🔞Oh My CEO (bab 1-3) Free

128
4
Deskripsi

 (Akan ada bab2 berisi adegan  dewasa harap kebijakan pembaca)

BAB 1 -3

 

 

BAB 1

Sebuah rumah mewah dengan pilar-pilar besar yang menunjukkan kemegahannya, gorden-gorden rumah panjang menambah kesan mewah, lampu kristal di ruang tengah mengukuhkan kalau pemiliknya jelas bukan orang sembarangan. Rumah milik keluarga Majendra, pemilik salah satu ekspedisi dan juga beberapa resort yang tersebar di seluruh Indonesia.

Reres dan Saga tengah duduk di taman belakang rumah Saga. Taman itu dihiasi bebungaan yang dirawat dengan baik oleh ibu Saga, di sisi kanan ada sebuah pendopo kecil dan ayunan besi yang lama tak digunakan. Dulu Saga senang bermain ayunan di saat hujan bersama Reres saat mereka masih kecil. Sebenarnya ayunan itu ingin disingkirkan oleh Nindi. Hanya saja, Saga melarang sang mami untuk membuang ayunan itu. Bukan hanya kenangannya bersama Reres, tapi juga karena ayunan itu adalah hadiah dari sang ayah dulu saat ia masih kecil.

Sudah pukul sebelas malam, keduanya belum tidur dan sibuk menghabiskan waktu dengan menikmati teh manis hangat dan mengobrol.

Sejak kecil gadis bertubuh tambun itu tinggal di rumah keluarga Saga bersama sang nenek. Terpaksa mengikuti jejak sang nenek menjadi pelayan di rumah itu karena kedua orang tuanya yang tewas dalam kecelakaan buat Reres harus membantu sang nenek menjaga Saga dan mengatur semua kebutuhan anak dari majikan Mbok Yah, nenek Reres yang kini telah tiada.

"Gue bosan sendiri," ucap Reres buat Saga menoleh.

"Kan berdua sama gue," sahut Saga sambil cengengesan.

Reres menoleh, menatap pada Saga yang tunjukan senyum manis dengan susunan gigi rapi layaknya anak kucing. "Justru itu gue bosan sama kegiatan gue sama lo. Setiap hari lo lagi, lo lagi."

"Nikah, kalau gitu biar enggak sendiri. Kalau bobo ada yang nemenin." Saga berucap sambil menatap ke arah taman seraya menyeruput teh manis miliknya.

"Lo 'kan tau, gue enggak mau nikah. Apa sih untungnya sebuah pernikahan untuk perempuan? Enggak ada, punya anak urus ini itu, gue mau bebas." Reres terhenti meneguk tehnya hingga habis lalu meletakan gelas dengan sedikit keras. "Ya, kalau gue nikah dan urus ini dan itu sama aja kaya kerjaan gue di sini."

Saga terdiam sejujurnya ia sedikit merasa bersalah karena memang paham dan mengerti betul sejak kecil Reres hidup untuk menjaga dan merawatnya. Dan ia juga sudah bergantung pada gadis yang kini duduk sambil memejamkan mata.

"Lo ngantuk?" tanya Saga.

Reres gelengkan kepala, kembali membuka mata dan menatap Saga. "Gue cari inspirasi."

"Yaudah lanjut."

Saga diam menatap pada langit tanpa bintang. Ibu kota penuh dengan polusi nampaknya itu yang buat ia bahkan tak bisa melihat bintang malam. Sudah dua puluh delapan tahun usianya kini, hobinya masih sama bergonta-ganti kekasih hanya untuk kesenangannya di ranjang. Saga suka kenikmatan itu, buat ia puaskan hasrat dan luapkan lelah atas rutinitas kerja. Ya, meski jelas terdengar seperti sebuah alasan. Meski begitu Saga pantang melakukan hubungan dengan seorang gadis yang masih menjaga kesuciannya. Semua gadis yang ia tiduri diketahui bukan gadis yang polos lagi. Dan tentu saja ia selalu menggunakan pengaman dalam berhubungan karena tak ingin salah satu dari wanita itu tiba-tiba meminta pertanggungjawaban karena mengandung benihnya.

"Lo mau hamilin gue Ga?"

Saga menoleh cepat, mendekatkan telinganya ke wajah Reres coba dengar kembali apa yang sahabatnya itu katakan. "Ulangin."

"Hamilin gue Ga." Reres mengulangi dengan yakin buat Saga menatapnya.

"Gue sih oke-oke aja masalah hamil mengha-" Saga terhenti saat Reres meletakkan telunjuknya ke bibir.

Reres lalu berdiri ia mengajak Saga berjalan menuju kamarnya agar pembicaraan mereka lebih tenang. Keduanya berjalan seperti biasa menuju kamar Saga. Di rumah itu cukup banyak pengawal, penjaga juga pengawas yang mengawasi di ruang CCTV. Ada Saga dan Nindi ibu dari Saga yang tinggal di rumah itu. Hingga tak mungkin membicarakan hal ini di ruang terbuka seperti taman belakang. Reres takut jika ada yang mendengar karena tembok di rumah Saga pun punya telinga.

Mereka sampai di kamar Saga, kamar yang besar dengan desain minimalis di dominasi warna putih dan abu-abu. Reres duduk di tempat tidur di sampingnya Saga merebahkan tubuhnya.

"Lo serius mau gue hamilin?" tanya Saga.

Reres mengangguk. "Gue mau punya anak biar enggak bosan."

Saga kembali duduk lalu terkekeh. "Orang gabut itu jalan-jalan, makan atau apa gitu."

"Oiya, lo pasti enggak mau sama gue secara gue kan gembrot."

Reres sadar diri dirinya tak secantik Aira, Vinny atau Lauren atau gadis lain yang selama ini dekat dengan Saga. Mereka memang standar kecantikan yang jelas berbeda dengan Reres si gadis tambun. Kekasih Saga atau wanita yang pernah bergumul dengan sahabatnya itu memiliki tubuh dan wajah yang sempurna. Jelas Reres merasa jika ia tak pantas disandingkan dengan gadis-gadis itu.

"No, serius, bukan itu masalahnya. Buat gue yang penting burung gue bisa bersarang dengan baik sih," sahut Saga serius.

Dan apa yang dikatakan Saga buat Reres membuka matanya lebar-lebar karena cukup terkejut dengan apa yang dikatakan Saga barusan. "Gimana, gimana?"

Saga melirik bagian intim tubuhnya. "Burung gue," katanya lagi menekankan.

Apa yang dilakukan Saga buat Reres ikut menatap apa yang tadi di perhatikan sahabatnya itu. Memerhatikan itu buat Saga terkekeh, lalu mendorong wajah Reres dengan tangannya.

"Mesum banget muka lo." Saga meledek Reres.

Reres gelengkan kepala coba tak memikirkan apapun. Termasuk bagaimana ia membayangkan bentuk-bentuk burung dalam pikirannya. "Jadi lo mau enggak?"

Saga menatap Reres serius, ia coba cari keseriusan dari permintaan sahabatnya barusan. Karena ia tau betul Reres belum pernah melakukan hubungan ranjang. Dan ia tak ingin merusak sahabatnya sendiri meski ia pernah menawarkan diri saat Reres mengatakan ia ingin memiliki anak.

"Lo harus yakin dulu, jujur sih ini new experience juga buat gue merawanin perempuan."

"Gue serius mau punya anak. Kalau lo enggak mau gue ijin ke Bali cari bule buat ONS."

"Anjir! Gue mau lah! Masa Saga enggak mau diajak bobo cantik. Kita ke Bali, gue bakal kasih pengalaman bulan madu yang menyenangkan buat lo. Ya, karena lo sahabat gue jadi .., gue bakal treatment sebaik mungkin." Saga kembali merebahkan tubuh tangannya menjulur, Reres segera menggenggam tangan sahabatnya itu Saga membawa genggaman tangan itu ke dekap dadanya. "Temenin gue sebentar sampai tidur."

Reres mengangguk meski Saga tak melihat. Hari ini pekerjaannya mendapatkan kabar buruk, ada kecelakaan truk di salah satu cabang ekspedisi di Bandung. Itu yang sebabkan perasaan Saga sedikit berantakan. Sejak dulu Reres yang bisa menenangkan Saga. Gadis itu bersenandung menemani Saga hingga pria pucat itu memejamkan mata. 
 

BAB 2

 

Saga pagi ini masih menyempatkan diri ke kantor bersama Reres yang seperti biasa duduk di sofa memerhatikannya. Tak ada yang Reres lakukan selain menemani Saga, sesekali memainkan ponsel dan membaca buku.

Sejak SMA, Reres mengurus Saga di rumah. Bahkan sampai urusan makan siang. Waktu Saga kuliah, Reres sering datang untuk sekadar membawakan bekal atau benda-benda milik atasannya yang tertinggal di rumah. Hingga teman-teman kampus Saga memanggil gadis itu, baby sitter-nya. Namun, seperti biasa Reres bukan orang yang terlalu mempedulikan apa kata orang. Ia cenderung cuek, hanya sesekali merasa tak percaya diri.

Pagi tadi, keduanya telah mempersiapkan pakaian yang akan mereka bawa sebagai persiapan seminggu di Bali. Siang nanti keduanya akan berangkat untuk memenuhi keinginan Reres.

Saga masih sibuk dengan dokumen-dokumen yang masuk, menumpuk di meja kerjanya yang kini tengah ia tandatangani satu per satu. Ia terlihat berbeda ketika berada di perusahaan. Berwibawa, tegas dan dingin. Ia melirik Reres yang kini terlihat resah, kemudian kembali membaca dokumen di hadapannya.

"Mumpung kita belum berangkat, gue tanya lagi … lo yakin?"

Reres menatap Saga kemudian mengangguk. "Yakin."

Saga mengambil ponsel, lalu menghubungi Haris, sekretaris dan juga orang kepercayaannya. Meminta pria itu datang ke ruangan untuk menitipkan kantor selama ia berada di Bali. Haris sudah bekerja sejak Saga menjabat sebagai CEO Candramawa, dan berlangsung hingga saat ini. Yang Saga ketahui Haris memang dipilih oleh sang ibu karena ayah dari pria itu sebelumnya adalah orang kepercayaan perusahaan.

Pintu diketuk, sang atasan mempersilakan masuk. Haris pun berjalan masuk. Jika diperhatikan Haris begitu menawan dengan garis mata tegas, memiliki lesung tipis di kedua pipi, alis tebal, rahang yang tegas dan bahu yang lebar. Pria itu berjalan mendekat pada meja kerja Saga seraya melirik sekilas pada Reres yang tersenyum padanya membuat ia tersenyum tipis.

"Ris, tolong saya untuk urus semua keperluan perusahaan seminggu kedepan. Hari kamis ada rapat dewan, tolong batalkan." Saga memberi perintah sambil membereskan dokumen yang telah selesai ia tandatangani.

"Loh, memang ada apa, Pak?" Haris bertanya heran. Tumben sekali Saga memintanya mengurus semua, padahal tak ada rencana sebelumnya. Ini terlalu mendadak, pikirnya.

"Saya mau ke Bali. Ada urusan penting, mendesak, serius dan harus disegerakan," jawab Saga sambil melirik cepat ke arah Reres yang memilih memalingkan wajah.

"Sama Reres?" tanya Haris lagi sambil menoleh ke arah Reres.

Pertanyaan itu mendapat anggukan kepala dari Saga. "Iya, tentu. Saya percayakan semua padamu." Saga kemudian berdiri, membawa dokumen-dokumen di tangannya, lalu menyerahkan pada sang tangan kanan.

"Saya bisa hubungi Bapak 'kan kalau ada sesuatu?"

Saga berjalan ke luar ruangan, diikuti Reres di samping Haris yang tampak benar-benar bingung. Sang CEO berkulit putih itu lalu menjawab pertanyaan orang kepercayaannya. "Enggak, saya enggak mau dihubungi seminggu ini."

"Loh, kalau direksi minta rapat tetap berjalan?" Haris bingung dengan kelakuan Saga yang kali ini benar-benar mendadak.

Langkah Saga terhenti, menatap Haris yang berjalan di belakangnya. "Saya akan hubungi mereka dalam perjalanan. Saya pastikan rapat hari kamis lusa batal."

"Tapi—"

Saga mendekat cepat, menutup bibir Haris dengan telunjuk kanannya. "Cukup, enough." Saga berucap dengan nada yang dibuat-buat dan itu membuat Reres terkekeh.

Saga melepaskan jarinya dari bibir Haris membuat pria itu mengusap bibirnya cepat. Reres berjalan mengikuti langkah Saga, kemudian menoleh dan melambaikan tangan sebagai perpisahan pada Haris yang tersenyum sambil ikut melambaikan tangan.

***

Reres dan Saga kini berada di hotel. Seperti biasa, Saga memesan president suite room. Reres ingin duduk di sofa sebelum Saga menarik dan mengajaknya ke dalam kamar.

"Gue di sini a—"

"Kita ke kamar," ajak Saga dengan nada serius.

Reres menurut, melangkahkan kaki dengan sedikit berat, membayangkan kejadian apa yang mungkin akan ia alami bersama Saga. Reres sering mendengar desahan-desahan setiap kali Saga sibuk bergumul di ranjang bersama para gadisnya. Namun, kali ini ia yang akan melakukan itu bersama Saga. Belum dimulai jantungnya sudah berdetak cepat, saat Saga menggandeng tangannya membawa ke dalam kamar.

"Duduk," ucap Saga, mempersilakan gadis tambun itu duduk di tempat tidur saat melihat Reres yang berdiri mematung.

Pria itu bahkan memperlakukan Reres dengan baik, merapikan koper milik bawahannya itu. Lalu kembali dengan membawa dua air mineral dingin, dia pun duduk di samping Reres.

"Jadi, gimana rencananya?" Saga bertanya, mungkin saja Reres telah memikirkan sesuatu untuk mereka berdua.

Pertanyaan itu membuat Reres terdiam. Apa yang harus ia rencanakan? Bukannya ia bodoh dan tak mengetahui bagaimana cara membuat bayi. Hanya saja secara pengalaman, ia sama sekali tak mengetahui. Semua sumber ilmu dan informasi berdasarkan artikel dan buku yang ia baca. Bergumul di ranjang? Pacaran atau disentuh pria lain saja ia sama sekali tak pernah merasakan itu. Hanya saja yang pernah ia peluk dan genggam tangannya bukan dengan perasaan cinta, melainkan hanya sebatas tugasnya.

"OK, kalau lo diem berarti memang enggak ada rencana. Kita istirahat, anggap aja hari bulan madu kita." Saga menoleh, menatap Reres kemudian. "Lo udah pernah ciuman?"

Gadis itu menggeleng. "Lo mau pesan makanan?"

"Aish, lupain peran lo sebagai baby sitter gue. Lo harus bersikap kaya Vinny atau Lauren. Supaya kita ada chemistry-nya."

"Gue mana bisa, sih, Ga?"

Saga lalu mengambil ponsel, membuka web untuk mencari sesuatu. Ia mengetikkan tulisan 'cara membangun chemistry antara suami istri'.

"Kenapa suami istri?" tanya Reres bingung.

"Kan, kita mau punya baby. Anggap aja kita suami istri biar terasa tanpa beban. Nih, ketemu satu, katanya bepergian ke tempat asing. Ini kita udah lakuin. Terus yang kedua gandengan tangan." Saga terhenti, lalu mengulurkan tangannya. Reres refleks menggandeng tangan Saga.

"Tapi, lo kan udah pengalaman sama cewek, Ga?" Reres buka suara. Ia berpikir bukankah Saga sudah berpengalaman, lalu mengapa ia bersusah payah untuk mencari segala hal yang dibutuhkan di internet?

Saga menatap Reres. "Masalahnya gue kan sama lo, bukan sama yang lain. Lo enggak ada rasa ke gue, gue juga enggak ada rasa ke lo. Kalau yang lain kan gue sama-sama punya ketertarikan dan memang mau saling memuaskan. Lo aja gue tanya ada rencana, malah diem. Lo sahabat gue, udah gue bilang mau treatment lo dengan baik."

"Gue enggak menarik, ya?" tanya Reres lagi.

"Buat gue, yang penting sarang buat burung gue. Udah diem," ketus Saga, lalu kembali membaca artikel di tangannya. "Poin ketiga nih, berciuman. Lo udah pernah ciuman?" tanya Saga, yang dijawab gelengan kepala oleh Reres.

"Kok bisa?! Lo, kan, udah 24 tahun?!"

"Ya, gimana, emang belum pernah."

"Kalau gitu sini gue cium."

"Yaudah, ini." Reres malah memajukan bibirnya dan membuat Saga tertawa.

"Diem aja. Liat gue, biar gue yang mulai."

Saga menatap Reres, mata keduanya bertaut. Gadis itu tak tahu apa yang terjadi, saat ini jantungnya berdebar kencang, napasnya tertahan saat pria di hadapannya memegang pinggang membuat darahnya berdesir perlahan. Ini pertama kali tubuhnya dipegang seorang pria. Tatapannya semakin fokus pada Saga yang bahkan belum bergerak mendekatkan wajah mereka. Reres tahan napas, saat itu Saga segera mencium bibir Reres. Perlahan lalu naik temponya seiring jantungnya yang seolah dipaksa berdetak semakin kencang. Tangan saga bergerak mengusap punggung Reres. Entah apa yang terjadi, tapi ia menikmati apa yang dilakukan pria di hadapannya.

Saga lalu melepaskan cumbuan, menatap Reres yang masih memejamkan mata. Ia tersenyum singkat, sudah banyak hal yang ia rencanakan di dalam kepala untuk memberi pengalaman luar biasa pada gadis itu.

🍄🍓🍄🍓
 


 

Ayo yang mau maki-maki Reres??😭😭
 


 

 

BAB 3.

 

 

Malam hari, Saga baru saja selesai mandi dan rebah dengan menggunakan handuk kimono. Keduanya baru saja selesai makan malam dan Saga meminta Reres mandi sebelum mereka memulai inti keberangkatan mereka ke Bali. Reres telah selesai mandi, ia juga hanya mengenakan handuk kimono. Gadis itu berjalan perlahan mendekati Saga, langkahnya terhenti saat Saga menunjuknya.

"Lo enggak pakai baju 'kan?"

Reres mengangguk. "Kata lo jangan pakai baju."

"Hehehe, good. Sini, sini, polos banget sih lo." Saga meminta Reres mendekat sambil menepuk-nepuk tempat tidur di sampingnya.

Reres mendekat, lalu duduk di samping Saga. Saga segera mengambil tangan Reres dan menggenggamnya. Saga memang selama ini tak merasa menyukai Reres, baginya gadis itu hanya sahabat terbaik dan juga penolong untuknya. Dan kali ini anggap saja sebagai sebuah ungkapan terima kasih karena Reres telah banyak membantu meski ia juga menikmati hal ini.

Saga duduk mendekat menyebabkan kedua kaki mereka saling menggesek. Kemudian pria itu dekati dan kecupi telinga Reres, membuat gadis itu sedikit menggelinjang. Tak pernah disentuh rasanya membuat Reres cepat larut dalam birahi yang selama ini sering kali muncul dan ia tahan. Sentuhan tangan Saga perlahan menjalar. Pria itu jelas bukan pemula dalam hal ini. Apa yang dilakukan membuat tangan lawannya keras mencengkram selimut.

Reres buka mata, napasnya berat. "Ga."

"Hm?" sahut pria itu lembut, tak ingin Reres menghentikan kegiatan, lalu menghapus napsunya yang mulai naik. Saga dengan cepat cium, kecup hingga gigit lembut bibir wanitanya. Perlahan tangan pria itu coba buka kimono yang dikenakan Reres. Namun, Reres menahan, ia masih takut.

"Sakit, kan, Ga?"

"Tapi enak," jawab Saga cepat.

"Aish, serius."

"Serius gue. Tanya aja Vinny sama Lauren kenapa mereka jerit-jerit kalau main sama gue. Lo mau punya baby enggak?"

Reres mengangguk.

"Kalau gitu diem, ikutin aja."

Perintah Saga lagi-lagi Reres hanya mengangguk. Saga mulai membuka penutup tubuh gadis itu, Reres coba tak menahan apa yang akan dilakukan Saga meski rasa malu merambat cepat membuat wajahnya memerah. Lamat-lamat Saga jalari, ciumi, kecup dan gigit penuh goda pada sisi-sisi tubuh Reres yang mulai menuntut lebih. Saga mengerti, yang terpenting adalah segalanya harus siap sebelum ia mulai permainan keduanya.

Yang dilakukan pria pucat itu, seketika darah Reres berdesir hebat hingga aliran darahnya seolah menjadi lancar membuat wajahnya bersemu. Gadis itu tak banyak mendominasi, hanya merasakan stimulus yang diberikan dan merangsang tubuhnya. Nadinya berlari, bibirnya melenguh dan mendesah, dadanya membusung, sampai ia rebah dan lelah oleh apa yang dilakukan pria yang kini mendominasi dirinya. Sebuah cengkraman keras pada selimut menjadi tanda betapa ia telah sampai pada akhir dari permainan pertamanya.

Saga puas Pria itu mengerti caranya berhenti dan kembali bergerak. Dinding dan langit-langit kamar yang bisu menjadi saksi betapa keduanya berpeluh, lalu berseru. Detik jam bahkan kini tak terdengar karena keduanya sama-sama meracau, larut dalam telaga nikmat yang mereka buat. Bunga mawar telah merekah dan dipetik oleh pemilik taman. Setelah puas dan tamat, keduanya rebah lalu lelap.

Malam dingin saat hujan datang seolah kembali meriuhkan suasana yang hening. Reres rebah dengan mata terpejam, rasanya ia sudah terlelap. Sementara Saga masih lelah, dadanya naik turun saat ia atur napas lalu melirik sahabatnya yang tertidur. Pria itu merapikan selimut yang berantakan, juga rambut Reres yang tutupi bulu mata lentiknya.

Saga sentuh dadanya yang berdebar. "Cuma temen," ucapnya, yakinkan diri sendiri bahwa tak ada rasa selain persahabatan meski pergumulan barusan.

***

Reres duduk di toilet, merasakan perih di bagian intimnya. "Saga sialan," umpatnya kesal.

Pasalnya, subuh tadi pria itu gagahi lagi Reres dengan alasan jika ingin cepat punya anak, mereka harus melakukan berkali-kali.

"Buruan keluar! Ini makanannya gue bawa ke kamar!" Saga berteriak dari luar, pagi ini. Ia tahu Reres tak bisa ke luar kamar. Waktu bangun tidur, gadis itu sudah mengeluh, merasa sakit.

"Sakit Saga!"

"Tapi enak 'kan?!"

"Kepalamu!" kesal Reres.

Tok tok tok.

Suara ketukan pintu terdengar, siapa lagi pelakunya jika bukan Saga yang kini berdiri di depan pintu sambil mengunyah kerupuk udang.

"Buka pintunya," perintah Saga.

"Enggak, gue malu!" Reres berteriak sambil memeluk erat kimono yang ia kenakan.

"Ngapain Malu? Gue udah lihat semua. Selulit lo juga, gue udah liat. Coba itu, lo buat kerannya jadi air hangat, lo siram pelan-pelan. Air hangat mengurangi rasa perih."

"Iya. Yaudah, lo ke tempat tidur aja sana."

"Oke, gue tunggu, ya. Kita sarapan, hm?"

Reres melakukan apa yang dikatakan Saga. Ia berjalan ke shower, lalu menyiram bagian tubuhnya yang perih dengan air hangat dan memang itu mengurangi perih yang ia rasakan. Setelahnya, ia berpakaian meski masih merasa sedikit tak nyaman. Kemudian Reres berjalan ke luar kamar mandi, mendekati Saga yang melirik sambil sibuk mengunyah buah jeruk. Reres duduk dengan rambut yang masih basah, mengenakan t-shirt putih dan jeans pendek. Sementara Saga juga mengenakan t-shirt putih dan celana pantai, sebuah kacamata hitam bertengger di atas kepalanya.

Saga memesan banyak makanan. Ia memberikan nasi goreng dengan telur mata sapi, mengambil putih telur yang kemudian ia letakkan di piring lain karena Reres tak menyukai putih telur. Reres memerhatikan, tumben dia dilayani seperti ini.

"Sarapan dulu. Hari ini kita jalan-jalan, terus nanti malam kita istirahat, dan besok kita mulai lagi. Karena semalam dan pagi tadi gue seneng, jadi gue akan berbuat baik untuk lo."

Reres mengangguk, lalu mulai menyantap sarapan pagi miliknya. "Ga, kalau ini enggak jadi baby, gimana?"

Saga menoleh dengan senyuman iseng. "Ya, kita ke Bali lagi. Lo udah ngerasain kan treatment Saga Majendra?"

Reres mendesis kesal dan memilih menghabiskan santapannya. Dalam hati, gadis bermata cokelat itu mengakui apa yang dilakukan malam dan pagi tadi menyenangkan. Namun, itu juga membuat ia ketakutan, mungkin ia akan ketagihan atau semacamnya. Ia pernah membaca sebuah artikel bahwa berhubungan intim bisa membuat seseorang ketagihan dan itu yang sedikit menjadi ketakutannya.

Ponsel Reres berdering, panggilan dari Haris. Ia segera menerima panggilan itu.

"Ya, Mas?"

"Ah, aku hubungi kamu dari tadi, Res," sahut Haris terdengar cemas.

"Maaf, aku lagi mandi, Mas. Kenapa?"

"Pak Saga ada di sana?"

Reres melirik pada Saga yang juga menatapnya penasaran. "Mas Haris," ucap Reres sambil memberikan ponsel miliknya.

"Hm, kenapa, Ris?"

"Pak, Mbak Vinny dari kemarin hubungin saya. Dia cari Bapak dan hari ini ke kan—"

"Kamu ke mana, sih, Beibh?" Kini yang terdengar adalah suara Vinny yang terdengar kesal.

"Ah, aku ada urusan. Kita ketemu seminggu lagi, ya, Sayang." Saga coba menenangkan kekasihnya yang manja itu.

"Oke, tapi …. " ucapan Vinny terputus, tapi Saga mengerti maksudnya.

"Hm, anything for you, Sayang. Udah, ya, aku lagi sibuk." Saga kemudian mematikan ponsel dan memberikan pada Reres. "Matiin aja, gue males diganggu. Seminggu ini khusus buat lo."

"Hm, oke." Reres menjawab malas.

"Bilang apa, Nona?"

Reres tersenyum tak ikhlas. "Terima kasih."

Setelah ini, entah pengalaman apa lagi yang akan diberikan Saga pada Reres? Dan apakah rencana mereka berhasil? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

🍄🍓🍄🍓🍄
.
.
.
Apakah akan jadi dalam satu kali?
 


 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Oh My CEO (bab 4-6) Free
91
2
BAB 4-6
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan