
Deskripsi
Bab 12 sambungan watpad
841 kata
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses

Selanjutnya
Aku Selingkuh Punya Alasan Mas
46
6
1.Ibu terus yang kamu pikirin Mas!Kamu tidak kekurangan apapun kan?Aku menyerahkan posisi itu untukmu karena aku tahu Mas yang wajib mencari nafkah!Mas Armada menatap tajam ke arahku. Ini pertama kali ibu minta bantuan, Dis.Kesekian kali Mas! aku murka. Ini yang paling banyak setelah bulan kemarin sepuluh juta.Sepuluh juta itu uang bonus kantor, kamu juga dapat kan?Jadi dia mau menyamakanku dengan ibunya? Mas ngasih aku uang belanja, bukan bonus! Dan aku pake untuk kebutuhan rumah, seribu perak-pun enggak tersisa untuk keperluanku!Kamu menghitung rezeki tapi tidak bisa mensyukurinya?Apa? Bukan kamu saja yang anaknya Mas! Mas Deri, Mas Iyan. Mereka juga wajib, Sementara Mas lupa istrimu juga butuh uang untuk keperluan. Tapi di kepala Mas ibu terus. Belum lagi Yeni, bisa gila aku Mas! tukang rumah saja aku harus pontang panting nyambi di olshop lah dia enggak mikir sama sekali.Ini terakhir. Bulan depan kita atur keuangan lagi.Kulihat mas Armada pusing, kemarahannya sedikit mereda.Kalau masih hidup Mas! Sementara kita sedang bangun rumah, belum lagi kebutuhan. Uang segitu memang banyak tapi enggak akan kelihatan kalau Mas tidak pandai mengurusnya.Sekarang tidak bisa Dis. Ibu perlu uang. Yeni sudah bolos kuliah satu minggu.Jadi lima belas juta ini untuk Yeni? Hubungan Yeni bolos kuliah dengan Mas apa? kami juga membantu uang kuliah Yeni, tapi tidak pernah menunggak, jadi apa maksud mas Ar?Enggak ada. Biar ibu tidak kepikiran, Dis. Aku berangkat.Sepeninggal mas Ar, aku menangis. Bulan ini mas Ar mendapatkan bonus delapan belas juta, lima belas juta dikasih untuk ibunya sedang aku diberikan dua juta dan aku harus memutar otak menggunakan uang dua juta itu. Gajinya baru cair lusa dan itupun nanti aku tidak tahu akan digunakan ke mana.Posisinya sekarang harusnya milikku, tapi karena berpikir aku seorang istri maka kuberikan padanya karena kami sama-sama lulusan sarjana ekonomi. Kinerja mas Ar bagus dan dengan cepat dia mendapat posisi penting di kantor itu. Namun ada yang aneh, sejak lima tahun bekerja gajinya lumayan tapi tidak ada perkembangan. Kami membangun rumah di atas tanah warisan almarhum orang tuaku dan sudah tiga tahun bangunan itu tidak rampung.******
Malas saat mas Ar mengajakku ke rumah ibu. Setiap hari jumat komplek perumahan mertuaku mengadakan pengajian.Bawa Keysa aja. Aku malas ke sana.Setidaknya enggak ada aku, kamu bisa bantu-bantu di sana Dis.Aku lagi malas, Mas.Tukang juga enggak masuk hari ini, Dis. Kamu bisa ke sana, kasihan ibu.Sampai di sana aku juga enggak di open. Kadang dianggap lalat yang menganggu.Jam empat Mas jemput.Mulailah aku menghitung, jam 10, 11,12,13,14,15,16 bisa kering aku di sana.Aku pigi nanti jam dua.Kamu anggota wirid?Mas enggak tahu aja ya, ada atau tidaknya aku di sana enggak ngaruh. Yang ada jadi kue basi aku di sana.Kamu aja yang enggak pandai ngambil hati ibu.Aku tidak menjawab kali ini. Gimana mau mengambil hatinya. Setiap aku ke sana yang dibicarakan si Yeni terus. Kadang juga nyindir, minta anaknya kuliah yang benar dan dapat pekerjaan yang layak agar bisa bantu suami. Pokoknya ada aja yang diomongin dan bikin aku panas.Aku biasa aja kalau berkunjung ke rumah kakakmu.Bedalah. Mba Lea baik, tahu tata krama.Kamu yang beda, Dis. Ayo siap-siap. Aku antar.Jam dua nanti. aku bersikeras. Malas banget pagi-pagi suasana hati udah jelek.Nanti aku telepon ibu, kabarin kamu enggak bisa berangkat pagi.Enggak usah. lagian ibu enggak akan nanya. Udah telat, Mas berangkat dulu.Usai mas Ar pergi, baru aku mencari cara agar bisa mengelak dari perintah mas Ar. Toh ibu enggak bakalan peduli, karena aku tahu beliau tidak pernah menyukaiku.Saat lagi beberes sebuah pesan masuk. Dari mas Ar, mengatakan ibu memintaku membawa piring hias yang baru kubeli bulan kemarin. Dari mana ibu tahu aku beli piring? Kubalas pesan mas Ar.Kenapa enggak minta tetangga aja, malah harus bawa dari sini.Aku tidak menunggu balasan mas Ar dan melanjutkan beberes. Ada-ada saja. Bukan pakai terus piring di rumah, harus piring baru milikku?Papa, Ma. Keysa yang hari ini libur berlari ke arahku sambil membawa ponselnya.Bilang Mama di kamar mandi. aku berbisik di telinga Keysa dan bergegas pergi dari sana. Pasti mas Ar telepon karena balasan pesan dariku.Aku membelikan barang sedikit demi sedikit. Nanti pas pindahan, udah ada jika mau dipakai. Lagian aku beli hasil ngolshop bukan semata dari gaji mas Ar.Tepat jam dua belas mas Ar pulang menjemputku. Belum siapan?Baru jam dua belas.Aku pulang cepat karena mau temanin kamu. Siap-siap dulu. Keysa mana?Sekarang? tanyaku.Iya Gendis. Aku jumatan di sana.Mau tidak mau aku masuk ke kamar untuk bersiap. Sekalian kusiapkan baju Keysa. Kesal, tapi tidak bisa mengelak untuk pergi.Ini kan?Mataku mengerjap saat melihat mas Ar mengeluarkan piring dari lemari. Langsung lututku lemas. Harus itu ya Mas? Banyak kok piring lain.Ibu maunya yang ini, Dis. mas Ar mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan foto yang sama dengan piringku. Bukan hanya piring, lemari pun sama. Kapan ibu mengambil gambar itu?Dalam perjalanan, aku tidak bicara. Hanya Keysa yang sesekali bertanya pada papanya. Suasana dimobil dihidupkan dengan suara radio. Karena masuk waktu jumat mas Ar sholat di mesjid sebelum masuk komplek, aku dan Keysa menunggu di mobil.Nginap ya Ma?Enggaklah, sahutku cepat. Nginap di sana sama aja puasa satu tahun. Enggak bakal ditawarin makan, mau ambil ya gengsi.Key enggak betah lama-lama.Habis acara kita langsung pulang. aku berjanji. Bukan hanya Keysa, aku juga enggak betah.Selesai jumat kami melanjutkan perjalanan, enggak jauh lagi. Sepuluh menit sudah sampai.Belum ramai, karena acara jam tiga. Hanya ada beberapa orang tetangga di depan.Bawa piringnya Ar?Kami baru saja tiba, bukannya aku ataupun Keysa yang disapa.Ada Bu. Aku turunin dulu. mas Ar tersenyum pada ibunya dan aku gondok di belakangnya. Karena enggak di suruh masuk, terpaksa aku menunggu mas Ar selesai mengeluarkan piring dan masuk bersamanya.Duduk bagaikan tamu tak diundang, aku melihat ibu-ibu komplek mulai datang. Mereka menyapaku, miris memang. Disaat yang punya rumah tidak menganggap keberadaanku, orang lain melihat kami.Mas Ar yang beli. Bagus kan? Limited katanya. Kalau mau harus pesan dulu, nunggunya juga lama.Aku menoleh ke samping melihat Yeni bicara dengan dua orang temannya memamerkan ponsel dengan tiga kamera di belakang.Jadi duit lima belas juta untuk beli iPhone adiknya?
2.Gila. Itu duit lima belas juta buat beli hp Mas? emosiku meledak begitu tiba di rumah. Mas Ar tidak tahu aku udah marah sejak di rumah ibunya.Mas pikir Mas hidup sendiri? aku melemparkan tas tanganku ke atas kursi. Istrimu saja pakai ponsel biasa Mas bagaimana bisa kamu perlakukan adikmu seperti itu?Mas Ar yang tahu kenapa aku marah, menjawab dengan santai. Bulan depan aku beli untukmu.Aku enggak minta! kini aku berteriak. Aku istrimu, teman hidupmu harusnya kamu runding dulu. Kita masih butuh uang banyak, mau selamanya tinggal dirumah kontrakan ini?!Kalau aku memberitahumu tidak akan kamu izinkan, Dis.Dia membela diri? Setiap bulan Mas sisihkan gaji untuk orang tua Mas, aku marah? aku ingin membuka matanya. Disaat aku butuh kamu bilang tunggu bonus, aku marah Mas?Menarik nafas, emosiku tak kunjung reda. Mas mau tahu duit dari mana aku beli lipstik, beli skinker? Aku jualan online Mas. Padahal gaji suamiku mampu membeli itu semua tapi kamu enggak melakukannya! dengan tegas aku berkata lagi. Hampir lima bulan ini aku yang bayarin tukang, Mas mikir enggak?Bilang ibu butuh duit tahunya beli iPhone buat adiknya, siapa yang enggak marah? Lima tahun bekerja enggak kelihatan apapun ke mana duitnya? Mas menyembunyikan sesuatu dariku? karena gaji yang begitu besar tapi rumah juga belum selesai. Uang bayar tukang sering barengan dengan uangku. Lima bulan ini aku terus yang membayarnya.Apa maksudmu?Aku tahu gaji mas Ar karena aku yang pegang buku rekening, tapi saat gajian aku hanya diberikan dua juta setiap bulan untuk semua keperluan. Belanja rumah tangga, Keysa dan tukang. Aku kudu hemat makanya jualan online supaya terbantu.Setiap bulan aku cuma dikasih dua juta, ke mana uang lainnya?Mas Ar diam, tapi wajahnya terlihat kesal.Sisanya ke mana Mas? Dari sebelas juta gaji Mas, kemana uang itu?Kamu mau menghitung?Aku mengangguk. Bila perlu aku mau lihat nota pengeluaran. Kita belanja bahan bangunan bareng, jadi aku tahu betul berapa uang yang Mas keluarkan.Kamu mencurigaiku, Dis.Setelah tahu Mas membelikan Yeni ponsel semahal itu apa aku harus diam? tanyaku berang. Belum lagi ibu yang setiap bulan ada keperluan dan Mas enggak pernah runding selalu ngasih sesuai permintaannya. kepalaku rasanya mau pecah. Aku istri Mas. Bukan mayat! Aku perlu tahu karena kita yang jalanin rumah tangga.Salah aku beli untuk Yeni?Salah! Apalagi dengan harga semahal itu. Kita masih ngontrak Mas! Kita masih butuh biaya hidup. mataku memerah. Rumah belum rampung, tapi