
Leo dikagetkan dengan permintaan adiknya, Ariela, disatu sisi ia sendiri merasakan ketertarikan dengan gadia pelempar tomat busuk.
CH 3 - Gaby
👑
Gadis itu hanya bisa menganga mulutnya lebar, tapi tak protes karena memang sadar kesalahannya. Leo berjalan meninggalkan gadis itu begitu saja, tak peduli semua orang memandang ke arahnya dengan tetesan air tomat busuk membasahi wajah hingga kaos yang dipakai.
"Tuan Leo!" pekik anak buahnya menghampiri. Leo mengangkat tangan, memberi kode jika ia tak butuh bantuan mereka. Ketiga anak buahnya berhenti begitu saja saat Leo tersenyum sinis lantas membuka pintu truk kecil itu, kemudian berlalu pergi.
"Siapa gadis itu? Apa dia tidak tau jika nyawanya bisa ...." Salah satu anak buah Leo membuat gerakan leher terputus dengan tangan.
"Kita beritahu dia, ayo cepat," ajak rekan lainnya. Ketiganya berlari mendekat ke arah gadis cantik yang memakai kemeja kotak-kotak warna merah hitam, dipadu celana jeans kusam juga sepatu boot hitam.
"Apa kau tidak tau pria tadi siapa, nona?" tukas salah satu ketiga pria tadi.
"Tidak, tapi wajahnya memang pernah aku lihat ... sepertinya, siapa dia? Hah, wajahku, bau tomat busuk, ck!" Ia berdecak sendiri. Tangannya mengusap tisu ke wajah cantik berkulit putih.
"Dia Leonardo Rivero Fabrizio, putra kedua keluarga tuan Fabrizio pemilik daerah ini juga perkebunan anggur terbesar di sini!" pekik anak buah Leo berambut ikal kecoklatan.
"Ohh-- hah! Apa katamu!" jerit gadis itu. Ia lalu meringis, pasalnya ingat betul jika keluarga Fabrizio pengusaha yang mendongkrak perekonomian warga di desa tersebut hingga beberapa desa lain, juga pemilik pertambangan batu bara di satu wilayah besar, yang semua pekerjanya diambil dari orang-orang sekitar.
Termasuk keluarga gadis itu. Ayahnya bekerja di pertambangan, lalu ibunya diberikan kebun jeruk dengan hasil panen bagus juga berkualitas. Gadis itu patut merasa tidak enak hati dengan Leo karena tak sengaja melempar tomat busuk ke arahnya.
"Kau sudah minta maaf ke tuan Leo, nona?" ujar pemuda berambut ikal tadi.
"Sudah. Tuan Leo juga sudah memaafkan, dia mengoles air tomat busuk ke wajahku. Apa ... akan ada masalah lain?" cicitnya dengan tatapan takut.
"Kau berharaplah semua baik-baik saja. Tuan Leonard berbeda dengan Tuan Hugo, dia sedikit ... sadis," bisik pemuda tadi ke telinga gadis cantik itu hingga membuatnya menelan ludah susah payah lantas meringis.
Di mansion mewah keluarganya, Leo membersihkan diri di kamar mandi. Saat sedang menikmati air di bawah shower, ia tersenyum tipis mengingat reaksi gadis tadi saat tangannya mengoles air tomat busuk ke wajah.
"Lucu sekali reaksinya," gumam Leo lalu mengusap wajahnya kemudian ia diam, langsung mematikan keran shower. Ia terkekeh, mengulum senyuman seraya meraih handuk.
Saat keluar kamar mandi, ia dikejutkan dengan adik perempuannya yang sudah duduk di kursi meja belajarnya.
"Jangan kau sentuh apapun." Leo memberi peringatan.
"Ya ... aku tau. Kau tadi di perkebunan?" ujar Ariela sambil memainkan pulpen milik Leo yang tergeletak di atas meja belajar.
Leo berjalan ke ruang pakaian, ia tak pernah seenaknya berganti baju di depan keluarganya. Hanya Claudia yang sudah melihatnya telanjang bulat.
"Leo! Apa kau kenal dengan laki-laki bermana, Alano? Tepatnya Alano Graziano," tukas Ariela. "Alan, biasa dipanggil itu."
Leo mengernyitkan kening sambil berkaca di depan cermin lemari pakaian. Ia tak tau siapa itu.
"Aku tidak tau. Siapa dia?" Leo berjalan ke arah ranjang. Sudah memakai kaos dan celana panjang training warna hitam, ia duduk menghadap adiknya.
"Bukankah kau tau siapapun? Kau seorang Leonardo Rivero Fabrizio, Kakakku yang tau seluk beluk seseorang." Ariela duduk bersila sambil tersenyum lebar.
Tatapan mencurigakan langsung dilayangkan Leo. Ia meraih ponsel dari atas ranjang, mengetik sesuatu dan muncul profil seseorang yang tadi disebut adiknya.
"Dia?!" Leo arahkan ponsel ke Ariel yang langsung mengangguk cepat. "Aku tidak tau tapi bisa mencari tau."
"Jangan!" cegah Ariela. Ia beranjak, mendekat ke Leo yang merasa heran. "Berjanji padaku kau tidak akan cerita ke Ayah, Ibu apalagi Kak Hugo," pinta Ariel tegas.
"Alasannya?" Leo enggan mengiyakan. Ariela tertunduk lesu, ia berlutut di depan kakaknya seraya menyatukan tangan di depan dada seperti sedang berdoa.
"Bersumpahlah, Leo ... aku mohon," lirih Ariela memelas.
"Seharusnya kau yang bersumpah di depanku. Apa maksudnya? Kenapa kau seperti ini seolah aku seorang yang suci sampai kau berlutut, Ariela!" Leo mendorong kening adiknya pelan.
Ariela mendesah pelan, masih menatap lekat kakaknya. "Dia ... guru baru di sekolahku dan aku ... sangat menyukainya. Dia guru seni rupa dan ak--"
Leo tergelak, kedua bahunya naik turun lalu mencubit pelan wajah Ariela.
"Aku pikir apa. Dasar adik yang aneh. Bangun! Rahasiamu ada padaku. Aku janji tidak akan membocorkannya." Leo berdiri, ia harus mengerjakan tugas kuliah yang sudah diinformasikan Martin. Ariela memeluk Leo dari belakang lalu berlari girang karena Leo bisa diandalkan.
Angin sore berhembus kencang, Leo berjalan ke arah pintu kaca yang terbuka menuju balkon. Saat hendak ditutup dengan cara menggeser. Ia terkejut saat melihat dua orang yang berdiri berhadapan, lalu salah satunya mengecup lama kening kemudian berpelukan.
"Ya Tuhan," lirih Leo terkejut tapi diakhiri dengan senyum tipis.
***
"Gabriela!" panggil wanita yang melahirkan gadis bernama Gabriela itu.
"Ya! Sebentar Ibu, aku sedang bersiap-siap!" Gabriela menyahut dari dalam kamarnya yang kecil dengan nuansa dominan warna putih. Setelah memastikan penampilannya sesuai kemauan, ia keluar kamar.
Ibunya memberikan keranjang kecil berbentuk oval yang isinya makanan bekal untuk anak gadisnya. "Ibu akan menyusulmu setelah selesai memeriksa di gudang. Ada buah jeruk dan tomat yang harus dipasok ke kota. Kau tidak masalah berjualan sendiri, bukan?"
"Iya, Bu. Aku bisa." Gabriela meraih tangan ibunya, keduanya berdoa bersama dengan mata terpejam. "Amin," ucap mereka kompak lalu Gabriela mencium kening ibunya.
"Hati-hati, sayang!" Wanita itu melambaikan tangan ke putrinya yang berjalan kaki menuju lokasi panen raya.
Ia menyapa tetangga yang di setiap rumah ada lahan ditanami rempah khas Italia seperti basil, rosemary, peterseli walau beberapa pot. Rumah-rumah di desa terbuat dari batu bata, bebatuan kokoh lain dan kayu. Supaya bisa tetap nyaman saat musim berganti.
"Hei, kau," panggil seseorang. Gabriela menoleh, ia terkesiap saat melihat Leo berdiri bersandar sambil melipat tangan di depan dada. Senyum sinis juga diperlihatkan olehnya.
Gabriela takut, ia belum siap mati muda. Usianya masih delapan belas tahun, masih kuliah jurusan Ekonomi. Tersisa satu tahun lagi hingga selesai dan lulus menjadi sarjana. Di Italia, kuliah S1 hanya 3 tahun. Sedangkan Leo, dia meneruskan kuliah S2 saat ini dan usianya dua puluh tahun.
"T-tuan Leo, aku minta maaf atas kejadian kemarin. Sungguh Tuan Leo, aku tidak sengaja karena sasaranku adik temanku yang--"
"Siapa namamu?" Leo menatap lekat. Sorot mata Gabriela meneduhkan juga sekaligus menggoda. Rambut panjangnya dominan lurus dengan ujung-ujung di blow gelombang, jadi terlihat bervolume. Pipinya merona kemerahan, padahal ia tidak memakai blush on tebal.
"A-aku ... aku ... Gabriela Hernandez, Tuan. Aku putri--"
Leo mengangkat telapak tangan, meminta Gabriela diam. Ia menunduk dalam, jika harus mati sekarang, ia berdoa supaya langsung masuk surga.
"Aku minta maaf karena sudah membuat wajahmu bau tomat busuk, Gaby," ucap Leo hangat. Kepala Gabriela perlahan mendongak. Keduanya saling beradu tatap. Leo tersenyum, hal itu membuat Gabriela berani mendekat dan meminta maaf lagi karena dirinya yang memulai.
"Sudahlah. Kau mau ke panen raya?" tukas Leo. Gabriela mengangguk. "Ikut denganku, lebih cepat dengan mobil."
"Tidak," tolak Gabriela seraya menggelengkan kepala. "Aku lebih suka berjalan kali melewati kebun warga, harum buah dan sayuran segar, membuatku senang. Tuan Leo silakan ke sana, keluargamu pasti sudah menunggu."
Leo mengangguk. Gabriela berjalan meninggalkan Leo yang masih berdiri di samping mobil mustangnya. "Gaby! Aku memanggilmu Gaby! Apa tidak masalah?!" teriak Leo.
Gabriela menoleh kebelakang, lalu mengangguk. Ia melambaikan tangan, berjalan cepat ke arah perkebunan warga.
Leo tersenyum, ia menghidupkan mobil lalu tancap gas pergi dari sana. Sedangkan Gabriela tak lepas mengulum senyumnya. "Baru dia yang memanggilku Gaby. Selama ini orang-orang memanggilku Gabriela, Riela, Ella, Riel," gumamnya lalu menyapa tetangga yang sedang memetik tomat.
bersambung,
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
