceng dari perkiraan yang disiarkan siang tadi. Hujan lebat mengguyur ketika jam kerja mereka telah usai. Karyawan lain sudah sedia payung sebelum hujan, tetapi Hinata justru meninggalkan payungnya di truk kopi tadi pagi. Alhasil, ia terjebak sendirian di depan kantor.Kalau ini film horor, biasanya akan muncul hantu dari dalam kantor. Atau bisa saja penjahat muncul dan menculikku jika ini bergenre thriller-action.Naruto mengendikkan bahu mendengar omongan penuh fantasi tersebut. Hinata memang tidak jauh-jauh dari pikiran omong kosong seperti kisah cintanya.Terbesit suatu pikiran, Naruto mengendap-endap di belakang Hinata. Haahhh .... ia mendesah di dekat telinga Hinata.Terlihat jelas perempuan itu menegang ketakutan. Rambut-rambut kecil di tengkungnya meremang, Naruto tertawa tanpa suara.Hinata seperti kehilangan napas. Kulitnya meremang sangat jelas. Jika saja kakinya bisa digerakkan, ia akan lari secepat kilat tanpa peduli derasnya hujan.Ia gerakkan tangannya, mengusap tengkuk agar berkurang rasa takutnya. Namun, ia rasakan kembali angin yang hanya menerpa belakang kepalanya.Napasnya berderu, jari-jari kakinya ia coba gerakkan. Lantas setelah dirasa bisa diandalkan, Hinata mengambil langkah. Namun, belum sampai pada langkah kedua, tangannya ditarik dengan erat.Kyaaa ...! teriaknya lantang, menyamai bunyi petir yang menggelegar pada waktu bersamaan. Kedua matanya membulat, mulutnya tetap berteriak bahkan saat ia tahu siapa yang mencengkeram pergelangan tangannya.Dasar gila! Kau membuatku jantungan! Hampir saja aku pingsan! Hampir saja aku memukulmu dengan tas! teriaknya bertubi-tubi tanpa jeda. Naruto hanya tertawa mendengarnya.Hinata lucu. Ketika ia sedang marah, atau sedang mengomel panjang tanpa henti. Naruto merasa senang akan hal itu. Membuat jantungnya berdetak-detak dan perutnya terasa geli. Ternyata sebesar itu rasa sukanya kepada Hinata.Kau pasti sangat takut, ya?Kau pikir ini lucu?! Aku hampir mati jantungan!Baik, maafkan aku. Fantasimu sangat aneh sampai-sampai aku melakukan kebodohan seperti itu.Tidak lucu!Ini, pakai saja mantelku menuju halte bus. kata Naruto sembari menutupi tubuh Hinata menggunakan mantel tebalnya.Hinata merasa aneh. Sejenak ia merasakan desiran yang mengalir ke jantungnya. Seperti arus listrik, tetapi lebih lembut. Disusul detak jantung yang tidak beraturan. Ini berbeda dengan saat ia terpesona oleh pria-pria yang selama ini mencuri hatinya. Detak jantungnya mampu membuatnya tercekat. Ia pun sesekali sulit bernapas.Ketika matanya menatap mata Naruto, dadanya lebih bergemuruh lagi. Seolah-olah akan ada yang meledak di dalamnya.Lalu kau bagaimana?Aku? Naruto mundur dua langkah, tangannya bergerak membuka tas, kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Aku punya payung. lanjutnya dengan senyum yang menjengkelkan.Oh, oke. Aku hampir saja terpana. Aku lupa kalau dia itu Naruto.Dengan santai Naruto melangkah membelah hujan setelah melebarkan payung lipatnya. Sesekali ia menunduk sambil menyulum senyum. Mau berpura-pura tidak sadar, ia tidak bisa. Ia sudah melihat bagaimana perubahan wajah Hinata tadi. Ada sedikit getaran di matanya, bahwa ia sudah menggetarkan hati Hinata walau hanya sebentar.Hinata mendengus kesal. Ia kemudian menerobos hujan berpayung mantel Naruto. Tidak buruk memang, tetapi Naruto rupanya lebih mementingkan dirinya sendiri.Kau ini bisa cepat sedikit, tidak? Hujannya sangat deras, mantelku bukan mantel yang tahan air.Naruto menghampiri Hinata, merengkuh bahu perempuan itu, bergabung dengannya di bawah payung putih transparan. Naruto bahkan mempersempit bagiannya agar Hinata tidak kebasahan. Bahu kirinya sudah basah, tetapi tidak ia permasalahkan. Naruto kembali membuat Hinata merasa aneh....   Hinata duduk bersila di atas ranjang, sesekali berdesis ketika tidak menemukan kesalahan saat memandangi mantel Naruto yang masih basah di beberapa bagian. Mantel itu sama seperti mantel lainnya, menahan rasa dingin, hangat dan modern. Tetapi, mengapa rasanya agak berbeda?Ia melompat turun, melipat kedua tangan dan berjalan mendekati mantel Naruto yang ia gantung di belakang pintu.Kenapa kau berbeda? setelah bertanya tanpa mendapat jawaban, Hinata kembali lagi ke ranjangnya. Kenapa aku begini?Satu jawaban terbesit di kepalanya. Jawaban konyol yang membuat Hinata tertawa canggung, kemudian berbaring sembari memandang langit-langit kamarnya.Oh, kenapa itu romantis sekali ...? kedua tangannya menyentuh dada, merasakan detak jantung yang tiba-tiba berpacu lebih cepat.Saat bagaimana Naruto memayunginya dengan mantel, bagaimana lelaki itu menariknya masuk kedalam lindungan payung, juga saat Naruto membiarkan sebagian tubuhnya kebasahan, sekali lagi membuatnya panik akan apa yang ia rasakan.Masa sih, aku?...   Semenjak tadi malam, Hinata mengalihkan pikirannya dengan berbalas pesan singkat dengan seseorang. Ia tak mau terus-terusan merasakan hal aneh mengenai Naruto. Mantel Naruto pun sudah ia masukkan ke keranjang baju kotor. Jika ia menyukai Naruto hanya karena hal itu, menurutnya terlalu mendadak. Lagi pula Naruto memanglah orang pertama yang melakukan hal semacam itu, maka wajar saja kalau Hinata merasa agak berdebar-debar.Nanti pukul tujuh malam, Hinata melakukan pertemuan dengan teman chatnya di sebuah kedai makanan dan minuman yang lumayan terkenal. Ia sudah mempersiapkan diri, membuka hatinya untuk orang lain setelah sebelumnya keliru akan kebaikan Sasuke. Sekarang pria itu bukan apa-apa lagi, perasaannya telah sirna entah sejak kapan.Yang pasti, belum genap sehari, Hinata sudah membuang perasaannya....   Tanpa susah payah, Hinata sudah menemukan teman kencannya. Ternyata dia memang memiliki wajah rupawan seperti foto profil di media sosialnya. Gaya busana yang kasual, tatanan rambut pomade yang terkesan maskulin, juga gaya bicaranya yang dewasa sudah membuat Hinata jatuh cinta lagi. Oh, betapa lemahnya jantung itu melihat setiap pria tampan.Ini pertama kalinya aku bertemu seseorang yang kukenal secara online, jadi mungkin agak canggung, ya.Aku juga. Sebenarnya aku tidak begitu tertarik untuk pertemuan semacam ini, tapi setelah kupikir-pikir, mungkin menyenangkan. Namamu Hinata, bukan?Iya.Senang berkenalan denganmu. Apa hari ini kau masih memiliki waktu luang? Kalau iya, mau nonton film denganku?Hm ... oke. Aku permisi ke toilet dulu, ya.Hinata meninggalkan tasnya, hendak ke toilet untuk meredakan kekesalan selama pertemuannya dengan Toneri, si teman dari dunia maya.Entah kebetulan apa yang mengantarkan dirinya masuk kedalam kafe yang sudah lebih dulu Naruto kunjungi. Lelaki itu terus duduk tepat di sebelah meja Hinata. Padahal saat ia masuk, Naruto sedang bersiap-siap untuk pergi. Namun, saat mereka bertemu pandang, Naruto kembali duduk dan memesan minuman yang sampai sekarang masih utuh.Dia cantik, berdada besar. Tipeku sekali.Naruto sontak beralih memandang lelaki itu dengan tatapan jijik. Ia saja yang bertahun-tahun mengenal Hinata tidak pernah menyebut soal kelebihan Hinata di bagian tubuhnya. Sementara lelaki di sana dengan mudah berkata seperti itu. Dia bukan lelaki baik, dia cuma lelaki hidung belang yang doyan memanfaatkan keadaan.Hei, aku tidak salah ..., katanya di telepon. Dia memang seksi. Badannya sintal, dadanya besar. Pokoknya tidak rugi.Naruto mengepalkan tangan. Jika tadi ia masih bisa menahan untuk tidak membuat keributan, kali ini ucapan lelaki itu tidak bisa dibiarkan. Itu sudah kelewatan.Pada waktu yang tepat Naruto menoleh, lelaki tersebut sedang menuang bubuk putih ke dalam minuman Hinata.Nanti malam juga sudah bisa kunikmati. Kalian bisa menonton esok harinya. Hahaha.Kurang ajar ...! geram Naruto. Ia berdiri, membuat kursinya berderik keras. Sebentar Toneri menoleh, tetapi kembali beralih setelah merasa ia tidak ada hubungannya dengan keributan kecil yang Naruto buat.Naruto melangkah, sudah sangat siap melayangkan pukulan yang bakal membuat wajah Toneri babak belur. Harus berhadapan dengan polisi pun urusan terakhir. Namun, ketika tangan kirinya mencengkeram baju Toneri dan hendak melayangkan pukulan, cairan hijau sudah lebih dulu mengguyur wajah Toneri.Ia menoleh, Hinata sedang menggertakan giginya dengan kuat. Tangan kanannya memegang gelas kosong yang kini meneteskan sisa-sisa jus alpukat milik Naruto.Dasar laki-laki sinting! Kau pikir siapa dirimu?!Apa-apaan kau ini? Ini penyerangan!Hinata kembali menyiram wajah Toneri dengan minumannya.Kau mau melapor? Kafe ini juga punya bukti!Maksud Hinata adalah kamera pengawas. Dia memang tidak tahu jelasnya seperti apa selain ucapan Toneri yang membuatnya ingin muntah. Tetapi yang jelas, Toneri pasti sudah berbuat curang ketika ia pergi ke toilet. Membawa seorang perempuan yang baru ditemui untuk melakukan hal-hal erotis tidaklah mudah. Apalagi Hinata yang menghindari perbuatan kotor macam itu.Hinata mengambil tasnya dengan kasar, kemudian pergi dengan amarah yang membuncah. Ia tidak habis pikir mengapa dirinya selalu sial. Ketika bertemu dengan orang baik, dirinya yang salah paham. Ketika berpikir bertemu dengan orang baik-baik, ia hampir termakan. Sungguh, hidupnya tidak pernah mulus.Naruto mengeratkan cengkeramannya, kemudian mendorong Toneri sampai terjatuh beserta kursinya. Lalu, menyusul Hinata yang sudah pergi....   Hinata mabuk parah. Setelah keluar dari kafe, ia mampir ke kedai kaki lima. Memesan dua botol soju dan seporsi kulit babi sebagai pelengkapnya. Meski Naruto sudah mewanti-wanti, Hinata habis satu botol lebih.Ia banyak berbicara, mengenai kisah cintanya yang tidak pernah mulus. Selama sepuluh tahun terakhir dan jatuh cinta sebanyak mungkin sampai tidak terhitung, tetapi tidak ada yang berhasil.Terkadang ia berbicara sambil menangis, kemudian tertawa terbahak-bahak atas hidupnya sendiri. Naruto hanya diam mendengar keluhan tidak sadarnya Hinata.Saat mabuk, Hinata menjadi gila, terkadang juga bersikap manis, atau membuat orang-orang kasihan padanya. Untung saja, perempuan itu selalu lupa dengan apa yang terjadi saat ia mabuk. Hinata tidak akan merasa malu setelah bangun esok pagi.Ketika berada di gendongan Naruto, Hinata sama sekali tidak sadar. Tas dan sepatunya Naruto pegang, Hinata seperti perempuan yang hilang akal. Mereka bergerak menuju apartemen Hinata....   Hei, berapa kode sandi pintu apartemenmu?Sudah berkali-kali Naruto bertanya, tetapi Hinata hanya bergumam tak jelas. Terkadang berbicara ngawur yang melenceng jauh dari pertanyaan Naruto. Perempuan itu cuma menggaruk leher dan terduduk di samping pintu layaknya duduk di sofa empuk.Hinata, berapa kode sandimu? Di luar semakin dingin! Kau mau mati membeku?!Kenapa kau mau tahu? Aku orang miskin, tidak ada yang bisa kau curi. Pergilah ...!Ia melantur lagi.Ini aku, Naruto. Apa kau punya kunci manual?Di dalam tas ....Naruto mengobrak-abrik, tetapi tidak ada. Ia bahkan menjungkirbalikkan tas Hinata, mengeluarkan seluruh isinya, tetapi tetap tidak ada.Di mana?Bukan tas itu ... tas yang ada di dalam lemari! Kau ini bodoh, ya?!Naruto mendesah berat. Ia sudah beberapa kali mencoba dengan tanggal lahir Hinata, tanggal kelulusannya, juga mencampur aduk keduanya. Tetapi selalu salah. Menghubungi adiknya yang mungkin saja bisa tahu pun, tida ada gunanya. Dia justru berkata, Aku tidak tahu, bukankah seharusnya Kak Naruto tahu?Kau saja yang adiknya tidak tahu, apalagi aku?Naruto meregangkan tubuhnya, melakukan gerakan pemanasan untuk kembali menggendong Hinata yang ternyata lebih berat dari dugaannya selama ini.Untung suka. Kalau tidak, sudah kutinggalkan....   Hinata mengerjabkan mata, beberapa kali sampai langit-langit berwarna abu dapat ia lihat dengan jelas. Kepalanya menoleh ke kanan, kemudian ke kiri. Tempat yang asing, batinnya. Ia kemudian duduk sembari memegangi kepala yang agak pening. Hinata ingat semalam habis mabuk-mabukan.Ranjang yang ia duduki bukan miliknya. Warnanya putih dengan motif garis-garis persegi. Jelas itu bukan selera perempuan. Saat Hinata menoleh ke meja, ia melihat tiga bingkai foto. Yang satu foto keluarga, satunya lagi sebuah foto karyawan saat sedang melakukan workshop. Satu foto lainnya yang dibingkai paling kecil, adalah foto yang sama dengan foto seluruh karyawan. Hanya saja, cuma ada dua orang di dalamnya.Hinata tertegun, lantas meraih foto tersebut. Dia sengaja memotong fotonya atau bagaimana?...   Maaf, Bi. Aku pasti merepotkan kalian .... kata Hinata. Ia merasa menyesal setelah sadar saat mendapati dirinya terbangun di kamar Naruto. Apalagi dengan keadaan kacau. Bau alkohol menguar dari tubuhnya seolah habis berendam dengan alkohol di bak mandi. Hinata meninggalkan kesan buruk untuk pertama kali di mata ibu Naruto.Tidak apa-apa. Kan sudah kubilang jangan sungkan. Anggap kami seperti keluargamu sendiri, sayang ....Tetap saja ... aku tidak enak.Ibu Naruto tersenyum, lalu menyodorkan sup penghilang pengar setelah mabuk. Dia ingat bagaimana Naruto menggendong Hinata sampai napasnya tersengal-sengal, membiarkan perempuan itu tidur di kamarnya sementara Naruto tidur di sofa.Oh iya, aku sangat suka mantel yang Bibi berikan. Cocok sekali. Terima kasih, Bi ...!Ibu Naruto mengernyit, merasa ada yang salah dengan ucapan Hinata. Ia memang pernah melihat mantel merah yang kini terletak di kursi samping Hinata, tetapi ia tidak pernah membeli atau memberikannya kepada Hinata.Beberapa detik setelah ingat sesuatu, ia tersenyum dan meletakan sendoknya. Bukan, bukan aku yang memberimu mantel itu. Naruto yang memberinya. Dia pasti menjual namaku lagi, bukan? katanya diselingi tawa kecil. Ia melanjutkan, Jangan merasa terbebani, Hinata. Terima apa yang datang padamu. Naruto melakukannya karena dia suka....   Ini semakin membingungkan. Hinata hampir saja salah paham jika Naruto menyukainya. Ucapan ibu Naruto begitu ambigu sampai-sampai ia memikirkan hal yang tidak-tidak.Dia suka memberi barang kepada orang-orang, bukannya suka padaku! Aduh, ada apa dengan pikiranku ....Meskipun begitu, sekarang Hinata sudah tahu siapa yang memberinya mantel mahal tersebut. Kepada siapa ia harus berterima kasih. Jika ia berpura-pura tidak tahu, betapa tidak tahu malunya Hinata?Hinata berhenti di depan pintu apartemennya. Ia memilih pulang ketika masih bayak waktu sebelum pergi bekerja. Naruto belum kembali dari lari paginya saat Hinata bangun tadi.Ketika telunjuknya menekan nomor pertama kode sandinya, ia mengingat sedikit kejadian semalam. Saat dirinya terduduk lemas di samping pintu, berbicara asal ketika Naruto menanyakan kode sandi.Jadi itu alasan kenapa aku bangun di atas ranjangnya?Hinata sontak berjongkok, bersender di pintu apartemennya sembari memegangi kepala. Belum selesai merasa kacau, ia mengingat sesuatu lagi. Sungguh hal yang tidak biasa jika Hinata mengingat sesuatu saat sedang mabuk.... berhenti jatuh cinta kepada setiap laki-laki. Kau harus pandai-pandai menilai bukan hanya dari luarnya saja. Pilihlah laki-laki baik yang suka padamu. Seperti aku, mungkin?Naruto tertawa geli. Ia merasa menjadi laki-laki pengecut yang hanya berani mengungkapkan rasa di depan perempuan mabuk. Seperti lelaki yang tak sanggup menerima penolakan, maka berbicara kepada Hinata yang esoknya akan lupa rasanya lebih baik.Aku suka padamu. Bukan seperti ketika kau jatuh cinta ke setiap laki-laki. Aku suka padamu. Musim dingin tiga tahun yang lalu, sampai sekarang. Apa aku bodoh?Hm ....Kau mendengarku, ya?Iya ... kau suka padaku, bukan?Iya, aku suka padamu. Besok saat kau bangun, kau pasti akan lupa tentang hal ini, bukan?...   Pagi-pagi ketika Naruto datang ke kantor, di atas mejanya sudah terdapat segelas cappucino hangat. Di atas tutupnya terdapat secarik kertas bertuliskan sesuatu. Ia lantas menariknya.'Terima kasih untuk mantelnya.'Setelah membaca surat tersebut, Hinata datang dan duduk di kursi tanpa mengatakan sesuatu seperti biasa. Naruto kemudian duduk.Bukan apa-apa. Ibuku sudah bilang, ya?Naruto menyeruput cappucino miliknya, tanpa memperhatikan Hinata yang sedang memikirkan sesuatu. Perempuan itu tengah berpikir keras bagaimana ia harus bersikap setelah mengingat Naruto mengungkapkan perasaannya. Apakah ia harus mengabaikannya atau memperjelas semuanya?Kau masih pusing? tanya Naruto. Ia menyeruput minumannya lagi.Naruto, kau benaran suka padaku? ...?Naruto tersedak, ia membuang muka. Bagaimana bisa Hinata tiba-tiba mempertanyakan hal itu? Bagaimana bisa Hinata tahu perasaannya.Kau, ke-kenapa tiba-tiba ...?Naruto menjadi gugup. Kulitnya tiba-tiba meremang saat jantungnya berdetak lebih cepat. Ia salah tingkah sendiri, bergerak ke sana salah, bergerak ke sini juga salah. Telapak tangannya mulai dingin seperti es.Ibuku pasti mengada-ada, kan?Tidak, Ibumu tidak bilang apa-apa. Kau yang bilang semalam. Apa aku yang salah, ya?Hinata ingat? Bagaimana bisa?Kalau tidak benar, ya sudah.Hinata lantas mulai berkutat dengan pekerjaannya. Sepertinya untuk beberapa saat otaknya mengalami kemajuan. Namun, tidak menguntungkan. Ia rupanya memiliki harapan karena ucapan ibu Naruto tadi.Beberapa saat diam, Naruto memandang Hinata. Mungkin sekarang sudah saatnya ia mengaku. Sudah saatnya mengakhiri menjadi pengecut yang terus-terusnya menyembunyikan perasaannya.Bagaimana kalau aku memang suka padamu?...   