
Jangan protes karena penulisan huruf kecil setelah tanda petik ya…
karena ini tulisan waktu masih piyik wkwkwk
Dan penulis malas edit.
PROLOG
“Kumohon tolong aku…tolong…nona tolong aku….”
Mio memasang headset di telinganya dengan menaikkan volume ke maksimal. Berjalan seolah tidak mendengar apapun.
“Nona, aku tahu kau bisa melihat! Akupun memiliki kelebihan itu saat aku masih hidup. Tolonglah aku.” Dia melayang dengan tetesan darah mengalir. Mendekati Mio seakan akan menempel saja. Uch ! Mio merasa ingin menangis saat ini.
“Aku tahu cara akar menekan keistimewaanmu ini! Aku akan memberitahumu jika kamu membantuku!”
Mio masih berjalan seolah tidak ada apa-apa selain pejalan kaki di jam santai kota. Namun Dia – sang hantu dengan pakaian pengantin lengkap it uterus mengikuti Mio. Meski darah terus-menerus merembes diantara serat kain gaun pengantin putih tulang, wajah hantu itu tetap terlihat cantik dan bersih. Tapi please, secantik apapun itu jika tubuhmu berlumuran darah, maka orang normal akan tetap pinsan ketakutan!
Satu yang pasti jika melihat bentuk hantu itu, pertama, dia adalah hantu baru yang bias dipastikan kematiannya tidak lebih dari sepekan. Kedua, itu adalah roh murni yang tidak menyimpan dendam meskipun kematiannya pasti tidak wajar. Mungkin dia dibunuh? Atau kecelakaan dengan sengaja? Baik, Mio menyadari dia mulai memikirkan hantu ini.
Akhirnya dengan dengungan terus-menerus hantu itu, Mio berbelok di gang sempit dan sepi. Memastikan jauh dari jangkauan cctv kota, menengok memastikan dia seorang diri –maksudnya seorang diri manusia. Karena jika selain manusia, bahkan diatas kepalanya selain hantu di depannya tetap bermunculan mahluk-mahluk aneh. Barulah saat dia yakin hal itu, Mio berhenti.
“Apa yang kamu inginkan? Aku yakin ini bukan balas dendam.”
Secercah harapan jelas terlihat di raut wajah hantu itu.
“Tubuhmu berlumuran darah namun tidak berbau anyir. Meski kamu sudah mati, kamu masih memakai pakaian terakhirmu, itu berarti kematiannmu dibuat bukan? Itu menghalangimu naik. Tapi kenapa wajahmu bersih? Seharusnya jika tidak ada dendam, kamu bias langsung naik tanpa beban dari dunia ini.”
“Ka…kamu tahu?”
Tentu saja Mio tahu! Sudah berapa hantu yang mendatanginya dengan keluhan yang berbeda-beda? Saking banyak dan seringnya, Mio seolah-olah menerima dan merekam hal itu baik permasalahan maupun penyelesaian dengan baik di memorinya. Hantu dengan dendam yang belum terselesaikan permasalahannyaakan terlihat berwajah buruk . walaupun dendam itu hanya sekecil biji kacang. Tapi didepannya, wajah hantu ini cantik meskipun terlihat pucat. Serta sangat bersih. Bahkan bau anyir maupun apek khas mayat sama sekali tidak tercium darinya.
“Ini tidak sulit. Hari ini adalah hari pernikahanku. Seharusnya dua jam dari sekarang di Gedung Sembilan belas hotel amazon. Aku hanya ingin kamu menemui calon suamiku. Dia adalah Sean. Guan Osean O’neil.”
“Lalu?”
“Katakana padanya, bahwa aku—Grace Anatasya William telah mati.” Wajah hantu itu terlihat sakit dan sedih. Oh…oh… Mio paling benci melihat hal ini. Apa ini? Cinta sejati? Saying sekali itu bukan cinta sehidup semati. Takdir memang terkadang kejam. Gadis secantik ini pasti memiliki lelaki yang memikat.
“Aku akan mengatakannya.” Mio mengangguk mantap. Kalua hanya mengatakan hal itu, itu tidak akan menjadi masalah.
“Kalau begitu aku pergi dulu.” Mio akan berbalik ketika dia kembali dicegat. Mendapati wajah pucat yang berdiri dihadapannya secara tiba-tiba, Mio berdecak kesal.
“Apa lagi?”
“Ada lagi. Ini yang tepenting. Katakana padanya untuk mengubah semua hak warisku ke saham miliknya. Mintalah dia membuka laci terakhir di kamarku. Kunci ada dibawah almari paling kanan. Disana aku sudah menulis surat wasiatky untuk meyakinkan keluargaku. Jangan biarkan sahamku menjadi milik kakakku ataupun keluargaku.”
Apa ini? Perselisihan keluargakah? Mio mulai memikirkan drama mellow dramatis yang biasa mamanya tonton. Perebutan warisan, bunuh -membunuh, kecurangan. Mungkin saja Grace ini memiliki kelebihan membaca masa depan? Lalu dia melihat dia akan mati dibunuh dan tidak bisa menghindar jadi dia menulis wasiat terlebih dahulu? Wah! Apa kali ini aku salah mau menolong? Mio jadi sanksi untuk membantu. Jangan-jangan dia nanti akan menjadi bagian dari kerusuhan keluarga itu.
“Tolong…kumohon…agar aku bisa tenang pergi.”
“Oke.”
“Jadi, sekarang katakan padauk bagaimana menekan indigoku.”
Jujur saja, kekuatan indigo yang diturunkan dari garis kakek terlalu kuat. Hingga bagaimana dia melihat hantu seolah-olah itu sangat nyata. Bahkan terkadang Mio sulit membedakan mana itu manusia, mana itu hantu yang menyamar. Itu jelas mengganggunya. Terutama masalah sosialnya. Jika indigo lain melihat mereka samar-samar, maka mata Mio memvisualkan mereka sangat jelas dan nyaris seperti manusia.
Atau dia akan melihat arwah penuh dendam dengan sangat jelas, arwah baru yang kebingungan atau yang lainnya. Itu sangat menjengkelkan. Dia tidak mau lagi di cap aneh karena muntah tiba-tiba di tempat umum. Orang lain akan melihatnya muntah tanpa sebab. Namun Mio jelas kadang terlalu jijik dengan bau anyir darah hantu penuh dendam yang mengikutinya.
“Sebenarnya dengan auramu, mustahil untuk menekan penglihatanmu.”
“Kamu mengatakan kamu tidak bisa memberitahuku solusi?” aih! Sia-sia dia mendengarkan curhatan hantu ini!
“Tentu ada! Aku memang tidak bisa membantumu menekan indigomu. Namun aku bisa memberitahumu bagaimana membedakan hantu yang menyamar menjadi manusia.”
“Bagaimana?”
“Itu mudah. Kamu hanya perlu melihat dahi mereka dengan konsentrasi. Setiap mahluk yang terlepas dari raga memiliki titik jiwa yang terletak di dahi mereka. Lihatlah! Jika ada titik di dahinya baik itu berwarna hitam, terang, maupun abu-abu, mereka jelas bukan manusia.”
Mendengar penjelasan Grace—oke, Mio mulai mengingat nama hantu ini T_T. mio mau tidak mau melihat kearah dahi Grace dengan fokus. Benar… ada titik terang seukuran biji kopi diatas dahinya. Bahkan ponipun tidak dapat menghalangi titik itu.
“Aku tidak tahu akan semudah itu mengenalinya. Kakek sialan itu tidak pernah memberitahuku sebelumnya!” Mio bergumam kesal. Mengingat bagaimana eksentrik kakeknya yang dengan sangat jahat tidak memberitahukan hal sepernting ini padanya walau dirinya sering kali ketakutan.
“Terimakasih sudah memberitahuku…” Mio bersungguh-sungguh . Namun kalimatnya belum sepenuhnya selesai, sosok itu sudah menghilang. Itu terlihat seperti serpihan debu berwarna putih bersih yang berputar sebelum sepenuhnya menghilang. Mio tidak bisa tidak takjub.
“Seberapa murni roh gadis itu? Bahkan menghilangnya pun sangat indah.”
Mio tidak perpikir banyak. Semua hantu akan menghilang jika pengganjalnya telah terselesaikan. Nah! Mio lupa satu hal. Ini… bagaimana dia menjelaskan pada calon mempelai Grace bahwa calon istrinya telah mati? Tidak mungkin kan Mio datang dengan tidak diundang lalu berkata,
“Hai Sean, aku utusan Grace, aku Cuma mau bilang bahwa calonmu sudah meninggal. Tadi dia yang pesan padaku.” Aih! Bukankah dia akan langsung masuk penjara?
***
01. Pengantin yang terlambat
“Anakku sungguh tampan dengan jas pengantin ini. Aksesori Renaldi memang cocok disebut rancangan terbaik di Indonesia. Mom piker kamu akan membujang selamanya. Siapa yang tahu bahwa kamu tiba-tiba membawa gadis untuk dilamar?” Anastasya memiliki wajah yang berseri. Dengan kebaya modern rancangan Tax Ronrio, dia tampak percaya diri. Dia merasa jika dia mengatakan baru memasuki umur kepala tiga, pasti tidak aka nada orang yang mengira bohong. Siapa yang sangka bahwa dia sudah memasuki umur kepala lima?
“Mom, kenapa tidak menjemput Dad?” maksud Sean jelas. Lipin-Ayah Sean adalah pecinta anggur, pesta adalah kegemarannya. Dan pesta pernikahan dengan wine gratis adalah surganya. Dapat dipastikan bahwa ayahmya akan mabuk bahkan sebelum ikrar pernikahan digelar.
Namun hal kedua yang menjadi landsan Sean adalah agar ibunya segera pergi. Demi Tuhan, wanita yang telah melahirkannya ini sudah mengoceh sejak dia merias diri.
“Oh sayang! Kamu mengingatkan mom! Pria tua itu pasti akan mati mabuk jika aku tidak segera menemukannya. Bahkan saat di negara tropispun dia masih saja gila wine. Bagaimana tubuhnya menerima?” karena terlalu takut suaminya akan mabuk sebelum putra tunggalnya ikrar, Anatasya segera berlari keluar. Tidak sulit menemukan suaminya. Didimana ada rangkaian wine , disitulah pasti ada Lipin.
“Hei brother kamu sudah siap?”
Sean menoleh. Dia mendapati Gill Antonio dengan setelan jas hitam rancangan Vanessa berdiri diambang pintu.
Sean mengerutkan dahi, “Apa yang kamu lakukan disini?” Sean menugaskan Gill untuk menjaga pestanya. Terutama dari para wartawan tanpa surat undangan yang masuk diam-diam. Tapi saat ini sahabatnya ini justru datang keruang gantinya. Apa dia ingin makan gaji buta?
“Ada apa dengan tatapanmu itu? Hei, aku bukan tidak bertanggung jawab. Aku kesini justru ingin mengatakan hal penting padamu.”
“Wartawan terlalu banyak?”
Gill menggeleng, “Nope. Tapi ada kehebohan diluar. Seorang gadis entah siapa Namanya memaksa ingin masuk dan bertemu denganmu. Dia mengatakan dia membawa pesan dari Grace.”
“Gadis? Bagaimana gambarannya?”
“Hm… bertubuh agak berisi, chubby, imut, dan kulitnya khas orang lokal.”
Mendengar ciri-ciri gadis itu, Sean jelas tidak memiliki gambaran apapun. Lagipula, Sean telah menjalin hubungan diam-diam dengan Grace selama dua tahun. Selama itu teman yang Grace miliki setahu Sean hanya Dian. Dan jelas gadis itu tipikal glamour bukan lokal.
“Gill apa kamu sudah bertemu dengan Grace?”
“Itu dia, aku tidak bisa menghubungi dia. Aku kira kamu tahu dimana dia.”
Ini semakin aneh. Semakin Sean berpikir, firasat buruk mulai mengerayangi hatinya.
“Kalau begitu bawa gadis itu masuk. Mungkin Grace butuh sesuatu dan teleponnya mati.” Riasan Sean telah selesai. Namun dengan adat lokal, dimana dia tidak boleh keluar sebelum lonceng berbunyi, Sean tidak mungkin keluar dan menemui gadis itu. Apalagi dengan wartawan disekitar.
“Kamu mengenalnya?” Gill bertanya.
“Mungkin itu teman Grace.”
“Maksudmu itu Dian? Wanita perancis itu? Kenapa tidak bilang dari awal? Gadis itu bahkan tidak membawa undangan, dan berpakaian seperti anak sekolah miskin.” Gill menggerutu pelan. Jangan sampai Sean tahu apa yang dilakukannya pada teman calon istri sahabatnya itu.
.
.
.
Sedangkan diluar Gedung, Mio ingin sekali mengubur wajahnya karena malu. Bagaimana tidak? Dia datang bertanya baik-baik, namun sebagai balasan lelaki berambut Panjang yang terlihat sombong itu justru langsung meminta dua satpam menyeretnya ke dalam pos keamanan. Tidak cukup sampai disitu, lelaki congak itu juga menuduhnya sebagai tamu ilegal.yang membuatnya harus ditanyai berbagai pertanyaan oleh polisi.
“Nona, mohon kerjasamanya. Siapa anda dan kenpa anda mengganggu jalannya acara keluarga Guan. Apa motif anda? Balas dendam karena cinta? Tapi penampilan anda…anda tidak seperti bisa mengenal keluarga ini.”
Sialan! Bahkan jika aku jelek, kamu tidak berhak mengkritikku! Mio mengutuk dua polisi yang menurutnya lebih mirip dengan gerombolan pemaksa.
“Sudah kukatakan bahwa aku tidak memiliki hal yang mengharuskan aku mengacau! Aku hanya ingin bertemu dengan Guan Sean O’neil dan menyampaikan gadis bernama Grace!”
“Jangan bercanda! Jika anda masih tidak mau mengaku, maka jangan salahkan kami untuk menyeret anda ke kantor polisi.”
Mio menghela nafas mencoba sabar. Apa nasib buruk ini? Mio tidak bisa pergi. Namun bahkan misinya menyampaikan wasiatpun terlihat mustahil saat ini.
“Pak polisi, sungguh saya hanya ingin menyampaikan pesan dari Grace. Selebihnya saya akan segera pergi setelah pesan ini tersampaikan.” Mendengar perkataan Mio, dua orang polisi itu justru memandangnya seolah dia gila.
Mio merasa sebentar lagi emosinya mencapai titik puncak dengan kesabaran overlimit mendekati nol. Jika polisi tua ini masih mempersulitnyam maka Mio tidak akan segan untuk menggunakan hantu agar membuat keributan demi membantunya kabur.
Tepat ketika Mio mulai berkonsentrasi menatap hantu yang melayang di dekat polisi, seorang pemuda berseragam biru tua berlari tergopoh dan mendekati salah satu polisi sambal berbisik. Dapat dilihat kerutan di dahi polisi itu saat ia memandang Mio.
Apa? Apa? Mau menatang? Mio masuk dalam mode tarungnya.
“Baik. Karena ini hanya kesalahpahaman , maka kamu bisa keluar,”
“Hah?”
“Tuan Gill telah menunggu anda diluar. Silahkan anda mengikuti asisten saya -Hadi.” Dia menunjuk polisi muda disebelahnya.
Gill? Gill siapa?
Siapa peduli? Meski tidak mengenal siapa Gill itu, namun Mio tetap berterimakasih pada siapapun dia karena telah menyelamatkannya. Setidaknya itu tidak berlangsung lama. Tidak setelah Mio melihat wajah asli orang yang dia pikir menyelematkannya.
“Kamu!” Mio menahan diri agar bola matanya tidak keluar saat dia memelototi sosok ‘Gill’. Tidak salah lagi. Lelaki didepannya ini jelas-jelas awal dari semua malapetaka dia diseret oleh keamanan dan polisi.
“Well, sorry. Itu salahku karena tidak mengenalimu nona Dian.”
Hah? Dian? Siapa? Aku?
“Ikut aku lewat pintu belakang. Dan untuk pak polisi, maafkan atas kesalahpahaman ini. Anda bisa kembali bekerja. Nah nona Mio mari ikuti aku.”
Mio sadar ada kesalahpahaman disini. Tapi Mio juga tahu kesalahpahaman ini yang akan membuatnya bisa bertemu dengan Sean. Jadi Mio memilih tutup mulut akan hal ini. Setidaknya sampai dia bertemu dengan Sean.
***
Di dalam ruang ganti, Sean menatap dua orang penjaga dihadapannya.
“Bagaimana?”
“Maaf tuan, kami belum dapat menghubungi agen 1. Tapi kami dapat memastikan bahwa mereka telah mengawal nona Grace sejak tiga jam yang lalu.”
“Cari mereka. GPS yang terpasang bahkan mati, itu bukan kebetulan. Cari tempat terakhir kalian mulai kehilangan kontak dan lokasi.”
“Baik tuan.” Dua lelaki kekar berwajah kaku itu segera mengundurkan diri sesuai dengan intruksi. Sean mengamati Rolex di tangannya. Bahkan dia tidak berminat melihat waktu. Hanya melihat dan semakin kesini, firasatnya semakin tidak baik.
“Sean.”
Pintu ruang ganti berderit. Sosok Gill muncul diikuti dengan seorang gadis yang mengekorinya. Sean melihat penampilan gadis itu. Dahinya mengernyit—itu jelas bukan Dian.
“Kamu Sean?” Mio memastikan. Wajah khas Asia dengan mata persik dan hidung tinggi. Ada aura kemuliaan yang memancar dari tubuh lelaki di depannya. Mio seolah melihat sekumpulan cahaya di sekeliling lelaki itu. Ouch! Benar-benar seperti novel. Well lelaki seperti inilah yang memang akan menjadi calon wanita cantik seperti Grace. Ops! Maksudku almarhumah.
“Kamu bukan Dian.” Sean berkata langsung. Disampingnya, Gill melotot pada Mio.
“Kamu wartawan ilegal?” Gill jelas merasa kecolongan. Namun Mio bukan menghindar tapi justru mengangguk mantap, “ memang aku bukan Dian.”
“Tapi aku juga bukan wartawan.”
“Kamu penipu!”
“Diamlah! Aku hanya perlu berbicara pada Sean!”
“Kamu!”
“Cukup Gill,” Sean meambaikan tangannya.
“Apa maumu?” Meski Sean tidak tahu siapa gadis ini, namun dia merasakan bahwa dia tidak memiliki niat buruk. Instingnya sebagai pewaris Guan sangat akurat untuk mendeteksi perasaan seseorang.
“Aku hanya menyampaikan pesan dari Grace, calon istrimu. Dan aku harap kita hanya berdua.” Mio melirik Gill.
“Apa kamu pikir…”
“Gill tolong keluar,” Sean memotong.
“Tapi Sean,”
“Wartawan menunggu.”
Gill tidak lagi berkata-kata. Mendengus, Gill dengan sengaja menabrak bahu Mio hingga gadis itu mundur beberapa langkah saat berjalan keluar. Namun seolah Tuhan itu adil, ketika Gill hendak membuka pintu, kakinya tiba-tiba saja tersandung. Tubuh Gill terdorong , kepalanya terpentok tembok. Seketika Mio tidak bisa menahan tawa lepasnya.
“Gill, pintu ada disebelah.” Sean berbicara,
“Aku tahu sialan!” gill mengumpati Sean sebelum keluar ruangan dengan tangan memegangi dahi.
“Rasakan!” gumam Mio bangga. Oh…betapa kadang dia sangat mensyukuri kemampuannya berkomunikasi dengan mahluk astral. Hantu di ruang ganti ini mungkin saja memiliki dendam pada Gill. Jadi Mio sengaja memberi mereka sedikit energi Yin miliknya pada salah satu hantu yang tengah berman-main di tengah pintu. Meskipun tidak terlihat, namun roh mereka akan bisa terasa oleh manusia awam. Itu cukup untuk membuat Gill tersandung.
“Katakan.”
Mio sedikit terkejut ketika Sean mengubah nada suara padanya. Melihat lelaki itu sangat serius, Mio berdehem mulai memikirkan bagaimana dia akan menjelaskannya pada Sean.
“Em…sebentar, biarkan aku berpikir bagaimana aku mengatakannya padamu.”
“Nona, jika kamu tidak bisa mengatakan apapun, pintu keluar ada di belakangmu.”
Mio cemberut, “Baik! Pertama aku tanya padamu, apa tanggapanmu mengenai indigo?”
“Konyol-gila-halusinasi yang berlebihan.” Jawaban langsung Sean membuat Mio tertegun. Jadi lelaki ini sama sekali tidak tahu bahwa calon istrinya yang sudah meninggal itu indogo? Ini bahkan lebih susah dari yang dia kira. Dilihatnya lelaki itu duduk berpanglu kaki sambil memainkan jam di pergelangan tangannya.
“Kalau begitu tidak ada yang perlu kita bicarakan. Hanya saja ini adalah amanat. Kamu bisa menganggapku gila atau konyol. Aku hanya ingin mengatakan bahwa Grace, pada pukul dua belas siang lebih tadi telah tiada.”
Tangan Sean yang memainkan jam tiba-tiba berhenti, “Apa katamu?” Sean memandang tajam Mio.
Mio dapat merasakan suhu ruangan turun drastis. Ditatap tajam oleh lelaki yang berjarak lima langkah darinya membuat Mio merasakan hatinya bergetar.
“Aku berkata benar! Grace telah meninggal Ah!” seberapa cepat lelaki ini? Tangan Sean telah bersarang di leher Mio—mencekik lehernya.
“Jaga mulutmu Lady, kalau tidak ingin aku membunuhmu.”
“Ahkuh...bihcarah benah...kamah Grach Lacih terackhir Grace,,,menyimpan...ah!” tangan itu mendorong Mio hingga dia terpental menabrak vas ruang ganti.
“Apa maksudmu?”
Mio terbatuk-batuk. Memegangi lehernya dan memandang lelaki didepannya dengan sengit. Sungguh! Mio pasti akan menaruh dendam pada lelaki arogan ini. Lihat saja setelah dia keluar dari sini, dia akan membuat lelaki ini membayar apa yang dia lakukan padanya hari ini. Tapi saat ini, Mio harus mengatakan pesan dari Grace terlebih dahulu.
“Aku akan mengatakan padamu, aku adalah gadis indigo. Dan bahkan Gracepun memiliki keistimewaan yang sama denganku. Dan ya, aku adalah orang yang kamu anggap konyol dan halusinasi, tapi pada kenyataannya aku tetap harus mengatakan amanat ini padamu.”
Tidak peduli bagaimana Sean memandangnya, Mio melanjutkan, “ Roh Grace mendatangiku dan mengatakan padaku untuk menyampaikan hal ini padamu. Oh, satu lagi, dia berkata bahwa dia ingin saham miliknya dialihkan semua padamu. Jangan memberikan pada keluarganya bahkan pada orang tuanya maupun kakaknya. Untuk meyakinkan keluarganya, Grace mengatakan bahwa dia meninggalkan surat wasiat di laci terbawah di kamarnya. Kunci ada dibawah almari pojok kanan.”
Sean mundur selangkah. Wajahmua masih datar terlihat penuh amarah dan sedikit kebingunhan. Karena dia hidup dalam kehidupan hedonis, logis, dan realistis, bagaimana dia percaya perkataan gadis asing di depannya?
“Apa omong kosong ini?”
Ponsel Sean berdering. Sean mengeluarkan benda itu dari saku jas miliknya. Itu adalah bawahannya. Menatap layar, senyuman terbit dari bibirnya. Jelas gadis di depannya itu gila. Ini adalah bawahannya yang terlatih. Mereka pasti menemukan gadisnya.
“Ya?”
(Tuan buruk. Maaf kami harus melaporkan, mobil yang ditumpangi nona Grace mengalami kecelakaan beruntun di daerah X sekitar pukul sebelah lebih empat puluh lima menit. Semua naggota CJ01 telah tewas.)
Sean terdiam sesaat sebelum suaranya terdengar berat, “ Grace?”
Hening di ujung telepon. Lalu terdengar suara menjawab.
(Maaf tuan, nona Grace dinyatakan meninggal setelah terlempar lima meter dari mobil.”
Tubuh Sean merosot hampir jatuh kalau saja dia tidak berpegangan pada kursi rias. Dia menatap Mio seolah-olah dia hantu. Mio balik menatap Sean namun tidak bisa berbuat apa-apa. Tugasnya hanya menyampaikan pesan. Masalah mental penerima pesan, itu bukan urusannya. Oh mungkin dia bisa menjadi pasiennya, dia akan dengan senang hati memberikan konsultasi kejiwaan.
“Satu hal lagi. Meskipun Grace tidak memintaku tapi aku akan mengatakan ini.”
“Kematian Grace bukanlah sebuah kecelakaan. Dan Grace sepertinya tahu siapa yang telah mengincarnya bahkan sebelum kematiannya. Kalau tidak, bagaimana dia menulis wasiat?” setelah mengatakan hal itu, Mio tidak menunggu lebih lama lagi untuk segera keluar dari ruangan. Tugasnnya sudah selesai.
Tak berapa lama setelah kepergian Mio, Sean memanggil Gill.
“Gill, beri pengumuman bahwa pengantin awnita mengalami kecelakaan. Mintalah keluarga Grace menemuiku di ruang ganti.”
***
02. Sean and his nightmare
Berita terkini
Pernikahan akbar CEO muda Grup Guan dinyatakan di undur akibat insiden kecelakaan yang menimpa calon membelai wanitanya. Kecelakaan terjadi pada pukul 11.00 waktu setempat di daerah X , menurut pihak keluarga, saat ini tunangan Guan Sean O’neil dirawat di rumah sakit swasta dan dinyatakan koma. Menurut pihak keluarga wanita, mereka akan segera memindahkan ...
“Lihat ayahmu, dia bahkan harus lembur di malam minggu namun gaji tetap kecil. Eh kenapa kamu ganti tivinya?” Alesta menatap kesal putrinya yang berbaring di atas sofa.
“Mama kan sedang menelepon.”
“Sudah selesai! Cepat kembalikan ke saluran tadi !”
“Ma, kakek bilang jangan suka menonton gosip. Mereka hanya satu persen kejujuran dengan delapan puluh persen kebohongan dan sisanya hanya opini yang diinginkan.”
“Kamu tahu apa? Itu berita sensasional tentang CEO tampab grup Guan. Bahkan pernikahannya diberitakan sangat mewah. Sayang sekali itu tertutup. Bahkan media tidak tahu siapa mempelai wanitanya. Semua ibu kompleks membicarakannya. Aih... tapi sayang saat ini justru pernikahannya harus diundur.”
Masih dengan berbaring santai, Mio memutar matanya, “ kenapa? Pernikahannya sekarang gagal karena calon mempelai meninggal? Aduh!” Mio mengusap punggung yang dipukul mamanya.
“Bicara apa kamu ini? Dia hanya koma dan sekarang akan dipindahkan ke rumah sakit di Boston. Beritanya sih katanya besok.”
“Hah?” Mio langsung duduk.
“Apa maksud mama dengan koma?” jelas-jelas dia telah bertemu dengan arwah gadis itu okey? Dia sudah menjadi arwah-dedemit-hantu atau apapun itu yang pasti bukan roh yang keluar karena koma sementara. Bagaimana menjadi koma?
“Koma adalah koma. Kamu kan belajar kedokteran. Masa tanya mama?”
“Tapi aku sudah bertemu dengan hantunya ma.”
“Apa?”
Mio langsung menjelaskan kejadian kemarin dari awal dia bertemu dengan Grace hingga dia menjadi lelucon di pesta pernikahan CEO itu saat ingin menemui Sean. Sedangkan Alesya mendengarkan dengan baik cerita putrinya, dia sama sekali tidak meragukan perkataan putrinya ini. Dari kecil, keluarga sudah mengetahui kelebihan Mio yang merupakan keturunan dari garis keturunan pihak mamanya. Alesya pun memiliki hal yang sama dengan anaknya. Hanya saja Alesya hanya dapat merasakan keberadaan mahluk astral. Tidak seperti Mio yang bahkan melihat jelas mahluk tersebut.
“Aduh!” satu pukulan kembali mendarat di punggung Mio.
“Mama! Kenapa kamu memukulku lagi?”
“Kamu pantas dipukul!” Alesya mencubit pipi putrinya gemas.
Alesya lalu melanjutkan. “Mama sudah katakan jangan pernah berhubungan dengan mereka. Kamu tahu akibatnya! Lihat kakekmu! Bahkan setelah menyatakan pensiun, mereka masih saja mengganggu kakekmu!”
“Tapi aku terpaksa. Aduh...pukulan mama sakit sekali...” Mio harus mengeluh dengan nyeri di punggungnya, the power of mom--Terlalu sakit!
“Apanya yang terpaksa? Abaikan saja!”
“Iya...iya... aku mandi dulu lah!” Mio tidak menunggu mamanya menjawab sebelum kabur dengan cepat masuk kamar mandi. Mio tahu mamanya hanya mengkhawatirkannya. Bagaimanapun sejarah garis keturunan mamanya bisa terbilang misterius dan penuh dengan tragedi karena dunia mistik. Dulu kakeknya adalah seorang Youmeisei atau orang Indonesia mengatakan dukun, paranormal, atau apapun itu yang levelnya tinggi dari yang tertinggi. Namun diusia yang semakin tua, kakeknya kini harus mengasingkan diri dari peradapan guna melindungi keluarga dari ancaman mereka.
Dan keluarganyapun menetap di Indonesia guna menyamarkan aroma dari garis keturunan kakeknya. Terlebih aroma tubuhnya. Ketika di bangku sekolah dasar, kakeknya pernah mengatakan padanya bahwa Mio memiliki aroma kuat dan lezat bagi para roh maupun hantu. Saat dulu tinggal di Osaka, bahkan Mio nyaris tidak dapat tenang karena banyak dari mereka yang terus-menerus mengganggunya. Karena hal itu, mama dan papanya memutuskan untuk meninggalkan tanah kelahiran Mio demi menyamarkan aroma tubuhnya.
“Koma? Bagaimana bisa?” Mio bergumam di sela-sela mandinya.
“Mungkin dia belum mati? Bukankah tubuhnya menghilang terlalu indah kemarin?” ah sudahlah! Mio tidak mau berpikir lebih jauh. Itu bukan urusannya. Apalagi dengan lelaki bermarga Guan itu. Mio mencatat dalam hati bahwa dia akan menjadi laki-laki yang masuk kedaftar hitamnya untuk ditemui maupun dicampuri.
Lelaki seperti Sean terlihat terlalu sempurna dengan perferensi orang awam. Tampan, muda, kaya, karir sukses, cerdas dan jauh dari skandal wanita. Tapi Mio sadar di dunia ini tidak mungkin ada kata sempurna. Dibalik semua yang dimiliki lelaki itu, pasti tidak akan jauh dari intrik keluarga maupun orang yang iri padanya. Hidupnya jelas tidak akan tenang. Mio sudah cukup pusing dengan ditargetkan oleh mereka dari dunia astral. Dan dia tidak mau ikut ditargetkan oleh bangsanya sendiri.
“Ah...untung saja jimat kakek sangat ampuh. Hanya dirumah aku bisa tenang.” Mio bernyanyi riang di dalam kamar mandi.
***
Kediaman keluarga Guan
Ruang rapat
8 PM
Di dalam ruangan bernuansa putih. Satu meja besar melingkar dengan lima orang berseragam jas duduk mengelilingi meja. Disetiap orang memiliki sebotol air mineral dan beberapa potongan kue. Itu terlihat manis sangat berbanding terbalik dengan suasana ruangan tersebut.
“Kita akan mulai rapat ini. Sean, kamu yang pertama kali menjelaskan masalah ini.” Tetua keluarga Guan –Guan Lincolt O’neil orang yang pertama kali membuka suara. Lincolt sudah berumur hampir tujuh dekade. Namun fitur wajahnya dan tubuhnya yang terlatih membuatnya masih terlihat fit dan penuh energi. Dia adalah tetua yang paling dihormati dalam keluarga Guan. Dialah pengambil keputusan terakhir dalam segala permasalahan keluarga. Meskipun Lincolt jarang menunjukkan diri, namun dia masih menjadi owner dan Presiden di dalam grup Guan. Perkataannya adalah hal yang paling dianggap berbobot oleh anggota keluarga .
Masalah kali ini bukan hal yang kecil. Ini bukan hanya masalah tunangan Sean—cucunya saja. Melainkan ada konspirasi di dalamnya. Lincolt tidak akan pernah menduga akan ada orang dalam keluarga Guan yang bermain di belakang punggungnya.
“Ayah... Sean baru saja kehilangan tunangannya. Ini...”
“Lupin, kamu merasa diumurmu yang lebih dari empat puluh tahun membuatmu melupakan tatakramamu?” Lincolt memandang tajam anak satu-satunya. Nyaris saja Lupin merasa ada sesuatu yang menghambat tenggorokannya hingga dia merasa tidak dapat mengeluarkan suaranya. Akhirnya lelaki itu hanya menunduk dan meminta maaf.
“Kakek, semua yang ingin perlu ketahui sudah saya berikan pada kakek di dalam file yang sudah saya kirim. Dan semua itu benar. Kematian Grace bisa jadi ada campur tangan musuh kita. Entah bagaimana mereka bisa mengetahui keberadaan Grace yang sudah saya sembunyikan. Kemungkinan adanya penghianat dalam keluarga kita”
“Kamu yakin ini dari keluarga kita?”
“Aku melihat bisnis properti keluarga Grace sangat baik.” Lincolt melanjutkan.
Lupin melihat ayahnya, “William adalah lelaki yang kelebihan hormon testoteron. Ayah, apa menurutmu ada anak haram dari William yang mencoba mencelakai Grace?” William adalah ayah dari Grace. Pertama kali Grace diperkenalkan pada keluarga Guan, Lupin telah melihat latar belakang William. Tidak ada yang spesial dari lelaki itu kecuali wajahnya yang tampan pada masa mudanya. Namun dalam hal bakat, Lupin tahu bahwa istrinya adalah pemimpn sesungguhnya dalam keluarga yang telah mengembangkan bisnis properti William menjadi seperti saat ini. Sealin hal itu, William adalah lelaki playboy yang bahkan tidak pernah lepas dari pikiran selangkangan wanita. Entah bagaimana wanita setangguh istri William masih bisa mentoleransi kelakuan lelaki itu.
“Aku tahu maksud papa. Akupun sudah menyelediki hal itu, memang ada beberapa anak yang menajdi anak haram tuan William. Namun mereka semua bahkan tidak mengenal ayah mereka. Semua kebutuhan mereka telah tercukupi oleh mama Grace dan hampir membuat mereka tidak akan kesulitan dalam hal apapun. Jadi mereka tidak pernah menuntut banyak. Mereka hanya tahu bahwa ayah mereka ada untuk mencukupi mereka bukan kasih sayang ayah. Mereka cukup masuk akal.”
“Hmp! Kamu cucu bodoh! Memiliki tunangan dengan latar berlakang sangat mengerikan! Bagaimana kamu menjaga IQ mu sebagai pewaris Guan?”
Seluruh ruangan mendadak diam. Sean mengerutkan kening. Apa kakeknya sengaja mengatakan hal itu agar dia menjadi target keluarga besar? Bagaimanapun ayahnya tidak bisa disebut anak tunggal kakeknya. Adam O’neil—adalah pamannya namun bukan bagian resmi keluarga Guan. Bagaimanapun ibunya adalah seorang pelacur yang membius kakeknya untuk merangkak ke status sosial yang lebih tinggi. Dengan kelahiran pamannya, kakek bahkan tidak mau repot-repot mengakui. Neneknya lah yang telah mengangkat pamannya hingga menyandang gelar O’neil namun tanpa marga inti Guan. Justru anak dari Adam—Ciel yang menyandang gelar Guan secara utuh.
“Adam, aku ingin kamu tahu bahwa kehadiranmu disini adalah sebuah kesalahan.” Nada Lincolt tenang namun dalam. Dan suaranya mampu membuat tekananbesar di dalam ruangan. Melihat bagaimana dirinya terpojok, Adam hanya dapat menhalihkan perhatiannya pada putranya. Bagaimanapun Ciel adalah bagian resmi keluarga Guan. Dan dia juga menajadi cucu yang Linvolt hargai setelah Sean. Adam mengaharapkan bantuan anaknya itu.
“Kakek, ayah memang lambat. Belum dapat menguasai etiket keluarga kita. Saya mohon maaf atas nama ayah.” Sikap Ciel anggun dan tenang. Berbanding terbalik dengan Adam yang cenderung tergesa-gesa. Amarah Lincolt turun sedikit. Namun tidak dapat menahan untuk mencibir, “ hump! Memalukan!bahkan kamu hanya bisa bergantung pada anakmu!”
“Yah Sean, setidaknya kamu memiliki saham gadis itu. Itu cukup membuat mereka tidak berbuat lebih. Bagaimanapun Guan bisa melindunginya. Hanya saja aku tidak tahu bagaimana sikap keluarga Grace.”
“Saya mengerti kakek. Semua telah saya rencanakan dengan baik. Kakek tidak perlu cemas.”
Lincolt menagngguk puas. “ seperti yang diharapkan dari cucuku. Rapat kita tutup. Kalian semua ingat, hanya ada lima orang disini. Jika pembicaraan ini bocor, maka tidak sulit mencari bangkai keluarga Guan.” Lelaki itu menatap kelima keluarga yang hadir. Dia paham tidak semua Guan itu bersih. Bahkan dirinyapun untuk memajukan sebuah Guan memerlukan beberapa hal kotor. Namun saat ini, setelah semua berkembang dengan baik, dia membutuhkan penerus yang cakap. Bukan mereka yang menuh ambisi dan keserakahan dengan bakat yang rata-rata.
Rapat tidak berlangsung lama. Bahkan setelah rapat terselesaikan, Sean tidak langsung kembali kekamarnya melainkan langsung menuju kantor meskipun itu adalah tengah malam.
“Dia akan kembali ke kantor?” dengan menyangga tubuhnya dengan satu tongkat emas, Lincolt mengawasi cucunya baru baru saja masuk kedalam mobil dari lantai dua. Seorang dibelakangnya yang tampak lebih muda darinya membungkuk hormat padanya.
“Ya Presedir.”
“Dia terlalu keras pada dirinya sendiri. Kamu tahu dimana gadis itu sekarang?”
“Ya Presedir. Apakah anda ingin saya menjemput gadis itu?”
“Tidak perlu. Cucuku dapat diandalkan. Kirim saja datanya padaku secara berlanjut.”
“Ya Presedir.”
“Oh ya, setelah kematian Grace, apa dia bisa tidur nyenyak?”
Kali ini tidak ada jawaban dari Pak Tua Lim.
“Yah, hubungi hipoterapi lagi. Katakan padanya untuk datang menemui Sean seminggu lagi.”
“Baik Presedir.”
Malam semakin sunyi. Suara tongkat emas bergesekan dengan lantai terdengar lebih nyaring saat Lincolt berjalan masuk.
***
Pagi ini Mio bangun dengan perasaan luar biasa baik. Namun ketika melihat jam menunjukkan pukul tujuh, gadis itu seperti kucing malas yang kembali tidur. Ini adalah hari Minggu. Hari dimana dia dapat berguling-guling sepuasnya di dalam kamar hingga siang. Dengan catatan mamanya tidak sedang dalam mood mengubahnya menjadi ‘anak gadis yang baik’ . Namun saat ini jelas hal itu jarang terjadi. Setelah keluar dari pekerjaannya yang sebelumnya sebagai pelayan kafe, Mio menuruti keinginan mamanya untuk bekerja di rumah sakit sebagai asisten dari tantenya yang merupakan psikolog. Sejak saat itu hari-harinya didalam rumah mulai damai.
Jika kalian menanyakan alasan mengapa dia memilih bekerja sebagai pelayan kafe, maka Mio akan menjawabnya dengan lugas dengan satu kata “aman”. Meskipun dia telah lulus dan menyandang gelar sarjana Psikologi ( S.Psi) dan telah lulus pula magister, Mio masih enggan masuk rumah sakit. Alasannya jelas, rumah sakit adalah salah satu tempat yang pasti memiliki lebih dari golongan mereka. Dan diantara mereka selalu ada yang jahil dan parahnya menempel sesuka hati atau bahkan membuntuti Mio sampai rumah. Bahkan selama mengenyam pendidikan dari S1 sampai S2, Mio nyaris menjadi psikolog yang hampir gila karena gangguan dari mereka.
Misal saat praktik, ketika dia menadapati pasien yang mengungkapkan semua unek-uneknya, Mio melakukan tugasnya secara profesional guna menadapat nilai baik dari dosen. Lalu apa yang terjadi? Bukan nilai yang dia dapat. Namun pandangan horor teman sejawatnya dan dosen itu.
“Mio, kamu bicara dengan siapa?” itulah kalimat pertama dosen ketika Mio keluar ruangan. Dan saat menengok kebelakang, jantung Mio mencelos mendapat sosok itu menyeringai padanya dengan bola mata hampir keluar.
Sejak saat itulah Mio menjadi enggan masuk rumah sakit. Magister psikolog yang menjadi pelayan kafe. Jelas mamanya mengomelinya sepanjang bulan. Bahkan merasa telinganya mati rasa setiap pagi saat akan bekerja. Jadi kini ketika dia telah bekerja sesuai bidangnya, mamanya menjadi terlampau baik hingga membuat Mio merinding. Memasakan makanan kesukaannya, membelikan baju dan dress baru , dan lain sebagainya yang membuat Mio merasa aneh.
Saat ini, tepat pukul sebelas siang Mio baru membuka matanya.
“Tidurku sangat berkualitas!”
“Hoho... tentu saja berkualitas. Kamu tidur seperti babi.”
Mio melihat arah suara, “ Oh? Riou? Sejak kapan kamu disini? Setidaknya ketuklah pintu dulu bodoh!” Suara Mio serak dan tampak marah. Namun Riou tahu kakanya tidak benar-benar marah, Mio adalah gadis yang simpel. Asalkan cukup tidur nyenyak, maka dia kan dalam mood yang baik seharian. Justru jika dia mengetuk pintu dan membangunkan kakaknya yang telangah tidur, dijamin bahkan omelan mamanya terasa lebih merdu daripada suara amarah Mio yang terbangun paksa saat tidur.
“Mio, dimana buku the supernova in the black world yang kamu beli kemarin?”
“Tidak bisa. Aku belum selesai membaca. Aku tidak akan meminjamkannya.” Mio menjawab bahkan sebelum Riou mengutarakan keinginannya. Mio mengupil lalu melanjutkan,
“Untuk apa kamu meminjam buku itu? Pemuda penakut sepertimu sebaiknya jangan membawa atau membawa buku itu.”
“Hah! Bilang saja pelit! Kamu kan sudah mendapatkan pekerjaan yang benar. Kenapa masih pelit sih?”
Mio langsung melempar bantal ke wajah adiknya namun Riou dengan sigap menangkapnya.
“Sialan!”
“Ayolah Mio. Aku butuh itu untuk tugas santraku.”
“kalau begitu belilah!”
Mendengar ucapan Mio, tangan Riou langsung terulur di depan wajah kakaknya.
“Apa?”
“Minta uang.”
Mio memutar matanya, “Aku belum gajian.”
“Kalau begitu pinjamkan aku bukunya.”
“Sudah aku bilang jangan membaca buku itu jika sudah aku sentuh. Auraku pasti tertinggal disana. Kamu tidak mau kan ada yang mengikutimu? Atau mengganggumu saat kamu di toilet?”
Riou langsung melompat memeluk Mio, “Heh, kamu bercanda kan?”
“Tentu saja tidak. Kalau tidak, kenapa kamu kemarin merasa pundak kamu sakit ketika di sekolah ketika kamu meminjam tas adidasku?”
“Kakak...kamu membuatku takut.” Sambil merengek, Riou reflek mengusap pundaknya. Mio terbahak. Adiknya hanya akan memanggilnya kakak pada saat-saat tertentu sejak memasuki bangku sekolah menengah atas. Dan masalah ‘hantu’ pasti menjadi salah satu situasi dimana dia akan memanggilnya kakak.
“Kak, apa mereka masih mengikutiku? Pundakku masih sakit akhir-akhir ini apalagi saat aku pulang sekolah.”
“Mana aku tahu? Kita kan tidak pernah bertemu diluar saat jam kerja.” Mio terus menggoda adiknya. Dengan kegiatan padat Riou yang mengikuti tiga ekskul olahraga, bagaimana mungkin otot adiknya tidak kelelahan saat pulang? Tentu saja bukan hantu yang mengikutinya. Melainkan kelelahan tubuh berlebihannyalah yang menjadi pemicu dia merasa pegal di pundaknya.
“Kak, besok antar aku ke sekolah kak! Usir dia!”
“Ho...apa ini? Kemana sifat jantanmu? Sudah ah ! lepas! Aku mau mandi.”
“Aku temani.”
“Kamu waras?” Mio langsung memelototi adiknya.
“Turun sana! Cari mama! Sekalian minta uang mama untuk membeli buku.”
“Mama sedang pergi. Kita hanya berdua. Okay! Aku akan menjaga kamar mandimu!”
“Berhenti gila! Dirumah tidak akan ada apa-apa. Sudah ah lepas!” Mio menarik paksa tangan adiknya dari tubuhnya membuat Riou mau tidak mau harus melepaskan kakaknya. Dia membiarkan Mio masuk ke dalam kamar mandi.
“Setidaknya di dalam rumah ini aman.” Riou bergumam. Riou bersumpah bahwa dia tidak akan keluar rumah hari ini. Bahkan jika gebetannya—Sherly yang mengajaknya. Namun tak lama kemudian ponsel di saku celananya berbunyi. Itu Sherly!
“Ya Sel? Menemani membeli laptop? …oh oke aku akan segera berangkat. Oh tidak...aku senggang kok.” Dan Rioupun melupakan sumpahnya.
***
Di tempat lain, Sean memijit ruang diantara alisnya. Wajahnya tampak pucat karena kurang tidur. Semalaman hampir dia tidak dapat memejamkan matanya. Bahkan dengan bantuan obat tidur sekalipun. Sean masih mendapati mimpi buruk yang akan membangunkannya. Jika itu dulu, Grace akan datang padanya, mengusap kepalanya dan menidurkannya dipangkuan gadis itu. Seperti sihir, Sean akan tidur tanpa mimpi buruk meski hanya dua atau tiga jam. Mungkin itulah alasan Sean jatuh hati pada Grace.
“Apa kamu insomia lagi?” Grace tersenyum hangat. Meletakkan kotak bekal diatas meja dan menghampiri Sean.
“Um.”
“Kalau begitu duduklah di sofa.”
Meski tidak paham apa yang diinginkan sahabatnya itu, Sean masih menuruti perintah gadis itu.
“Lalu?”
Grace tertawa, “Tidak ada. Hanya berbaringlah dan tutup matamu.”
“Aku tidak bisa.”
“Kali ini pasti bisa. Meski hanya dua atau tiga jam, aku jamin kamu tidak akan bermimpi buruk. Percayalah...”
Sean menghela nafas. Mengenang hal yang tidak mungkin diulang adalah hal yang paling Sean benci. Pada saat ini Sean merasa dirinya bodoh. Dari kata-kata Grace saat itu, bukankah seharusnya dia tahu keistimewaan Grace?
Sean tidak pernah mengatakan pada siapapun tentang insomianya. Itu adalah rahasia terbesarnya dan keluarganya saja yang tahu. Kakeknya sengaja menutup rapat hal itu agar pihak lain tidak memainkan trik untuk menggulingkannya dari posisi ahli waris. Mimpi buruk itu menghantuinya semenjak dia kanak-kanak. Dan semakin buruk setelah kematian neneknya dan kepulangannya ke Indonesia. Kakeknya dan orang tuanya sudah berusaha mengusahakan kesembuhannya. Psikiater, psikolog, bahkan hypoterapi telah dia lakukan namun hasilnya tidak terlalu baik. Namun Grace, dia tahu insomianya bahkan tahu bahwa penyebabnya adalah karena mimpi buruk dan mampu mengatasinya. Kenapa dia baru sadar sekarang?
“CEO?”
“ah?” Sean tersadar dari lamunannya.
“Anda baik-baik saja Pak?”
“Ya. Bagaimana perkembangannya? Apa kamu berhasil mendapatkan alamat gadis itu?”
“Ya,CEO. Semuanya lengkap. Tapi CEO sepertinya Presedir telah bergerak terlebih dahulu. Saya melihat tuan Lim ketika saya kerumah gadis itu.”
“Jangan perdulikan. Kakek tidak akan bertindak jauh. Itu hanya rasa penasarannya.”
“Baik CEO. Ini data gadis itu termasuk keluarganya. Hanya saja ada satu hal yang bahkan kami tidak dapat menyelidikinya.”
“Oh? Apa itu?”
“Mereka terlihat keluarga biasa. Ibunya hanya ibu rumah tangga biasa, ayahnya hanya karyawan, dia memiliki adik di sekolah menengah atasm dan gadis itu sendiri adalah asisten psikolog di rumah sakit swasta. Namun anehnya latar belakangnya hanya dapat diketahui setelah mereka pindah ke Indonesia lima tahun lalu. Selain hal itu, kami bahkan tidak bisa melanjutkan penyelidikan.”
Sean mengangkat alisnya, “Maksudnya?”
“CEO, ini memang terdengar tidak masuk akal. Namun ada banyak sekali kejadian aneh yang terus mengganggu kami ketika kami ingin menyelidiki gadis itu. Seperti tiba-tiba ada dahan jatuh, ban mobil yang tiba-tiba bocor, dan lain sebagainya. Bahkan informan kita sudah ada lima orang yang masuk rumah sakit karena membuntuti gadis itu.” Philip menjelaskan. Dia bahkan tidak akan percaya hal itu jika saja dia tidak mengalaminya sendiri. Kemartin sore, dia nyaris saja menabrak pembatas jalan yang tiba-tiba saja muncul di hadapannya. Padahal dia yakin dia mengikuti jalan yang benar dan gadis itu. Namun polisi lalu lintas memperlihatkan rekaman CCTV yang memperlihatkan dirinya keluar jalur dan hampir saja menyebabkan kecelakaan.
“Itu masuk akal.” Setelah mendengar apa yang dikatakan sekertarisnya, hanya itu balasan Sean. Gadis itu sudah mengatakan bahwa dia memiliki kemampuan istimewa. Mungkin saja...
“Phil, kosongkan jadwalku pada lusa besok. Aku ingin mengunjungi gadis itu. Dan pastikan tidak ada yang tahu hal ini.”
“Baik CEO.”
“Kamu boleh pergi sekarang. Ah! Katakan pada Rita untuk membawakan kopi untukku.”
“Ya, CEO."
03. A DISCUSS
Guan International Hospital
Ruang Mawar R15 unit 2
4 pm
“ CEO,” lima orang yang terbaring diranjang memberi hormat begitu Sean memasuki ruangan.
“tidak perlu salam formal.” Sean menyapu kelima anggotanya. Mereka adalah tim investigasi keluarga Guan dibawah kepemimpinannya. Mereka adalah anggota inti yang paling cakap, cepat dan rapi dalam mencari informasi. Mereka juga memiliki bela diri yang baik dibawah latihan tim keamanan Guan. Namun seni bela diri mereka lebih menekankan pada pelarian. Tapi apa ini? Lima orang yang selalu dia banggakan kini seperti lima orang idiot.
“apa yang terjadi pada mereka?” Sean bertanya pada Philip. Kemarin Sean hanya menerima laporan Phipip bahwa lima tim nya memang terluka saat melakukan investigasi. Tapi dia tidak pernah menyangka mereka akan separah ini. Mereka terlihat seperti kepompong dengan balutan tebal entah di kaki, tangan, atau wajah mereka. Seolah mewakili setiap titik anggota tubuh mereka.
“melapor CEO. Hanz mengalami patah tulang di kaki, Bayu juga sama, Robbin memiliki tangan terkilir dengan dua jari patah, Edward memiliki luka melepuh di wajah lima persen akibat tumpahan minyak, sedangkan Vok, kami belum dapat mengetahui. Dia terus mengeluh bahwa tangan dan wajahnya sakit. Namun dokter tidak dapat menemukan keanehan ataupun luka di wajah maupun tangannya.”
Mendengar hal itu,Sean merenung sebelum bertanya, “ apa yang dilakukan Vok pada gadis itu?”
“ah itu...” Philip mulai melaporkan secara rimci kejadian. Semua berawal dari mereka yang mulai mengikuti Mio dan mencatat keseharian gadis itu. Awalnya tidak ada masalah sama sekali. Hingga minggu ke dua, keanehan mulai terjadi. Pertama, mereka tiba-tiba saja bertemu dengan geng lokal yang mengahadang mereka. Sebuah lubang yang menjebak Hanz dan Banyu, tumpahan minyak pada pembangunan pabrik yang hampir saja melumpuhkan Edward, dan yang terakhir adalah Vok. Dia tiba-tiba mengerang merasa wajahnya dan tangannya seperti dicubit dan digigit. Menurut mereka, hal itu terjadi tak lama setelah dia mengumpati gadis itu dan berniat sedikit memberi pelajaran karena merasa semua kecelakaan itu terjadi karena gadis itu sengaja.
Sean mengangguk , “ Vok melanggar etika tim investigasi. Setelah dia sembuh pastikan dia menerima hukumannya.”
“baik CEO.” Jawaban mereka terdengar bersamaan.
“kemungkinan gadis itu tahu bahwa kalian telah mengikutinya.”
“ya?” Philip memandang Sean bingung.
“dimana gadis itu saat ini? Kita tidak bisa menunda lagi. Aku akan menemui gadis itu hari ini.”
Mesti bingung dengan perintah Sean, Philip tetap melihat jadwal gadis itu yang berasal dari laporan.
“saat ini Miss Mio masih berada di rumah sakit. Satu jam lagi jadwal kerjanya akan berakhir jika tidak ada kejadian mendesak di rumah sakit.”
“kita pergi sekarang.”
“tapi CEO, bagaimana dengan pertemuan dengan keluarga William?”
Sean tercenung. Benar, dia hampir melupakan masalah ini. Kemarahan keluarga Grace masih belum teratasi. Dan Sean bahkan belum memiliki kesempatan untuk membicarakan perihal wasiat Grace. Ini sangat riskan dan kontradiksi. Grace meninggal dalam sebuah kecelakaan, namun dia meninggalkan sebuah wasiat. Apakah itu tidak akan terlihat sangat palsu? Belum lagi, Jenasah Grace masih berada di rumah sakit milik keluarga Guan. Saat ini publik hanya mengetahui bahwa dia dan Grace—yang koma, akan berada di Amerika lusa . kakeknya telah merencanakan semuanya untuk mendorong opini publik kearah yang lebih positif. Dengan hal itu, Sean tidak akan mudah untuk bergerak saat ini. Sean merenung sejenak sebelum memutuskan.
“kita akan tetap menemui gadis itu. Keluarga William akan menjadi langkah selanjutnya. Siapkan mobil baru dan jangan sampai wartawan meliput.” Saat ini dirinya telah menjadi trending dengan pernikahan akbar nya yang ditunda. Kemanapun dia pergi pada dasarnya selalu diikuti oleh satu atau dua paparazi. Karena ini adalah hal yang sangat penting, Sean tidak ingin ada lubang sekecil apapun yang membuat wartawan mencium berita tentang dirinya hari ini.
“baik CEO.”
***
Rumah sakit Columbia
Ruang konsultasi Psikiater B-29
“dok, saya merasa ada yang mengikuti saya meski saya yakin tidak ada. Suami saya mengatakan bahwa saya hanya merasa terlalu cemas. Tapi saya sungguh merasakannya...” ketika Ibu itu menceritakan keluhannya, Mio tidak melihat pada goresan keluhan yang tertuang dalam kertas ibu itu melainkan hanya melihat sosok di belakang ibu itu.
Ibu itu Lina namanya. Sebenarnya dia terlihat belum pantas dipanggil Ibu. Lina berusia dua puluh delapan tahun dan baru memiliki anak berumur dua tahun. Saat ini anaknya diasuh oleh orang tua Lina. Namun dari wajahnya, Lina lebih tampak gadis berusia dua puluh tahunan dengan perawatan yang mungkin tidak kurang dari enam digit nol. Dengan suami yang bekerja sebagai jaksa penuntut umum, jelas hal itu tidak menjadi masalah.
Mio sekali lagi melihat sosok dibelakang Lina. Ditatapnya demikian, Sosok itu balik melihatnya—lalu ia menyeringai.
“Kamu melihatku kan? Hihihi...”
Dengan wajah penuh keropeng dan tubuh kurus berdarah, seringai dan tawa hantu itu begitu membuat Mio merinding—sangat menakutkan! Untung saja Mio memiliki benteng diri cukup kuat. Itu hanya hantu dari arwah penuh dendam. Tidak kuat , namun tidak bisa dikatakan lemah juga. Jika dilihat dari fisiknya yang hanya terlihat seperti tulang kering berdarah, hantu itu pasti sudah cukup lama bergentayangan. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa hantu itu mengikuti Lina?
Mio merasa hari ini keberuntungannya sangat buruk! Kenapa hari ini dia harus menangani dua pasien dengan gangguan non psikis sih? Kenapa pula dokter Melisa harus absen hari ini yang membuatnya harus bertugas seorang diri. Demi Tuhan! Dia hanya seorang asisten psikolog yang dapat dikatakan magang! Bagaimana ada dokter gila yang menyerahkan pasien sepenuhnya pada seorang magang? Oh oke, Melisa—tantenya memang bisa dikatakan gila.
Sungguh malang nasipnya memiliki tante yang sudah mengetahui keistimewaannya. Tantenya jelas tahu dia membenci rumah sakit. Meski dia lulusan kedokteran, Mio sangat membenci rumah sakit! Rumah sakit baginya adalah rumah roh sakit. Yang bahkan jumlahnya lebih banyak dibandingkan pasien dengan gangguan psikis itu sendiri.
Mio menghela nafas, “ baik ibu Lina, apakah obat yang diberikan dokter Melisa masih rutin diminum?”
“ya, masih. Tapi saya rasa itu sudah tidak bisa membuat saya nyenyak tidur. Saya bahkan kini mulai sering bermimpi buruk.”
“baik. Bu Lina, anda mengatakan anda merasa sering diamati dan diikuti. Jadi mulai sejak kapan anda merasa hal itu semakin intens?”
“ah... mungkin seminggu yang lalu.”
“ kegiatan apa saja yang anda lakukan pada satu bulan ini? Dimana saja anda pergi?”
Lina nampak mengingat-ingat, “ saya melakukan hal biasa. Saya pergi belanja, salon, kegiatan amal bersama rekan arisan, dan ah ya... saya mengunjungi makam seminggu yang lalu bersama suami saya.”
“makam?” mata Mio mulai bersinar. Sangat menyilaukan hingga mungkin jika Lina melihat jelas, dia akan menganggap Mio aneh.
“makam siapa yang anda kunjungi?”
“itu...” Lina tampak ragu. Mio segera memahami sesuatu.
“ibu Lina, kami adalah seorang psikiater. Dimana semua masalah harus kami ketahui untuk menarik sebuah titik terang. Tenang saja, semua rahasia klien akan terjamin. Bahkan dikalangan antar dokter.”
“baiklah. Sejujurnya itu makam orang yang tidak terlalu saya kenal. Itu adakah makam seorang wanita yang memiliki kasus dengan suami saya.”
“apa kasus itu setengah tahun lalu?” Mio mulai menyambunkan potongan-potongan cerita Lina.
“em... ya benar.”
“ bisakah anda menceritakan kasus itu? Jika anda sulit mengatakannya, anda bisa menuliskannya pada kertas yang ada di depan anda.” Dalam ruang psiater, biasanya tidak akan ada kertas curhatan. Namun Mio selalu mengambil metode psikolog dimana dia akan menjadi pendengar yang baik yang akan mendengarkan semua keluh kesah pasien atau membaca tulisan berlembar-lembar tentang curhatan mereka. Hingga yang terkecilpun. Lalu dia akan mencoba memberinya nasihat-nasihat sebelum obat diberlakukan.
“tidak usah. Saya akan menceritakannya. Itu adalah kasus penganiyayaan anak kecil. Majikan menganiyaya anak pembantunya. Saya tidak tahu persis. Namun suami saya mengatakan bahwa dia telah salah karena membela tersangka. Suami saya tidak dapat berbuat apa-apa karena atasannya menekannya. Saya hanya tahu bahwa ibu korban tidak terima dengan keputusan hakim dan mulai mengamuk dipengadilan. Dia dituduh atas pencemaran nama baik, meskipun kebenarannya dia adalah pelapor yang melaporkan anaknya. Suami saya sudah berusaha untuk melakukan penyelidikan ulang. Namun saat itu wanita itu tiba-tiba saja meninggal. Tidak ada saksi, hanya ada anak itu sendiri yang bahkan tidak bisa disebut saksi. Kasus itu diberhentikan dengan memberikan beberapa kompensasi pada keluarga wanita itu.”
Mio mulai menangkap akar permasalahan. Mio kembali melirik hantu itu. Benar saja, wajah hantu yang menyeramkan kini berubah menjadi sendu.
“anda dan suami anda merasa bersalah?”
“ya. Sangat! Tersangka adalah orang berada. Mungkin saja ada unsur suap saat pengadilan berlangsung. Sejak saat itu suami saya mulai merasa cemas. Dia juga tidak bisa tidur nyenyak. Namun dia enggan untuk datang ke psikiater. Namun ketika saya mulai merasakan kecemasan tiba-tiba itu, saya mulai tidak tenang. Saya berpikir mungkin itu ada kaitannya dengan kasus itu. Jadi saya rutin mengunjungi makan wanita itu dengan suami saya. Dan meminta maaf padanya.”
“dia adalah ibu tunggal, sehingga saat ini anak itu berada di keluarga kerabatnya. Jadi saya rutin memberikan uang untuk kebutuhan sehari-hari anak itu dan juga kerabatnya untuk menebus kesalahan kami.”
“kumohon...tolong anakku...kamu bisa mendengarku...” suara hantu itu terdengar lirih dan patah-patah. Jelas sekali dia hampir bisa dianggap hantu yang sudah tidak memiliki banyak kendali akan memori kecuali dendamnya. Sedikit lagi mungkin dia akan menjadi hantu pengacau yang hanya membenci manusia.
Mio memijit pelipisnya. Baik semua jelas . Kemungkinan anak hantu itu tidak dirawat dengan baik. Jadi alasan hantu itu mengikuti karena hanya ibu itu yang memiliki koneksi dengannya sebelum kematian. Ah... mungkin juga pembunuhan.
Kini Mio harus memikirkan alasan logis agar pasiennya mau mengabulkan permintaan hantu itu. Mungkin saja dia ingin mereka menyelamatkan anaknya?
“baik bu. Menurut saya, alangkah baiknya anda dan suami anda mengunjungi langsung anak almarhumah. Selama ini apakah anda memberikan bantuan langsung?”
“tidak. Saya memerintahkan supir saya. Sedangkan saya pergi ke makamnya.”
“baik, jika begitu besok anda saya sarankan untuk datang kerumah mereka. Sebaiknya anda juga mencari tahu apakah bantuan anda disampaikan pada anak itu atau tidak. Tanyakan pada tetangga dekat anak itu bagaimana anak almarhumah diberlakukan oleh kerabatnya itu. Jika anda melakukan apa yang saya sarankan, saya yakin anda akan segera tahu bagaimana mengatasi kecemasan anda.”
“benarkah itu?” Lina tampak ragu. Lalu dia terdiam sesaat sebelum wajahnya menyiratkan sebuah kejutan. Mio yakin Lina mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
“ hari ini tidak akan saya beri resep obat. Mungkin saja malam ini anda dan suami anda akan nyenyak tidurnya.”
Lina tersenyum namun matanya memancarkan rasa penasaran, “ dokter, saya kira rumor itu benar? Mungkinkah itu alasan mengapa dokter Melisa meminta saya menemui anda.”
Mio membalas tersenyum, “ seperti yang anda duga.”
***
“akhirnya pasien terakhir!” Mio meregangkan tubuhnya diatas kursi. Mio pastikan untuk menagih uang bonus pada tantenya bulan depan.
“sungguh sangat melelahkan jika pasienku semua bermasalah dengan golongan mereka.” Mio mengeluh. Kenapa belakangan ini dia sangat sial? Kemarin dia baru saja membereskan orang-orang yang mengikutinya. Untung saja dia diberitahu hantu nenek kos-kosan bahwa dia diikuti oleh lima orang.
Mio merasa aneh. Dia tidak pernah berbuat salah pada orang lain. Kenapa dia harus diikuti? Tapi karena mereka mengganggunya terlebih dahulu, maka dia tidak salah kan jika membalas? Dengan membagikan energinya, para hantu sangat bersemangat membantunya mengerjai lima orang itu. Nahkan dia ingat ada satu hantu yang sangat senang menggigit seorang diantara mereka tidak mau melepaskan. Meski itu semua harus dibayar dengan Mio yang pusing semalaman seolah kekurangan darah. Tapi dia rasa itu setimpal dengan keselamatannya.
Terdengar ketukan pintu. Mio mendongak dan menyuarakan masuk. Tak lama seorang perawat kelas tiga berjalan menuju mejanya.
“ dokter Mio, ada seorang yang ingin bertemu dengan anda.”
“ katakan padanya jam saya sudah berakhir. Dia dapat mengisi data untuk konsultasi besok.”
“dia berkata dia bukan pasien dok. Namun teman anda. Namanya Sean.”
Sean? Lelaki balok itu? Mio mengerutkan kening. Urusan dengan lelaki itu sudah beres bukan?”
“baik. Katakan padanya saya akan segera menemuinya setelah selesai membereskan barang-barangku.”
“baik dok. Dan ini adalah data pasien yang harus dokter Melisa tandatangani.”
“letakkan saja di meja. Dokter Melisa akan menandatanganinya besok.”
“baik dok,”
***
Mio tidak terburu-buru. Setelah menggantu pakaian kerjanya dengan pakaian yang lebih kasual, Mio terlihat lebih muda. Kesan dokter magang yang dihormati langsung luntur dengan kaus berlengan pendek dan celana jins yang dipakainya. Satu-satunya yang masih dia pertahankan adalah sepatu hak lima senti di kakinya. Yes, Mio sangat percaya diri apapun bentuk tubuhnya. Namun ada satu hal yang membuatnya minder – tinggi badannya! Diantara keluarganya, entah mengapa dia memiliki tinggi badan lebih pendek! Dia hanya seratus enam puluh sedangkan mamanya bahkan memiliki tinggi seratus enam puluh empat.
Benar saja, sampai di depan, dia mendapati sebuah SUV silver terpakir dengan seorang berdiri disamping pintu depan mobil. Lelaki itu melihat Mio dan tersenyum. Kini Mio semakin yakin bahwa mobil itu memang monil milik Sean. Mio berinisiatif sendiri mendekati mobil itu.
“apakah anda nona Mio?”
“ya.Itu saya.”
Lelaki itu membukakan pintu belakang, “ maaf mengganggu anda nona. CEO kami ingin berbicara empat mata dengan anda.”
Mio mundur dua langkah. Hanya orang bodoh yang akan masuk ke dalam mobil asing. Hello! Itu hanya ada di drama korea dimana wanitanya sangat mudah masuk kedalam mobil tokoh utama pria! Sedangkan Mio melakukan gerakan antisipasi, Philips hanya dapat tersenyum canggung mengerti kekawatiran Mio.
“maafkan atas kelancangan saya nona. Saya adalah Philips. Asisten pribadi tuan Sean. Tuan ingin membicarakan masalah nona Grace denganmu. Saya dapat menjamin bahwa kami tidak berniat buruk.”
Mio merenung. Sebenarnya tidak masalah dia masuk kedalam mobil. Meski Sean berniat jahatpun, disini banyak hantu yang mengincarnya atau memohon bantuannya. Kalau mereka macam-macam, Mio bisa saja meminta bantuan para hantu seperti kemarin.
“baik.” Mio akhirnya setuju. Philip menutup pintu belakang lalu berjalan memutari mobil masuk dalam kursi pengemudi.
“kita bertemu lagi nona Mio.” Sambut Sean begitu mobil berjalan. Sean mash mengenakan pakaian kerjanya. Hanya saja dia sudah menanggalkan jas nya dan hanya menyisakan kemeja putih dengan dua kancing atas yang terbuka. Daripada seorang CEO yang banyak tercetak di majalah METRO dan FANBOS, dia lebih mirip lelaki player dengan aura dominan.
Mio mengangguk, “sebenarnya saya tidak ingin bertemu. Jadi, apa yang ingin anda tanyakan?”
“anda sangat langsung.”
“aku seorang dokter. Bukan pembisnis yang memiliki seribu bahasa untuk memenangkan tender.”
“sifat seperti itu saya menyukainya.” Sean tersenyum lalu melanjutkan,
“kita akan membicarakan banyak hal. Mungkin kita bisa berbicara sambil makan?”
“saya suka masakan Jepang.” Mio tidak pernah malu untuk jujur. Tapi mungkin ini disebut tidak tahu malu? Tapi yang jelas, di dunia dimana tidak ada yang gratis, bahkan kencingpun kamu harus membayar. Jadi Mio tidak akan segan ditawari makan. Toh ini pasti tidak gratis.
Sean terkekeh. Sedikit terkejut dengan keterusterangan Mio. Jujur, dalam kalangannya seorang wanita haruslah anggun, penuh perhitungan dalam setiap tindakan, manipulatif. Namun sepertinya Mio sangat bertolak belakang dengan semua itu.
“Phil, restoran jepang.”
“Baik CEO.”
***
Mio makan hingga kenyang. Takoyaki, sushi. Karage. Dan gurita bakar adalah kesukaannya dan kini sudah tenggelam dalam perutnya. Sean mengamati Mio sebentar sebelum bertanya, “Saya baru tahu ada seorang gadis yang tidak memperhatikan kalori yang masuk dalam tubuh.”
Jika saja itu gadis lain, mungkin mereka akan tersinggung. Sayangnya itu Mio, “Kamu pasti belum melihat luasnya dunia.”
“Saya rasa anda benar.”
“Tentu saja aku benar.” Jawab Mio sederhana. Mio sadar, dengan tinggi badannya dan berat badannya, dia sudah kelebihan berat badan dua kilo. Itu dari standar Indonesia. Tapi jika dia di Jepang, berdasarkan standar ideal tubuh wanita, maka Mio sudah kelebihan berat badan enam kilo! Tapi toh Mio tipe wanita yang tidak akan stres karena masalah berat badan. Toh tubuhnya sangat fleksibel—mudah gemuk dan mudah kurus dengan sedikit olahraga.
Sambil meminum Macha, Sean mengungkapkan keinginannya.
“Terimakasih mau membawakan pesan Grace.”
“Tidak masalah. Saya juga turut berduka cita atas kematian calon istrimu.”
“Saya kira anda akan percaya pada berita.”
“Apa kamu lupa bahwa aku sudah melihat sendiri bagaimana arwahnya itu menghilang?” Mio menatap heran Sean lalu melanjutkan, “ngomong-ngomong berhenti berbicara sangar formal. Itu sangat tidak nyaman,”
“Ah maafkan aku. Itu kebiasaanku.”
Mio merasa kehidupan orang yang benar-benar kaya memang sangat melankolis. Sepertinya memang drama-drama korea yang dia lihat memang ada dalam kehidupan nyata orang kaya.
“Langsung saja, kamu memanggilku bukan hanya untuk ini kan?”
“Benar. Jadi nona Mio, apa kamu mau membantuku?”
“Tergantung apa yang kamu minta dan berapa bayarannya.”
***
Hari sudah malam ketika Mio dan Sean selesai melakukan perpincangan.
“Sekali lagi terimakasih atas waktumu.” Sean tersenyum.
“Sama-sama, aku juga sangat senang menerima tugas ini.” Entah bagaimana wajah Mio terlihat sangat cerah.
“Ini sudah malam. Supirku akan mengantarmu.”
“Tidak perlu. Kantor tempat papaku bekerja ada di dekat sini. Aku akan mengirimi papa pesan untuk menjemputku.”
“Baiklah jika nona Mio mengatakan hal itu. Tapi nona Mio, ini masalah anak buah saya...” OH! Mio hampir melupakan anak buah Sean bernama Vok yang di ceritakan Sean. karena hal ini, Sean juga meminta maaf perihal anak buahnya yang kurang sopan. Jadi Mio menyadari apa yang dimaksud oleh Sean.
Memang saat ini ada Sadako – orang Jepang biasa memanggil hantu ini, yang mengikuti Vok. Sadako adalah teman masa kecil Mio ketika dia berada di Jepan. Dia memiliki tubuh yang selalu terlihat basah, namun ketika manusia menyentuhnya atau tersentuh itu akan terasa panas. Dia bisa dibilang sangat loyal karena mengikuti Mio bahkan setelah dia pindah ke Indonesia. Meskipun tidak bisa memasuki rumah Mio, namun Sadako masih senang tinggal di sumur tua yang berada di belakang rumahnya. Itu tidak akan mengganggu atau menakuti siapapun asal tidak ada yang usil.
“Itu mudah. Kamu berikan saja segelas air es dan katakan ‘Sadakom Mio menunggumu bermain di sumur’ itu sudah cukup.”
“Siapa yang harus diberi air? Hantunya?” Sean memasang wajah bingung.
“Apa kamu bisa melihatnya?”
Sean menggeleng.
“Kalau begitu anak buahmu saja.”
“Apa bahasa yang harus digunakan?”
“Bahasa apa saja. Apa kamu pikir hantu itu bodoh?”
Sean terdiam. Bahkan dia tidak pernah memikirkan bagaimana para hantu mengobrol. Apakah mereka bisa berkomunikasi juga?
“Hantu sekarang sangat pintar-pintar.” Tambah Mio. Lalu Sean tidak bisa berkata-kata.
“Baik aku akan lakukan.”
“Good! Oh Tuan Sean,” panggil Mio.
“Ya?”
Pandangan Mio mengarah pada ruang kosong disamping Sean. Dia lama memandang sebelum kembali menatap Sean.
“Aku sarankan kamu mandi dengan air hangat dengan air garam itu akan membantumu untuk tidur nyenyak meskipun tidak mungkin semalaman,”
Wajah Sean membeku. Dia refleks menengok kesamping dimana Mio telah memandang. Itu hanya ruang kosong. Sean tahu artinya jadi dia memilih tidak bertanya lebih lanjut karena jujur dia sedikit merasa horor.
“Terimakasih atas saranmu.”
“Sama-sama. Aku tentu tidak akan membiarkan klienku tidak sehat karena kurang tidur.” Mio tersenyum hangat. Tahukah Mio? Bahkan jika Sean terbebas dari mimpi buruk, mungkin saja Sean akan merasa takut memejamkan mata karena perkataan gadis itu.
***
04. Meet William’s Familly
Alunan fur Elise merambat disetiap inci ruangan bernuansa biru. Disetiap dentingan piano, berjuta emosi meluap mencengkram dan memaksa memasuki hati di setiap pendengar. Dimainkan secara perfeksionis, dengan emosi seratus persen pemahaman, itu terdengar seperti tangisan mermaid sebelum menjadi buih. Lutfian William--pianis muda lulusan Julian Collage memejamkan mata menikmati setiap permainan jemarinya. Sosok tinggi yang duduk di belakang piano, seolah mengeluarkan aura menyendiri. Keping demi keping ingatan miliknya menyatu. Memberikan gambaran memori kecilnya yang telah lama terkunci.
"Kakak!" Seorang gadis berkuncir kuda melangkah dengan kaki pendeknya. Menghampiri lelaki dua kali tingginya. Gigi kelincinya terlihat ketika menatap lelaki yang dipanggilnya kakak.
"Ya?" Tatapan lembut lelaki itu tidak bisa dipungkiri.
"Grace ingin lagi! Mainkan fur elise! Grace ingin menari! Ah! Teman Grace juga menyukai lagu itu."
Lutfian tersenyum, masih duduk di depan piano, dia mengangkat Grace kecil memasukkan dalam pangkuannya.
Lutfian baru berusia tujuh tahun. Namun fitur tampannya sudah terlihat. Terlebih dengan bakat pianis dan sikap ramahnya, banyak gadis menyukainya. Banyak keluarga terhormat menginginkan pertunangan dengannya. Hanya saja...dunianya hanya diisi oleh satu orang—dia Grace. Gadis kecil yang selalu ada di tatapannya. Selalu mengelilinginya dan mengandalkannya. Tidak ada yang menarik perhatiannya kecuali Grace.
"Jadi adik kecil kakak memiliki teman?"
"En. Dia cantik....sekali. kakak tau? Dia tinggi seperti kakak memiliki mata biru. Tapi Grace sedikit takut."
"Kenapa?"
"Tangannya selalu berdarah."
Lutfian mengerutkan kening. " dimana dia tinggal?"
"Dirumah ini. Katanya dia dulu tinggal disini sebelum kita."
Lutfian tercenung," Grace kakak akan memainkannya. Tapi Grace harus berjanji tidak akan bermain dengannya lagi oke?"
"Kenapa?"
"Karena dia tidak baik."
"Oke!"
"Anak baik..."Lutfian mengusap kepala adikknya sayang. Lutfian tahu...Grace memiliki kelebihan. Dan dia bangga hanya dia yang tau. Lutfian kecil selalu berpikir Grace akan selalu mengandalkannya. Selalu menjadikannya yang pertama. Tapi semua itu hilang ketika dia datang.
Jreng!!!
Emosi Lutfian ditekankan pada bait terakhir. Menoleh kebelakang, Bastian--pelayan sepuh sudah ada dibelakang menunggunya.
"Tuan muda."
"Siapa yang mencariku?"
"Keluarga Guan mencari anda. Ayah dan ibu tuan muda juga sudah menunggu di ruang tamu."
Buku-buku tangan Lutfian memutih searah dengan kepalan tangannya.
"Aku akan turun."
***
Mio masih dalam keadaan mengantuk ketika Philip mengunjungi rumahnya. Semalaman Mio harus menemani Sadako bermain di halaman belakang. Hantu licik itu meminta imbalan karena membantunya melawan Vok.
"Saya akan menjelaskan pada orang tua nona." Philip yang melihat Mio keluar langsung menyambutnya. Tapi melihat kedua orang tua Mio tidak menemani, Philip mengira Mio tidak menjelaskan apapun.
Mio menggeleng cepat, "tidak perlu. Mereka sudah tau."
"Ya?"
"Lebih baik kita segera pergi. Papa dan mamaku tidak akan keluar rumah hari ini." Ini adalah hari menyepi dalam ajaran Shinto. Mio bukan menganut Budha meakipun papa dan mamanya seorang Budhianis. Bisa dibilang Mio adalah anggota gereja tidak taat. Mio merayakan natal, white day, meskipun jarang ke gereja.
Bahkan saat melihat Philip, papa maupun mamanya tidak bertanya apapun. Mamanya bahkan membantunya berdandan. Memakaikan gaun biru safir padanya yang terasa agak sesak. Kecuali Riou, sepertinya orang di rumah sudah mengetahui alasan kedatangan Philip. Papanya bahkan memberinya pesan untuk tidak mengungkapkan kelebihannya pada keluarga William. Dari situ Mio yakin bahwa beberapa shikigami (boneka kertas jimat yang dimasuki kekuatan spiritual untuk menyampaikan pesan atau mencari informasi pada masyarakat jepang era edo) pasti melaporkan hal itu pada papanya. Jadi pada dasarnya pembicaraanya dengan Sean adalah mengenai keikutsertaannya ke rumah Grace.
"Aku kan membayarmu dan tugasnya hanya menemaniku menemui keluarga Grace."
"Berapa?"
Sean mengacungkan dua jarinya.
"Dua ratus ribu? Dua juta? Tidak terimakasih."
"Dua puluh juta."
Mio melongo. Dua puluh juta? Dua puluh? Dia tidak salah dengar kan? Bagaimanapun tampang Sean saat mengatakannya adalah seperti tampang orang memberikan koin seribu pada pengemis--datar. Wajah tampan di depannya mentalnya tidak bermasalahkan? Tuhan itu adil. Bagaimana ada orang begitu perfeksionis seperti lelaki di depannya? Tampan, mapan, dermawan, miliader. Pasti mentalnya yang minus.
"Setuju." Daripada memikirkan mental, untuk tawaran ini tentu Mio tidak menolak.
"Sebenarnya masih ada lagi hal lain. Penawaran ini lebih menarik. Kamu bisa mendapatkan uang setiap bulan, ingin apapun bonus lelaki tampan."
"Intinya?"
"Bantulah aku untuk menjadi Grace. Kamu ikut aku ke USA. Hanya sementara. Setelah tiga bulan, aku bisa mengatakan Grace meninggal. Memang tidak ada yang tau nama tunanganku. Tapi pembunuh itu tau. Jadi untuk membingungkan pembunuh bahwa Grace hidup, itu akan memancing pembunuh memburu Grace."
"Maksudmu? Aku menjadi umpan?"
"Ya."
"Kamu terlalu jujur. Bagaimana kamu jujur untuk menjadikan wanita umpan? Apa kamu tidak takut aku menolak?"
"Aku tidak. Pertama kamu menyukai uang. Kedua, kamu memiliki bantuan dari yah bisa dibilang hal-hal yang tidak terlihat."
"Memiliki bantuan bukan berarti gratis. Aku juga memiliki hal yang dipertukarkan dengan mereka saat meminta bantuan mereka." kekuatan spiritualnya misalnya.Mio menyesap macha miliknya. Dengan perut kenyang, rasa pahit macha seolah tidak begitu terasa lagi.
"Aku tidak tau, tapi aku akan membayarmu sangat banyak. Mampu membuatmu tidak harus bekerja di rumah sakit."
"Oh...sepertinya kamu sudah menyelidikiku." Mio memicingkan mata.
" hanya hal dasar."
Mio tersenyum mengejek, "itu karena kamu tidak bisa menembus banyak."
"Ini berisiko, aku benci terlibat masalah meski aku mencintai uang. Keluargaku tidak akan setuju." Lanjut Mio.
"Tidak pernah rugi membantu seorang Guan. Apapun permintaanmu akan mudah kulakukan. Aku akan melayanimu dengan baik."
Mio berpikir bahwa Sean mirip sales yang menawarkan obat abal-abal dengan mulut berbusa untuk meyakinkan pelanggan.
"Beri aku waktu beberapa jam. Akan kukabari nanti malam."
"Oke. Aku yakin kamu menerimanya." Sean yakin.
Dan pada akhirnya Mio menyetujui hal itu. Bukan masalah uang. Lebih masalah tantangan. Disini Mio tidak pernah memiliki teman baik, pacar, ataupun hal-hal berbau sosial. Temannya hanya keluarganya. Teman lain hanyalah sekedar teman keluar bukan selayaknya sahabat. Karena keanehanya jarang orang yang mau berteman dengannya. Jadi hidupnya terlalu membosankan. Tantangan beresiko akan lebih baik dari kebosanan. Itu adalah ungkapan yang sering dikatakan kakek ketika papanya meminta kakek berhenti menjalankan tugas sebagai Youmeisei.
"Kita akan bertemu tuan muda di rumah William nona."
"Aku mengerti." Mio menyandarkan kepalanya di kursi. Memejamkan mata, Mio sangat mudah terlelap. Yah...dua jam perjalanan cukup untuknya tidur.
Tidak lebih dari dua jam perjalanan Suv yang dikendarai Mio terpakir di depan halaman luas sebuah mansion. Mio tidak tahu kapan pastinya mobil berhenti. Yang dia tahu begitu membuka mata, Sean telah duduk di sebelahnya.
"Sudah bangun?"
"Kita sampai? Kenapa tidak membangunkanku?"
"Kamu terlihat sangat lelah. Apa dia mengajakmu bermain terlalu lama?"
"Hingga fajar." Jawab Mio. Ini kali pertama Mio begitu santai berbicara tentang teman astralnya dengan orang selain keluarganya.
"Kamu siap?"
"Hanya untuk memberitahukan saja kan? Kamu yang menjelaskan nanti. Kamu yang harusnya siap."
"Mentalmu harus lebih dari siap ketika nanti masuk."
"Hm?" Mio memiringkan kepalanya memandang Sean. Mungkin itu terkihat imut. Tapi karena pipi tembam Mio, dimata Sean justru terlihat seperti bakpao bodoh.
"Ayo masuk."
***
BANG!!!
"Ackh!" Mio menutupi mulutnya. Jantungnya hampir dipastikan mengalami CTR ketika sebuh peluru melesat melewati rambut cokelat gelap dan menembus dinding. Memutar kepalanya kebelakang, Mio menyadari lubang peluru di dinding hanya sekitar tiga senti dari kepalanya.
Oi oi...dia tidak sedang dalam film action perang kan? Dia masih di Indonesia kan?
"Begitukah sambutan dari pewaris William?"
Mio memandang Sean di sampingnya. Dibandingkan wajah Mio yang pucat pasi, wajahnya sama tenangnya dengan genangan air.
Kamu normal kan?sejak kapan pistol legal di Asia???! Mio menjerit dalam hati.
"Seorang Guan tidak disambut disini. Kembalikan jenazah adikku! Guan Osean O'neil."
Nafas Mio sesak. Jauh di depannya, seorang lelaki cantik berdiri anggun di tangga kedua. Tubuhnya tinggi, dengan kulit putih bersih. Rambutnya cokelat rapi dengan sepasang mata biru jernih . Demi apapun, Mio belum pernah melihat penampilan manusia secantik itu untuk ukuran lelaki! Tampan!
Lelaki itu bahkan tidak cocok dengan bentuk kekerasan apapun. Jangan katakan dia yang menembak barusan?
"Kasar sekali..." Sean tersenyum tipis.
"Ambil saham adikku. Tapi kembalikan jenazah Grace. Atau kepalamu akan tinggal menggantikan pemakamannya."
Wajah Sean mendadak dingin, "kamu pikir aku mengincar saham adikmu? Lutfian William, apa kamu pikir aku membunuh adikmu?"
***
"Jangan naif! Bukan hanya kamu yang kehilangan! AKU JUGA!"
"Huh? Rasa kehilanganmu...kamu yakin sama denganku?" Lutfian tersenyum mengejek.
Melihat tatapan dingin Sean, dengan jari terkepal kuat, Mio tau emosi apa yang ada dalam diri lelaki ini. Dia seorang psikolog. Sean terlihat biasa ketika menemuinya bahkan ketika kematian tunangannya yang nyaris menjadi istri. Itu mengapa Mio sempat merasa aneh. Namun kini Mio tau, semua ketenangan Sean hanyalah topeng atas rasa kehilangan mendalamnya. Mio mendesah...seharusnya dia tidak berada disini. Dia diam-diam iri pada Grace yang memiliki lelaki tampan yang begitu mencintainya.
"Hentikan pertikaian kalian. Lut, masukkan pistolmu. Kamu menakut-nakuti tamu kita." Seorang wanita berfitur lembut datang menyambut. Disampingnya ada seorang lelaki paruh baya. Mio yakin itu kedua orang tua Grace. Melihat kembali wanita yang nampak begitu cantik dan muda, Mio tidak bisa mengagumi. Sekarang Mio sadar dia hidup dalam tempurung katak. Bagaimana dia melewatkan mahluk cantik di dunia luas ini?
"Dia bukan tamu Mom."
"Mom tidak mengatakan tentang Guan. Mom mengatakan tentang gadis manis disampingnya."
Nah! Kini semua seakan sadar ada mahluk lain selain Sean disini.
Oi oi...apa aku begitu transparan hingga kalian tidak melihat keberadaanku? Aku cukup populer loh...*di dunia hantu*.
"Siapa namamu nak? Maafkan atas ketidaksopanan anak tante."
"Ah! Saya Mio. Mio Nakamura."
"Nakamura?" Ada sentuhan keterkejutan di wajah wanita itu namun segera kembali.
"Saya Miranti Nares. Senang bertemu denganmu."
Wanita yang cantik...mama! Kini aku tau maksud mama ketika mengatakan aku bukan gadis! Aku bahkan kalah saing dengan ibu beranak dua! Mio meratapi kondisi tubuhnya yang dibilang berisi dan pipi tembam, lengan seperti pupu dan kaki montok. Ah...sungguh tidak sedap dipandang. Memang orang jelek akan sadar dia jelek jika bertemu dengan orang cantik.
"Siapa kamu?" Kini Lutfian memandang Mio. Berdiri angkuh dengan pistol yang baru saja dimasukkan ke saku jas. Mio merinding. Kini dia tahu kenapa Sean mengatakan dia harus siap mental.
"Perlu saya menjelaskan disini?" Sean sinis.
Billy tersenyum, " maafkan kelalaian kami. Mungkin kita bisa sarapan bersama."
***
Mio berulang kali memeriksa cuaca pagi ini. Itu cerah. Matahari bersinar hangat. Burung-burung berkicauan. Tapi kenapa ruang makan ini seolah menggambarkan badai? Tenang tapi mencekam. Mio yang menyukai makan bahkan hanya bisa menelan sesuap sup asparagus dan segelas jus jeruk. Ketika Billy menyeka mulutnya dengan serbet, Mio otomatis mengikutinya.
"Langsung saja Sean. Sebelum kamu mengatakan apapun, saya sebagai kepala keluarga William merasa kecewa padamu. Janji telah kamu langgar. Meskipun ada campur tangan orang-orang kami, namun kamu tetap gagal melindungi Grace. Lebih kecewa lagi, bagaimana bisa keluargamu menawan Grace? Bahkan kami tidak bisa menyediakan pemakaman untuk anak gadis kami? Bagaimana kamu menghadapi nenek moyang kami? Aku akui keberanianmu. Keluarga William memang tidak sekuat Guan. Namun partner kami lebih dari yang Guan bayangkan. Kamu tau konsekuensinya?"
Mio terdiam. Inikah yang namanya kepala keluarga? Dominasinya sangat kuat! Bagaimana Sean menghadapinya?
"Tuan William, itulah kenapa saya kemari. Saya hanya menjelaskan bahwa memang keluarga kita terlibat konspirasi. Seperti yang diketahui meskipun Grace anak kedua, kakek Grace memberikan saham yang setara dengan Lutfian. Itu memancing beberapa pihak. Kolaborasi pernikahan saya dan Grace karena kecerobohan saya telah bocor, tentu membuat beberapa orang ingin memisahkan kami. Itulah kenapa kematian Grace saya sembunyikan. Selain itu, saya membawa pesan dari Grace. Itu akan disampaikan oleh gadis di debelah saya."
Heeee!!!!
Mata Mio membulat marah. Apalah Sean! Bagaimana dia melemparnya seolah umpan empuk. Ketika pandamgan Mio kembali, dia sudah di tatap oleh tiga pasang mata. Uh...
Berdehem Mio sebisanya berbicara tenang, " saya Mio, yah...bisa dibilang temannya walau bukan sahabat. Ah lupakan hal itu. Langsung inti saja, Grace mengatakan alasan kepemindahan saham dan lainnya telah dia jelaskan dalam sebuah wasiat. Itu ada di laci terakhir di kamarnya yang kuncinya berada di bawah almari sebelah kanan. Grace hanya mengatakan itu. Adapun isinya saya tidak tahu. Tapi Grace mengatakan hal itu akan menyakinkan kalian perihal peralihan saham nya pada Sean." Setelah Mio menyelesaikan ucapannya, setiap orang memiliki ekspresi berbeda. Tidak ada perkataan atau lainnya. Lalu Mio mendengar suara kursi berderit dari arah berlawanan.
"Aku akan mengambilnya." Itu Lutfian.
Itu cukup lama ketika Lutfian kembali dengan tiga amplop di tangannya. Masing-masing memiliki kepemilikan di atasnya. Untuk Mamanya, papanya dan Lutfian ketiganya memiliki tiga amplop yang berbeda. Wajah Lutfian tidak terlalu baik. Ada jejak samar air mata di ujung matanya. Mungkinkah dia menangis? Mio tidak berani bersepekulasi.
"Grace sayangku memang gadis yang pandai." Miranti menyesap teh camoline tenang. Tidak ada jejak keterkejutan sedikitpun padanya.
"Nak Sean, apapun langkahmu saya akan mendukung. Namun pemakaman Grace, saya harap tetap kami laksanakan. Adapun gadis manis disampingmu, kamu tidak akan tahu seberapa banyak dia akan terseret lubangmu. Namun, kamu juga akan terseret pada lubangnya."
"Mom! Kamu..."Lutfian memandang mamanya tak percaya.
"Lut, beberapa hal akan baik menjadi rahasia. Tapi karena kematian Grace adalah nyata. Pertemuannya dengan Mio adalah takdir. Rencana Grace adalah hal yang telah dia lihat. Kamu tau hal itu dengan baik. Jangan keras kepala."
Mio bingung. Apa yang sedang mereka bicarakan? Jangan bilang kelebihan Grace adalah indra keenam? Dan itu turunan dari mamanya? Oh! Jadi ini sebabnya papanya memintanya merahasiakan kekuatan Mio yang sesungguhnya? Kenapa dia tiba-tiba bertemu dengan banyak orang memiliki kelebihan sepertinya?
"Aku akan membaca pesan Grace. Apapun itu, karena istriku telah mengatakan demikian, maka aku tidak akan mempersulit." Billy menghela nafas sebelum melanjutkan dengan wajah tegas,
"Temukan pembunuhnya. Ketika itu terjadi, kuharap kamu mau membawanya padaku."
"Saya akan melakukannya." Jawab Sean mantap.
"Terlalu banyak celah dalam rencanamu." Ungkap Billy.
"Tidak jika kamu menikahi gadis manis ini secara hukum. Nah Sean, apa kamu mau melakukannya?" Tatapan Melisa berubah misterius. Tanpa menunggu Sean menjawab dia mengalihkan pertanyaan pada Mio.
"Mio, karena kamu memutuskan untuk terlibat, jadilah pengantin pengganti anakku. Hal baik dan buruk akan terjadi. Tapi benang takdir ini tidak akan terputus meski kamu menolak."
"Ya?" Sumpah demi apapun, Mio gagal paham dengan semua ini.
Sebenarnya apa yang merekabicarakan sih?
***
05. (LAMARAN) are You Crazy?
"CEO," Philip menyambut kedatangan Mio dan Sean. Tiba-tiba saja Philip merasa ada yang salah. Tubuhnya seolah dingin, ketika melihat lebih dekat dia baru menyadari bahwa mood Sean berada di titik terendah. Hal itu tidak jauh beda dengan gadis disebelahnya. Ada apa?
"CEO, anda..."
"Diam."
Philip langsung diam. Ada apa ini? CEO dalam mood baik ketika berangkat. Kenapa sekarang menjadi sangat buruk? Setelahnya, gadis bernama Mio juga tidak kalah buruk. Dia masuk kedalam mobil tanpa berkata-kata.
"Antarkan aku ke rumah sakit. Aku sudah terlambat."
Philip melihat Sean, ketika atasannya tidak menunjukkan reaksi apapun, Philip menyimpulkan bahwa itu tidak apa-apa.
"Baik nona."
***
Beberapa saat yang lalu...
"Ne, Mio. Maukah kamu menjadi pengantin pengganti anakku?"
"Hah?" Mio bingung. Tapi reaksi Sean dan Lutfian bahkan lebih buruk.
"Mom!"
"Tante!"
Ketika keduanya berteriak secara bersamaan, Miranti tertawa.
"Manisnya...seorang kakak yang mencintai adikknya dan seorang tunangan yang bahkan tidak mengetahui perasaan sebenarnya. Tapi kalian memiliki gadis yang sama."
"Maaf tante, saya tidak dalam mood bercanda." Sean menggertakkan gigi. Di depannya, Lutfian membanting garpu ditangan.
"Mom, dont talk anymore."
"Kalian menyedihkan." Miranti menyesap kembali camomile lalu meletakkan dengan anggun. Detik berikutnya ketika dia mengangkat wajahnya, entah kenapa Mio merasakan aura wanita itu berbeda. Ketika melihat, Mio dapat melihat tatapan dingin Miranti.
"Dengarkan aku. Kalian berdua adalah babi bodoh yang hanya memikirkan ego. Lut, terlalu naif bagimu jika berpikir hanya kamu yang paling terpuruk atas kepergian Grace. Dan kamu Sean." Ada jeda ketika Miranti mengalihkan tatapannya pada Mio dan Sean.
"Kamu terlalu sombong dan bertindak gegabah. Bukan meyelesaikan masalah dengan memotong akar kematian Grace yang aku yakin kamu bisa melakukannya dengan orang kakekmu. Tapi kamu justru melibatkan gadis lain? Sekarang mau tidak mau kamu akan mengancam nyawa gadis lain. Kenapa kamu tidak bertanya dan berpikir kenapa Grace menemui Mio? Kenapa Grace tidak mengatakan pembunuhnya? Dan yang paling penting, ketika Grace dengan kelebihannya mengetahui kematiannya, kenapa dia tidak melawan? Apa tidak melawan, atau dia tidak bisa atau Grace memiliki sesuatu untuk dilindungi. Kenapa kamu tidak berpikir sebelum melibatkan orang lain?"
Sean terdiam. Mio tercengang. Ah...wanita ini...benar-benar memiliki temperamen kakeknya!
"Berpikir keamanan dan jaminan, maka kamu harus menikahi Mio secara hukum jika kamu melibatkannya. Jika mereka bisa membunuh Grace di dalam naunganmu, maka akan mudah bagi mereka melakukan hal yang sama bagi Mio yang bukan siapa-siapa."
"Aku lupa mengatakan satu hal, Sean gadis disampingmu...dia memiliki keluarga yang tidak bisa kamu singgung. Bahkan dengan kekuasaanmu."
Mio tercengang. Mungkinkah mama Grace mengetahui kakeknya? Ketika Mio menatap Miranti, wanita itu juga menatapnya. Tatapan dingin yang baru saja ada mendadak melembut ketika menatapnya.
"Mio, karena kamu terlalu impulsif, kamu harusnya setuju untuk menjadi pengantin pengganti. Tapi itu juga takdir. Tante tidak bisa menyalahkanmu. Katakan saja hal ini pada ayahmu. Dia akan memberi jawaban terbaik."
"Eh?"
Masih tersenyum, Miranti melanjutkan, " alangkahnya baiknya kalian pergi besok. Selesaikan pembicaraan ini dengan keluarga kalian. Mereka akan tau. Terutama kamu Mio."
***
Entah apa yang dipikirkan keduanya, namun Philip tidak bisa untuk tidak meratap. Aura di dalam mobil sungguh sesak. Keheningan total menyelimuti dua jam lima belas menit perjalanan membuat Philip merasa tertekan.
"Nona sudah sampai."
"Oh? Terimakasih." Kata Mio buru-buru. Katika Philip menoleh dia tercengang melihat Mio membuka pintu dan keluar mobil begitu cepat seakan sedang dikejar sesuatu.
"CEO nona Mio itu..."
"Kembali ke rumah. Aku akan melihat apakah kakek ada di rumah atau tidak."
"Baik CEO."
Sean menyandarkan tubuhnya pada kursi. Memijit kepalanya yang terasa penuh.
"Kamu terlalu sombong dan bertindak gegabah. Bukan meyelesaikan masalah dengan memotong akar kematian Grace yang aku yakin kamu bisa melakukannya dengan orang kakekmu. Tapi kamu justru melibatkan gadis lain? Sekarang mau tidak mau kamu akan mengancam nyawa gadis lain. Kenapa kamu tidak bertanya dan berpikir kenapa Grace menemui Mio? Kenapa Grace tidak mengatakan pembunuhnya? Dan yang paling penting, ketika Grace dengan kelebihannya mengetahui kematiannya, kenapa dia tidak melawan? Apa tidak melawan, atau dia tidak bisa atau Grace memiliki sesuatu untuk dilindungi. Kenapa kamu tidak berpikir sebelum melibatkan orang lain?"
Kata-kata Miranti benar-benar membuka mata Sean. Ya...Sean mengakui dia begitu bodoh. Dia impulsif, dia sombong. Jika Grace menyembunyikan siapa pembunuhnya itu pasti memiliki alasan. Jika Grace tidak ingin Sean mencari pembunuhnya maka...mungkinkah Grace ingin melindungi seseorang?
Belum lagi kata-kata Miranti mengenai perasaannya. Apakah dia meragukan perasaannya pada Grace? Sean membenci Miranti yang terlihat maha tau tentang semua. Sean tidak mau mengakuinya. Namun memang dalam keluarga Grace, kakeknya selalu mengatakan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi bukan dari Billy william. Melainkan Miranti Nares. Asal usulnya, umur, bahkan dimana latar pendidikan seorang Miranti begitu misterius. Namun dia wanita yang berhasil membangun bisnis william. Tidak peduli seberapa brengsek Billy bermain-main di luar sana, lelaki itu tetap akan setia pada Miranti.
"CEO, apakah anda baik-baik saja? Apakah insomia anda memburuk lagi?"
"Tidak apa." Sean menghela nafasnya. Memejamkan mata pikiran Sean mengembara. Selama perjalanan menuju rumah, beberapa rencana yang telah tersusun gagal. Hal itu membuatnya tertekan.Tidak sampai satu jam perjalanan mobil telah sampai di depan mansion. Philip keluar terlebih dahulu untuk membukakan pintu belakang.
"Sepertinya tuan besar ada di rumah."
Sean mengangguk, " kamu boleh pergi. Aku tidak akan pergi hari ini "
"Ya CEO."
Ketika masuk kedalam mansion, beberapa pelayan yang berpapasan dengannya menundukkan kepala hormat. Ketika bertemu dengan pak tua Lim, Sean menghentikan lelaki itu. Tidak ada keharusan pak tua Lim untuk tunduk pada Sean. Posisinya memang hanya kepala pelayan, namun dia memiliki semua otak dari kakeknya. Dia sangat dihormati bahkan oleh keluarga. Jika berpapasan, Lim hanya akan mengangguk sebagai penghormatan.
"Pak Lim."
"Tuan muda."
"Pertemukan saya dengan kakek."
"Maaf tuan muda, saat ini tuan besar dan orang tua anda tengah dalam perjalanan menuju keluarga Nakamura."
"Apa?!"
Sean tidak lagi tenang," apa maksudmu pak Lim?"
"Tuan besar hanya meminta saya untuk menyampaikan pesan bahwa hari ini semua akan terselesaikan. Tuan muda harap menyiapkan paspor dan pakaian yang akan dibawa ke USA besok siang. Penerbangan pukul satu siang."
Belum sempat Sean menjawab, Pak Lim kembali menambahkan, "situasi tidak sesuai dugaan. Terdapat penemuan baru dimana anda tidak bisa mengatasi sendiri. Dokumen pernikahan akan dikirimkan dua bulan setelah anda disana dan melakukan pengambilan foto pres wedding."
"Itulah yang disampaikan tuan besar. Kalau begitu saya permisi tuan muda."
Sean mengepalkan tangannya. Dia kini merasa sangat tidak berguna. Kakek telah turun tangan. Itu berarti beberapa hal lebih serius. Pertanyaan Sean adalah apa yang dilakukan kakeknya ke tempat Mio?
***
Kediaman Nakamura
1 pm
Alesya menyeduh teh hitam secara tradisional. Dua jam lalu tiba-tiba saja suaminya--Yuto pulang ke rumah dan memintanya bersiap. Ketika dia bertanya untuk apa, suaminya hanya menjawab , "kita akan kedatangan tamu besar." Sambil mengatakan hal itu, Yuto terlihat tidak senang. Setelah meminta Alesya menyiapkan beberapa makanan khas dan teh hitam asli keluarga, Yuto langsung memasuki kamarnya.
Kini Alesya mengerti apa maksud suaminya. Membawa teh hitam yang telah diseduh dengan cara tradisional Jepang, Alesya meletakkan didepan suaminya dan tiga orang yang saat ini berada di ruang tamu pribadi. Di rumah ini memiliki dua ruang tamu. Satu ruang tamu biasa. Sedangkan satu lagi ruang tamu memiliki ciri khas jepang dengan tempat duduk lesehan bergaya Jepang yang di dominasi bambu cokelat dan hiasan-hiasan dinding kayu khas. Ini khusus diperuntukan untuk tamu-tamu penting atau berkumpul dalam acara penting.
"Silahkan dinikmati. Ini teh keluarga kami khas Nakamura." Alesya menunjukkan teh berwarna bening dengan satu batang daun teh tegak di tengah mengapung. Meski bernama teh hitam, air teh yang diaeduh akan terlihat putih. Namu rasa teh itu sangat pekat, beraroma bambu dan sesikit rasa mawar. Hitam menandakan keabadian. Ini teh yang disempurnakan sendiri oleh leluhur Nakamura. Hanya menantu dan anak yang diperbolehkan mengetahui bagaimana cara menyeduh teh ini. Itulah kenapa Alesya mampu membuatnya.
Lincolt tidak ragu untuk meminum teh yang di tempatkan pada gemochi . Menghirup dalam aroma teh sebelum menyesap secara perlahan.
"Teh yang luar biasa." Puji Lincolt. Itu bukan palsu, Lincolt adalah pecinta teh paling baik. Dari beberapa teh yang pernah dia nikmati, camoline, beringe, dan macha adalah teh yang menurutnya paling baik. Namun setelah menikmati teh hitam, Lincolt akan mengubah semua persepsinya bahwa ini yang terbaik.
"Terimakasih." Alesya tersenyum lembut.
"Bagaimana jika anda mengatakan langsung tujuan anda." Itu adalah Yuto. Wajahnya sama kakunya dengan siang tadi.
"Dari apa yang saya lihat, sepertinya anda sudah mengetahui maksud kedatangan kami." Lincolt masih mempertahankan ketenangannya.
"Memang. Karena itu untuk mempersingkat saya akan langsung mengatakannya. Saya menolak."
Lipin dan Anastasya saling memandang. Mereka memikirkan hal yang sama. Orang tua Mio sungguh LUAR BIASA! Mampu menolak tegas seorang Lincolt tidak bisa dianggap enteng. Apalagi melihat pembawaan tenangnya menghadapi ayahnya--Lincolt, sebagai anak Lupin merasa sangat inferior. Dia bahkan tidak berani menatap mata ayahnya ah!
"Tidak perlu terburu-buru menolak."
"Saya tidak akan menyerahkan nyawa putri saya untuk perselisihan kalian. Bahkan dengan jaminan keselamatan kalian, itu tidak akan menjamin seratus persen. Bahkan kalian gagal menjaga calon menantu kalian."
Lincolt tersenyum. Dapat membobol informasi rinci keluarganya, itu berarti Nakamura bukanlah hanya keluarga biasa. Karena itulah dia berani mengubah rencana cucunya.
Yang Lincolt tidak tahu adalah bahwa Nakamura adalah keluarga terkenal sebagai Yomeisei. Pengusir hantu, penenang roh, dan ramalan adalah bagian dari kekuatan mereka. Mendapatkan informasi keluarga Guan hanyalah sepotong kue bagi Yuto. Mio adalah putri semata wayangnya. Tidak seperti Riou yang banyak mewarisi istrinya dan tanpa kekuatan apapun, Mio dilain sisi baik darah, kekuatan, maupun temperamen Mio adalah delapan puluh persen mewarisi miliknya. Bagaimana dia tidak menjaga anak gadisnya ketat? Bahkan dia mengirim shinigami untuk memantau putrinya. Memberikan bantuan jika diperlukan. Karena Guan melibatkan putrinya, keharusan bagi Yuto untuk menyelidikinya.
"Jika untuk memancing pembunuh, tidak perlu anak saya. Saya akan memberi informasi pembunuh calon menantu kalian."
Lagi lagi Lincolt tersenyum, "sepertinya anda salah paham."
"Kedatangan saya kemari bukanlah bagian dari rencana. Seorang pemuda tampan dengan yukatta mendatangiku semalam. Penampilannya cukup eksentrik. Memiliki penutup di mata kirinya dengan rambut perak panjang terikat tali soler. Dia yang meminta saya untuk melamar putrimu."
Benar saja, kini wajah Yuto langsung berubah.
"Dia mengatskan untuk menyampaikan pesan ini padamu 'benang merah sudah terjalin. Dua simpul mengait satu benang emas. Salah satu simpul memilih terurai. Sebab dan akibat menjadi hukum. Satu simpul tidak bisa dilepas lagi' saya tidak tahu artinya tapi dia mengatakan bahwa anda akan tau."
"Tua bangka itu..." Yuto menggertakka gigi menahan kesal. Tidak salah lagi, lelaki yang disebutkan Lincolt tentu saja ayahnya. Koichi Nakamura. Jika ayahnya sampai turun tangan dan datang ke Indonesia, itu berarti masalah ini menyangkut Mio. Dia tidak akan pernah berbuat sesuatu yang dapat melukai Mio. Jika dia meminta Mio untuk dinikahkan keluarga Guan meski dengan resiko besar, itu pasti ada alasan.
Kata-kata ayahnya jelas.
Benang merah sudah terjalin. Dua simpul mengait satu benang emas. Salah satu simpul memilih terurai. Sebab dan akibat menjadi hukum. Satu simpul tidak bisa dilepas lagi'
Itu mengartikan bahwa Mio dan Sean sudah ditakdirkan. Dari awal Grace, Sean dan Mio memiliki keterikatan takdir. Dengam Grace memilih mati maka Mio secara paksa akan tetap menjadi takdir Sean. Mungkinkah ayahnya mengetahui hal ini sebelum Grace meninggal? Kematian Grace bukanlah murni pembunuhan. Namun Grace sebagai korban juga andil dalam kelancaran kecelakaan itu. Semakin Yuto menyusun kepingan cerita, semakin Yuto merasa tidak senang.
"Sayang?" Alesya menepum tangan suaminya. Mengembalikan Yuto ke dunia nyata.
"Baiklah. Meski saya tidak menyukainya, saya setuju dengan usulan ini."
Lincolt senang," baik. Perayaan akan diselenggarakan empat bulan kemudian. Namun pendaftaran pernikahan akan kami lakukan minggu ini. Untuk kelancaran hal ini, Mio adalah tunangan cucu saya. Mereka akan ke USA selama dua atau tiga bulan..."
"Tidak perlu dijelaskan. Saya mengetahui dengan baik. Saya hanya berpesan jaga putriku dengan sangat baik. Karena jika sesuatu terjadi pada putriku, saya tidak akan segan."
" anda tidak perlu cemas saudara. Saya akan memastikannya." Kali ini Lupin mengambil alih pembicaraan. Sebagai orang tua, tidak baik bagi Lipin untuk menyerahkan tanggung jawab masalah pernikahan anaknya kepada Lincolt yang notabenya adalah kakek dari anaknya.
"Roi." Panggil Lupin. Tak lama setelah Roi dipanggil, seorang lelaki besar membawa sepuluh bingkisan merah dan dua diantaranya memiliki peti kayu. Roi meletakkan kesepuluh bingkisan itu di samping meja secara rapi sebelum kembali undur diri.
"Saudara, ini adalah beberapa hal kecil sebagai tanda pertunangan anak kita. Ini hanya ikrar lisan. Sedangkan lamaran penuh, akan kami berikan sehari sebelum pernikahan. Tentu dengan mas kawin yang sebenarnya."
"Semoga kalian berkenan menerima ini." Anastasya berkata.
Alesya menatap kesepuluh bingkisan merah terang itu. Dari luar saja sudah tampak bahwa itu cukup mewah. Tidak, bahkan sangat mewah. Ah! Rasanya Alesya bangga melahirkan putri yang begitu beruntung memiliki calon yang sangat baik. Berbeda dengan Alesya, Yuto justru memandang bingkisan itu dengan masam.
"Ya kami menerima." Ucap Yuto terlihat berat. Di dunia ini, jika kamu memiliki satu putri kebanggaan, yang mewarisi hampir semua gen seorang ayah, bagaimana ayah tidak tertekan ketika memikirkan akan segera berpisah dari putrinya?
Dengan begitu acara lamaran mendadak ini berakhir dengan baik. Sedangkan di tempat lain, masih ada Mio yang kini baru selesai menjalankan tugasnya sebagai asisten psikolog. Dia baru saja akan menelpo ayahnya untuk menjemputnya ketika ketika Riou meneleponnya terlebih dahulu.
( Wah kakak! Aku tidak menyangka kamu akan segera menikah! Demi Tuhan! Dimana kamu menemukan anggota Guan?)
Hening beberapa detik sebelum Mio membulatkan matanya dan menjawab, "HAH?!"
***
Tap Love kalau mau lanjutannya gratis ye… kalau kurang 20 ga usah lanjut wkwkwk
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
