Pelakor XXL (BAB 3-4)

34
1
Deskripsi

BAB 3. Ibu 

BAB 4. Kerokan jalan mulia

 

Happy reading 💓💓

BAB 3. Ibu 

Reya di dalam mobil menuju Jakarta bersama juniar. Sejak tadi pria itu terus menggenggam tangan kekasihnya, di kursi belakang. Jun sesekali menatap gadis yang ia cintai. Reya terlihat begitu cemas sambil terus berkomunikasi dengan sang adik. Ibu Reya, Ratna terjatuh di kamar mandi. Tentu saja itu sangat membuat gadis itu cemas. Apalagi adiknya mengatakan kalau sang ibu pingsan.

Pertemuan Reya dan Juniar terjadi empat tahun lalu. Saat Lili sahabat Reya yang tak lain keponakan Jun memperkenalkan mereka berdua. Reya dikenalkan dengan Juniar karena ia ingin menjual rumah petak sederhana milik mendiang ayahnya yang meninggalkan hutang ratusan juta rupiah setelah usahanya hancur. 

Sejak itu kehidupan Reya sebagai ana pertama semakin keras. Ratna menderita penyakit komplikasi sirosis hati, diabetes dan juga darah tinggi di usianya yang kini beranjak 43 tahun. 

Manis dan pekerja keras itu yang ada di pikiran Juniar saat itu. Ia sering menghabiskan waktu dengan melihat status WhatsApp rekan di kontak. Ya sedikit lucu jika dipikirkan, tapi dari sana ia mengamati Reya. Gadis pekerja keras yang menghabiskan waktu untuk merawat ibunya. Konyolnya, ia tertarik dengan status gadis itu karena status rekannya yang lain berisi tentang kemewahan dan juga kesuksesan.

Bahasa kasarnya Reya terlihat paling miskin dan tak berdaya diantara yang lain. Namun, itu buat Jun terpikat. Apalagi setiap kali gadis itu mengunggah foto dengan wajah aneh dan berbagi efek yang nyeleneh, Jun suka ia terhibur. Berawal dari pertemuan-pertemuan membahas pembayaran rumah, Jun jadi sering iseng mengomentari status gadis itu, menarik pikirnya. Anggap saja ini cara Tuhan mengatur pertemuan mereka.

"Jangan cemas," ucap Jun berusaha menenangkannya.

Reya menoleh, menatap pada Jun jelas ia tak bisa tenang. Kemudian menatap ke luar jendela. 

"Kalau ada apa-apa sama ibu, kamu hubungi saya ya?" Jun meminta agar ia juga tak terlalu cemas.

Reya kini menoleh menatap pada kekasihnya lagi dan menganggukan kepala. Jun menepuk dadanya pelan, meminta agar Reya menyandarkan dirinya disana. Gadis itu bersandar, Jun segera meletakan tangannya di kepala Reya, memijat pelan agar gadis yang ia sayangi bisa merasa lebih tenang.

"Aku takut banget ada apa-apa sama ibu Om."

"Mudah-mudahan enggak ada apa-apa. Kamu doain dong. Jangan cemas, pikirin yang positif," kata Jun lagi.

"Iya, semoga ibu baik-baik aja." Reya berkata coba membuat perasaannya sendiri lebih tenang. 
 

"Istirahat, masih ada satu jam lagi sampai ke Jakarta. Kamu cemas terus malah makin pusing nanti. Kamu butuh tenaga untuk jagain ibu, hmm?" pinta Jun. Ia tau Reya cukup lelah hari ini karena harus mengurus dirinya di dapur dan juga ranjang. 

"Nanti kalau sampai langsung bangunin aku ya  Om?" 

"Iyaa sayang," sahut Jun kemudian memegang wajah Reya dan menyandarkan ke pundaknya. 

Reya anggukan kepala, kemudian memejamkan mata, merasa lelah dan perasaannya kacau sekali. Sementara Jun kecup pucuk kepala dan mengusap-usap kening Reya. Ia juga tak tega dengan keadaan Reya saat ini. Pria itu mengambil ponselnya  kemudian sibuk dengan jemari tangannya yang bergerak di layar ponsel, mengecek pesan dari sang putra. 

Kuki:
Papi udah makan?  Gimana kerjaan di sana?

Jun:
Belum, papi makan nanti setelah beberapa urusan benar-benar kelar.  Makan sana kamu. 

Kuki:
Ati-ati kena asam lambung Pi. Aku udah makan di kampus. 

Jun:
Yaudah kalau gitu papi mau rehat sebentar.

Sementara di rumah sakit saat ini, Arka tengah duduk menunggu sang ibu yang sudah sadar. Arka tengah memegangi botol minum sang ibu yang kini meneguk air mineral dari sedotan. 
 

"Mbak-mu benar pulang Ka?" tanya Ratna.

Arka anggukan kepala. "Udah di jalan diantar temannya tadi katanya." 

"Aduh, gimana acaranya Mbak Reya? Acaranya baru besok lho. Gimana dia? bolak-balik kesian nanti." Ratna cemas merasa mengganggu kegiatan workshop putrinya.

"Ya, ibu 'kan sakit. Batal paling," sahut Arka enteng. Menurutnya kesehatan sang ibu lebih penting. 
 

Ratna mencubit tangan Arka kesal dengan . "Mbak dapat uang dari sana ngisi materi. Ibu enggak bisa kasih apa-apa ibu cuma mau dia bisa senengin hidupnya."

"Ibu jangan mikir aneh-aneh lah. Fokus sehat aja, oke?"  

Arka ingin sang ibu tak terlalu memikirkan masalah lain dan fokus dengan kegiatannya. Ia tau pemberitahuan mengenai kecelakaan yang dialami sang ibu pasti akan membuat Reya cemas. Tapi, akan lebih cemas jika ia terlambat memberitahu, itu yang ada dalam pikiran Arka,

Pintu ruangan terbuka, terlihat Reya yang berjalan masuk dengan tergesa. Ia terlihat sedikit lega melihat sang ibu yang menatapnya dengan senyum. Gadis itu berjalan mendekat lalu mencium tangan dan wajah Ratna, lalu memeluk sang ibu. Sementara Arka segera bangkit dan mengambilkan Reya kursi.

"Ah, syukur ibu udah sadar." Reya lega karena Ratna sudah sadarkan diri. 

"Ibu jadi ngerepotin ya?" tanya Ratna tak enak.

Reya menggelengkan kepalanya. Tentu saja ini tak akan menjadi beban untuknya. "Enggak lah Bu. Ibu jangan ngomong aneh gitu ah."

"Acara kamu gimana?"

"Ibu tenang aja. Aku udah bilang diundur dan mereka ngerti pasti," jawab Reya, bohong. Itu yang sudah menjadi keahliannya sejak menjalin hubungan dengan Jun.

"Syukur kalau begitu." 

Reya kemudian menatap Arka, penasaran dengan apa yang terjadi. "Kenapa ibu bisa jatuh?"

"Itu-" ucapan Ratna terpotong.

Reya menatap sang ibu. "Reya tanya Arka, Bu."

"Aku lagi ke warung. Pas balik ibu udah jatuh dan pingsan di depan kamar mandi."

Reya kemudian menatap sang ibu. "Ibu mau ngosek kamar  mandi ya?" tanya Reya ia tau kebiasaan sang ibu yang tak bisa melihat kamar mandi licin dan berlumut sedikit saja. Tak ada jawaban dari Ratna ia hanya terdiam. Ya, berarti apa yang ditanyakan Reya adalah benar.

"Bu, kan Reya udah bilang .., Jangan kosek kamar mandi. Tunggu aku pulang. Terus kata dokter apa?"

"Katanya tulang panggul ibu retak. Tapi enggak perlu operasi dan hanya butuh istirahat dan pakai sanggahan punggung." Arka menjelaskan.

"Tuh denger, kamu enggak perlu cemas Rey." Ratna katakan itu karena tak ingin si sulung terus merasa cemas.
Dalam hati Reya merasa lega karena keadaan sang ibu yang tak terlalu parah. Namun tetap saja ia tak ingin Ratna keras kepala dan melakukan banyak kegiatan sementara dokter meminta Ratna untuk beristirahat.

Reya teringat sesuatu ia kemudian beranjak dari tempat duduknya. "Aku ke luar sebentar ya?"

"Mau ke mana Mbak?" tanya Arka.

"Mau beli sesuatu dulu. Tunggu sini aja temenin ibu." Reya kemudian melangkahkan kakinya ke luar kamar rawat. 
 

***
 

 

BAB 4. Kerokan jalan mulia 

 

Reya berjalan cepat ke luar seolah takut dibuntuti. Ia takut jika Arka mengikutinya dari belakang karena gadis itu berencana untuk menemu Om Jun. Akan berbahaya jika Arka memergoki dirinya bersama paman dari Lily, sahabatnya. Apalagi halka juga mengenal anak dari Om Jun. Meskipun tak terlalu dekat, tapi beberapa kali keduanya bertemu saat Lily membawa saudaranya itu main ke rumah Reya.

Ratih menatap cemas putri sulungnya, apalagi ini sudah cukup malam. "Ka, susul Mbak-mu sana. Udah malam ini."

Arka anggukan kepala, ia segera berjalan cepat ke luar dari kamar. Namun, di lorong ia kini tak melihat siapapun. Arka berjalan menuju lorong ke luar, dan ia tak juga menemukan Reya. Tentu saja itu karena sang kakak melaju sampai kilat agar tak dipututi.

Anak itu menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil celingukan di tengah-tengah lorong. "Yaelah, mana nih kakak gue yang gemoy?" gumamnya pada diri sendiri.

Reya berjalan ke luar ke parkiran belakang tempat Jun tadi mengantar dan mengatakan akan menunggu untuk memastikan keadaannya. Semua Jun lakukan karena tak ingin membiarkan kekasihnya itu sendirian. Dan dia akan tetap berada di sana untuk memastikan tak ada sesuatu yang buruk terjadi.

Langkahnya dipercepat sampai ia tiba di depan mobil Jun, Reya segera masuk ke dalam mobil. Melihat si om yang kini tengah tersenyum menatap ke arahnya. Reya segera duduk di samping pria itu.

Jun sedikit merasa lega, saat melihat raut wajah kekasihnya yang terlihat baik-baik saja. Hanya ada Jun dan Reya sementara sopir Jun, meminta ijin untuk ke toilet. Jadi keuntungan juga buat keduanya agar bisa bersama, setidaknya untuk sementara saja sampai Jun harus pulang nanti.

"Gimana ibu?" tanya Jun rambut seraya merapikan rambut Reya dengan tangannya.

"Syukur udah sadar Om dan cuma perlu istirahat karena tulang panggulnya retak," jawab Reya sambil tersenyum lalu mengarahkan bibir mengecup tangan Jun saat melewati bibirnya.

Jun senang dan lega, jadi tak terlalu cemas setelah mendengar penjelasan barusan. "Kalau ada apa-apa hubungin saya ya?"

"Iya Om."

Jun menatap Reya, masih ada rindu dalam hatinya. Pria itu bergerak ke arah pintu depan dan mengunci mobil dari dalam, Ia kembali ke arah kekasihnya dan mengecup dan cium bibir Reya sebelum ia pulang ia menyempatkan membuat tanda kepemilikan di ceruk kekasihnya. Tentu saja karena ini kesempatan terkahir setidaknya untuk saat ini. Bahkan saat ini terpaksa menahan diri, padahal Ia menginginkan sesuatu yang lebih dari ini.

Pria itu masih merasa kurang menghabiskan waktu bersama dengan Reya. Biasanya menghabiskan waktu beberapa hari dan ini hanya semalam saja. Rasa rindunya masih menumpuk sangat banyak

"Om," desah Reya lirih meminta jun menghentikan kegiatannya.

Jun menghentikan, setidaknya ia hanya ingin itu sampai mereka bertemu lagi dua minggu lagi. Atau sesukanya saat ia benar-bener kangen dengan gadis simpananya itu.

Jun menghapus bibir Reya yang basah akibat ulahnya. Kemudian tersenyum dan malah mencumbunya lagi. Bibir Reya dikecup, sambil Jun gigit nakal, lalu hisap dan mempermainkan tangannya di tubuh kekasihnya buat Reya mendesah.

"Om, stop.* Reya meminta sambil menahan tangan Jun.

Jun melepas, tau betul ini bukan situasi yang tepat. Meski ingin sekali rasakan tubuh Reya sekali lagi.  "Istirahat ya? Hmm? Jangan capek jangan sakit."

Reya anggukan kepala. Sambil mengatur napasnya. Aku aul.  "Om juga jangan sakit, jangan capek-capek. Mau langsung balik ke Surabaya?"

"Saya mau nginep ke hotel dulu dan balik ke Surabaya pagi nanti."

"Oke kalau gitu, Om juga istirahat ya?"

Pria tegap itu mengusap pucuk kepala Reya. "Iya, sayangnya Om," jawab Jun.

Setelah kecup perpisahan itu Jun menyempatkan diri untuk mengantar Reya membeli makanan. Pria itu tak ingin sang kekasih kelaparan saat menjaga ibunya nanti. Apalagi di hotel tadi mereka belum sempat makan malam. Kemudian Jun mengantarkan gadis itu kembali ke rumah sakit. Setelah Reya turun mobil itu melaju kembali menuju Surabaya.

"Pak Ahyat, saya udah transfer ke kamu. Saya harap kamu tetap tutup mulut seperti biasanya." Jun mengancam. Seperti biasa uang tambahan setiap kali sang sopir menemaninya ke Bandung untuk menemui kekasihnya. Itu yang membuat rahasia Jun aman sampai saat ini.

"Baik Pak."

Reya berjalan kembali menuju ruang rawat sang ibu dengan membawa makanan dan minuman yang sudah ia beli. di ujung lorong ia bisa melihat Arka yang kini berdiri menunggu. Bersandar pada tembok dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Mbak cepet banget jalannya? Aku nyusul udah nggak ada." Arka katakan itu lalu mengikuti langkah Reya.

"Ya, kamu aja yang kurang gerak cepat," ledek Reya. Sebenarnya ia tadi berusaha keras berjalan cepat karena khawatir diikuti Arka. Dan dugaannya benar.

Arka menatap Reya, melihat sebuah tanda merah di leher kanan sang kaka. "Mbak punya pacar?"'

Reya melirik cepat, reaksi itu jelas menunjukkan kalau jawabannya adalah iya. Arka menangkap itu dengan jelas lalu terkekeh.

"Hmm, ini apa?" tanya sang adik seraya menunjuk leher Reya. "Merah-merah gini? Kerokan? tapi bulet-bulet."

Langkah Reya terhenti kemudian mengambil tempat bedak yang berada di tasnya, membuka dan ia melihat dari kaca. Benar, ada tanda yang dibuat oleh Jun. Sial! bagaimana kalau ibu melihat ini? Itu yang ada dipikirannya.

"Nah lho, bingung 'kan?" Lagi Arka meledek.

"Ih, diem ah Arka!" kesal Reya.

"Dikerok aja sana. Tenang sama aku rahasia aman." Arka mengatakan lalu mengorek kantong celananya. Kemudian mengeluarkan koin dari sana dan memberikan kepada sang kaka. "Ini cara paling mulia." Arka ucapan dengan tatapan menyebalkan.

Reya segera menyambar uang koin pemberian Arka. Gadis itu berjalan ke kamar mandi untuk segera mengaburkan sisa kecupan Jun di lehernya. Sebal juga karena si Om malah meninggalkan jejak yang seharusnya tak berada di sana.

Setelah selesai gadis itu segera berjalan ke luar. Tak ada lagi Arka. Sang adik pasti sudah ke kamar untuk menjaga sang ibu lagi. Reya melangkahkan kakinya, segera kembali masuk ke dalam kamar. Melihat Arka yang sudah sibuk mengunyah keripik yang ia beli.

Reya duduk di samping sang ibu. Ratih tersenyum, memerhatikan. "Loh kamu masuk angin?"

"I-iya Bu. Di sana AC-nya agak rusak jadi dingin banget." Reya beralasan.

"Istirahat sana kalau gitu," pinta Ratih pada buah hatinya. Wanita itu merasa merepotkan sulungnya akibat penyakit yang ia derita.

"Iya, ibu enggak usah khawatir. Ibu tenang aja ini kan cuma masuk angin." Reya genggam tangan sang ibu.

Sementara itu Arka malah tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang dikatakan sang kakak. Andai sang ibu tau kalau tanda merah itu bukan hasil dari masuk angin. 
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Oh My CEO (BAB 82-83)
6
0
BAB 82-83Selamat membaca 💕💕
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan