
Hari pertama kami bersekolah lagi, tetapi kini dengan sensasi yang cukup berbeda.
Beberapa menit kemudian, kamar Yuichi yang tadinya rapi telah berubah menjadi kapal pecah. Semua ini terjadi tidak lain tidak bukan karena ulahku, tapi semua usahaku tidak sia-sia. Aku mendapat bayaran yang pantas atas usahaku, dengan ini Yuichi bisa masuk ke sekolah.
"Tadi lu bilang sedikit berantakan? Ini mah jauh dari kata sedikit!" teriak Yuichi kesal.
"Nanti gw bantu beresin." ucapku sambil mengelap keringat yang terjatuh karena semua perjuangan tadi.
Aku kemudian menunjukkan hasil yang ku perjuangkan sedari tadi kepada Yuichi yang terlihat penasaran, ia hanya bisa melongo, terdiam tak percaya dengan hal yang saat ini sedang dipegang olehku.
"Eh?! Itu.. Seragam SMA perempuan?!"
"Punya siapa..? Gw gak inget pernah bawa cewek ke kamar gw, " sambungnya terheran-heran.
"Bukan elu, lu kan gak mungkin bawa cewek."
Yuichi nampak kesal pada
ejekan yang ku lontarkan. Namun, karena saking penasarannya, rasa ingin tahunya berhasil mengalahkan rasa marahnya, sampai saat ini ia masih belum terpikirkan alasan mengapa seragam itu ada disini.
Apa mungkin seragam itu milik pemilik sebelumnya? Mungkin saja itu adalah dugaan yang terlintas dalam benak Yuichi. Tentu saja itu salah, karena pada akhirnya hanya satu jawaban atas semua keanehan ini.
"Jangan-jangan.."
Aku mengangguk. "Benar! Ini seragam sekolah lu!"
***
Setelah perdebatan kecil, aku akhirnya berhasil meyakinkan Yuichi untuk mengenakan seragam tersebut.
"Gimana, udah selesai?"
"Udah, balik aja kalo mau." Aku yang tadinya duduk membelakangi Yuichi, lantas berbalik kembali menghadapnya setelah mendengar respon tersebut.
Aku melihat seorang dewi.. Itu adalah kalimat pertama yang terlintas dalam benakku saat melihat Yuichi mengenakan seragam tersebut.
Mungkin ini hanya menurut perspektifku saja, tapi dia sangat cantik, tidak.. Bahkan sempurna. Aku bisa bilang begitu karena dia sekarang sedang dalam wujud gadis kriteriaku, aku tidak tahu dengan pandangan atau perspektif orang lain. Yang jelas, dia adalah gadis tercantik yang pernah kulihat, aku berani bilang bahwa kecantikannya sendiri sudah jauh melebihi aktris-aktris yang sering muncul di televisi maupun medsos.
"Uhm.. Nagi. Gimana? Cocok nggak seragamnya dipake gw?" Wajah Yuichi memerah, ia nampak ragu dan menahan malu.
"Imu-!"
"Eh?!"
Tadi.. Aku hampir mengucap kata imut? Seriusan?!
"Ha..?" Yuichi nampak keheranan dengan reaksi anehku.
"Yah, maksud gw.. Lu cocok kok pake seragam itu." Aku secara refleks menggaruk kepalaku, meskipun sama sekali tak terasa gatal.
"Beneran?" tanya Yuichi lagi, ia nampak masih merasa ragu.
Aku menatapnya sekali lagi, ia bahkan tak sanggup untuk menatap balik diriku. Kurasa, dia benar-benar sedang berusaha keras melawan malu.
Yah, kurasa itu adalah reaksi yang normal. Karena mau bagaimanapun, dia masih belum beradaptasi pada tubuh barunya. Tidak bisa dipungkiri bahwa dia dulunya adalah seorang lelaki, laki-laki mana yang tidak malu saat dipaksa mengenakan baju perempuan? Nah, kecuali dia belok, reaksinya itu normal.
"Nagi? Jangan bengong oi!"
"A-argh?! Apa..?"
"Hmph! Pikirin sendiri!"
"Oh.. Yang tadi ya? Menurut gw lu cocok kok. Sangat cocok! Gw nggak bohong."
Ah..! Soal yang kupikirkan tadi.. Mungkin kalian merasa bingung kenapa aku tiba-tiba memikirkan ocehan tidak berguna. Intinya, perbedaan perspektif itu mengerikan. Jika aku memandang Yuichi yang saat ini sebagai seorang dewi, mungkin saja Yuichi sendiri berbeda.
Bisa saja, yang dibayangkan oleh Yuichi saat mengenakan seragam sekolah itu bukanlah gendernya yang sekarang. Melainkan dirinya saat masih jadi seorang laki-laki. Sebenarnya, hal seperti ini tidak akan terjadi seandainya kita memiliki cermin full body. Tapi sayangnya kita tidak.
"Sekali lagi, gw gak bohong." Aku memberinya sebuah acungan jempol. "Lu pasti bakal jadi populer!"
"Kalo lu yang bilang rasanya gw masih ragu, Nagi." Meski mulutnya berkata begitu, aku menyadari ekspresi muramnya mendadak hilang setelah mendengar jawaban dariku.
"Yah, apa gw bisa berteman dengan cewek kalo pake tubuh ini?" sambungnya lagi.
Aku mengangguk. "Jelas! Btw jangan lupa kenalin gw ke mereka."
"Usaha sendiri lah."
"Yah, pelit."
***
Setelah Yuichi memasukkan buku dan juga mengenakan sepatu, saat dirasa siap, kami pun lantas pergi berangkat menuju sekolah. Beruntungnya waktu masih tersisa cukup lama, jadi kami bisa berjalan dengan cukup santai.
Disepanjang perjalanan, kami coba untuk menyapa setiap tetangga yang kami temui. Seperti yang kuduga, tidak ada satupun yang sadar terhadap perubahan gender Yuichi, yang artinya tebakanku tadi benar.
Dampak dari permohonanku tidak hanya memengaruhi gender Yuichi, tapi seluruh dunia itu sendiri. Aku sempat mengecek kartu pengenal miliknya tadi, disitu nampak jelas tertulis bahwa Yuichi dilahirkan sebagai seorang wanita, bukan pria.
Aku memiliki dua perkiraan untuk hal ini, yang pertama, gender dan dunia kita memang benar berubah seperti yang kujelaskan tadi.
Sementara yang kedua, sebenarnya dunia sama sekali tidak berubah, kita hanya menjalani hari kita seperti biasanya. Hanya saja ingatan dari dunia alternatif lah yang entah bagaimana terkirim ke dunia ini. Maksudku dunia dimana aku dan Yuichi sama-sama laki-laki sebenarnya hanyalah dunia alternatif.
Ingatan tersebut kemudian saling bertumpang tindih dengan dunia ini, menyebabkan ingatan asli kita jadi terhapus, diganti dengan ingatan kita dari dunia alternatif.
Tapi.. Justru perkiraanku yang kedua malah tidak masuk akal. Kalau benar begitu, maka sejak awal permohonanku tidak pernah dikabulkan. Yang mana itu bertentangan dengan perkiraan pertama.
Aku mengacak rambutku, merasa frustasi karena tidak menemukan jawaban yang kucari.
Haaaahh.. Tak apa lah, bisa dipikir lain kali.
Dibanding semua itu, ada satu hal yang lebih membingungkan, mengapa.. Mengapa cara jalan Yuichi aneh begitu sih?!
Itulah yang kupikirkan saat melihat gerak Yuichi yang nampak aneh, tidak seperti dirinya yang biasanya. Dia terus memegangi rok bagian depan dan belakangnya. Biasanya kalau orang jalan, jarak antara kaki satu dan lainnya cukup jauh kan? Tapi Yuichi saat ini berjalan dengan langkah pendek, dan kedua kakinya juga saling berdekatan.
"Ayolah, Yuichi.. Jalan yang bener dong. Kenapa lu megangin rok sih dari tadi?"
"Dingin tahu! Rasanya beda saat pake rok, apalagi pas ada angin berhembus. Gw juga masih malu sebenernya."
Oh, aku paham. Yuichi belum terbiasa mengenakan rok, tapi tetap saja.. Yuichi yang bersikap begitu, tapi malah justru aku yang merasa malu.
"Yaampun." Lama kelamaan aku mulai merasa lelah akan sikapnya.
"Tapi setidaknya lu ubah dah cara mu menyebut "aku" Karena lu sekarang kan udah bukan cowok lagi."
Pada detik ini, Yuichi masih terus memanggil dirinya sendiri menggunakan kata "ore" Yang dimana itu adalah kata untuk menyebut "gw/aku" Tapi hanya dikhususkan untuk laki-laki saja.
Karena gender Yuichi yang berubah, maka aku pun menyarankannya untuk mengganti kata tersebut dengan "watashi" Yang dimana kedua kata tersebut memiliki arti sama yaitu "aku" Namun dapat digunakan baik untuk perempuan maupun laki-laki, lebih sopan juga!
"Oke deh."
"Tapi setidaknya kalo didepan lu, gw ngomongnya kayak biasa aja soalnya udah nyaman begitu dan sebagai pengingat juga kalau gw dulunya adalah cowok, " sambung Yuichi.
"Terserah."
Kusadari beberapa kali Yuichi curi-curi pandang kearah ku.
"Apa, Yuichi?"
"Lu belum jelasin kan gimana caranya lu bisa tahu kalo seragam gw bisa berubah jadi seragam cewek gitu?"
Karena pertanyaan Yuichi, aku yang tadinya berangkat sekolah seolah tanpa beban, kini lantas teringat oleh sesuatu yang sempat terlupakan.
"Bentar, sebelum gw jawab.. Yuichi, gw tanya dulu.. Lu tadi berangkat udah pake bh kan?" tanya ku terbata.
"Gak tuh, " jawab Yuichi datar.
"Beneran..?" tanyaku sekali lagi, masih tak percaya dengan jawaban yang diutarakan oleh Yuichi.
"Lu sekarang cewek loh, seharusnya tadi lu nemuin bh di kamarmu kan?" sambungku lagi.
"Kok lu tau? Gw emang nemuin bh sama celana dalam cewek juga, tapi gak gw pake karena malu."
Aku terdiam.
Menyadari ekspresiku, Yuichi lantas menyikutku. Seolah tahu isi hatiku, ia kemudian berkata, "Pfft.. Dasar mesum, homo!" ucap Yuichi diikuti tawa kecilnya.
"Woy?! Kan udah gw bilang gw bukan homo! Nanti orang yang denger salah paham tahu?" Aku menoleh ke kanan dan kiri, takut ada yang mendengar.
"Wkwk, emangnya kenapa? Fakta kok."
Sial, aku seharusnya tak bertanya..
"Heheh, jangan kesal gitu dong! Aku kan cuma bercanda! Wlee!" ucap Yuichi masih dengan sikap jahilnya.
Sebenarnya aku sudah terbiasa dengan sikap jahil Yuichi, dia selalu melakukan itu setiap harinya, seolah hidup belum sempurna jika belum menjahili ku, meski aku merasa candaannya hari ini agak sedikit berlebihan sih..
"Ini masalah serius Yuichi, lu masa nggak pake bh?!"
"Gw emang gak pake bh, tapi gw make baju tebel didalem seragam buat neken dada, jadi santai aja kali, " jelas Yuichi.
"Ngomong dari awal dong!"
"Yah, abisnya ekspresi lu tadi lucu sih. Kayak minta dijahilin gitu." Yuichi semakin terkekeh saat melihat ekspresi kesalku.
"Ah udahlah! Males gw ngomong sama lu." Aku mempercepat langkah, meninggalkan Yuichi jauh di belakang.
"Eh?! Tunggu dong!"
***
Diperjalanan menuju sekolah, aku menyadari banyak sekali orang yang menyapa Yuichi. Tidak hanya satu dua orang, Ia disapa oleh banyak orang atau murid yang sama sekali tidak ia kenal, entah itu sapaan normal maupun siulan, sebagian bercanda tentang hubungan kami, seperti menyebut kami pacaran atau sebagainya.
Dikarenakan hal tersebut, Yuichi terus bersembunyi di belakangku, yah.. Aku paham. Yuichi adalah orang yang canggung dan tidak pandai bersosialisasi, jika dipikir lagi, Yuichi baru keluar rumah setelah dua tahun mengurung diri di kamar.
Pada akhirnya aku lah yang harus menyapa mereka balik..
Sesampainya di sekolah kami lantas berlari masuk ke dalam untuk mengecek pengumuman kelas, secara kebetulan aku dan Yuichi berada di kelas yang sama.
Setelah puas melihat, kami bergegas menuju kelas.
Tidak seperti ekspektasiku, kukira kami datang di waktu yang tepat, tapi nyatanya sudah terdapat guru di dalam kelas yang sudah menunggu kehadiran kami.
"Kalian sudah datang?"
"Ah.. Apa kami telat?" tanyaku sambil terengah-engah.
Guru itu menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, santai saja, yang penting kalian perkenalan dulu ya. Murid yang lain sudah, tinggal kalian saja yang belum."
Karena mendengar pernyataan dari guru tersebut, aku setidaknya jadi merasa sedikit lega.
Aku dan Yuichi saling lirik selama beberapa detik.
"Nagi! Lu maju duluan ya?" bisik Yuichi.
"Kok gw sih? Gak ah."
"Udah buruan! Gw masih perlu nyiapin diri tahu buat perkenalan pake gender ini."
"Hadehh.. Yaudah lah.. Lu pake alasan gender mulu sedari tadi."
"Salah siapa coba?!"
Aku beranjak dari tempatku berdiri dan kemudian pergi menuju ke depan kelas, sebelum itu aku menarik napas sedalam-dalamnya, kemudian membuangnya untuk merilekskan diri.
Huft.. Baiklah!
"Perkenalkan! Namaku adalah Nagi Nagi. Umurku 16 tahun, aku tidak memiliki bakat yang menonjol, hobi ku adalah bermain game serta menggambar." Dengan cepat aku menundukkan kepala. “Salam kenal! Semoga kita bisa akrab."
BERSAMBUNG.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
