Jodoh atau Janda-1

10
1
Deskripsi

 

Pagi itu kediaman Mahmud Syah kedatangan tamu jauh, El yang berada di sana ikut menyambut. Tamu penting, menurut kakeknya tapi El belum menganggap sepenting itu.

Zalfa Annaya, lulusan terbaik dari fakultas hukum yang kini berkarir di luar negeri. Salah satu cucu teman sejawat kakek, sudah diperkenalkan pada El saat keduanya masuk universitas.

Masih sebatas dijodohkan karena El sama sekali tidak merasakan ada hubungan di antara mereka. Walaupun memiliki kontak masing-masing keduanya jarang berkomunikasi, lebih tepatnya El yang selalu menanggapi dingin setiap pesan yang masuk dari Zalfa.

Sarapan pagi berlanjut dengan obrolan hangat antara kakek, nenek dan Zalfa sementara El lebih banyak diam ketimbang bergabung dengan obrolan tersebut. Meski begitu dia tetap harus bertahan di sana, kakek tidak mengizinkan dia pergi sekalipun perusahaan membutuhkannya, karena Zalfa ada di sini.

"Dalam rangka apa sekarang, pulang untuk menetap atau ada kepentingan?" kakek tersenyum pada Zalfa.

"Aku pulang dengan tim, mungkin cuma dua Minggu."

Zalfa santun, pembawaannya juga tenang terlihat sosok pribadi yang dewasa. Gadis itu juga manis enak dipandang, bersahaja layaknya seorang pengacara.

"Tapi bakal sering main ke sini kalau lagi longgar."

Kelanjutan kalimat yang membuat kakek senang. "Pulang dengan tim, ada misi?"

Zalfa mengangguk tapi tak membeberkan alasannya pulang.

"Semoga lancar dan cepat selesai, nenek pasti kangen masak-masak denganmu."

Yang disebut tertawa, memang benar seperti kata suaminya. Melihat Zalfa nenek seperti melihat Amala dulu, kendati pribadi mereka berbeda setiap ada di rumah ini keduanya selalu ada di dapur menemani.

"Iya, kapan-kapan. Sekarang Zalfa-nya jadi tamu dulu." nenek berkelakar.

Obrolan yang hangat kan? Hanya El yang tidak punya topik juga tak nyambung dengan bahasan nenek dan kakeknya.

Zalfa manis tapi El tidak tertarik, perasaannya biasa saja pada gadis itu.

El tahu bahwa kakek dan neneknya sengaja meninggalkan mereka berdua, namun pemuda itu tak mempermasalahkan, memang selalu begitu setiap Zalfa datang.  

"Tahun kemarin aku tidak bisa pulang, kali ini karena ada misi makanya ada di sini. Tidak ada yang mau kamu katakan?"

Tidak, El tidak merasa berhutang kata-kata untuk disampaikan. "Apa?" misalnya apa yang harus dikatakan El, begitu maksud pria tersebut.

Zalfa tersenyum, menurutnya El masih sama seperti dulu.

"Bagaimana kabarmu?" bukan El tapi Zalfa yang bertanya.

"Baik."

Lalu Zalfa bertanya lagi. "Tidak ada notif untuk pesan whatsapp ku, sepertinya banyak yang tidak terbaca."

Ouh, itu ...."Aku hanya memegangnya saat penting," jawab El.

Zalfa mengangguk. Harusnya tanpa bertemu pun mereka bisa berkomunikasi, tapi El tidak merespons dan Zalfa tidak mungkin terus-menerus merecoki laki-laki itu, dia juga punya kesibukan.

"Setelah ini mungkin aku tidak akan pulang dalam waktu yang lama, kamu tidak memikirkan sesuatu untuk kita?"

Komitmen, itu yang dimaksud Zalfa, El mengerti. "Belum," sahut El jujur.

Zalfa mengangguk dengan bijak, ia tak akan memaksa. Cukup mengerti mungkin El masih membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk memantapkan hati padanya, sementara Zalfa sudah jatuh pada pesona laki-laki itu saat pertama kali diperkenalkan oleh kakek neneknya.

"Tidak ada wanita lain, kan?"

Dengan yakin El menjawab tidak ada. "Jangan bertumpu pada satu hal yang belum tentu, kamu wanita hebat."

Zalfa sangat mengerti maksud dari ucapan El; laki-laki itu menyuruhnya membuka diri, tidak terlalu fokus pada sesuatu yang belum pasti. Tapi Zalfa memiliki prinsip sendiri namun tidak perlu mengumbar pada El, cukup dia yang tahu dan menunggu takdir berpihak pada mereka.

"Pilihan kakek jangan dianggap satu-satunya, karena perkara jodoh Tuhan yang lebih tahu."

Iya, Zalfa paham. Ia tidak perlu mengutarakan kebenaran dari isi hatinya, biarkan Tuhan yang tahu. Harapnya semoga semua proses yang dilewatinya dimudahkan, ia juga berdoa Tuhan membukakan hati laki-laki itu untuknya.

"Bukan padamu, aku lebih berharap pada Tuhan karena Tuhan tidak pernah mengecewakan."

El ingin mengakhiri pembicaraan ini, ia tidak nyaman juga tidak betah dengan keadaan sekarang.

******

El memang masih terlalu muda untuk memimpin tapi kakek dan orang tua mempercayakan perusahaan padanya. Kesibukannya menyita seluruh fokus, dia yang masih muda sudah dipaksakan menghadapi situasi serius sehingga lupa jika dirinya masih membutuhkan waktu untuk bersenang-senang seperti rekan-rekannya yang lain.

Mulai dari pagi hingga sore, bahkan pernah laki-laki itu pulang hampir pagi saking sibuknya. Belum lagi perjalanan bisnis yang tak kenal waktu hingga dia harus melewatkan kebersamaan dengan beberapa rekannya.

Sabtu sore hujan mulai membasahi bumi, El yang berada di mobil sedang menunggu salah satu rekannya membeli minuman di mini market. Mata teduhnya menatap rinai yang turun membasahi kaca mobil, seperti diarahkan kepalanya menoleh ke seberang jalan.
Seorang wanita dan dua anak kecil tertangkap manik duduk di halte, tampak olehnya si wanita sedang membuka jajanan lalu diberikan pada anak yang paling besar sementara yang kecil di gendongannya diberikan susu.

Tidak terpikirkan apapun saat melihat ketiga orang itu, tapi tatapannya tak mau berpindah masih melihat mereka hingga wajah wanita itu terekam di benaknya. El juga memperhatikan penampilan wanita itu ketika bangun menghentikan angkot yang lewat, setelah itu dia kehilangan pemandangan sore yang sejuk ini. Tanpa sadar ada senyum yang terbit, namun ada sedikit euforia di hati, hanya sedikit!

******

"Sebelum Zalfa balik bagaimana kalau kalian tunangan dulu?"

El tidak setuju. "Aku rasa belum saatnya."

"Tunangan bisa lebih mendekatkan kalian."

Maksud kakak memang baik El menghargainya, tapi dia punya alasan kuat menolak semua usaha perjodohan ini. Ia sudah berjanji tidak akan mengulang sejarah yang telah diukir oleh ayah dan ibunya, menikah karena pilihan orang tua tidak selamanya baik.

El ingin menikah dengan orang yang dicintai juga mencintainya, dia tidak mau mengorbankan perasaan apalagi harus ada orang lain yang berkorban atas pilihannya. Tentang jodoh dia akan berhati-hati, yang penting dua hati saling menerima pasti akan dilanjutkan.

"Setelah tunangan aku harus menjaga hati, sementara aku sama sekali tidak merasa nyaman apalagi harus berkomitmen."

"Tunangan agar kalian merasa saling memiliki," ucap kakek. "Menikah boleh satu atau dua tahun ke depan."

El tetap tidak setuju. "Tidak perlu tunangan, kalau hati sudah yakin aku akan menikah, tidak harus dengannya."

"Apa maksudmu?"

"Sudah hitungan tahun tapi aku belum merasa nyaman dengan Zalfa, bagaimana mungkin aku melanjutkan sesuatu yang hatiku sendiri menolaknya."

Kakek tertegun.

"Maaf kalau aku tidak sopan."

"Zalfa setuju, artinya dia menyukaimu."

"Dulu mama juga sama, mau bertahan meski papa tidak berubah. Akhirnya?"

"Tidak ada cinta di antara mereka, El." kakek berusaha membujuk karena tahu Zalfa sudah jatuh cinta pada cucunya.

Tapi El tetap pada pendiriannya, ia lebih tahu sebuah hubungan akan bertahan lebih lama jika perasaan laki-laki lebih besar dari wanita.

…..

 

 

Jangan lupa tinggalkan komentar dear 🥰

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Jejak Dosa 14
2
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan