
Mas Anjanu itu, manusia yang serba berlebihan.
Gantengnya, berlebihan.
Ngeselinnya, berlebihan.
Uangnya juga berlebihan.
Iyalah, anak dari kalangan konglomerat yang tiap ulang tahun hadiahnya mobil mahal keluaran terbaru.
Sedangkan aku? Jangan ditanya. Aku cuma cungpret. Pesuruh yang enggak berani ngelawan.
"Grey, kopi!"
"Siap, Mas." Dan aku akan berlari untuk membeli kopi kesukaannya dari kafe sebelah.
"Grey, ikut saya."
"Siap, Mas." Dan aku akan merelakan hari liburku yang sangat berharga. Meninggalkan...
Halo, selamat datang di kisah Siap, Mas! Prolog + Chapter 01.
Semoga kalian suka ya. Jangan lupa like dan komen. Bantu share juga.
Makasih.
❣️❣️❣️
Prolog
Aku menghirup napas dalam-dalam sembari memperhatikan layar komputer yang menyala terang di hadapan. Pengelihatanku memang agak kabur, mataku juga bengkak. Menangis semalaman dan harus memaksakan diri bekerja di kantor yang dipimpin oleh Mas Uang tuh, bukan hal yang mudah loh.
Tak apa, Greysa. Sehari ini saja, kamu harus bertahan menghadapi hiruk pikuk keadaan kantor.
"Abu."
Aku mendongak, tersenyum kala mendapati tatap khawatir Mas Haesan. "Ya Mas, ada apa?"
"Anjanu nyuruh kamu naik ke atas."
Aku menelan ludah susah payah, melirik sesaat ke arah jam putih yang melingkar dipergelangan tangan. Jam dua belas. Ah, sudah pasti, kalau begini adanya, laki-laki itu akan kembali menyuruhku untuk berlari ke kafe sebelah, membeli kopi kesukaannya dan beberapa makanan ringan. "Siap Mas."
"Tapi kalau kamu enggak kuat, biarin aja. Jangan terlalu dipikirin atau diturutin mau-nya tu orang." Mas Haesan menambahi.
Senyum simpul muncul dari bibir tipisku yang hari ini tampil pucat. Tak diberi polesan lipstik sedikitpun. Aku sudah tak bertenaga untuk sekedar memikirkan masalah make up.
"Enggak apa-apa. Paling Mas Anjanu mau nyuruh aku beli kopi." Aku kan cuma kacung yang wajib menuruti semua titah Tuan Besar.
Ingat, Greysa Blue ini cuma seorang kacung! Bukan sahabat dekat Bos Uang seperti Mas Haesan, Mas Jaevan, Mas Abian dan Mas Cakra. Tentu aku tidak boleh mengabaikan atau menolak titah Tuan Besar.
"Kalau gitu, sekalian kamu beli sesuatu. Apa aja buat dimakan. Muka-mu udah pucet banget." Suara serak berat Mas Jaevan mengiringi.
Kalau bukan karena keempat Mas-Mas ganteng dengan hati sebaik malaikat, mungkin, aku tak akan bertahan sembilan bulan lamanya di perusahaan penerbitan buku ini. Andromeda Publisher. "Siap Mas."
Tanpa banyak kata lagi, aku keluar dari ruang kerja kami, melewati tempat santai sebelum berbelok ke arah tangga sembari menarik napas sedalam mungkin. Langkah kakiku agak gemetar.
Tadi pagi, aku baru saja mengirimkan surat pengunduran diri di depan wajah Mas Anjanu. Aku dimarahi habis-habisan. Jadi ... agar riskan saja saat kini, harus bertemu dengan lelaki itu lagi.
Tapi ya, karena paling dia hanya menyuruhku turun membeli kopi—seperti biasa—aku sudah merapalkan satu jawaban di hati berulang-ulang kali. Jawaban andalanku, "Siap, Mas."
Yah, begitu, lalu aku akan berlari keluar tanpa harus banyak berinteraksi lagi dengan sosok tampan Mas Anjanu.
Ragu, tanganku menarik gagang pintu. Kepala ini menunduk dalam-dalam, tak menatapnya sama sekali. Hingga kemudian, desah napas berat lelaki berusia hampir matang itu sedikit menggelitik pendengaranku.
Was-was, aku semakin merapalkan kata, "Siap, Mas!" Dalam hati.
Tak ada yang bisa dilakukan cungpret sepertiku selain menuruti semua kata-kata dari Mas Uang.
Iya.
"Grey, ayo nikah."
"Siap, Mas! Eh?" Aku mengangkat pandangan bingung. Maksudnya apa sih?
"Siap? Kamu siap nikah sama saya?"
"E—" Aku gelagapan, tadikan, salah jawab. "Bukan begitu, tadi aku pikir Mas suruh aku beli kopi ke kafe."
Mas Anjanu menatapku malas, lelaki tersebut menyimpan punggung lebar sandar-able yang ia miliki di kursi kerja kemudian. Sebelah tangannya yang dihiasi oleh tonjolan urat-urat itu memainkan berkas-berkas. "Ngomong-ngomong, kamu boleh keluar dari perusahaan ini kalau, kamu jadi istri saya."
Mas Anjanu memang gila!
Aku akan sangat membencinya andai saja, ia tak punya wajah rupawan yang terpahat sempurna di setiap sisinya.
"Tapi Mas—"
"Ya kalau kamu enggak mau, kamu harus kerja satu tahun lebih lagi. Kontrak kamu dua tahun kan? Atau bayar denda lima puluh juta."
Lima puluh juta mah, kecil banget.
Tapi masalanya, bahkan uang sekecil itu pun aku enggak punya. Sembilan bulan kerja di sini dengan gaji yang melebihi UMR pun kugunakan untuk foya-foya dengan dalih self reward. Ditabungin sih sedikit. Tapi banyaknya memang uangku terbuang di makanan, skincare dan baju-baju.
Mana bisa aku membayar sebanyak itu. Atau mana bisa aku kerja lebih lama lagi di sini setalah hubunganku dan Mas Anjanu jadi begini. Sungguh tak nyaman. Aku bakalan gila.
"Jadi maunya kamu apa, Grey?" Suara berat itu kembali menyapu lembut gendang telingaku. "Nikah sama saya aja ... atau, mau kerja terus juga silahkan, toh, ujung-ujungnya kamu bakalan berkahir di pelaminan sama saya. Hm, mungkin, kamu juga bisa tetep resign."
Mataku berbinar. "Bener Mas?"
Mas Anjanu mengangguk-angguk santai. Tambah guaaanteng! "Saya bisa pinjemin uang lima puluh juta asal kamu nikah dulu sama saya."
BANGSAT NI MANUSIA SATU.
Semua penawarannya berkahir tak baik.
Aku harus kabur!
Kabur ke mana?
Kepelukannya Mas Anjanu enak kali ya? Anget, wangi, nyaman.
Heh! Greysa Blue, tolong sadar diri!
"Greysa, saya nunggu jawaban kamu."
Chapter 01
Bandung hari ini benar-benar mengesalkan. Padahal, aku sudah rela datang jauh-jauh dari kampung antah berantah ke kota tapi hanya interview kerja tidak jelas yang lagi-lagi aku hadapi. Buang-buang uang. Buang-buang waktu. Capek doang kerjaannya enggak dapet.
Sumpah deh, kalau gini adanya, lebih baik aku sekolah terus-terusan aja seumur hidup. Mencari pekerjaan di jaman edan ini ternyata begitu susah. Apalagi kalau tidak punya banyak koneksi dan orang dalam. Matilah aku, mati!
Sungguh, aku lelah dan muak.
Sejak dinyatakan lulus kuliah, aku sudah jadi pengangguran hampir setahun ini. Please deh, Tuhan. Aku udah malu banget kalau harus terus minta jajan sama Ambun juga Rama. Alias kedua orang tuaku yang super dan maha baik itu.
Menelan ludah, sesaat aku menengok ke belakang. Sudah cukup jauh aku menyusuri area trotoar sembari menjinjing-jinjing es kelapa dengan harga sepuluh ribu yang tadi aku beli. Mungkin hari ini memang harus pulang dalam keadaan kecewa lagi. Padahal tuh, aku enggak pilih-pilih enggak neko-neko, jadi cleaning service aja aku mau. Bodo amat dengan pelajaran-pelajaran yang aku dapat saat kuliah di jurusan ilmu komunikasi dulu. Yang penting bisa kerja.
Apapun itu yang penting halal.
Dan sungguh, sesaat setelah menggumamkan hal demikian dalam hati, tiba-tiba sebuah kertas yang tertiup angin jatuh di kakiku. Pas sekali. Kertas itu berisikan tentang lowongan pekerjaan dari gedung yang ada di samping. Penerbitan ya? Kayaknya aku cocok kalau kerja di sini deh. Apa aku coba lamar aja?
Kebetulan di tasku juga masih tersisa satu map surat lamaran kerja.
Yah, sekalian. Kalau yang kali ini gagal, aku akan langsung pulang kembali ke kampungku yang ada di area pedalaman Banjaran kota Bandung ini.
Pelan, aku membawa langkah memasuki gerbang perkantoran dua lantai yang terlihat agak suram ini. Pintu depannya terbuka, aku mengetuk beberapa kali dan lalu satu lelaki tampan yang menenteng-nenteng gelas menghampiri.
Senyum manisnya terpancar hangat kala bertanya, "Ada keperluan apa ya?"
Mataku mengerjap tiga kali. Ayo Greysa! Sadarkan diri! Ingat pacar! Ingat pacar!
"Mmm, ini Mas, saya nemu selembaran di depan. Bener enggak ya, kantor sini lagi nyari pegawai?"
Lelaki itu mengangguk semangat. "Bener! Bener banget!" katanya antusias. "Kalau gitu, mari saya antar ke ruangan Pak Bos ya. Ngomong-ngomong, nama saya Haesan. Kalau kamu?"
Aku mengikuti langkahnya sembari menjawab, "Nama saya Gresya Blue, panggil aja Grey."
Mas Haesan menghentikan langkah di anak tangga pertama, keningnya mengernyit. "Abu?"
"Grey Mas." Aku tersenyum sopan. Rama nih, semua gegara Rama yang ngasih nama anaknya seaneh ini. Greysa Blue, Abu Biru. Apa coba maksudnya?
Besok sih, kalau dapat gaji pertama aku bakalan ganti nama dan siap-siap ngadain tumpengan.
"Bukannya abu-abu dalam bahasa Inggris itu grey ya?"
Ya iya sih, tapi ....
Udahlah, aku males mikir, suka-suka aja. Untung Mas Haesan ini ganteng. Jadi biarin dia hidup seenaknya.
"Iya Mas." Please, jangan bahas lagi masalah namaku yang memang aneh ini.
"Oh iya, Bos diatas namanya Anjanu ya."
Anjanu?
Lucu banget.
Sesaat setelah mencapai anak tangga paling puncak, sebuah pintu kayu berwarna cokelat muda terpampang, Mas Haesan membukanya cepat. "Nu, nih, ada anak yang siap interview."
"Syukur deh, pamflet yang dibikin si Abian ampuh."
Suara berat, kalem dan serak itu untuk sesaat menghipnotis jiwa dan ragaku. Sungguh indah. Penasaran karena sedari tadi aku berada di balik punggung Mas Haesan, segeralah diri ini menggeserkan tubuh dan menatap sosok ganteng maha sempurna yang terduduk di singgasananya.
Sumpah demi apapun.
Cowok ini paling ganteng sejagat raya. Aku enggak pernah nemu wajah manusia yang bisa memikat begini. Mau pingsan aja liatnya. Haduh-haduh.
"Grey, silahkan kamu duduk di depan Mas Anjanu ya. Saya masih ada kerjaan di bawah. Semoga sukses."
Sosok lelaki baik barusan meninggalkan daku sendiri dengan Mas Anjanu yang terlihat seperti pemain utama dalam komik-komik manhwa Korea. Tinggi putih, berbadan tegap, berhidung mancung, berkharisma, lengkap deh! Gantengnya enggak manusiawi.
"Silahkan duduk."
Suaranya kembali mengisi gendang telinga. Menelan ludah, aku memaksakan kaki untuk berjalan mendekat dan duduk. Kami berhadapan. Terhalang satu meja kerja putih milik Mas Anjanu.
Aku mengedipkan mata, kasak-kusuk mengeluarkan map lamaran dari tas besar yang sedari tadi aku bawa-bawa di pundak. "Ini surat lamaran kerja saya Pak."
Diambilnya kertas itu oleh Mas Anjanu. Beuh, sumpah, gerak sedikit aja ni wangi parfumnya udah kecium nyampe Jonggol. Mas Anjanu memang sewangi itu woy. Aku bahkan sempat mikir kalau dia ini mandi dan berendam pakai parfum. Mana baunya seger banget lagi. Sampe kalau enggak sadar diri dan enggak tahu malu, aku pasti udah ngendus-ngedus udara kayak anying!
"Kamu lulusan ilmu komunikasi, punya nama yang cukup unik." Mas Anjanu mendongak sembari menaikan kacamata yang melorot. "Tapi kalau kerja di sini, job desknya masih abu-abu, kayak namamu. Tapi kalau gajih saya bisa beri dengan layak. UMR Bandung, bisa jadi diatasnya. Enggak apa-apa?"
Aku mengangguk. Enggak apa-apa, asal kerja dulu aja. "Enggak apa-apa Pak."
"Hoby kamu apa?"
Hoby? Banyak banget sih. Tapi yang paling utama paling rebahan sambil scroll TikTok. Atau tidur. Jadi bingung mau jawab apa. "Saya ... saya hobbynya banyak."
Mas Anjanu mengangguk. "Kalau baca gimana?"
"Bisa Pak, lancar."
"Bukan, maksud saya, kamu suka baca enggak? Suka karya fiksi enggak?"
Kalau baca modelan webtoon sih, iya. Jadi aku angguki saja. "Iya, Pak."
"Kamu suka makan apa?"
"Kebetulan saya pemakan segala Pak. Yang manis, asem, pedas, pahit saya makan."
"Selera film kamu gimana?"
"Yang romantis sih, Pak. Alurnya ringan. Ada komedinya gitu."
Lelaki tampan di hadapanku ini mengangguk-angguk sembari menyugar rambut. Sumpah deh, ini interviewnya agak aneh dan nyeleneh. Tapi aku denger-denger, penyeleksian setiap kantor biasanya beda-beda. Jadi aku males mikir lebih jauh. Apalagi badan serta pikiran udah kacau. Belum lagi rambut juga udah lepek banget karena jalan-jalan di tengah teriknya matahari barusan.
"Saya juga emang suka yang kayak gitu sih. Kita satu server jadi, mulai besok, kamu sudah bisa masuk kerja ya?"
Aku mengernyit, kebingungan. Lah, kok?
Udah, gitu doang? Kenapa lamaran kerja yang satu ini lancar jaya banget?
"Beneran ini Pak?" Aku bertanya, memastikan.
Dan laki-laki tampan di hadapanku ini mengangguk-angguk santai. "Iya. Bener. Masuk jam delapan pas ya. Terus, panggil saya Mas. Mas, bukan Pak," tekan Mas Anjanu.
Aku menyetujui, berdiri dan membungkuk. "Kalau gitu, saya permisi. Besok, saya akan datang ke sini pagi-pagi."
"Okei. Untuk masalah kontrak kerja, kamu bisa tandatangani di pertemuan selanjutnya. Terimakasih."
Setelah lamaran interview itu selesai. Aku segera keluar dari dalam ruangan Mas Anjanu dengan hati riang.
Nyari kerja sama nyari jodoh emang enggak jauh beda. Sumpah. kalau dikejar-kejar lari kalau enggak dikejar datang sendiri.
Rama, Ambun, hari ini Greysa dapet kerja! Bulan depan kalau gajihan bisa traktir kalian bakso jumbo dari Mas Solo!
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
