
Selamat datang di chapter 02 dari cerita siap Mas.
Tolong bantu like, komen dan follow akun Karya Karsa aku yaaa.
Aku menatap berulang kali penampakan diri di cermin. Loose pants berwarna mocca dipadu dengan kemeja oversize putih. Apakah ini cocok? Entahlah. Sejujurnya, hari ini terasa begitu mendebarkan. Agak gugup tapi ... yah, tidak apa-apa, aku pasti bisa menghadapi pekerjaan pertamaku dengan baik.
"Udah siap?"
Aku melirik Ambun yang berdiri di tengah-tengah pintu. Wanita yang sudah menginjak umur empat puluh lima tahun itu tersenyum puas melihat dandanan rapiku pagi ini. Mungkin, beliau merasa bangga karena pada akhirnya, satu-satunya anak yang ia miliki bisa memulai hidup baru sebagai cungpret di salah satu perusahaan.
"Iya Mbun, udah siap. Outfit kayak gini, cocok kan, buat hari pertama kerja?" Sesungguhnya, aku sedikit tak yakin dengan pakaian kerja ini. Tapi aku tak punya yang lain. Ini adalah setelan terbaik yang ada di dalam lemari.
"Udah dong. Keliatan cantik, sederhana dan sopan. Ayo kita berangkat sekarang. Ambun udah siapin sarapan kamu. Biar enggak telat, kamu makan aja di mobil nanti."
Aku mengangguk, mengambil tas yang sudah terisi barang-barang yang sekiranya memang dibutuhkan lalu mengikuti langkah Ambun. Hari ini, Rama dan Ambun akan mengantarku bekerja. Yaps. Kalian tidak salah. Aku memang diperlakukan istimewa karena jadi anak satu-satunya.
Mau masuk kerja saja, masih diantar-antar orang tua seakan-akan aku adalah seorang anak berusia tujuh tahun yang baru mau memasuki sekolah dasar. Tapi tentu tidak apa-apa. Aku menyukai perlakuan manis Ambun dan Rama.
"Ini kalian enggak bakalan telat kerja kalau ngantar aku dulu ke kota? Agak jauh loh."
Ambun dan Rama adalah seorang guru di salah satu sekolah menengah atas swasta di daerah Bandung
"Enggak-enggak, kamu tenang aja." Rama berkata sembari mulai menjalankan mobil putih kami.
Aku mengunyah nasi goreng yang Ambun masak. "Kayaknya, aku bakalan minjem uang sama kalian buat nyari kosan. Enggak mungkin aku kerja bulak-balik terus kayak gini. Jaraknya jauh."
Dan karenanya, aku harus bangun dan berangkat lebih pagi. Kalau aku ngekos di dekat kantor mungkin aku lebih bisa mengontrol waktu. Bisa bangun agak siang dan berangkat dengan hati tenang.
"Kalau Rama sih, terserah Teteh aja. Misalnya memang kamu siap ngekos, hidup sendiri, masak sendiri, tidur sendiri ya, silahkan saja. Rama siapkan uangnya."
Rama nih, pasti enggak ikhlas kalau aku tinggal-tinggal. Rumah memang akan terasa sepi tapi bagaimana lagi. Aku malas bangun pagi dan berangkat jauh memakan waktu.
"Iya, Teteh siap kok, Rama. Sekalian belajar hidup mandiri. Selama ini kan, Teteh selalu bergantung sama Rama sama Ambun dari segi apapun. Sekarang biar Teteh nyari pengalaman hidup sendiri. Biar kedepannya lebih kuat."
"Mmm." Suara Ambun terdengar gemetar. "Iya Rama, biarin aja anak kita hidup mandiri. Dia harus bisa menghadapi dunia ini. Toh, kita enggak akan bisa selalu ada buat dia. Jadi dari sekarang memang harus diajarkan. Teteh kan sudah besar."
"Waktu memang enggak terasa ya?" Rama terkekeh dengan nada sedih.
Duh, aku bingung, kok suasananya malah haru biru gini sih?
"Please ah, jangan ngomongin yang enggak-enggak. Hari ini kalian harus punya mood bagus yang ceria. Biar Teteh ketularan. Jangan sampe, pas di kantor nanti wajah Teteh murung ya! Nanti sama Pak Bos disangka yang bukan-bukan."
Ambun memiringkan sedikit tubuhnya guna menatapku. Wanita itu tersenyum lembut dan terlihat begitu tulus. "Iya, Teh. Iya. Sekarang ayo kita obrolin sesuatu yang menyenangkan!"
^^^^^
Saat turun dari mobil, empat orang laki-laki tampan sudah menyambut di area parkir.
Dan mau tak mau, Ambun dan Rama pun ikut turun. Para lelaki itu menyalami tangan Ambun dan Rama penuh sopan santun.
"Bu Jihan sama Pak Sandi mau mampir dulu?" tawar seseorang yang tidak aku tahu namanya. Jujur saja, dari semua yang ada, aku hanya ingat Mas Haesan saja.
"Enggak perlu, kami harus segera pulang soalnya harus mengajar. Titip Grey aja ya. Tolong ajarkan banyak hal dan berikan dia banyak pengalaman baik di sini."
"Siap-siap."
Sosok tinggi berkacamata menjawab.
"Grey, Ambun sama Rama pulang. Semangat kerjanya ya."
Aku mengangguk, membiarkan Ambun memeluk sesaat sebelum memasuki mobil dan melaju.
"Halo, Grey. Saya Abian." Sosok berkacamata yang memiliki tubuh indah tadi menyapaku.
Segera, aku membalas uluran tangannya.
"Nah, kalau yang ini, yang pipinya gembul namanya Cakrawala. Kalau yang pegang-pegang kamera ini namanya Mas Jaevan. Kalau yang cengengesan ini Mas Haesan."
"Si Abu ini udah kenal sama gue kali," Mas Haesan menyahut.
"Enggak ada yang cewek Mas?" Ke empat laki-laki itu kompak menggeleng.
Jadi, aku wanita pertama yang bekerja di kantor Andromeda Publishing? Wah, wah, wah! Harus seneng apa takut sih?
"Di sini kamu bakalan jadi ratu. Jadi yang paling cantik karena kamu cewek satu-satunya." Mas Haesan merangkul pundakku so akrab. Dan aku diseret masuk ke dalam kantor. "Kamu jangan khawatir. Jangan takut. Kami ini cowok-cowok baik yang akan melindungi kamu. Anggap aja kami sebagai abang-abang kamu ya, Abu."
Mas Haesan jadi keterusan panggil aku Abu. Tapi enggak apa-apa. Dia ganteng soalnya.
"Modus tuh, Grey!" Sosok yang membawa-bawa kamera berdiri di sebelahku. Mas Jaevan.
Jujur saja, aku serasa diapit oleh dua tiang listrik. Tubuhku yang hanya 153 cm ini bener-bener tenggelam jika berdiri di samping mereka yang tingginya lebih dari 175-an.
"Enak aja, gue anggap Grey ini sebagai adek. Enggak suka gue sama yang boncel-boncel kecil kayak tuyul gini."
Di belakang, terdengar suara merdu Mas Abian yang lagi ketawa.
Sialan, aku dikatain mirip tuyul!
"Nah, kita room tour dulu ya. Ini ruang suka-suka. Kalau kamu capek kerja di kubikel, bisa kerja di sini sambil baringan di sofa. Di Andromeda mah, kamu kerja seenaknya aja, mau di mana juga boleh," jelas Mas Haesan yang aku angguki. "Nah ini pantry, kita biasa makan siang di sini. Ada minuman siap seduh juga kok. Diantaranya kopi sama teh."
Aku mengikuti ke mana Mas Haesan pergi.
"Nah kalau ini ruang kerja kita." Mas Jaevan, Mas Cakra dan Mas Abian sudah duduk di kubikel masing-masing. "Ini kubikel kamu. Paling ujung tapi deket sama tempat aku."
Tempat kerja yang begitu nyaman.
"Kalau di atas, ada ruang rapat, ruang tamu, balkon tempat nongkrong sama ruangan Anjanu."
"Terus sekarang, aku kerja apa Mas Haesan?"
Lelaki tinggi itu nampak berpikir dengan kaki yang diketuk-ketukan ke arah lantai. "Kamu tanyain ke Mas Anjanu di atas ya. Kalau udah dapet job desk-nya kasih tahu kita. Bisa jadi kamu bantu-bantu Abian sama Cakrawala sebagai editor. Atau aku sebagai design cover sekaligus layouter. Atau bisa juga Jaevan sebagai admin sosial media."
Aku mengangguk. "Kalau begitu, aku naik dulu ke ruangan Mas Anjanu ya."
Dan entah kenapa, hati ini tiba-tiba berdebar tidak jelas. Ada perasaan tidak mengenakan yang menggelayuti diriku. Sumpah deh. Enggak boong. Ketemu sama Mas Anjanu rasanya horor banget.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