Mas enak saja ngeluarin duit. Mas sama sekali tidak memikirkanku.Kamu perhitungan Dis!Kamu yang royal sama keluargamu! aku menangis mendengar bentakan mas Ar. Kamu tidak menghargaiku. Tahu begitu aku saja yang kerja. aku tidak main-main dengan ucapanku.Belum selesai aku bicara, mas Ar menjawab telepon yang kuketahui dari adiknya. Aku menyuruh mas Ar mengeraskan volume.Yeni butuh laptop, Mas. Kalau bisa yang ada merek apel itu.Laptop kemarin ke mana? suaranya pelan, terlihat sekali menjaga.Memorinya nanggung. Tugas Yeni makin banyak. Enggak mahal kok Mas. Cuma sebelas juta.Sebelas juta enggak mahal? Karena tidak tahan, aku menjawab, Minta mas Iyan, Yen. Kami lagi kepepet.Tiba-tiba sambungan diputus dan aku mendapat tatapan tajam dari mas Ar. Kenapa harus bilang kepepet? Orang tuaku tahu aku sanggup, kenapa membohongi mereka?Siapa yang berbohong? kesalku. Seandainya lima bulan ini aku tidak membayar tukang, gimana rumah kita? Apa itu tidak termasuk kepepet?Rumah itu nanti juga selesai, Dis. Keluarga lebih penting sekarang! mas Ar memarahiku.Tiga tahun, mau berapa lama lagi merampungkan rumah itu?Aku bilang akan selesai Dis. Sekarang Yeni sedang kuliah, kamu mau pendidikannya terhenti?Ada mas Deri, mas Iyan! Sekali ini saja lihat rumah tangga kita! Jangan sedikit-sedikit ibu, keluargamu yang Mas pikirkan!Kamu serakah Dis! mas Ar keluar dari kamar.Mas yang serakah dengan keluarga Mas! aku tidak mau kalah. Mas lupa diri. sebelum mas Ar pergi aku mengatakan satu hal. Kalau memang seperti ini terus, aku tidak apa kamu ceraikan Mas. Sakit hatiku setiap hari!Tidak ada jawaban lagi dan aku melihat mas Ar masuk ke mobil.Mengambil ponsel aku menghubungi mba Lea dan mengatakan semuanya. Karena hari sudah malam, mba Lea memutuskan datang besok. Memintaku sabar tidak mengambil langkah yang salah.******Entah jam berapa mas Ar pulang semalam, karena aku tidur di kamar Keysa dan saat bangun menemukannya sedang menyiapkan sarapan bersama Keysa.Mengambil gelas, aku menuangkan air putih dan menenggak sampai habis. Setelah itu aku bersiap kembali ke kamar Keysa.Sarapan dulu.Aku tidak menjawab dan tidak pula menghentikan langkah. Melihat wajahnya bikin kesal, maaf aku masih marah.Belum lama menarik selimut, kudengar suara mas Ar menyuruhku keluar karena ibu yang datang. Mau apalagi mereka?Matamu sembab.Tidak peduli pada ucapan mas Ar, aku keluar. Emosiku semakin menggebu melihat Yeni juga ada di ruang tamu kecil itu.Ibu datang untuk minta tolong. ibu mertuaku tidak tahu basa-basi, tahunya cuma menyindir.Yeni sedang banyak tugas di kampus, jadi sudah butuh laptop.Dia bahkan tidak perlu tahu, atau setidaknya canggung melihat penampilanku dengan mata sembab habis berperang. Maaf ya Bu. Aku juga lulusan sarjana, tapi aku tetap lulus dengan nilai terbaik tanpa benda itu. Kalaupun Yeni sangat butuh, tidak bisakah memintanya pada mas Iyan atau mas Deri? aku juga tidak mau berbasa-basi.Mas Ar berdeham. Aku tahu dia marah dengan jawabanku, tapi berusaha tenang di depan keluarganya. Bagaimana kalau bulan juli? artinya selang satu bulan.Tidak bisa Mas. Setoran ke toko bangunan sudah jatuh tempo, jawabku.Raut ibu mertuaku berubah. Nampaknya ia mulai marah. Tidak apa-apa. Kalaupun Yeni berhenti kuliah tidak masalah.Yeni akan tetap kuliah, Bu. mas Ar menahan ibunya.Kamu urus saja istrimu. ibu mertuaku bersiap pergi.Maaf Bu. ingin sekali aku membuka mata ibu mertuaku. Aku tidak pernah marah saat mas Ar membantu ibu asalkan ia tahu tanggungjawabnya.Kamu istri yang tidak tahu diri.Kalimat yang sangat menohok dan salah tempatnya. Ibu menghinaku?Gendis! mas Ar menatap tajam ke arahku.Aku mengatakan yang sebenarnya. tatapan murka dilayangkan ibu mertuaku.Kalau begitu, ambil kembali anak Ibu. Biarkan dia menjadi milik Ibu sampai mati.
3
Hari ini Mas gajiankan?Eum.Aku nyusul ke kantor nanti, kita ke Bank bareng. kali ini aku mau melihat gajinya dengan mata kepalaku. Semua uang itu bukan untuk foya-foya, sudah jelas ke mana akan kupergunakan uang itu.Jangan berlebihan, Dis. mas Ar menatapku dingin. Sejak kejadian tiga hari lalu, dia mendiamkanku. Tak akan bicara jika bukan aku yang mulai. Dan mulutku belum gatal untuk ngobrol santai dengannya selama sikapnya lebay terhadap Keluarganya. Kamu mau mempermalukanku?Oke. Aku tunggu di mobil.Aku akan bawa pulang uang itu ke rumah.Menatapnya jeli, aku menilai raut datar mas Ar. Kamu enggak bohong Mas?Kamu tunggu saja.Oke. Kali ini aku mau lihat seberapa besar kejujuran seorang Armada. Baiklah. Aku tunggu.Sebelum mas Ar keluar dari rumah, aku mengingatkan lagi. Sebelas juta. Jangan sampai kurang. aku berkata dengan nada rendah.Setelah mas Ar berangkat, aku mengantar Keysa ke sekolah yang terletak tidak jauh dari kontrakan. Rutinitas pagi sambil belanja di gerobak sayur yang sering mangkal di pos jaga.Nanti pulangnya jangan bercanda di jalan, pesanku saat Keysa mencium punggung tanganku dan masuk ke perkarangan sekolah.Enggak sama suamimu, Dis?Kulihat mba Weni, adik pak RT yang juga mengantar anaknya.Enggaklah Mba. ngapain sama suami, toh sekolah Keysa dekat.Aku lihat mertuamu di mobil mas Ar, makanya bingung lihat kamu di sini. Kirain ada acara ap---Mba lihat di mana?Mba Weni menunjuk ujung jalan. Ibu mertuaku dalam mobil mas Ar, ada apa?Ya udah, yuk ke mang Ikal. Entar nggak kebagian.Dengan pikiran bercabang aku mengikuti mba Weni. Apalagi yang direncanakan ibu mas Ar sampai harus naik mobil di jalan. Usai belanja, aku bergegas pulang. Mengambil ponsel, aku menghubungi mas Ar. Tetap mencoba menelepon hingga dia menjawab. Hampir sepuluh menit mencoba, hasilnya tetap nihil. Aku akan menunggu, kali ini apalagi alasannya.
******Harusnya jam empat sore mas Ar sudah pulang, aku masih sabar menunggu walaupun jarum jam sudah bergerak lewat dari angka lima. Prasangka sejak mendengar berita dari mba Weni sudah menguasai amarahku.Aku tidak akan mendengar apapun alasannya nanti. Ketika deru mobil terdengar, aku masih tenang dan baru membuka pintu saat mas Ar mengetuk.Dia sendirian. Wajahnya terlihat lelah, dan aku mengurungkan niat untuk bertanya hingga mas Ar selesai mandi dan makan malam.Keysa mana?Ngaji.Mas Ar mengambil handuk di tanganku dan masuk ke kamar mandi. Layar hp-nya berkedip pertanda ada pesan masuk, aku menahan langkah dan jari untuk tidak melihatnya. Aku ingin mendengar langsung dari mulutnya, ada kejadian apa hari ini sampai ibu harus mencegat mobilnya di pinggir jalan.Kutemani mas Ar makan malam tanpa bicara. Setidaknya kuberikan waktu untuk melepaskan ketegangan karena seharian ini bekerja. Ikan goreng, sayur rebus dan sambel tempe adalah menu andalan mas Ar. Aku sendiri tidak makan dari tadi siang.Besok kita ke toko bangunan? aku mulai pembicaraan.Sudah kamu rincikan?Aku mengangguk. Setoran enam juta, belanja baru sekitar tiga juta.Tidak ada tanda keberatan, dan kecurigaanku mulai menyurut.Mau pergi jam berapa? tanya mas Ar.Kalau bisa jam makan siang. Aku tunggu di toko besok. karena tidak menemukan hal aneh, aku menyinggung tentang ibunya.Sepertinya aku melihat ibu tadi pagi, kataku dan aku melihat mas Ar tidak kaget.Iya. Ibu mengajakku melihat tanah.Ibu mau beli tanah?Mas Ar mengangguk. Untuk Yeni, dia kan belum dapat jatah.Emangnya mas Ar dapat jatah apa? Sejak menikah dia hanya membawa satu tas pakaian dan ijazah sebelum tinggal di rumah almarhum orang tuaku dan berakhir di kontrakan ini.Aku tidak bertanya lagi. Cukup tahu ibu mau membeli tanah dan tidak bertanya asal usul uang beli tanah. Yang penting gaji bulan ini kelihatan dan besok kami ke toko bangunan.
******Jam dua belas siang aku sudah siap berangkat ke toko bangunan. Setengah jam lebih awal tidak apa, sekalian aku mau membeli mukena baru untuk Keysa.Loh, Mas? Kenapa enggak tunggu di sana?Bareng saja. Lagian ada waktu luang sampai jam dua. aku tidak bertanya lagi. Mengambil dompet aku mengajak mas Ar pergi.Bawa emasmu Dis.Apa? Untuk apa emasku?Kita gadaikan. Minggu depan Mas ambil lagi.Semalam Mas bilang hari ini siap ke toko bangunan, sekarang apa lagi?Mas Ar ingin meraih tanganku, cepat aku mundur satu langkah. Kemarin Mas berjanji membawa gaji Mas pulang, ke mana uang itu?Ada Dis. raut mas Ar lunak. Minggu depan uang itu dibalikin. Sekarang pakai emas-mu dulu ya?Nafasku memburu, Siapa yang minjem duit sebanyak itu?Ada. mas Ar tidak menjawab dengan jelas. Ambil emas-mu kita pergi sekarang. Aku sudah telepon tokonya.Aku menepis tangan mas Ar saat ia berusaha meraih tanganku. Mas yang bayar tanah itu?Aku mengutangi Ibu, minggu depan dibayar Dis.Aku tidak percaya. Janjinya kemarin, ditambah keyakinannya semalam untuk menyetor ke toko bangunan. Dia berani meyakinkanku karena mengandalkan emas milikku?Pergi saja Mas. Lupakan rumah kita. Lupakan semuanya. aku kecewa. Pergi dan peluk ibumu.Gendis!Kamu yang mau Mas. Ibumu juga sama. Begini terus sama saja kamu bunuh aku! Emas itu bukan kamu yang beli, bukan juga ibumu! Aku beli dengan hasil keringat untuk anakku! Bukan untuk menghidupkan kalian!Keluar dari rumah, aku bergegas ke simpang menunggu taksi lewat. Aku harus memberi pelajaran pada ibu mas Ar.
4.Ngapain ke sini? luar biasa memang sambutan adik iparku, bukannya menjawab salam malah memasang tampang angkuh.Ibu mana? tanyaku baik-baik.Mau apa? Mau dicekik?Lihat nanti. aku masih marah, dia sepertinya enggak sadar.Bu. Ibu! Lihat siapa yang datang. matanya tak lepas menatapku.Siapa Yen?Aku bisa mendengar suara ibu. Begitu melihatku ibu bertanya hal yang sama. Ada apa?Aku mau bicara sama Ibu.Masih ada yang perlu dibicarakan?Sangat banyak Bu. aku tidak tersinggung saat mereka tidak menyuruhku masuk. Melihat baik-baik wajah wanita yang sudah berumur dan harusnya lebih bijak dalam bersikap mengingat waktu hidupnya tak lama lagi.Katakan ada apa?Belum sempat menjawab, ibu menyinggung soal piring. Oh iya. Aku sudah bilang sama Armada kalau piring itu untukku saja. Kalian bisa beli lagi.Apa? Enak saja. Aku beli pakai uang jualan online, bukan dikasih anaknya. Ibu saja yang beli lain. Itu aku beli khusus dengan uangku.Uangmu? Emang Mba kerja apa sampai sanggup beli piring sebagus itu?Yang jelas bukan hasil minta-minta. sengaja kutekan kata-kata itu biar dua orang di depanku merasa.Kamu menyindir?Tak perlu kujawab tanya Yeni. Gini ya Bu. Aku datang baik-baik untuk berbicara sama Ibu. enggak kebayang ngomong di depan rumah mertua seperti apa, dan kini aku merasakannya.Raut tidak suka ibu mas Ar jelas tersirat. Memang begitu setiap kali dia melihatku. Sejak pertama kali menikah, beliau memang tidak menyukaiku, tapi saat itu aku belum terlalu pintar menilai. Syukurnya beliau bersikap terang-terangan setiap kali bertemu denganku ada atau tidaknya mas Ar.Selama ini aku diam saja, tapi rasanya Ibu tidak peka makanya aku perlu mengatakan yang sebenarnya.Berani sekali ya kamu! Ini orang tua, jaga sikap dong.Aku bicara sopan, enggak bar-bar sikap mana yang harus kujaga? Aku mau bicara sama Ibu, kamu bisa diam?Kamu jadi menantu yang sopan dong.Dia sendiri enggak tahu sopan santun ngajarin orang. Ibu tahu kami masih tinggal di rumah sewa, tahu berapa harga sewa setiap bulan? dan lima bulan ini aku yang bayar rumah sewa yang kutempati. Dua juta Bu. Murah menurut Ibu, tapi biaya hidup aku dan Keysa, Ibu dan Yeni dari gaji sebelas juta itu. Belum lagi untuk kebutuhan mendadak baik dariku maupun Ibu.Belum selesai aku bicara, ibu mertuaku memotong. Aku memakai uang anakku, masalah denganmu apa?Anak Ibu suamiku. aku menjawab dengan lugas. Dia juga punya keluarga dan beban tanggung jawab.Kamu tidak bisa mengaturnya! ibu mulai marah. Sebagai istri cukup diam dan terima apa yang dibawa pulang suami! Syukur loh anakku dapat pekerjaan bagus!Ngaca. Udah pernah lapar belum?! Yeni ikut ngegas.Ibu tidak tahu apa-apa atau sengaja ingin menghancurkan rumah tanggaku?Suka-suka kamu! Emang kami maksa kamu menikah dengan Armada?Jawaban dari orang tua yang tak pantas disebut ibu.Jadi istri itu cukup tahu diri. Kamu ongkang kaki di rumah enggak usah banyak mikir. suara ibu mas Ar mulai keras.Aku cuma minta berhenti meminta dari mas Ar. Sebagai menantu, aku tidak akan mengurangi jatah belanja bulanan untuk Ibu.Kamu mengancam? ibu melihat ke kiri dan kanan, dan cukup membuatku tercengang saat beliau mengambil sebuah sapu dan menghadang ke arahku. Wanita tak tahu diuntung! Nasibmu baik karena dinikahi Armada, mau jadi seperti apa anak yatim piatu seperti kamu, hah?!Ada yang memukul dadaku, cukup keras. Aku yatim piatu punya martabat Bu. Aku juga tidak ingin memilih suami dari keluarga seperti ini. Tapi jika memang Ibu mau, aku akan meninggalkan takdir ini.Wanita tidak tahu diri! ibu mas Ar hendak memukulku namun syukurnya aku berhasil mengelak.Satu dua tetangga mulai melihat kami, aku tidak malu. Sekali lagi aku katakan, Aku datang untuk bicara tapi Ibu tidak menerimaku, baiklah. aku mundur. Merasakan seseorang memegang bahuku, aku menoleh dan menepis kasar tangan itu.Ini anakmu! Minta sampai dia bungkuk mengais uang untuk kalian.Hari ini cukup sampai di sini, besok aku akan kembali mengambil piringku. Tetangga juga tahu kalau ibu mas Ar meminjam piringku saat pengajian jumat kemarin. Kalau tidak berhasil, aku akan mengajak tetangga mertuaku. 5
Ibu pingsan.Bukan urusanku! aku bangun saat menyadari mas Ar ingin duduk di samping. Dia baru pulang dari rumah orang tuanya.Kamu tidak bisa akur dengan ibu?Jangan membuat drama Mas. Aku tidak suka. masuk ke kamar aku mengunci pintu, sedikit terkejut saat melihat Keysa ada di dalam.Kamu ngapain Key?Buku gambar Key hilang, Key cari di sini tidak ada juga.Kamu taruh di mana?Keysa menggeleng. Tadi siang Key menggambar di sini. Berarti pas aku pergi ke rumah ibu mas Ar. Nanti Mama cariin. Key tidur ya, sudah malam.Pintunya kenapa dikunci Ma?Aku tidak menjawab, mendekat ke arah pintu aku membantu Key membuka pintu. Jangan lupa matiin lampu Key, pesanku. Dengan cepat mas Ar mengambil kunci di pintu dan mengantar Key ke kamarnya.Aku tahu mas Ar mau bicara, dan aku tidak mau mendengar apapun. Tadi aku pergi dari rumah ibunya karena tahu, makin lama di sana sama saja mempermalukan diri sendiri.Ibuku ibu kamu juga, Gendis. mas Ar masuk dan menutup pintu kamar. Ibu sudah tua, kamu bisa kan memakluminya.Tidur Mas. Cukup ibumu yang bikin aku gila hari ini.Jaga bicaramu, tegur mas Ar dengan tegas. Kamu orang pendidikan, pilih bahasa yang bagus.Rasanya aku ingin meludah. Makanya aku bilang tidur, tidur! aku naik ke ranjang bersiap menarik selimut.Coba kamu pikir, hampir semua masalah kamu dengan ibu karena uang, benar tidak?Jadi dia tidak mau tidur? Mas benar mau bicara?Raut mas Ar tenang. Antara kamu dan ibu, tidak capek berantem dan salah paham terus?Tanyakan ibumu. Kurasa semua menantu di muka bumi ini tidak akan terima jika punya ibu mertua sepertinya.Dia ibuku, Gendis. mas Ar tidak henti mengingatkanku. Dia ibu kita.Aku memilih tidak punya ibu jika harus dia.Gendis!Sudahlah Mas. aku juga capek. Perang batin karena ibu mertua bukan hanya dalam minggu ini, tapi sejak menikah dengan mas Ar dan semakin menjadi saat mas Ar mendapatkan pekerjaan tetap.Mari bicarakan tentang kita. yang seharusnya tidak ada yang perlu dibicarakan melihat sikapnya yang hanya tegas kepadaku. Tujuanku menikah bukan untuk menghadapi masalah seperti ini. Aku mau menikah karena berharap Mas bisa melindungiku, nyatanya Mas masih manjaga keluarga Mas tanpa peduli bagaimana perasaanku.Itu perasaanmu, elak mas Ar. Aku mencintaimu---Rumah tangga tidak hanya butuh cinta Mas. pahit, asam dan asin sebuah hubungan memang ada, namun bukan hanya menampungnya dalam satu wadah. Akan lebih baik jika sama-sama mencari solusi, bukan malah membela yang salah.Aku istri. Wanita yang melahirkan anakmu. Jika kamu bisa menghargai ibu, seharusnya kamu juga bisa menghargaiku! mas Ar diam, tatapannya masih lurus padaku. Kalau memang Mas tidak bisa menjadi imam, aku siap dicerai.Gendis!Atau Mas mau aku yang melakukannya?Cukup Gendis!Kenapa? Masih banyak wanita di luar sana yang mau menjadi istri Mas! walaupun aku tahu mereka akan ragu jika tahu sifat asli ibu mas Ar. Lagi pula, ibu sedikitpun tidak menyukaiku dan Mas tidak berusaha memperbaiki hubungan kami. menarik nafas dalam aku melanjutkan. Mas hanya berani menekanku di rumah, sedangkan ibu dan Yeni mas biarkan. Sekali-kali buka mata Mas, lihat sikap mereka!Mas Ar tidak buta, aku tahu. Dia hanya menutup mata untuk permasalahan ini. Memilih keluarganya karena alasan bakti. Ceraikan aku, Mas bisa memberikan seluruh gaji Mas untuk mereka tanpa ada yang terluka lagi. Mas leluasa meluangkan waktu tanpa harus berbohong lagi.Buang pikiran sempit itu Gendis.Jangan mempertahankan hubungan yang secara sadar sedang Mas hancurkan. bagiku itu sama saja bohong, karena dasarnya tak ada lagi pondasi yang kuat.Kamu sedang emosi.Dan akan selalu seperti ini karena kamu dan keluargamu itu, Mas. Aku minta berpisah baik-baik!Lupakan. Tidak akan ada perpisahan. Sudah kubilang kali ini aku tidak memberikan cuma-cuma, aku mengutangi ibu.Persetan. Aku tidak suka laki-laki tak punya prinsip dalam rumah tangga!Aku suamimu, Jaga bicaramu Gendis!Bagiku, kamu anak ibu Mas. Bukan suamiku.
6Berani kamu datang lagi?Aku datang untuk mengambil piring. Lusa ada arisan di rumah.Alasan busuk apa itu?tanya ibu mertua dengan sinis dan nada mulai tinggi.Pagi ini tidak ada Yeni di rumah, sepertinya akan mudah memberi pelajaran untuk ibu mas Ar.Kalau Ibu tidak percaya bisa tanyakan mas Ar. aku masuk tanpa disuruh.Aku sudah bilang Armada untuk belikan yang baru.Kami enggak ada duit lagi. Kan sudah Ibu pinjam beli tanah. Lagian Ibu bayarnya minggu depan, masa harus kubatalin arisan.Kurang ajar kamu ya!Aku menatapnya tajam saat beliau mengumpat.Kamu pikir bisa bersikap semaumu, hah?!Aku datang baik-baik memberi salam dan mengatakan tujuanku datang, apa masih kurang sopan? tanyaku dengan wajah serius.Kamu tidak takut kualat melawan orang tua?!Aku menggeleng. Kapan aku melawan, Bu? kini aku sudah duduk bersiap membuka lemari dan mengambil semua piringku. Ibu minta duit tiap bulan, aku enggak marah. Belum lagi bonus yang sering dikasih mas Ar diam-diam. karena seringnya aku tahu selang beberapa hari setelah mas Ar memberikan padanya. Kalau aku marah sesekali bukankah itu wajar? aku melihatnya baik-baik. Wajah putih yang sudah banyak kerutan itu masih cantik, namun sayangnya hati itu tak secantik rupanya.Lagi pula aku punya adik ipar yang tidak tahu diri.Saat ibu ingin menjambak rambutku, aku mengelak. Tanganku sudah membuka kunci lemari.Aku satu-satunya menantu paling perhatian sama Ibu, harusnya Ibu senang bukan malah membenciku. kini tak lagi kulihat wajah itu. Mataku mulai fokus melihat piring.Ibu tidak pernah menganggapku karena aku hanya yatim piatu? aku terkekeh. Yatim piatu ini yang banyak memaklumi keadaan Ibu.Mulai mengeluarkan piring, aku mengecek satu persatu apakah ada yang cacat?Kamu hidup bahagia dengan Armada tapi kamu tidak tahu untung!Kami tidak bahagia Bu. Ibu selalu ikut campur, mana mungkin kami bahagia? peka dengan gerakan tangannya aku menepis kasar. Jangan menyentuhku dengan niat jelekmu, Bu. lima lusin semuanya, nanti aku telepon grab.Sekilas melihat wajahnya yang tegang dan penuh amarah, aku bertanya padanya. Ibu memperlakukanku seperti ini, tidak takut karma? Ibu punya anak gadis, semata wayang lagi.Yeni tidak sepertimu. Dia tahu adab, karena sejak kecil aku mendidiknya.Sampai saat ini aku tidak melihatnya sebagai orang yang terdidik. Prilakunya hampir sama dengan gelandangan jahat di pinggir jalan. sikap arogan, mau menang sendiri, pemaksa dan pemarah itulah sikap gadis yang selalu dipuja ibu mas Ar.Jaga mulutmu.Aku tidak peduli. Ini kurang tiga, ke mana sisanya? sudah kuhitung dua kali tapi masih kurang.Masukkan piring itu ke dalam lemari!Ibu mau menjualnya? lumayan dua puluh lima ribu dikali tiga.Kurang ajar kamu! kini aku telat menepis saat tangan itu memukul kepalaku dan tidak melepaskannya. Sepertinya rambutku cukup membuat matanya terganggu.Kamu wanita tidak malu! ibu mas Ar menarik rambutku dengan kuat.Saat kepalaku mulai pusing, aku mendengar suara seseorang memanggil ibu.Yeni, wanita itu yang datang. Apa yang dilakukannya Bu?Pertanyaan yang salah. Harusnya dia bertanya apa yang dilakukan ibunya padaku. Tapi, ah sama saja apa bedanya Yeni dengan ibunya. Merasakan kulit kepala sakit, aku bangun. Piring sudah selesai kuhitung hanya perlu menelepon grab dan pulang.Wanita ini tidak tahu malu. Sudah hidup enak masih kufur nikmat. Anakku yang memberikan semua ini kenapa kamu yang sewot hah!?Aku enggak sewot. Cuma minta Ibu dan Yeni memaklumi keluarga kecil kami.Apa yang terlalu banyak aku minta?!Perlu aku sebut satu-satu? aku bangun, merapikan rambut. Tak Serapi tadi, tapi tak apalah.Aku menyesal menerima kamu sebagai menantu!Aku juga salah memilih suami. Sayangnya dia harus memiliki ibu seperti ini.Apa maksudmu? kini Yeni ingin melakukan hal yang sama seperti ibunya. Tanganku menepis dengan cepat.Kamu akan tahu bagaimana rasanya berada di posisiku. tanpa kuduga, Yeni mengangkat piring, kemudian menjatuhkan ke lantai.Mereka benar-benar menguji kesabaranku. 7.Bagaimana cara menghentikan kebrutalan ibu dan anak itu? Disaat benda milikku dihancurkan, aku hanya bisa melihat. Berani maju maka kakiku bisa berdarah. Emosi jiwaku sepertinya tak akan berhenti jika terus berurusan dengan dua orang ini.Puas?! Yeni tidak tersenyum, sama hal dengan ibunya, dia juga marah.Aku tidak tahu, masuk golongan mana keluarga kalian. hatiku sakit melihat kepingan piring yang berserakan di lantai.Jadi kamu belum puas? aku tidak mundur saat Yeni maju. Ingin kulihat apa yang akan dilakukannya. Piring ini sudah pecah, kamu mau aku melakukan yang lebih kejam? tajam suara Yeni dengan tatapan dingin sama sekali tidak membuatku gentar.Kamu mengancamku sementara setiap hari mengemis uang jajan padaku?Aku tidak pernah meminta uangmu. Perlu kuperjelas, kedudukan seorang istri tak lebih mulia dari keluarganya.Aku ingin tertawa mendengar kalimat itu. Kamu tidak tahu apa-apa. Bahkan saat tidak bisa membeli iPhone mau berhenti kuliah, kamu tahu dengan uang siapa iPhone itu dibeli?Terserah. Sekarang keluar dari rumahku!Jangan pernah kembali wanita tidak tahu malu! ibu mas Ar berteriak.Aku belum keluar, belum selesai memberikan pelajaran kepada mereka. Aku penasaran, akan bagaimana kehidupan kalian tanpa mas Ar.Kamu tidak akan bisa mempengaruhinya. dengan tegas kalimat itu dikatakan ibu mertuaku. Armada anak baik, bukan setan seperti kamu!Kita lihat saja. Semoga aku tidak melihat kalian membawa kardus sumbangan.Aku bersiap pergi, namun kali ini seseorang menyiram tubuhku. Tidak ingin kalah aku merebut ember di tangan Yeni dan bergegas lari ke kamar mandi tanpa memperhatikan lagi pecahan piring di lantai. Mereka menarikku tapi amarahku mengalahkan keduanya.
Satu bungkus detergen besar kutuangkan dalam ember dan menimba dalam bak, kemudian keluar dan menyiram keduanya.Kalian pikir aku takut? amarahku tak terbendung lagi. Selamanya kalian akan jadi penjilat? Ingat umur Bu. Liang lahat sudah menunggu.Yeni sudah berlari ke kamar mandi.Kurang ajar kamu. suara ibu serak masih tersirat amarah.Sakit hati Bu? tanyaku dengan mata tetap awas melihat pergerakan Yeni yang bisa saja menyerang dengan tiba-tiba. Itu tidak seberapa Bu dibandingkan dengan sikap Ibu selama ini. Menemui mas Ar diam-diam, meminta duit segitu banyak hanya untuk membeli iPhone untuk Yeni setelah itu menyaksikan aku bertengkar hebat dengan suamiku, itu yang Ibu inginkan bukan? Ibu bahagia melihatnya? belum puas, aku masih ingin mencercanya. Seumur hidup aku belum pernah melihat sosok Ibu, kupikir bisa melihatnya dari Ibu saat menikah dengan mas Ar, ternyata aku salah. Aku bertemu dengan iblis. hancur hatiku tidak redam sekalipun telah mengeluarkan semua amarahku.Ibu mengusap wajahnya berkali-kali. Dia masih terlihat kuat, air detergen tidak mempengaruhinya. Kamu mengataiku iblis?Apakah ada ibu di luar sana yang bahagia melihat anak menantunya hancur? Yang aku tahu hanya ibu seperti itu! Orang tua di luar sana tidak akan merecoki apalagi membuat rumah tangga anaknya kalang kabut, tidak dengan ibu. Ibu senang bahkan dengan sengaja melakukan itu agar kami bertengkar dan menempatkanku di posisi yang salah, faedahnya apa, Bu?! aku berteriak di depan mukanya.Ibu bahkan tidak pernah menyapa Keysa, putriku. Sedang anak-anak mas Iyan dan mas Deri tidak sungkan ibu perlakukan dengan baik di depanku. Katakan padaku, mau seperti apa masa tua ibu nanti?Rasanya sulit, tapi aku mengatakan dengan mudah karena sakit ini telah lama terpendam. Ibu tahu apa yang dikatakan Keysa padaku? aku tidak menangis, bicara dengan lancar agar orang tua itu bisa membuka matanya dan bertaubat. Keysa hanya punya satu nenek, yaitu nenek yang ada di makam. dan itu adalah ibuku. Ia sama sekali tidak menganggap Ibu, impaskan?Rahang ibu mas Ar mengerat, tatapannya masih setajam tadi.Sadar atau tidak ibu sedang menciptakan neraka di masa tua.Begitu caramu bicara dengan Ibu?Aku menoleh sekilas saat sebuah suara terdengar. Mas Ar yang datang. Siapa yang memberitahunya?
8.Kenapa? Mas mau membelanya? aku tidak perlu suudzon karena cukup mengenal laki-laki. Delapan tahun berumah tangga, bukankah kami sudah tahu pribadi masing-masing? Tidak pernah ada masalah internal lainnya, hanya orang tua dan adik mas Ar.Kamu lebih muda, tidak bisakah menahan diri?Mas tidak mau tahu yang sebenarnya. aku menarik napas, di hadapan orang tua dan adiknya, untuk kedua kali aku meminta dengan tegas. Bawakan aku surat cerai!Tidak ada yang bercerai, Gendis! mas Ar membentakku. Dewasa sedikit. Kita menikah, bukan pacaran. Jika sedikit saja kamu membuka diri tidak ada masalah.Merampas kunci mobil dari tangannya, aku mengatakan dengan jelas agar ibu dan adiknya yang tidak tahu diri itu tahu siapa kebenarannya. Katakan pada Ibu dan adikmu Mas, selama ini siapa yang memberimu pekerjaan. Katakan dengan jujur.Cukup Gendis. Kita pulang dan bicarakan di rumah.Aku mau Mas mengatakan yang sebenarnya.Kamu memerintah suamimu? ibu mas Ar menatap tajam ke arahku.Mas Ar mendapatkan pekerjaan itu dariku. Kalian mengerti? tidak sampai di situ, aku menambahkan. Mobil yang kalian tumpangi setiap ada keperluan itu adalah mobilku, paham?Tak perlu kulihat seperti apa wajah mas Ar. Semua isi rumah kontrakan adalah hasil keringatku sendiri, bukan dari anak Ibu. Karena gajinya setiap bulan ibu poroti, tidak ada sisa untukku membeli barang-barang itu. aku belum puas melihat wajah murka ibu mas Ar. Tanah yang saat ini sedang dibangun sebuah rumah, bukan mas Ar yang beli, itu adalah warisan dari almarhum orang tuaku. masih banyak lagi dan akan kukatakan satu persatu. Jadi sudah tahu, uang siapa yang ibu pakai selama ini?Kini kulihat wajah adik iparku. Motor yang sering kamu gunakan ke kampus, aku tarik.Enak saja! Mas ngomong dong, rengek Yeni. Aku tersenyum sinis, kalau tidak ada mas Ar bisa saja wanita itu menjambak rambutku.Mas Ar memakai duitku. Statusnya hutang, dan sampai saat ini belum dibayar. aku ingin menjelaskan satu persatu.Kita pulang!Aku menepis tangan mas Ar. Aku belum selesai.Di depan putra Ibu, aku mengatakan dengan jujur. delapan tahun rasanya sudah sangat cukup merasakan kesakitan karena campur tangan keluarga mas Ar.Kamu tidak mendengarkanku, Gendis?Maaf. Aku ingin menyelesaikan semuanya hari ini. Sakit setiap saat Mas diam dan masa bodo dengan kecewaku, sedih tahu enggak punya suami seperti Mas? Aku masih muda, tapi pikiranku sudah tua gara-gara keluarga Mas!Kamu saja yang tidak tahu untung!Jaga mulutmu Yeni! mas Ar memarahi adiknya. Rautnya sedikit terkejut. Biar kutebak mas Ar tidak tahu betapa kurang ajar adiknya itu.Mas lihat itu? aku menunjuk ceceran pecahan piring. Siapa yang mengizinkan Mas memberikan piring itu untuk Ibu?Mas Ar tidak menjawab. Namun aku tahu, dia marah.Aku datang baik-baik. Tapi mas Lihat hasilnya?Kamu memaki Ibu, kamu bilang Ibu iblis!Mas Ar menarik tanganku dan aku terseret beberapa langkah namun keinginan mas Ar tidak berhasil. Aku belum ingin pulang.Salah? Adakah Ibu yang memfitnah menantu? Belum lagi campur tangannya agar anak dan menantu berpisah, Ibu lupa bahwa anak laki-laki Ibu sudah memiliki anak yang tak pernah Ibu anggap!Lancar mulutmu ya?Aku belajar dari Ibu, jawabku dan membuat ibu mas Ar kalap mengambil sapu di sampingnya hendak melemparkanku namun ditahan oleh Yeni. Hanya dengan mulut, Ibu bisa menggoncang rumah tangga kami, balasanku belum setimpal Bu.Napas ibu mertua tersengal. Apakah sebentar lagi akan ada adegan pingsan?Aku terlambat memahami kebencian Ibu, saat sadar mungkin terlambat tapi aku tidak akan diam. karena sejatinya kebahagiaanku ada di tanganku sendiri.Mas diam saja? Lihat bagaimana dia melawan tidakkah Mas sakit hati padanya?Aku tidak menunggu jawaban mas Ar untuk tanya adiknya. Aku melawan karena diserang. Kalian luar biasa memang. tahu kebusukan keluarga mas Ar aku tidak akan diam lagi. Sudah cukup kalian mengemis, sekarang buka mata agar bisa melihat hidup yang sesungguhnya. Hidup kok seperti benalu.Kali ini lemparan sapu dari tangan ibu mertua mengenai tepat di dahiku. Pusing? Sedikit. Aku masih sanggup bicara. Tapi sayangnya mas Ar tidak memberi kesempatan lagi dan menarikku keluar.Kamu sudah gila?Keluar. aku bisa menyetir sendiri, siapa yang menyuruhnya masuk ke mobilku?Sini kuncinya.Mas sudah menarikku ke sini sekarang keluar dan kembali pada ibumu.Mas Ar ingin mengambil kunci mobil, tapi aku mengelak dan memaki laki-laki itu. Mas masih punya harga diri? kali ini aku bertanya dengan serius. Tidak ada lagi keinginanku hidup bersamamu, tidakkah Mas mengerti?Lebih baik diam saat emosi. Kamu terlalu banyak bicara.Lagi, aku berhasil mengelak saat mas Ar ingin mengambil kunci. Yang aku katakan semua fakta. Kenapa? Mas marah karena kata-kataku menyinggung perasaan ibumu?Aku bilang diam dan bawa kemari kunci mobil, Gendis!Siapa yang mau pulang bersama? bukankah sudah jelas kukatakan keinginanku? Aku akan pulang, tapi ke rumah ibuku. Bukan ke rumah kontrakan.Rasanya sudah cukup menimbang rasa, karena tak ada akhir jika belenggu mertua masih mengikat kuat. sabar dan rela dua hal yang tak bisa kupertahankan. Kita akan bercerai!
9.
Kepada mba Lea aku sudah menceritakan tentang sikap ibu mertuaku juga Yeni. Jika dulu mba Lea menyuruhku sabar kini dia yang paling bersemangat menyuruhku cerai dari mas Ar.Janjinya dulu dia mau menjagamu, bukannya menjaga malah kamu dikasih ke mulut harimau.Aku tidak menangis, hati masih sakit mengingat semuanya. Perjuanganku harus berhenti di sini. Percuma bertahan kalau hati tak lagi damai. Tak apa jika kerja keras mas Ar tidak memperlihat hasil, setidaknya aku bisa menghindar dari kegilaan keluarganya.Heran aku, kamu cuma ngoceh aja di sana tanpa melawan sedikitpun.Mba mau aku melakukan apa? Balas menjambak rambut ibu mas Ar, atau memukulnya dengan sapu?Apa saja, yang penting dibalas.Aku masih punya nurani, Mba. Aku ke sana dengan maksud baik dan sedikit memberikan pelajaran. dan tidak tahunya mereka menyerang.Mba Lea kesal. Harusnya kamu telepon aku, biar mereka tahu kita tidak bisa ditindas.Aku pikir bisa sendiri. Senekad-nekadya aku masih punya nurani.Diluar konteks kalau dia mulai menyerang, kamu bisa membalasnya. mba Lea menyodorkan kapas yang sudah ditetesin Betadine.Menggunakan cermin kecil, aku melihat kening yang terkena lemparan sapu. Sedikit berdarah, saat kutekan lumayan sakit.Gila aja kamu ngomel sepanjang hari sama orang begituan! Enggak sekalian gila kamu?Buktinya tidak. Aku baik-baik saja.Armada di luar. mas Ferdi memberitahu kami, namun belum membuka pintu.Suruh masuk, aku akan menghajarnya.Aku diam saja. Hampir setengah hari aku di sini dia baru datang, ingin tertawa rasanya. Begitu pintu terbuka mba Lea langsung menampar dan menonjok mas Ar hingga laki-laki itu kelimpungan.Kurang ajar kamu! Istri yang harusnya kamu jaga malah kamu sakitin, lebih membela keluargamu itu! sekali lagi mba Lea menonjoknya. Luar biasa memang emosi ibu hamil. Hormonnya sangat mendukung. Mba Lea mencercanya lagi. Buta kamu enggak bisa lihat? Di mana keluargamu saat kalian hidup susah? Bahkan sampai saat ini kalian belum bisa hidup layak keluargamu sudah jadi benalu! dan sekali lagi mba Lea menonjok hidung mas Ar.Aku duduk dengan tenang memperhatikan aksi mba Lea, sedang mas Ferdi tampak tidak tenang, mungkin takut terjadi apa-apa pada kandungan mba Lea.Aku menikahkanmu dengan Gendis bukan untuk kamu sakitin, kira-kira tidak bisa hidup dengan adikku baiknya kau lepaskan!Penasaran aku melihat keadaan mas Ar. Lumayan tuh. Hanya berdarah hidungnya, paling wajahnya bengkak besok. Tidak setimpal dengan yang dilakukan ibu dan adiknya padaku.Aku mau jemput Gendis.Masih berani kamu menjemputnya?! emosi mba Lea belum pulih. Kamu cukup tunggu di rumah, aku yang akan membawa surat cerai untukmu!Malas melihat mukanya aku masuk ke kamar. Panggilan mas Ar kuabaikan. Untuk apa mengurusnya, kening dan hatiku masih sakit.Aku mencintainya.Dibalik pintu kamar aku mendengar pengakuan cinta bullshit.Bilang sama ibu dan adikmu. Mereka lebih percaya dari pada Gendis. suara mba Lea masih tersirat emosi. Kamu lihat sendiri kan? Gendis memilih masuk ke kamar dari pada berurusan denganmu!Anehnya aku tidak mendengar suara mas Ferdi, apakah kakak iparku juga takut saat mba Lea naik pitam?Aku sudah bicara dengan ibu, aku sudah menyelesaikan baik-baik. terbata kalimat itu di ucapkan, mungkin karena menahan sakit.Apa yang kamu bicarakan dengan baik-baik? Minta maaf atas kesalahan Gendis, atau menyuruh keluargamu maklum dengan sikap Gendis?Aku tidak ingin mendengar lagi, sepertinya tidur adalah pilihan terbaik. Bukan hanya raga, jiwaku ikut lelah setelah melewati hari ini. Menarik selimut aku memejamkan mata.
Batinku mengatakan tentang hari ini belum selesai, tapi logika tak mau lagi bekerja karena lelah tak melihat waktu.
******
Caramu berhasil. aku baru saja ingin mengunci pintu rumah kontrakan. Tepuk tangan terdengar dari samping, saat kulihat ternyata ibu mas Armada.Aku tidak punya urusan lagi dengan Ibu, kataku dengan tegas.Setelah membuat kekacauan kamu mau pergi begitu saja?Benar-benar wanita tua yang licik. Aku tidak ingin berurusan dengannya lagi. Aw! wanita gila, dia benar-benar cari masalah. Kutahan rasa sakit dengan sekuat tenaga aku melepaskan tangannya dari rambutku. Kulit kepala rasanya akan terkelupas. Tuhan, ini sakit.Kini aku menarik rambutnya, dan menatap tajam tepat ke manik yang tak lagi berkilau.Bagaimana rasanya, sakit? aku menarik sekuat tenaga memaksa hingga kepala wanita tua itu mendongak bahkan untuk bernapas-pun akan sulit.Jika Ibu pikir aku diam karena segan maka Ibu salah! Nuraniku menahannya, tapi tidak untuk kali ini. aku masih marah, salah waktu memancingku.Lepas.Terbata satu kata itu tidak membuatku iba. Tak ada yang bisa memprediksi ketangkasannya seperti beberapa saat lalu, saat dia mendorongku ke dalam rumah.Dia angkuh, tak ada sedikitpun sosok ibu dalam pribadinya. Muka manis dan melas hanya dipasang di depan mas Ar. Aku sudah menyadari kekejaman tersembunyi namun dari sirat wajah jelas terlihat saat ibu mas Ar menahan marah padaku. Instingku mulai awas saat berdekatan dengannya, bisa saja wanita itu melakukan hal yang lebih gila.Kamu akan menyesal.Di depan mukanya aku tersenyum sinis. Kenapa tidak memikirkan takdir Ibu saat ini? sekali hentakan leher itu akan patah, karena kemurkaanku saat ini tak memandang status. Melindungi diri wajib hukumnya, terlebih dia yang pertama menyerang.Lepas.Aku tidak peduli. Tanpa melepaskan tangan dari kepalanya, aku menarik paksa tas yang masih menggantung di bajunya. Dengan gigi aku membuka tas dan mengeluarkan isinya. Tidak lengah saat kulihat satu persatu benda yang jatuh ke lantai.Mendorong ibu mas Ar dengan kuat, aku mengambil sebuah plastik kecil yang mencurigakan.Keadaan ibu mas Ar memprihatinkan, tapi aku tidak peduli. Apa ini?Disaat seperti itu dia masih tersenyum, tanpa memberikan sebuah jawaban. Bungkus plastik berisi bubuk berwarna hitam, aku tidak pernah melihatnya. Saat ingin membuka, aku melihat sekali lagi ke arahnya, aneh. Memasukkan bungkusan itu ke dalam saku celana, aku berkata padanya. Aku akan mencari tahu. entahlah, ada harap besar dalam hatiku dan seketika raut itu berubah.Seperti yang Ibu katakan, antara kita belum selesai.Kamu tidak akan memiliki Armada.Sepertinya dia harus tahu. Aku sudah melayangkan gugatan. Yang kukatakan tadi adalah tentang hari ini. kulihat baik-baik rautnya.Hidupmu tidak akan tenang! dengan suara parau dia mengancam.Ibu masih ingin hidup kan? setidaknya hari ini, karena aku tidak akan menjamin hari esok. Bungkusan yang kutemukan tadi seperti sebuah kemenangan.Kamu akan membayar semuanya wanita tidak tahu untung!Dia tidak mau pergi, apakah aku harus menguncinya di rumah kontrakan ini?
10.Jangan memfitnah ibu. mas Ar mengira aku berbohong. Bukan ingin mengadu, mengatakan tentang bungkusan yang kuambil kemarin hanya ingin mas Ar tahu kebenarannya.Aku akan memperlihatkan kepadamu. bukan sekarang, karena seseorang sudah mengamankan benda itu. Mas perlu tahu, ada atau tidaknya masalah ini ibumu tetap akan menyingkirkanku dengan caranya.Kamu bisa mempertanggungjawabkan ucapanmu?Itu bubuk racun. tidak perlu meminumnya, dihirup saja akan menghilangkan nyawa. Kali ini Mas tidak bisa membelanya. aku berkata dengan tegas. Dua perkara dalam satu waktu, ini adalah pencapaian titik akhir kesabaranku.Raut terkejut di wajah mas Ar menjelaskan kegalauannya. Aku tahu bagi mas Ar ibu tetap malaikatnya, namun dari sudut pandangku wanita itu sudah berlebihan dalam bersikap dan pantas kuanggap iblis. Tak akan sirna bayangan raut sadis saat beliau menjambak rambutku. Jika racun sudah disiapkan bukankah ibu mas Ar sudah menyusun rencana dengan matang dan bisa jadi ini adalah akhir dari rencananya.Aku pergi. langkahku terhenti karena mas Ar menarik tanganku.Kita tidak akan bercerai.Aku menggeleng dan melepaskan tangannya. Kecewaku sudah cukup. jujur masih ada perasaan ini, tapi kalah dengan kesakitan. Aku sudah lelah.Gendis.Tatapannya kubalas, banyak rangkai kata mewakili luka yang bisa kujabarkan tapi rasanya percuma. Suaraku pernah tak berarti. Komitmen kita hanya sampai di sini.Aku jahat, karena terlalu membela keluarga dan untuk itu aku punya alasan yang kamu ketahui, apakah alasan keluarga membuatmu ingin mengakhiri pernikahan ini?Aku mengangguk. Pelakor dan campur tangan mertua adalah dua hal yang sama-sama menyakitkan. Kuakui kelemahan mas Ar hanya menyangkut keluarganya, lainnya tidak ada. Terlalu mengurus adik dan ibu sehingga lupa jika dirinya punya keluarga yang lebih penting.Mungkin Mas mengerti kata lelah.Kamu tidak melihatku?Apa yang perlu kulihat darinya? Sebagai suami, menurutku Mas gagal.Mata mas Ar menentang, tak ada keraguan. Jika benar tentang kesalahan ibu yang kamu katakan, bukankah sudah berakhir?Bagaimana dengan prinsipmu? aku bukan sekadar bertanya. Laki-laki yang dipegang omongannya, dan berulang kali mas Ar melanggar ucapannya dan itu semua karena keluarganya.Aku punya keluarga, selama ini aku tidak menelantarkan kalian. Apakah itu tidak bisa menjadi penilaianmu?Iya. Aku tahu. Mas Ar hangat padaku dan Keysa. Namun, keseluruhannya selalu berkaitan dengan ibu dan adik, sehingga aku menjadi yang kedua.Tanyakan hati Mas, lebih istimewa mana antara aku dan keluarga Mas? aku yakin mas Ar tahu jika aku bukan istri jahat. Aku tidak pernah menjelekkan ibu dan adiknya, tidak pernah menyuruhnya berhenti memberikan jatah uang belanja bulanan. Aku sering mengatakan padanya jangan berlebihan artinya harus ada sikap awas mana tahu ada kepentingan mendadak sementara sedikitpun tidak ada simpanan.Aku banyak kekurangan. Namun aku memintamu mengingat lagi, adakah sisi baikku?Tidak memungkiri, tapi aku rasa akan sulit mengingat banyak hal tidak baik telah terlewati.Aku tidak bisa berjuang lagi. mengatakan dengan jujur, setelah lima malam tak lagi bersama sepertinya jarak mulai tercipta. Yang dikenang hatiku bukan hal baik, yang diserap jiwa bukan juga kebahagiaan.Aku yang akan melakukannya.Aku ragu Mas bisa melakukannya. yang lebih penting, aku sendiri. Sedikitpun tak ingin menoleh karena jejak kecewa telah mengalahkan semuanya.Sekali lagi, kata mas Ar penuh harap. Untukmu dan Keysa aku akan berjuang.Butuh waktu untuk sebuah perjuangan, sedang hatiku tak ingin lagi menetap. Mas ingin aku menarik tuntutan?Jika ibu bersalah, beliau akan bertanggung jawab. Ada ketegasan dalam kalimat itu. Kehilangan bukan pilihan dalam hidupku.Demi Keysa, aku harus bertahan. Kali ini bisakah mas Ar memegang prinsip? Jangan tanya hati, karena mengulang kalah yang telah lewat ditambah jejak luka tak semudah membalikkan telapak tangan.Aku sudah keluar dari perusahaan.Kabar ini membuatku terkejut. Aku ingin berjuang dengan caraku. artinya mas Ar tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan kedua ini, begitu kan? Mobil itu, aku meyicilnya.Sama sekali tidak tersinggung. Harusnya hal ini dilakukan sejak awal. Aku membeli untuk kita. matanya menatap tanpa ragu.Kendaliku tidak hilang, aku masih normal dan emosi beberapa hari lalu masih meninggalkan bekas.Satu pintaku, aku tidak bisa membenci ibu sepertimu. Dan tidak juga melakukan hal sama seperti dulu.Itu janji Mas dan butuh waktu untukku terima. Karena aku pernah jijik melihat Mas yang hanya bisa melindungi mereka. pengakuan itu mungkin melukai harga dirinya, tapi aku ingin jujur. Jika nanti aku tetap menyerah, bagaimana?Kamu tidak akan melakukannya.Dan aku tidak bertanya lagi. Artinya mau tidak mau dia harus menerima jika suatu saat nanti aku pergi tanpa pamit.
******
Singgah, Gendis. aku tersenyum pada mba Wenni. Pindah ke rumah orang tua tak begitu jauh dari rumah kontrakan dan setiap pagi mas Ar menyempatkan mengantarkanku sebelum berangkat ke toko.Sudah sulit ketemu ya semenjak pindah?Enggak juga. Mainlah ke rumah, aku jarang keluar.Mba Wenni tertawa.Ada tamu ya? tanyaku melihat dua buah mobil terparkir di depan rumah Wenni.Mas Endru, Dis. Mau pindah beres-beres dulu.Oh. kemudian aku ingat. Pindah ke mana, kan masih RT?Mas Endru harus ke Jakarta. Mungkin nanti ada pengganti.Aku mengangguk. Melihat ke jalan, tapi belum ada tanda-tanda mobil mas Ar datang.Kenapa enggak ikut ke toko? Aku lihat lumayan ramai loh.Nantilah, jawabku. Karena mas Ar ramah, banyak yang datang ke toko grosirnya padahal baru dibuka.Obrolan kami terhenti saat ibu mba Wenni, mas Endru dan seorang laki-laki tidak kukenali keluar. Bergeser lebih dekat ke mba Wenni memberikan jalan pada mereka.Nak Gendis, sendiri?Aku tersenyum. Sama mas Ar, Bu. Ini lagi nunggu. bu Nasriah, ibu mba Wenni salah satu orang tua yang disegani di sini. Beliau juga seorang dosen senior.Nganterin Keysa?Iya Bu. senyumku masih sama. Wajah bijak bu Nasriah enak dipandang. Ah, jadi keingat ibu mas Ar. Tidak sedikitpun berwibawa.Ketika bu Nasriah masuk, mas Endru memanggilku. Saya melihat berkas ibu mertuamu, terjadi sesuatu?Apa? Mba Wenni ikut melihatku. Berkas apa Mas?Mengejapkan mata, aku bingung mau menjawab apa.Kamu tidak lupakan, mas Ferdi satu kantor kecamatan dengan saya?Berarti mas Endru susah tahu.Kamu baik-baik saja, kan?Aku mengangguk. Grogi saja ditanya begitu oleh orang nomor satu di kampung iniAda masalah Dis? mba Wenni sepertinya masih penasaran.Masalah keluarga Mba. tidak berniat menjelaskan kejadian sebenarnya, bagaimanapun itu ibu mas Ar dan aku masih istri mas Ar. Dan sepertinya mba Wenni mengerti.Bara api harusnya dipadamkan, bukan digenggam.Apa maksud mantan RT itu? Aku tidak membahas lagi dan syukur laki-laki itu masuk ke mobil dan berlalu dari hadapan kami.Cerita saja Dis. Jangan dipendam sendiri.Aku tidak bisa menceritakan aib rumah tangga pada orang lain. Jika ada masalah, mba Lea lah yang kudatangi.Ketika mobil mas Ar datang, aku pamit dan mengucapkan terimakasih saat mba Wenni menguatkan.Saat ini mungkin aku tidak bisa mengatakan, biarlah mereka menyaksikan sendiri keadaan yang sebenarnya.Yang jadi pernyataan adalah, dari mana mas Endru tahu tentang berkas ibu mas Ar? Apakah dia penyidik?11.Kamu tidak akan datang?Aku mengangguk. Jika bukan aku, maka ibu-lah yang tidak bisa menahan diri. kami pasti akan bertengkar lagi. Lebih baik biar hukum yang bicara. Sekelas ibu mas Ar sulit didekati, mungkin polisi bisa melakukan pendekatan dengan beliau karena berkas tuntutanku telah diterima.
Dari mas Ar aku tahu, ibunya dijemput oleh polisi tadi malam, dan pagi ini mas Ar akan berkunjung.Pergilah. Aku tidak marah. aku berkata jujur. Kamu perlu tahu keadaan ibu. sementara aku tidak penasaran sama sekali.Setelah kejadian di rumah kontrakan saat aku mengambil pakaian, tidak pernah lagi bertemu beliau. Begitu tahu benda yang ada dalam bungkusan itu adalah racun, aku segera membuat laporan ke kantor polisi.Gila istrimu Mas! Heran aku masih saja betah kamu!Satu lagi parasit keluarga mas Ar datang buat keributan.Noh ibu ditangkap gegara dia, melek Mas!Pantang dipancing, aku menghadang Yeni. Masuk ke rumah orang kasih salam, bukan asal nyelonong teriak-teriak lagi.Heh sundal!Aku ingin menampar wanita itu. Kenapa mulutnya sekasar itu? Jaga mulutku, Yeni! mas Ar memarahinya. Ada apa kamu ke sini?Mau kumaki wanita gila itu! Bisanya memfitnah ihu.Mas mau ke kantor polisi, kita akan tahu kebenarannya.Jadi Mas percaya sama wanita itu?!Kamu pikir aku sedang bikin sinetron? Oy, ngaca! aku balas meneriakinya. Yang sudah masuk ibu, kamu mau nyusul?Yeni ingin menyerangku namun ditahan mas Ar. Dengan sekuat tenaga mas Ar menyeret Yeni keluar dan memasukkannya dalam mobil lantas pergi. Keluarga sinting.Masuk ke kamar, aku mengambil dompet dan kunci mobil. Aku mau belanja sekalian jemput Keysa nanti. Pagi-pagi mood sudah jelek.
Syukur, biang besar sudah ditangkap semalam. Kuharap ibu menikmati hasil perbuatannya.Tega? Tidak. Seandainya hanya makian aku masih sanggup membalas. Tapi ini sudah masuk kejahatan. Tidak kebayang jika aku mati setelah diracuni. Na'idzubillaahi mindzaalik. Belum membayangkan sudah ngeri.Gendis!Mba Weni. Aku melihat mba Weni saat turun dari mobil. Sendiri?Iya Mba.Ke sana yuk.Aku melihat arah telunjuk mba Weni. Warung bu Sapri yang kebetulan tutup hari ini. Tumben nih, ke mana bu Sapri? tanyaku heran.Ngurus sidang cerai Meta, Dis.Apa? Aku enggak tahu.Mba Weni tidak melanjutkan lagi. Tapi karena penasaran aku bertanya lagi. Sepertinya adem saja mereka, Mba.Kelihatannya sih iya. Tapi aku dengar langsung dari bu Sapri kemarin sore. Makanya tahu.Oh. Belum satu tahun mereka menikah dan sekarang sudah cerai. Ya sudahlah. Aku juga tidak suka menggunjing, asal sudah tahu saja ya sudah cukup. Tidak tenang juga kalau harus tahu masalah orang sampai ke intinya.Tidak ada rencana pindah sekolah kan?Tidaklah Mba. Toh rumahku yang lagi dibangun juga enggak jauh dari sini.Mba Weni tersenyum. Mana tahu kan. Kasihan juga sih kalau pindah. Sulit buat anak kita adaptasi.Aku setuju.Aku kenyang soal pindah sekolah anak, Dis. Makanya biarin saja mas Pur kerja di luar kota yang penting bisa jaga hati. Kasihan anak-anak kalau pindah terus.Benar sih. Suami mba Weni kerja di perusahaan setiap tahun selalu pindah ke cabang daerah dan sekarang sudah jadi wakil kepala di cabang pusat.Kalau neko-neko, kusiksa dia.Melihat mba Weni tertawa, aku ikut tertawa. Untungnya ibu mas Pur baik, sering datang. Persis seperti ibu mertuamu yang sering datang lihat Keysa.Lah. Jauh amat. Ibu mas Ar datang karena ada maunya boro-boro lihat Keysa, nanya saja enggak.Kadang juga dikirim makanan.Kan, jauh. Jangankan dikirim, saat berkunjung ke rumahnya saja tak pernah ditawari makan. Jauh banget perbedaannya.Mobil mas Endru. mba Weni bangun ketika mobil itu mendekat. Mau ke mana Mas?Pulang.Ibu lagi enggak di rumah.Aku memperhatikan keduanya. Seketika aku teringat kalau mas Endru tahu tentang berkas tuntutanku pada ibu mertua.Tidak apa-apa. Kutunggu saja.Saat mba Weni kembali duduk di sampingku, aku bertanya satu hal. Mba bilang mas Endru kerja di luar kota, memangnya kerja apa di sana?Mas Endru sedang mengelola perusahaan tambang, makanya berhenti jadi kepala RT.Oh.Enggak tahu untuk apa dia kerja banting tulang. Istri tidak ada, anak apalagi.Aku tidak menanggapi. Tahu mas Endru duda ditinggal mati sang istri.Sudah empat tahun dan betah menduda, aneh.Obrolan kami sejurus melibatkan nama mas Endru dan pekerjannya, kemudian rumah tangga mba Weni yang bikin telinga cemburu karena saling percaya dan kejujuran mba Weni dan suami dan aku mendapatkan pelajaran dari kisah inspiratif dari mba Weni. Terutama peran suami juga mertua dalam rumah tangga tanpa campur tangan namun lebih pada menghargai privasi rumah tangga. Dan aku sadar, di mana letak kurangnya rumah tanggaku dan mas Ar.Setengah jam dua belas, kami mendengar bel sekolah dan tidak lama kemudian anak-anak keluar dari kelas. Bersama mba Weni aku menunggu di depan pagar.Aku langsung pulang ya Mba.Iya Gendis. Hati-hati.Baru saja memasang seat belt, sebuah pesan dari nomor tak dikenal masuk ke ponselku.Masalahnya pasti rumit. Salut melihatmu kuat.Siapa ini?
******
Ibu kurusan.Jangan singgung nama ibu, Mas. sakit telingaku mendengar mas Ar menyinggung nama ibunya. Belum juga diproses sudah bilang kurus. Gimana aku yang harus menahan sikap semena-menanya selama ini?Iya.Ponsel mas Ar bergetar tanda panggilan masuk. Tahu siapa yang menelepon, aku memilih keluar dari kamar. Tidak mendengar, hanya tahu namanya kepalaku sudah sakit.
Dari luar, aku mendengar mas Ar bilang tidak ada duit sebanyak itu lagian toko juga baru dibuka.Hampir setengah jam di luar, aku kembali masuk dan menemukan mas Ar sedang melihat nota toko. Mas Ar terlihat sibuk dan aku tahu jika sudah bekerja, maka dia akan bekerja dengan tekun.Aku tidak pernah mendengar dia mengeluh tentang pekerjaan, karena dia tipikal pekerja keras. Kekurangannya bila mas Ar berkaitan dengan ibu dan adiknya. Karena mas Ar sudah berjanji akan mengubah sikapnya, maka aku tinggal menunggu hasil.
******
Aku berhenti kuliah.Setelah uang Mas habis kamu mau berhenti di tengah jalan?Dari dalam rumah aku mendengar mas Ar marah pada adiknya. Aku tidak tahu akar masalah, karena Yeni yang datang tiba-tiba saat mas Ar akan berangkat kerja.Siapa yang mengunjungi ibu? Mas Iyan saja sampai saat ini enggak ada kabar, aku udah telepon bolak balik. Belum lagi mas Derri, bininya mau melahirkan!Mas datang setiap hari, kamu tetap harus kuliah!Sama saja Mas. Aku enggak semangat lagi. Bagaimana kalau teman-teman tahu ibu dipenjara?Yeni menangis, ini baru dipenjara kebayang enggak sama aku yang mau diracuni?Aku malu Mas. Malu!
12.Puas kamu lihat ibu di penjara?Tentu, jawabku jujur. Itu balasan yang setimpal. Berkas ibu sudah dilimpahkan ke kejaksaan dan sedang menunggu sidang pertama. Selama di polres, aku tidak menjenguk tidak juga menanyakan keadaannya.
Mas Ar juga tidak pernah menyinggung nama ibu sejak aku menegurnya.Tak ada sedikitpun nuranimu?Kalian yang tidak bisa melihatnya, sekarang baru bertanya? kenapa tidak tunggu saja ketukan palu dari hakim? Lagi pula aku tidak mempersulit, benar-benar melimpahkan dan percaya jika hakim akan menghukum sesuai perbuatannya.Kamu tahu, tanpa doa ibu mas Ar tidak akan bahagia?Selama ini kamu lihat kami bahagia? bahkan dia tidak tahu jika perbuatan mereka sudah menghancurkan rumah tangga kami. Sampai detik ini, komunikasi kami tak sebiasa dulu. Kadang saat mas Ar bicara aku tidak terlalu fokus apalagi ketika dirinya pulang, lelahnya memutuskan komunikasi.Bagaimanapun itu ibu mertuamu! Yeni berteriak. Sepertinya wanita itu cukup frustrasi dengan keadaan saat ini.Ibu tidak pernah mengakuiku,kataku dengan tegas. Bilang saja kalau kamu mau mengemis. tidak segan saat aku mengatakannya. Maaf, aku tidak bisa menarik tuntutan. saat akan menutup pintu rumah, Yeni menghadangnya.Aku tidak mengemis! Cukup kamu tahu saja, berani menyakiti ibu sama saja kamu cari perkara!Kamu mengancamku? tanyaku sinis. Kenapa tidak belajar dari masalah ibumu? Mau nyusul juga?Benar kau guna-guna mas Ar, bisa tahan dengan dengan wanita sepertimu!Cari masalah ini anak. Kamu datang ke rumah orang buat keributan, tidak tahu adab! aku menutup pintu tak peduli dia berteriak memakiku. Seandainya tak kutemukan benda itu mungkin tak akan ada kejadian ini. Racun dan senyum mengerikan ibu tak bisa mengundurkan niatku.Masuk ke dalam rumah sayup masih kudengar makian Yeni. Dia memang tidak tahu malu. Meski jarak rumahku dengan tetangga tidak begitu dekat, teriakannya pasti bisa didengar oleh mereka. Bukan kali ini saja, beberapa hari yang lalu mereka juga mendengar Yeni menangis di teras mengadu pada mas Ar jika ia malu pada teman-temannya dan tidak mau lagi melanjutkan kuliah.Yang terjadi hari ini adalah akibat dari kelakuan ibunya. Seburuk-buruknya sikapku tidak pernah menyakiti ibu, namun kali ini maaf, aku tidak bisa melepaskannya.******Berapa lama aku tidak melihat kedua abang mas AR? Malam ini aku tidak mengundang mereka karena memang tidak ada acara apapun di rumah. Mas Iyan dan mas Deri datang tanpa membawa istri mereka.Basa-basi kulewatkan dengan baik, dan aku melihat maksud dari basa-basi mereka. Mas Ar yang bertanya alasan kedatangan kedua kakaknya.Aku yang mengusulkan Ar. Ibu sudah tua, coba kalian pertimbangkan. mas Iyan memberi jawaban yang logis.Itu di luar kuasaku. mas Ar menanggapi. Mas tahu sekarang aku sedang merintis di toko. alasan mas Ar sama logis dengan keadaan ibu. Aku menunggu, sebesar apa pengorbanan mereka tanpa menyentuh perasaanku. Ibu terbukti bersalah, sebagai anak juga aku tidak sanggup melihat ibu dipenjara.Aku akan menjamin, setelah keluar ibu tidak akan mengganggu Gendis.Mendengar jawaban yang cukup percaya diri, mulutku tidak tahan untuk tidak bertanya. Siapa Mas yang bisa menjamin sedang suamiku sendiri tidak bisa menjaga keselamatanku?Kami tahu kamu masih sakit hati, tapi ibu sudah tua.Geram juga mendengar jawaban mereka. Kenapa tidak Mas tanyakan pada mba Ros juga mba Ola, bagaimana jika mereka yang berada di posisiku apa yang akan mereka lakukan? aku belum selesai. Mas tahu rasanya dibenci? Tahu rasa diabaikan, padahal aku lah satu-satunya menantu yang perhatian pada ibu? enak saja datang meminta aku mundur dan membiarkan ibu keluar tanpa menikmati hukumannya.Kamu sedang emosi, kami maklum.Aku yang tidak bisa memaklumi alasan kedatangan mereka. Ke mana Mas saat ibu butuh duit? Ke mana Mas saat ibu selalu kepepet dan datang pada kami? Kalian sibuk dengan keluarga kalian, abai pada ibu juga tidak mau tahu jika mas Ar juga punya keluarga!Menarik napas aku melanjutkan. Kalian tahu? Sakit saat ibu menyiksaku dengan tatapan hina, kalian pikir aku tidak takut? Bahkan suamiku ada di sana tapi aku merasa tidak terlindungi. sejelas ini kata-kataku, masihkah mereka kurang paham? Aku menikah bukan untuk menyakiti diri, tapi yang kuterima? Bahkan istri-istri kalian tidak pernah menanyakan keadaan ibu di saat aku dan mas Ar mati-matian merawat ibu! aku ingat kebaikan bukan untuk dibalas. Mas Ar menikahiku hanya membawa mahar, tapi menantu tidak tahu diri di mata ibu kalian itu tidak dihargai.Dimuliakan mertua, aku tidak gila pujian. Cukup hargai aku sebagai istri dan ibu yang melahirkan cucunya.Kalian datang karena nurani atau nafsu? aku bertanya dengan serius. Kalian malu ibu dipenjara? wajah keduanya kuperhatikan dengan baik. Cukup mengecewakan melihat mas Iyan dan mas Deri terdiam.Gara-gara ibu, aku dan mas Ar tak pernah harmonis. aku tidak menangis. Lukaku belum kering, tapi karena dua lelaki itu harus tahu sikap asli ibu mereka.Setiap bulan ibu datang meminta uang padahal belanja bulanan sudah kami berikan, tapi ada saja kepentingan dan uang bulanan itu tidak cukup belum lagi Yeni, adik kalian.Setelah ini tidak akan ada lagi kejadian itu, kata mas Iyan.Aku tidak percaya. Bukan satu bulan, tapi delapan tahun. Mas Ar menyembunyikan dariku, memberikan diam-diam, dan ujungnya aku yang didesak. Mas pikir enak?Kalian sudah memiliki rumah, sedang kami? raut kecewaku, tak bisakah mereka melihatnya? Rumah itu tidak siap-siap, karena hanya mas Ar yang menanggung biaya hidup ibu kalian yang luar biasa. Satu hal lagi. Ibu menggadaikan kebahagiaan kami, dan mohon maaf jika aku masih bertahan di samping mas Ar, itu tidak lebih dari uji coba. saat mengatakannya, aku tidak melihat wajah papa Keysa.Apa lagi yang ingin kalian tahu? aku belum lelah mengatakan sifat asli wanita yang dipanggil ibu oleh ketiga lelaki itu.Kalian bukan tidak tahu, hanya tidak mau tahu karena takut keluarga kecil kalian terganggu. Kalian menutup mata dan saat masalah sudah berlarut baru mencari solusi, maaf aku tidak setuju! 13.Toko kelontong milik mas Ar kian ramai setiap hari, alhamdulillah kami bisa mengumpulkan uang hampir tujuh juta dalam satu bulan ini. Mas Ar tidak pernah meminta uang yang disimpannya padaku. Aku juga tidak punya rencana untuk uang itu, takut akan kecewa seperti dulu. Ketika dia bilang akan melanjutkan pembangunan rumah kami dengan uang itu, aku diam saja. Pernah berpikir, aku ingin membangun sendiri rumah itu tapi karena uangku juga belum cukup makanya stuck saja dulu.Siang ini aku tidak pulang ya, aku jenguk ibu."Iya.Akhir-akhir ini mas Ar selalu jujur kemanapun dan apapun yang dilakukannya.Sore aku pulang cepat, kita makan di luar.Aku mengangguk. Keysa juga sedang libur, setidaknya aku punya teman di rumah.Mas Ar selalu sendiri menjenguk ibu. Tidak mengajakku lagi karena tahu aku tidak ingin bertemu dengan ibunya. Yeni juga sudah jarang datang ke rumah kecuali sangat penting. Dua kali hadir di persidangan dengan berani memuluskan vonis hakim.Ketika mas Ar sudah berangkat, aku juga bersiap untuk membereskan rumah. Saat itu Keysa yang baru masuk lewat pintu belakang, mengatakan ingin menjenguk neneknya ke penjara.Tumben, Key.Key mau lihat tempat tinggal nenek yang baru.Nanti Mama telepon papa biar jemput kamu.Keysa menggeleng. Key engga mau ketemu, mau lihat tempatnya saja.Oh. Besok atau kapan?Sekarang, bisa?Karena cuma lihat tempatnya saja tidak masalah. Baiklah. Tunggu Mama beresan.Key tersenyum. Mungkin Key penasaran, atau bisa jadi ingin memastikan keadaan neneknya. Entahlah.Jam sepuluh kami berangkat dan Key tak henti bertanya tempatnya saat kami tak kunjung sampai.Kata orang penjara itu seram, Ma?Lumayan. Namanya saja tempat hukuman untuk orang jahat. Makanya Key jangan jahat.Key enggak jahat.Senyumku terbit. Key anak baik, tidak pernah membantah tidak juga cengeng.Itu bukan Ma?Iya. Key enggak mau masuk?Anakku menggeleng. Tinggi ya Ma. Ada kawat duri juga.Memarkir mobil di pinggir jalan, aku membuka kaca mobil agar Key bisa melihat tempat tinggal neneknya.Nenek dikasih makan?Iya. walaupun tidak sama seperti makanan di luar.Pasti capek tukang masaknya, kan nenek enggak bisa makan sembarangan.Di penjara tidak bisa pilih makanan, Key. Lauknya sama semua. untung-untung dikasih nasi, kalau enggak kebayang dong gimana.Kasihan ya Ma. Harusnya nenek enggak bikin salah, kan enggak bisa makan enak lagi.Anak kecil saja tahu, tidak ada manfaat melakukan kesalahan. Selain merugikan orang lain, diri sendiri juga akan menanggung sakit. Seperti ibu mertuaku contohnya.Key masih belum ingin pulang, dan memutuskan turun dari mobil. Melihat lebih dekat sepertinya akan memuaskannya.Ramai di dalam Ma?Iya. setahuku penjara selalu ramai. Ada saja orang melakukan kesalahan, dan akan dimasukkan ke sini.Lama?Tergantung besar enggak kesalahannya.Key mengangguk. Selang beberapa menit Key menarikku hingga terpaksa merunduk di belakang mobil. Kenapa Key? tanyaku pada wajah Key yang terlihat takut.Bukannya itu nenek? mengintip dari belakang mobil, aku melihat arah tunjuk Key.
Benar, itu ibunya mas Ar. Sebentar dia keluar tanpa di kawal.Ada om Deri juga, Ma.Darahku seketika mendidih. Mama jangan marah dulu.Karena jauh dari gerbang penjara, mereka tidak akan melihat kami. Lagi pula ada mobil box yang terparkir di depan mobilku.Melihat lagi untuk memastikan pergerakan mereka. Benar, ibu telah keluar dari penjara. Bahkan ini belum waktunya.Mas Deri tidak mengunakan mobilnya, aku juga tidak tahu milik siapa mobil itu. Mama telepon papa dulu, Key jangan berisik ya. mengambil ponsel, aku menghubungi mas Ar.Di mana Mas?Baru mau jalan, kamu sudah makan? nada bicaranya tidak mencurigakan.Belum. Mas jadi pulang cepat kan nanti sore?Jadi, Key mana?Main. Ya sudah aku tutup ya Mas. setelah mendapatkan jawaban, aku memutuskan panggilan.Haruskah aku menunggunya di sini untuk mengetahui kejujuran mas Ar? Aku bertanya, tapi mobil belum bergerak sama sekali.Mama nungguin Papa?Aku mengangguk. Key lapar?Dia menggeleng. Baiklah aku akan menunggu mas Ar. Perasaan tidak enak, tapi aku ingin meyakinkan diri jika mas Ar akan datang sesuai perkataannya tadi pagi.Melirik arloji di pergelangan tangan sudah lewat pukul dua belas siang dan mobil mas Ar belum kelihatan, emosiku tak bisa ditahan lagi. Aku melajukan mobil berniat ke toko mas Ar. Setidaknya aku bisa tahu ke mana mas Ar pergi dari karyawannya.Itu mobil papa, Ma. Keysa menunjuk ke arah berlawanan. Iya, aku melihatnya, dan bergegas memutar arah. Cukup hati-hati agar mas Ar tidak curiga dengan pergerakanku.Perasaan tak menentu, hati juga terasa panas mengetahui kenyataan hari ini. Aku berusaha keras sebaik mungkin mengemudi dalam keadaan tenang.Setengah jam perjalanan, aku tiba di tempat yang tidak asing. Ini adalah komplek perumahan mas Deri. Rumah yang dicicil dan belum lunas sampai saat ini, sama seperti rumahku yang sedang dibangun dan tidak kelar-kelar.Ibu diamankan di sini? Hebatkah mereka karena berhasil membawa ibu keluar sedang masa hukuman baru dimulai?Cukup sampai di depan komplek aku melihat mobil mas Ar masuk ke gerbang. Jika nekad masuk, entah apa yang akan kulakukan di sana.Pulang, pilihan tepat. Menunggu di rumah, walaupun penjelasan mas Ar tidak bisa kuterima nantinya.
******Keysa sudah mandi?Dari dapur aku mendengar suara mas Ar, dia sudah pulang. Pukul empat.Sudah Pa.Mana Mama?Lagi makan.Aku sudah selesai dan meneguk segelas air putih.Belum siapan?Melihat mas Ar berdiri di pintu dapur, aku menjawab, Mau ke mana?Tidak langsung menjawab, mas Ar menatap seksama. Ada apa?Dia menyadari rautku?Yeni ke sini?Berani dia ke sini dan membuat keributan, mungkin bukan penjara lagi. aku tidak melihat wajah mas Ar saat mengatakannya.Mencuci piring bekas makan siang yang kesorean karena saat keluar dari komplek perumahan mas Deri aku tidak langsung pulang melainkan menunggu mas Ar di toko dan dua jam di sana mas Ar tak datang juga.Titip Keysa.Mau ke mana?Jalan-jalan. Capek ngurus rumah terus. jujur. Hari ini melelahkan, dan baiknya aku keluar sebentar mengurus diri.Keysa juga sudah makan dan sudah ditunggu temannya di luar.Aku baru pulang, Gendis.Aku sudah masak, bak juga sudah penuh. sebelum pergi aku juga memberitahunya, Pakaian ada di lemari.Kewajiban sudah kutunaikan, mas Ar hanya perlu menyelesaikan semua yang menjadi tanggungjawabnya. Jika tak berhasil untuk keluar, maka terpaksa aku menggadaikan rumah tangga ini.Cari Weni?Aku mengangguk. Ada Mas? sore begini makan bakso sepertinya enak apalagi suasana hati sedang tidak baik.Baru keluar sama ibu.Oh. Ya sudahlah. Aku sendiri saja.Kenapa tidak telepon saja?Iya, nanti aku telepon. semangat hari ini memang lagi down, mau apalagi?Mau temani saya minum kopi?
14.
To the point saja, bukan tidak punya alasan saya mengajakmu ke sini.Aku memperhatikan raut mas Endru saat berbicara. Bukan seperti orang jahat, karena masih bicara formal aku juga tidak bisa menganggapnya teman. Mengenal tapi kamu tidak pernah berbicara. Hanya tiga kali aku ke kantor RT selama tinggal di sini. Kami juga jarang bertegur sapa, namun keberanian laki-laki itu hari ini sedikitnya membuatku penasaran.Aku tahu dari mba Weni Mas Kerja di luar kota, tapi kenapa akhir-akhir ini aku sering melihat Mas?Kamu ingin tahu?Hanya bertanya sih, jujurku. Aneh saja kan. Setahuku orang yang bekerja diluar kota hanya pulang sebulan sekali, itupun kalau ada kepentingan. Sedangkan mas Endru setiap aku ke rumahnya, pasti beliau ada.Anggap saja ada yang mau saya tengok.Iya juga. Beliau masih punya ibu. Aku tersenyum. Ingat tentang ibu mertua, aku bertanya. Mas tahu ya kalau ibu mas Ar di penjara?Tahu. Tapi beliau sudah dibebaskan. saat menjawab, mas Endru tidak melihatku dan rautnya biasa saja. Tenang sesaat, karena kalimat selanjutnya bikin aku kaget. Kamu pasti tidak puas.Menunduk untuk menyesap nikmat rasa kopi lumayan membantu menyamarkan raut terkejutku.Anehnya saya tidak menemukan surat gugatan cerai. tidak berhenti di situ, mas Endru melanjutkan. Mau bertahan lihat sikon juga.Saat ini aku tidak ingin memahami kalimat itu, namun aku ingin bertanya mana tahu laki-laki itu tahu tentang hukum.Ibu mertuaku sedang dalam masa tahanan, memangnya bisa bebas?Zaman ini segelintir orang menyalahgunakan kewenangan. Kamu pasti pernah mendengar istilah dengan uang dunia bisa dibeli.Dengan kata lain ada pihak yang bermain kotor?Bukan orang lain.Aku mengerti. Andil anak-anak ibu mertuaku, siapa lagi yang mau membantu wanita jahat itu?Sampai kapan mau fokus?Kita bukan teman. tidak mungkin aku mengatakan semuanya terlebih ini masalah keluarga.Menikah bukan hanya soal suami istri. mas Endru menatapku dalam. Mertua dan ipar. Mereka bagian dari rumah tangga.Sejauh apa Mas tahu masalah rumah tanggaku? cara mas Endru bicara benar-benar membuatku lebih jeli menilainya.Kamu yang selalu merasa tidak puas pada sikap sepihak Armada, apakah saya lancang?Aku ingin menertawakan diri sendiri. Mas tahu dari mas Ferdi kan?Tidak semua. tatapannya masih dalam. Selebihnya saya tahu dari kamu.Aku tidak mengatakan apapun, baik padanya ataupun mba Weni. Mas berusaha mengerti setelah memperhatikan? jujur, sulit menebak raut itu.Anggap saja begitu.Dia memperhatikan, sejak kapan?Kalau saya menyuruhmu berhenti, kamu akan mendengarkan?Aku tahu apa yang harus kulakukan, tanpa harus mendengar perintah orang lain.Tidak ada jawaban. Aku tidak marah, hanya menegaskan jika aku punya prinsip. Aku yang menikmati, jadi aku tahu mana yang terbaik.Semoga, kata mas Endru datar.Sudah mau malam. tak ada tanda-tanda hujan padahal langit cukup mendung. Terimakasih kopinya. aku tidak menoleh lagi saat keluar dari cafee tersebut.Obrolan sore ini kuanggap sapaan terlewat. Aku tidak bangga jika seseorang bisa menyusup dan mengetahui kesakitanku. Hanya mba Lea yang kupercayai dan pantas tahu tidak dengan orang lain.Ada tanya yang menyelinap, wajarkah perhatian mas Endru?
******
Jam tujuh lewat aku tiba di rumah. Saat masuk kedua tatapan yang duduk di depan televisi mengarah padaku. Tidak menyapa dan langsung memilih masuk ke kamar.Ketemu Weni?Tidak.Jadi ke mana saja tadi?Minum kopi. tak kuperhatikan wajah mas Ar saat menjawab. Duduk di sisi ranjang, niat ingin menarik napas dalam tak kulakukan.Tidak ada yang ingin Mas katakan padaku? enggan saat ingin mengangkat wajah. Melihat lantai rasanya lebih membuat damai.Tentang apa?Apa saja. Jika memang kamu menganggap aku istrimu.Mas Ar mendekat dan duduk di sampingku. Kamu pasti lelah, tidur saja.Kini kuangkat wajahku ingin melihat raut menghindari mas Ar. Dia menatapku datar, seolah hari ini sama dengan kemarin.Aku lelah karenamu.Mas Ar meraih tanganku dalam genggamannya. Tidak ada getar saat tangan itu saling bertaut.Hari ini toko ramai, alhamdulillah tabungan Keysa sudah---Ibu baik-baik saja?Alhamdulillah. raut mas Ar masih sama. Dia menanyakan Keysa.Siapa diriku bagi mas Ar? Drama apa yang sedang di mainkan olehnya? Cara dia bicara juga sikapnya benar tidak mencerminkan kejujuran.Mas pikir aku bodoh? aku tidak tahan. Aku sedang belajar percaya, Mas tahu kan? aku menuntut sikapnya dengan dingin. Mas bertemu ibu di mana?Ada apa denganmu? intonasinya masih dijaga, tapi raut mas Ar sudah terlihat tegang.Mas mengunjungi lapas siang tadi?Mas Ar menatapku.Atau Mas bertemu ibu di tempat lain? dia tidak ingin menjawab? Baiklah. Setelah ini, apa yang bisa Mas lakukan sebagai suami?Kamu menuduhku?Tak perlu kujawab pertanyaannya. Siapa yang bisa menjamin keselamatanku?Ibu bukan orang jahat. Dia memang bersalah, tapi dia punya alasan melakukan itu walaupun alasannya tidak bisa dibenarkan.Lancar dia memberikan klarifikasi jika menyangkut dengan ibunya.Mas tidak bisa menjamin 'kan? aku tidak akan diam saja. Mas juga tahu hubungan kita masih dalam tahap uji coba, kali ini Mas siap 'kan? Aku akan bicara sesuai fakta.Aku tidak rela dalam artian ibu bersalah dan kalian mengupayakan hal yang sia-sia.Ibu tidak akan menggangu kita, Gendis.Semua kata-katamu tak lebih dari sampah. tahu sampah kan? Bukan sekali dua aku termakan omonganmu, kenyataannya? dia tahu jawabannya.Aku tidak akan bicara. Kamu lihat saja. mas Ar bangun dari duduknya.Pergi saja dari rumahku Mas. cara ini bisa melukai harga dirinya, bukan?Cari kegiatan. Sedikitnya pikiranmu akan terbuka. Perusahaan masih ada lowongan. Kamu lulusan sarjana ekonomi kan?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan