
Spoiler Alert!!!
"Bilirim, ama ... aku mendengar kalau orang-orang di internet itu terkadang hanya membual, Hakan. Aku tidak ingin kau sakit hati karena salah menaruh hati. Lagi pula, aku yakin kalian belum lama mengenal bukan? Banyak perbedaan di antara kita, Canım. Apakah kalian bisa mengatasinya?" tukas Melek panjang lebar tidak ingin mematahkan harapan Hakan yang terlanjur setinggi langit, apalagi dia merasa bahwa anaknya tengah jatuh cinta begitu menggebu-gebu bagai kobaran api di tengah musim dingin.
Bab 7
Hati Hakan rasanya melambung ke angkasa tanpa bisa berpijak ke bumi lagi manakala Nanda telah menjadi miliknya. Benar-benar miliknya tanpa ada orang lain yang bisa merebut gadis itu. Bibir Hakan tak dapat berhenti mengembang dan iris matanya mengamati terus-menerus potret gadisnya yang menggemaskan tanpa rasa bosan. Bahkan saat mengecat kapal bersama Omar pun, Hakan bersenandung pelan seakan-akan segala hal yang ada di sekeliling lelaki itu bagai angin lalu. Sekarang dunianya hanyalah Nanda dan segalanya tentang sang pujaan hati.
Dia menelepon sang ibu, sekadar memberi kabar sekaligus bercerita kalau hatinya telah disinggahi gadis Asia yang bukan main cantiknya. Hakan bangkit dari posisi tidurnya lantas keluar kabin sekadar mencari sinyal supaya komunikasinya tak terputus di tengah jalan. Tak berapa lama suara agak nyaring Melek terdengar begitu senang akhirnya sang putra kesayangan menelepon setelah beberapa hari sibuk dengan segudang pekerjaan.
Hakan mendudukkan diri di salah satu sudut dek kapal sembari tersenyum dan berkata, "İyiyim ya, Anneciğim. Orada iyi misin?"
(Aku baik-baik saja, Bu. Apa kamu baik-baik saja di sana?)
"Tabii, Oğlum. Kapan kau pulang?" tanya Melek. "Ini sudah akhir tahun, biasanya kau mendapat cuti bukan?"
(Tentu, anakku)
"Iya, bulan depan aku cuti, Anne. Bersabarlah seminggu lagi," kata Hakan. "Anne."
"Neyi, Canım?" tanya Melek.
(Ada apa, Sayang?)
"Aku punya kekasih," jawab Hakan malu-malu. "Gadis manis dan pintar yang bakal kau sukai."
"Gerçekten mi? Dari mana asalnya Bagaimana kalian bisa bertemu? Siapa namanya?" Melek langsung memberondong Hakan dengan belasan pertanyaan seakan-akan inilah waktunya anak tertua dalam keluarganya membawa perempuan untuk dikenalkan secara resmi. "Kapan kau akan mendatangkan gadis itu ke rumah?"
(Benarkah?)
"Allah Allah ... bukan sekarang, Anneciğim. Namanya Nanda, gadis Indonesia dan kami bertemu melalui ... aplikasi kencan. Teman-temanku bilang banyak orang yang berhasil menemukan cinta mereka di sana. Bila memungkinkan, aku ingin sekali pergi menemuinya dan membawa Nanda ke sini," jelas Hakan. "Bagaimana menurutmu?"
"Emin misin, Hakan?"
(Apa kau yakin)
Ada keraguan tersurat dari nada bicara Melek walau sejujurnya jodoh tidak akan bisa ditebak darimana datangnya. Namun, perbedaan negara yang terlalu jauh rasa-rasanya agak mustahil bagi Melek. Dia memang mendengar bahwa banyak wanita Indonesia menjalin hubungan bahkan sampai ke jenjang pernikahan dengan pria-pria Turki, tapi tidak dipungkiri kalau mereka agak kesusahan beradaptasi di sini. Perbedaan bahasa adalah kendala utama dan bagaimana jika gadis yang dipanggil Nanda ini tidak bisa mengatasinya?
"Eminim, Anne. Çok eminim. Sejak pertama kali berkenalan dengannya aku merasa cocok dan mungkin inilah jalan Tuhan tuk mempertemukan kami berdua," ujar Hakan penuh keyakinan. "Aku hanya ingin memohon doa dan restumu, Anne. Kau yang lebih tahu segalanya kan?"
(Aku yakin, Bu. Aku sangat yakin)
"Bilirim, ama ... aku mendengar kalau orang-orang di internet itu terkadang hanya membual, Hakan. Aku tidak ingin kau sakit hati karena salah menaruh hati. Lagi pula, aku yakin kalian belum lama mengenal bukan? Banyak perbedaan di antara kita, Canım. Apakah kalian bisa mengatasinya?" tukas Melek panjang lebar tidak ingin mematahkan harapan Hakan yang terlanjur setinggi langit, apalagi dia merasa bahwa anaknya tengah jatuh cinta begitu menggebu-gebu bagai kobaran api di tengah musim dingin.
(Aku tahu, tapi ...)
"Aku bisa melakukannya. Nanda akan paham bahwa kami punya perbedaan bahasa dan budaya, Anne. Aku yakin dia lebih dari mampu meski butuh waktu," kata Hakan. "Anne jangan khawatir."
"Kalau itu memang keinginanmu. Aku tidak akan melarang, Canım. Aku ingin mengenalnya secara langsung mungkin melalui telepon?" tukas Melek memberi ide karena dilanda rasa ingin tahu bagaimana rupa gadis yang berhasil merebut perhatian dan hati anak kesayangannya.
"Baiklah, nanti ketika aku pulang. Kita bertiga bisa berbincang bersama," tandas Hakan penuh kelegaan mendapat persetujuan dari ibunya. "Besok aku akan berlayar ke Lisbon, Anne. Jadi, aku tidak bisa mengirim pesan."
"Hati-hati, jaga kesehatanmu apalagi cuacanya mulai berubah dingin. Pakai syal dan jaket yang kubuatkan untukmu, Oğlum."
"Tamam, sağol, Anneciğim."
(Oke, terima kasih, Bu)
###
Sesuai perjanjian, sekitar pukul sepuluh malam di Surabaya yang berarti jam lima sore di Jerman, buru-buru Nanda membuka Skype karena Dave telah menunggu beberapa menit lalu. Cowok tukang ngedumel itu mengirim spam WA karena tidak ingin waktunya terbuang sia-sia. Menurutnya, orang yang sudah membuat perjanjian haruslah menepati ucapan paling tidak sepuluh menit sebelum acara dimulai demi mengatasi sinyal internet yang bermasalah. Dia menyinggung masalah kebiasaan orang Indonesia yang hobi telat, beda jauh daripada kebiasaan orang-orang Jerman yang suka on time.
Nanda ikut menggerutu karena kesalahan tersebut bukan sepenuhnya datang dari dirinya sendiri. Dia mengirim pesan suara dengan kesal kalau tadi dia harus buang air besar setelah dilanda sakit perut akibat diajak makan rujak pedas oleh kakaknya.
Dave : Aku tidak paham mengapa kalian suka menyakiti diri sendiri.
Begitu sambungan internet tersambung, wajah Dave muncul seraya bersedekap dengan alis mengerut juga bibir mengerucut. Iris mata birunya menggelap, rambut blonde yang agak berantakan itu memberi kesan manly, sementara rahang tegas Dave juga bahu kekarnya benar-benar sandarable bagi kaum jomlo seperti Nanda. Seingatnya dulu, Dave memiliki postur tubuh sekitar 185 cm, apa mungkin sepuluh tahun berlalu tingginya masih sama atau justru bertambah? Sayang, sesempurna apa pun fisik Dave, tidak pernah terbersit suatu hubungan berlandaskan cinta seperti romansa-romansa lain kecuali pertemanan. Nanda tidak pernah memiliki ide mengencani Dave, begitu pula sebaliknya.
Tidak pernah ada alasan jelas, Nanda pun tidak pernah menyinggung masalah tersebut kepada Dave karena tahu lelaki itu mudah sekali tersinggung bila berbicara mengenai perasaan. Nanda tidak pernah memahami jalan pikiran Dave yang terlalu kaku. Apakah orang-orang Jerman seperti itu?
Mengamati ekspresi temannya yang masih merajuk, Nanda bakal mengaktifkan mode puppy eyes seraya melengkungkan mulutnya ke bawah dan memohon kepada temannya agar memberi maaf.
"BAB kan nggak ada yang tahu, Dave, ayolah jangan ngambek kayak cewek gitu," pinta Nanda. "Kamu ganteng banget sih hari ini," sambungnya mengerlingkan mata. "Potongan rambut baru ya? Ecieee ... ganteng banget anak orang."
Meski tampang Dave serius, tapi bersama Nanda lelaki itu tidak dapat marah lebih lama. Terlebih jikalau mendapat pujian mengenai tampangnya yang kata orang bernilai plus plus. Dave menahan senyum lalu berkata,
"I forgive you."
"Ululu ... maacih ya Dave, Sayang ... muach!" Nanda mengirim ciuman jauh karena berhasil meluluhkan si keras kepala.
Refleks Dave berpura-pura muntah menerima kecupan tersebut membuat Nanda ingin meremukkannya secara virtual. Mereka berdua terbahak-bahak lalu sama-sama membuka situs Netflix di mana ada salah satu film yang sedang diminati. Garis bawahi, yang Dave sukai bukan Nanda. Dia lebih suka cerita-cerita romance dibanding hal-hal berbau thriller, horor, action. Menurutnya itu terlalu memacu adrenalin, sementara hidup Nanda sudah terlalu banyak dibayang-bayangi sesuatu yang menegangkan di rumah sakit.
Selain itu, sejujurnya Nanda terpaksa berlangganan Netflix manakala keceplosan kalau sering menonton film di situs bajakan. Otomatis Dave marah dan menceramahinya habis-habisan kalau perbuatan tersebut sangat tidak etis sekaligus melanggar hak cipta. Dia selalu bilang, produser sudah mati-matian menampilkan cerita terbaik dan mengeluarkan biaya sampai jutaan dollar, namun ada segelintir manusia sembrono yang tidak menghargai kerja keras produser maupun aktor. Dave juga menambahkan, andai kata Nanda hidup di Jerman sudah pasti akan mendapat denda ratusan euro.
"Iya-iya, aku bakal langganan," ketus Nanda merasa telinganya memerah menerima omelan Dave. "Gitu aja kamu kayak kesetanan sih!"
"You bikin aku marah, Nanda. Itu ilegal, you know? Apalagi ada virus-virus yang bisa merusak ponsel dan laptopmu. Tuhan ... kenapa temanku so dumb and sepelit ini?" gerutunya.
"Ini film tentang apa?" tanya Nanda selagi mengikat rambutnya ke belakang lalu menaikkan satu kaki ke kursi dan mengambil camilan yang sudah dibeli di supermarket.
"You nggak baca di internet?" cibir Dave memicingkan mata mengetahui lagi-lagi Nanda enggan mencari secuil informasi film yang akan ditonton.
Nanda menggeleng. "Nggak! Kalau ada kamu, ngapain baca di internet?"
Dave tertawa sambil geleng-geleng kepala. Entah kenapa dia bisa betah berteman dengan Nanda sampai sepuluh tahun ini bila gadis itu memiliki sifat yang jauh berbeda darinya. Benar-benar bagai air dan api.
"Film perang sebelum perang dunia kedua," kata Dave. "You sudah siap?"
Nanda melenggut lalu menekan tombol mulai. "Kayak Pearl Harbor bukan?"
"Nein, you fokus saja jangan berisik," pinta Dave menempelkan telunjuk kirinya di bibir. "Camilan apa itu?" tanyanya menunjuk bungkusan yang dipeluk Nanda.
"Katanya nggak boleh berisik, tapi ditanyai," gerutu Nanda. "Keripik kentang sama popcorn, aku malas bikin camilan sendiri soalnya sering diambil sama Nastar."
"Nastar?" Dave menaikkan sebelah alisnya sembari mengamati wajah Nanda. "Oh, your big brother? His name is Tara, right?"
Nanda menjentikkan jari kanannya membenarkan jawaban Dave. "Titip salam nggak?"
"Up to you," jawab Dave mengisyaratkan diam untuk menikmati film. Dia paling tidak suka jika konsentrasinya pecah dan Nanda paham hal tersebut.
Seraya menonton film, Nanda menerima pesan dari Hakan kalau minggu depan lelaki itu akan pulang ke kampung halaman. Dia tersenyum tipis dan membalas cepat kalau tak sabar melihat rumah Hakan seperti apa, terutama keluarga sang kekasih. Hatinya makin berbunga-bunga kala Hakan memberi kabar kalau dirinya telah diberi restu oleh sang ibu atas hubungan jarak jauh ini.
"Serius?" suara Nanda membuat Dave melirik wajah Nanda yang berada di sudut kanan layar laptopnya.
"You berbicara dengan siapa?" tanya Dave jengkel. Ini adalah waktunya mereka berdua menonton film dengan tenang bukannya terdistraksi oleh hal-hal lain.
"Nggak, nggak apa-apa," jawab Nanda meletakkan ponsel di pinggir meja sembari mesam-mesem sendiri dan menggoyang-goyangkan kepala. "Eh ini yang di film Insidious kan? Kok di sini cakep banget," komentarnya pada aktor yang mengenakan setelan formal dan berkacamata.
"Dasar cewek," ledek Dave menahan tawa sementara pandangannya masih tertuju pada film.
"Ini nggak ada cinta-cintaan kayak Pearl Harbor?" tanya Nanda seraya mengunyah camilannya.
Dave menggeleng. "Kalau ada waktu kita bisa menonton film blue," ajaknya yang dibalas lemparan popcorn layar laptop. "You said that one."
"Nggak gitu juga kali," cibir Nanda memutar bola mata. "Eh, yang main cakep-cakep banget. Udahlah diem kamu, Dave, aku betah kalau aktornya kayak Luke Evans"
Dave tak menanggapi, sedangkan fokus Nanda kembali terpecah manakala ponselnya berdering menunjukkan nama Hakan di sana. Buru-buru Nanda meminta Dave memberi jeda dan seketika itu pula emosi Dave memuncak ke ubun-ubun.
"Warum? Kenapa ponselmu tidak bisa diam?" protes Dave.
(Kenapa?)
"Pacarku telepon," jawab Nanda menimbulkan kerutan dalam di kening Dave.
Wait! What? batin Dave tercengang bukan main.
"Halo, Hakan?" sapa Nanda. "Sorry, I'm watching a movie with my friend. Can I?"
"Who?" tanya Hakan agak meninggikan suara.
"Dave. He is my best--"
"Oh My God, Nanda ... I told you that I'm jealous, okay? Why couldn't you understand me?" omel Hakan frustrasi mengapa Nanda tidak menuruti perkataannya agar membatasi komunikasi bersama banyak pria.
"He is my best friend. Just friend, Hakan. What's wrong with you?" balas Nanda. We are watching on Skype; he is not in my room. Why are you so jealous like a child?"
"I'm not, Nanda! You can't understand me!"
Sambungan telepon terputus begitu saja tanpa sempat ada tanggapan dari Nanda. Seketika gadis itu bingung mengapa suasana hati Hakan mudah berubah-ubah. Padahal beberapa menit lalu dia masih baik-baik saja. Lagi pula, apa yang salah memiliki teman pria? Toh tidak ada hubungan lain di antara dirinya dengan Dave. Kenapa Hakan begitu murka?
Sedangkan di sisi lain, Dave bisa mendengar percakapan Nanda yang sedang bertengkar dengan 'kekasih' baru yang entah dari mana didapat. Entah mengapa, firasat Dave mengatakan kalau Nanda tengah menjalin asmara bersama pria Turki yang beberapa waktu lalu diceritakannya?
Ada perasaan tak suka menggelayuti benak Dave mengapa Nanda begitu cepat memutuskan untuk menerima cinta Hakan. Bukannya iri, justru dia khawatir bila suatu hari nanti Nanda akan mengalami patah hati terhebat akibat hubungan mustahil seperti ini. Secara rasional, Dave tidak pernah percaya orang bisa berpacaran melalui internet karena manusia pada dasarnya memiliki sisi gelap yang tertutup oleh janji-janji manis juga rayuan. Manalagi perempuan seperti Nanda ini gampang sekali digoda, diberi ucapan cinta langsung melayang seketika, senyum-senyum seperti orang gila.
Namun, bagaimana cara Dave menyadarkan Nanda akan hal tersebut? Orang jatuh cinta seringkali sudah buta logika, kan? Sepintar apa pun mereka, bila terjerembab oleh asmara apa pun akan dilibas begitu saja tanpa memikirkan ke depannya. Apakah Nanda akan menjadi salah satunya?
"Bist du da, Nanda?" tanya Dave mengabaikan pertengkaran temannya itu.
(Apa kau di sana, Nanda)
Nanda berdeham lalu tersenyum tipis. "Maaf ya, tadi ada telepon. Apa artinya itu?"
"Wer ist das? Your boyfriend from Turkey, isn't it?" terka Dave mengabaikan pertanyaan Nanda. Dia mendadak resah kalau tiba-tiba Nanda menjawab ya.
(Siapa itu?)
Tolong, menggelenglah agar aku tenang, Nanda, batin lelaki itu sembari memasang muka datar.
Gadis itu terdiam beberapa saat, menghembuskan napas seperti ada perasaan bersalah menguasai dirinya. Lantas sebuah anggukan pelan langsung meruntuhkan dinding di hati Dave. Oke, sekarang saatnya dia khawatir bagaimana kisah cinta Nanda selanjutnya.
***
Anneciğim (dibaca anejiim, e kayak baca sate) artinya ibuku tapi lebih mengarah ke ekspresi ibuku sayang.
Anne (dibaca ane, e kayak sate) artinya ibu secara umum.
Oğlum (dibaca olum) artinya anak laki-lakiku.
Canım (Janem, e dibaca kayak emas) artinya sayang. Orang Turki paling suka manggil anak-anak mereka dengan panggilan sayang, tapi bukan hanya ke anak tapi ke orang lain juga biar terasa lebih akrab. Kalau orang Indo, biasanya bakal baper dipanggil canim wkwkwkwk
Çok (dibaca cok, o kayak obat) artinya sangat.
Moga kalian nggak mabok bahasa ya, soalnya biar aku nggak lupa sama pelajaran bahasa Turki dan Jerman wkwkwkwk. Danke vielmals! Sağol, Canım!
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
