
Aku adalah seseorang yang memiliki segudang mimpi.
Aku adalah seseorang yang memiliki segudang mimpi. Mungkin bisa disebut gadis berambisi dengan sejuta mimpi di kepala. Terlahir dari kehidupan sederhana membuatku ingin menjadi seseorang yang tidak sederhana.Keinginan yang begitu hebat terus saja datang mengobrak-abrik jiwa yang penuh gelora untuk menang.
Aku adalah seorang gadis berusia 24 tahun yang telah mencapai hampir separuh mimpi-mimpi. Bahkan mimpi yang dulu tak pernah tertulis mampu menorehkan catatan indahnya. Mungkin ini bisa disebut sebuah ambisi. Tapi ambisi ini masih sesuai dengan porsinya. Hingga tiba ketika mimpi yang selalu kutunggu dan kujejaki perlahan mulai menyapa.
Ketika matahari mulai gagah menampakkan dirinya, aku memulai hari ini dengan segudang harapan.
Aku adalah seseorang yang memiliki segudang mimpi. Mungkin bisa disebut gadis berambisi dengan sejuta mimpi di kepala. Terlahir dari kehidupan sederhana membuatku ingin menjadi seseorang yang tidak sederhana. Keinginan yang begitu hebat terus saja datang mengobrak-abrik jiwa yang penuh gelora untuk menang.
Aku adalah seorang gadis berusia 24 tahun yang telah mencapai hampir separuh mimpi-mimpi. Bahkan mimpi yang dulu tak pernah tertulis mampu menorehkan catatan indahnya. Mungkin ini bisa disebut sebuah ambisi. Tapi ambisi ini masih sesuai dengan porsinya. Hingga tiba ketika mimpi yang selalu kutunggu dan kujejaki perlahan mulai menyapa.
Ketika matahari mulai gagah menampakkan dirinya, aku memulai hari ini dengan segudang harapan. Semoga hari baru ini mampu memberikan cerita yang baru pula. Hidup sebagai anak rantau menuntutku untuk memiilki mental berani yang maksimal. Setelah ditugaskan untuk mengabdi di salah satu desa yang cukup jauh dari kehidupan kota, kadang membuatku begitu mudah mengeluh. Hari yang kulalui pun terasa begitu kaku dan monoton. Hingga tiba waktu dimana masa adaptasi selesai, ku coba kehidupan baruku sebagai anak rantau dengan sedikit membuka mata.
Kadang situasi yang penuh dengan kata sendiri membuatku berusaha keras untuk membuka diri. Hingga tiba suatu waktu, aku bertemu dengan seorang teman kerja yang mulai mengerti dengan duniaku. Sungguh Tuhan selalu memiliki alasan tentang orang-orang yang ditakdirkannya untuk bertemu atau mungkin mulai ditakdirkan untuk ikut menorehkan cerita di kehidpan kita. Gadis ini berparas cantik dan berbadan mungil. Sosoknya yang selalu ceria membuat suasana kebosanan berangsur menjadi sedikit cerah. Matanya yang indah sungguh membuatku terpana akan keagungan Tuhan. Dia biasa disapa Nengsih. Dan aku suka dengan pertemuan ini.
Semenjak bertemu nengsih, aku mulai melewati hari seperti hari-hari biasa yang aku lalui sebelum ditakdirkan menjadi anak rantau. Karena usia kkami yang tidak begitu jauh, membuatku merasa nyaman untuk berbagi cerita dengannya. Nengsih adalah tipe gadis yang suka mendengarkan dan yang paling penting selalu mendukung apapun yang ingin aku raih. Dia adalah sosok teman yang senantiasa menjelma menjadi saudara bagiku. Dan aku menikmatinya.Kuceritakan tentang diriku. Begitu pun juga dia yang selalu membantuku untuk mampu mengenal lingkungan baruku ini. Memiliki teman di tanah rantau bagiku seperti memiliki anggota keluarga baru.
Hari pun berlalu begitu cepat. Tanpa terasa sudah hampir enam bulan aku di sini. Sampai suatu ketika seorang teman menghubungiku untuk mengajakku mengikuti sebuah kompetisi menulis. Aku sangat tertarik dengan tawaran ini. Bukan tawaran hadiah yang ku kejar dari kompetisi ini. Lebih dari itu, tujuan diadakannya kompetisi menulis ini membuatku ingin berbagi sedikit kebahagian kepada mereka yang membutuhkan. Kompetisi menulis ini tidak hanya menawarkan hadiah yang menggiurkan tetapi menyimpan sebuah kebaikan di dalamnya. Tulisan yang masuk ke dalam kategori 50 tulisan terbaik dinyatakan layak terbit. Royalti hasil penjualan tulisan-tulisan yang dibukukan akan disumbangkan sepenuhnya kepada anak yatim piatu. Luar biasa bukan ?. Selain mengasah kemampuan menulis, kesempatan ini juga mengasah kemampuan hati untuk lebih peduli terhadap sesama.
Menjadi seorang penulis adalah salah satu mimpi besar yang sedang kucoba untuk menggapainya. Ini sebenarnya bukanlah tulisan pertamaku, tapi ini adalah tulisan pertama yang berani kukirim. Tapi tiba-tiba aku bingung. Karena akses internet yang sangat sulit di tempatku sempat membuatku ingin menyerah.
“Katanya cewek ambisius, tapi kok ditantang dikit sama akses internet malah kecut”, sindir Nengsih menggodaku.
Aku hanya tersenyum kaku. Aku tahu dia tidak berniat membuat semangatku rapuh, tapi justru dibalik godaannya ia sedang memacu asa ku agar tak patah.
“Bukannya kecut, tapi gak pede. Mungkin gak sih penulis pemula, terus naskah perdana yang dikirim bisa ngalahin penulis-penulis lain yang pastinya udah punya segudang pengalaman,”gerutuku.
“Kita itu gak kan pernah tahu hasilnya kalau belum coba. Siapa tahu ini kesempatan yang dari Tuhan dan kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya.”
Nengsih masih saja menyentilku dengan kata-kata penyemangatnya.
“Iya sih. tapi gimana cara ngirimnya. Jangankan mau ngirim naskah lewat email, sinyal hp aja sering hilang timbul,” jawabku dengan nada keluh.
“Lah, gitu aja kok repot. Gak usah bingung, besok Nengsih antar mbk ke tempat yang banyak sinyalnya, biar mbak bisa akses internetnya lancar tanpa hambatan,” ucap Nengsih padaku.
“Emang ada ?”, tanyaku sedikit tak percaya.
“Yang penting besok pagi jam 9 Nengsih jemput mbk deh. Besok kita kirim naskahnya.
Yuk pulang,” ajaknya.
Aku seperti tersengat rasa percaya diri yang luar biasa. Sambil bergumam di dalam hati kuucapkan syukur pada Tuhan yang selalu mengirimkan sosok sahabat seperti Nengsih. Keesokan harinya, tepat pukul 9 pagi Nengsih menjemputku. Tanpa mengulur waktu kami langsung meluncur menuju tempat yang bisa memberiku kesempatan untuk mencoba membuka langkah menuju mimpiku. Memberanikan diri mengirimkan naskah perdana dan semoga bisa menjadi langkah awal untuk menumbuhkan ambisi menjadi seorang penulis.
Tiba di sana, aku langsung mengakses internet lewat laptop yang aku bawa. Dengan penuh rasa gembira karena ternyata Nengsih tidak berbohong padaku. Dalam hitungan detik tulisan ini telah terkirim. Hanya menunggu beberapa saat panitia membalas kiriman naskahku sebagai bukti bahwa naskahku telah masuk ke data panitia dan siap untuk dinilai. Kami pun pulang dengan lega dan tentunya diiringi segudang harapan. Harapan untuk jadi yang terbaik.
Setelah beberapa minggu menunggu, aku mendapat kabar bahwa pengumuman kompetisi menulis akan diumukan tiga hari lagi. Aku gemetar membaca pesan yang tertera jelas di layar hp ku. Nengsih cengengesan melihat raut mukaku. Aku membalas cengengesannya dengan senyum kaku penuh rasa penasaran sekaligus harapan.
Tiga hari yang mampu membuatku seperti orang yang kebingungan akhirnya tiba juga. Untuk mengetahui apakah tulisanku layak terbit atau tidak, aku harus bisa mendapatkan akses sinyal yang cepat karena panitia mengumumkan hasilnya via email. Tanpa pikir panjang aku langsung menghubungi Nengsih agar bisa menemaniku ke tempat yang pernah kami kunjungi sebelumnya. Seperti biasa, ia tak pernah menolak apapun yang aku pinta. Sungguh luar biasa sosok ini, pikirku.
“Sejauh yang mbak minta masih bisa Nengsih turutin, ya ayo. Kecuali kalau mbak ajak nengsih masuk jurang, ya Nengsih gak mau toh,” jawabnya seloroh.
Aku hanya tersenyum menahan tawa mendengar candaannya. Sosok ini. Aku merasa bersyukur Tuhan mengizinkanku bertemu dengannya. Tuhan selalu punya rahasia disetiap rencana-Nya. Aku bersyukur memilki sosok sahabat yang penuh dengan ketulusan seperti Nengsih.
Tanpa pikir panjang, aku mengakses alamat email yang mungkin di sana akan tertulis namaku sebagai finalis yang beruntung. Dengan tangan gemetar dan mengucapkan basmallah ku klik tombol enter. Tanpa menunggu lama, layar laptop berisi rentetan nama finalis yang masuk ke dalam 50 tulisan terbaik yang layak terbit. Dan benar saja, namaku terpampang jelas di urutan 25 sebagai salah satu finalis yang karyanya masuk ke dalam 50 karya terbaik. Itu artinya, tulisan perdanaku berhasil menjawab tanda tanya yang memakskaku penasaran beberapa minggu ini. Nengsih terbelalak melihat namaku di layar sana. Sambil melonjak gembira ia memlukku erat sembari memberiku selamat atas keberananku mencoba.
“Tuh kan lolos. Coba kalau kemarin mbk udah nyerah duluan, gak akan ada tuh nama mbk di sana,” celotehnya padaku.
“Iya deh, yang nasehatnya manjur”, jawabku sambil mencubit pipinya yang sedikit tembem.
Kami pun berpelukan. Aku merasa menang hari ini. Menang karena Tuhan memberiku kesempatan untuk berani mewujudkan salah satu mimpiku. Mungkin belum menjadi seorang penulis terkenal, tapi setidaknya ini adalah awal untukku mencari kesempatan berikutnya dan berikutny lagi agar kemampuan menulisku terus terasah.
Aku dan sebuah cerita hari ini adalah hal kecil yang begitu besar kurasa bahagia di baliknya. Sosok tulus Nengsih yang hadir di hidup anak rantau ini begitu besar berpengaruh padaku. Mungkin jika kalian lihat, ini hanyalah sebataskisah antara seorang sahabat yang memang seharusnya terus memberikan semangat. Tapi tidak untuk sosok ini. Ketulusan yang begitu ikhlas kurasakan di setiap kata penyemangatnya. Kehadirannya mampu membuatku bersyukur atas anugerah Tuhan. Toh, kita tak kan pernah bisa menjadi seseorang tanpa ada seseorang yang selalu bersedia berdiri di belakang agar kita tak terjatuh.
Ucapan terima kasih yang mendalam sekalipun mungkin takkan cukup membayar semua ketulusan yang pernah diberikan Nengsih untukku. Hanya berharap Tuhan saja yang membalasnya. Semoga persaudaraan ini kekal. Tak ingin rasanya ada kata berpisah. Berharap Tuhan masih memberikan kesempatan untukku tetap bisa menjalin silaturahmi padanya. Setidaknya aku juga ingin memberikan sesuatu yang berharga untuk Nengsih. Mungkin bukan materi, tapi ketulusan yang sama yang ingin kubagi untuknya.
Semenjak keberhasilan kecil itu, saat ini aku semakin giat menulis. Menulis apapun yang ingin kutulis. Begitu besar pengaruh semangat seorang Nengsih untukku. Kebaikan dan ketulusannya mampu membuat mimpi ini semakin menggantung tinggi. Aku semakin giat mengirimkan tulisanku di setiap kompetisi yang bisa ku ikuti. Mencoba tanpa menyerah adalah senjata paling ampuh untuk menaklukkan ketakutan yang ada. Tulisan ini mungkin sederhana, tapi ada sejuta kisah mewah di dalamnya.
Mimpi ini belum selesai. Masih banyak yang ingin aku raih. Masih banyak mimpi yang menunggu untuk dilunasi. Semoga harapan yang selalu menggantung di langit doaku satu persatu mulai menampakkan kemilaunya. Karena aku yakin, Tuhan tahu setiap niat dan proses yang kita lalui. Berjuanglah hingga waktu mengizinkanmu menyerahkan semua akhir pada-Nya. Tetap semangat berkarya dan semoga kita selalu bisa memberikan manfaat bagi orang lain.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