Pukul delapan malam, mereka berdua masih dalam perjalanan setelah kerja lembur. Hinata berada lima langkah di depan Naruto. Mereka menutup mulut semenjak pagi tadi. Keduanya seolah enggan melanjutkan sesuatu yang sebetulnya mereka nanti-nanti. Kecanggungan di antara mereka begitu besar.Hinata menyembunyikan sebagian wajahnya menggunakan syal, selain karena kedinginan, ia juga tidak tahu harus berbicara apa. Setelah Naruto berkata seperti itu, Hinata menjadi linglung. Ia tak tahu harus bagaimana menanggapinya.Memang Hinata menaruh harap, tetapi mengapa rasanya terlalu tinggi ketika yang ia harapkan adalah Naruto? Seseorang yang tahu jika dirinya selalu jatuh hati kepada setiap lelaki?Hinata ...,Perempuan itu terus berjalan, mengabaikan setiap panggilan Naruto. Menepis debaran yang kian besar saat suara Naruto terdengar di telinganya. Rasanya seperti akan gila jika ia kembali mendengar ungkapan Naruto.Hinata sering jatuh cinta, tetapi hanya sebatas kekaguman atas ketampanan-ketampanan dan juga kesan baik yang mereka tinggalkan. Mengetahui Naruto menyimpan sesuatu yang besar untuknya, membuat dadanya bergemuruh. Menggelitik, dan juga tidak nyaman.Hinata ....Naruto lantas mempercepat langkahnya, menghadang jalan Hinata agar perempuan itu berhenti dan mau mendengarkan ucapannya. Seharian saling diam benar-benar membuat Naruto tidak nyaman. Ia bahkan sempat menyesal telah jujur.Hinata menghindari kontak mata. Terkadang ia menunduk, atau hanya memandang bagian dada Naruto yang bidang.Lihat aku. Kalau kau terus menghindar, aku menjadi tidak nyaman! Aku merasa jika lebih baik aku diam. Maka kita akan baik-baik saja. Kalau seperti ini, kau membuatku serba salah.Hinata tidak tahu harus menjawab apa. Semua yang ada di dalam otaknya seperti tidak bisa dijadikan alasan mengapa ia menghindar.Bukan hanya Naruto yang merasa tidak nyaman. Hinata jauh merasa lebih tidak nyaman. Dia membuang waktunya seperti ornag idiot yang menaruh hati kepada setiap lelaki, sementara mata dan hatinya seperti buta; tidak sadar akan adanya seseorang yang menyimpan perasaan untuknya selama ini.Lalu setelah ia mendengar sendiri, tiba-tiba dadanya bergejolak, jantungnya berdetak-detak, dan wajahnya menjadi panas. Melihat Naruto pun rasanya berbeda. Lagi-lagi ia jatuh hati dengan sangat mudah.Aku tidak tahu. Kau tahu sendiri aku perempuan seperti apa. Aku mudah sekali menaruh perasaan kepada siapapun. Dan tiba-tiba aku merasa hal aneh setelah mendengar ucapanmu tadi pagi. Lihat, aku dengan mudah menyukaimu seperti yang sudah-sudah.Aku tahu. Memangnya berapa lama aku mengenalmu? Aku tahu kau mudah sekali jatuh cinta. Bahkan kepada orang yang baru pertama kali kau temui. Lalu apa? Itu berlalu dengan cepat sampai kau menemukan seseorang yang menarik di matamu.Kau sudah tahu itu! Lalu kenapa ....Karena aku Naruto. Bukan yang lain. Aku bisa perlahan-lahan membuatmu jatuh cinta padaku. Setiap hari. Tidak akan kubiarkan kau memiliki waktu untuk jatuh cinta kepada lelaki lain.Hinata menunduk sebentar, kemudian membuang muka, menyembunyikan tawa geli yang akhirnya pecah. Naruto terlalu berlebihan, lelaki itu terlalu puitis sampai terdengar menggelikan. Mendengarnya secara langsung ternyata sensasinya berbeda dari serial drama yang sering Hinata tonton.Naruto mundur selangkah, mencari-cari bagian mana yang terdengar atau terlihat lucu bagi Hinata.Aku serius ...!Hinata masih terkekeh, mengibas-ngibaskan tangannya meminta Naruto diam. Membuang napas pelan, Hinata berdeham. Ia memandang ke atas, mencoba untuk tidak tertawa lagi.Namun, ia tak juga membuka mulut. Kedua matanya terpaku memandang atas. Butiran-butiran putih yang jatuh membuatnya terpesona.Salju pertama. Musim dingin benar-benar datang.Salju ...!Tangannya menadah, menerima hujan salju pertama di tahun ini. Mereka meleleh di telapak tangan Hinata. Dingin, tetapi mengasikan. Hinata tersenyum lebar di antara hujan salju yang begitu indah.Orang-orang termasuk Naruto percaya, bahwa salju pertama merupakan tanda kebahagiaan sampai akhir. Putih dan suci.Naruto turut tersenyum. Meski cuaca amat dingin, hatinya terasa begitu hangat dan berwarna-warni. Seperti bunga-bunga mekar pada musim panas.Tangannya bergerak menyingkirkan butiran salju di rambut Hinata, kemudian membenarkan syal yang Hinata pakai. Wajahnya pucat, hidungnya agak kemerahan, tetapi Hinata masih begitu hanyut dengan butiran putih yang dingin itu.Kau tahu tentang mitos salju pertama yang turun pada musim dingin?Aku pernah dengar, tapi lupa.Keabadian.Hinata menyudahi kekagumannya, memandang mata biru Naruto, menunggu lelaki itu melanjutkan ucapannya.Orang-orang percaya jika salju pertama turun membawa kebahagiaan yang abadi. Cinta yang tak akan lekang oleh waktu.Masih ada yang percaya hal semacam itu?Aku juga percaya. Hinata, apa kau mau mencoba membuktikan hal itu denganku?Apakah boleh? Apakah bisa? Apakah tidak apa-apa jika Hinata menerimanya? Apakah dia bisa menjaga hati untuk tidak menaruh hati kepada siapapun? Apakah bisa dirinya meyakinkan perasaan hanya untuk jatuh cinta kepada Naruto seorang?Seminggu. Tidak, satu bulan. Mari kita mencoba selama satu bulan. Hanya satu bulan. Jika tidak berhasil, kau boleh mundur.Hinata memukul dada Naruto. Lelaki itu sudah membuat jengkel terlebih dulu sebelum Hinata menjawab iya atau tidak. Malah memberi jangka waktu seperti halnya sebuah kontrak. Dia ini serius atau tidak, sih?!Aku boleh mundur?Hinata? Kenapa kau seperti ini? Aku tidak serius mengatakannya ...!Iya, iya. Aku tahu. Cuma satu bulan?Naruto tersenyum lebar, kemudian menggenggam tangan Hinata, membawanya masuk ke dalam kantong mantelnya.Sekarang, Naruto hanya harus membuat mata Hinata tertuju padanya. Melakukan hal-hal yang membuat Hinata jatuh cinta padanya setiap hari. Membuat perasaan Hinata semakin tumbuh besar setiap hari, menyingkirkan pria-pria manapun dan Hinata tidak akan bisa berpaling darinya.Mungkin itu menjadi sesuatu yang paling sulit yang harus Naruto lakukan. Tetapi, demi cintanya yang terpendam oleh waktu, ia akan berusaha keras. Ibunya sudah sangat setuju, Tuhan pun merestui dengan menaburkan salju pertama malam ini.Aku sudah bilang, salju pertama membawa kebahagiaan yang abadi.FIN~   Halo! Ini fanfik pertama yang saya publish di KaryaKarsa!Terima kasih sudah membaca.  
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan