Free R-phille (Ibu Guru kesayangan) BAB 6-10

0
0
Deskripsi

R-phille (Ibu Guru kesayangan) BAB 6-10 Free 

Happy reading kakak πŸ’•β˜ΊοΈ

Kalau ada yang baca boleh minta komennya ya .. terima kasih πŸ€—

BAB 6

Reya kini berada di dapur keluarga Wang, rumah keluarga suaminya itu besar. Dengan detail minimalis yang di campur gaya tradisional Korea. Dapur mereka terlihat modern minimalis dengan nuansa putih dan abu-abu. Ia sendiri menyiapkan makan malam, sementara bibi pelayan rumah sibuk menyiapkan tatanan piring dan sendok di ruang makan.

Ibu mertuanya itu, masih cukup kolot dan  bagusnya ia memiliki menantu yang patuh. Ia masih memegang kuat tradisi bahwa menantu tertua yang harus menyiapkan makan malam jika ada berbagai acara. 

Di rumah ini hanya di huni kedua orang tua Jimin. Sementara, kedua anak laki-laki keluarga Park sudah menikah. Keduanya memilih meninggalkan rumah dan hidup bersama keluarga kecil mereka. Taehyung adik Jimin sudah menikah lebih dahulu bersama gadis pilihannya, Soogi. Soogi adalah sahabat Reya sejak sekolah menengah pertama. Keduanya kini telah dikaruniai seorang putri kecil bernama Soohyun yang  berusia dua tahun. Dan saat ini Soogi tengah mengandung anak keduanya.

Reya masih menyiapkan masakan untuk acara makan malam keluarga. Taehyung berjalan melintas, melihat kesibukan sahabatnya ia berjalan masuk ke dapur, lalu mengenakan epron, berniat membantu.

"Kau memasak sendiri?" tanyanya sambil berjalan mendekat.

"Kau sudah pulang?"

"Biar ku bantu." Kini pria itu berada di samping Reya. Menatap bahan-bahan yang ada di meja.

"Tak masalah, temani saja istrimu. Tadi ia mau membantu juga. Kalian tak akan bisa membantu. Nanti malah berantakan, aish."

"Biar kubantu," tawar pria itu lagi mendekati nampan berisi kentang yang belum terkupas kulitnya.

Reya menoleh, menghampiri sahabatnya yang baru saja akan memulai pekerjaannya, ia mengambil semua bahan yang ada di tangan Taehyung, meletakan di meja, lalu mendorong sahabatnya keluar.

"Temani, istrimu aku tak mau ia menunggumu karena bersamaku di sini."

"Aish, dia justru akan marah karena aku tak membantumu."

"Katakan saja aku melarang."

"Aih, keras kepala." Taehyung akhirnya berjalan meninggalkan Reya. Ia tau tak tega melihat sahabatnya mengerjakan semua sendiri. Namun, Reya begitu keras saat ia akan membantunya.

Menantu tertua keluarga Park itu mengerjakan dengan cepat. Memasak juga menata semuanya ke meja makan.

Tepat saat ia menyelesaikan persiapan makan malam, Jimin datang. Ia cemas berjalan menghampiri Reya ke dapur. Keduanya saling tatap dalam senyum.

Belum sempat ia melangkahkan kaki lebih jauh, nyonya Wang Jirae memanggilnya, "kau sudah datang anakku?"

"Nde, eomma," jawab Jimin lalu berjalan mendekati sang ibu.

"Duduklah, di ruang makan. Semuanya sudah siap."

"Aku akan-"

"Lekas." Nyonya Wang memotong

Jimin berjalan dengan sedikit enggan. Di meja makan telah ada tuan Park duduk bersama Taehyung dan Soogi. Jimin duduk di samping Taehyung.

"Mana Reya?"

"Aku baru tiba ibu memintaku segera ke sini."

"Mana menantuku?" tanya Tuan Wang Taegon.

"Aku di sini ayah," Sahut Reya berjalan masuk ke ruang makan setelah semua selesai.

Ia duduk di sebelah Jimin, pria itu menatap dengan iba. Ia tau jika Reya tak bisa terlalu kelelahan. Ia menggenggam tangan Reya, yang dibalas dengan senyuman oleh sang istri, mengisyaratkan jika ia baik-baik saja. Nyonya Wang tiba dan duduk dengan sikap anggunnya. Ia tak pernah lupa bagaimana caranya berdiri, langkah dengan bahu tegap. Baginya, itu adalah sikap wajib bagi wanita dengan kasta sosial tinggi.

Makan malam di mulai dengan Wang Jirae, yang mengambil nasi untuk suaminya. Tak ada hari spesial hanya saja memang  Tuan Wang ingin agar keluarga lebih sering berkumpul.

"Soo tak ikut?" tanya Jirae.

"Ia sedikit demam, jadi kami meninggalkan di rumah," jawab Soogi.

"Kalian harus menjaganya dengan baik. Dan berlaku adil meski ia telah memiliki adik nanti." Taegon menasihati ia tak ingin cucunya itu kehilangan perhatian.

"Baik ayah," sahut Taehyung dan Soogi bersama.

"Reya," panggil ibu mertuanya.

"Nde?"

"Kau sudah memeriksakan rahimmu?"

Pertanyaan itu sukses membuat semua menatap Reya, Taehyung dan Soogi pun sempat melirik tak enak. Ini membuat suasana tak nyaman.

"Eomβ€”" Baru saja Jimin akan menjawab pertanyaan ibunya, Reya menggenggam tangan suaminya. Ia tak ingin menjadi alasan untuk keduanya bertengkar.

"Baik, kami akan melakukan pemeriksaan lagi," jawab Reya.

"Kalian sudah terlalu lam-"

"Bagaimana bisnis ayahmu?" tanya Tuan Wang memotong ucapan sang istri, terlihat ia juga tak merasa nyaman dengan pembicaraan ini.

"Baik, belakangan permintaan dari luar untuk kain meningkat," jawab Reya, menjabarkan perkembangan bisnis ayah tirinya.

Seperti itu hari di lalui Reya, sang ibu mertua menuntut datangnya cucu dengan cepat. Beberapa bulan sebelum, wanita itu juga sudah memeriksa kesuburannya. Semua baik, hanya saja butuh waktu.

β˜…β˜…β˜…
 


 

Jalan malam yang mulai lengan, waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Si pucat baru saja kembali dari pekerjaannya. Ia ingin sekali melepas lelah dengan beristirahat di rumah. Tak mewah, tapi, bisa membuat ia betah. Melewati, gang kecil dan gelap yang sepi. Seraya, mengisap rokok di tangan ia harap itu bisa menghangatkan tubuh. 
 


Langkahnya terhenti saat ia melihat tiga orang yang familier berdiri di depan pintu rumahnya.

"Sialan," desisnya pelan.

Ia berjalan cepat menjauh, lalu berhenti dan merebahkan tubuh ke tembok jalan. Mengambil ponsel adalah hal yang ia lakukan, selanjutnya menghubungi sang ayah.

"Yeoboseyo?"

"Jangan pulang, penagih hutang itu ada di depan rumah. Seperti biasa."

"Bukankah aku meminta mereka kembali seminggu lagi?"

"Entahlah, jangan lupa aku menunggumu di tempat biasa."

Yoongi kemudian berjalan cepat  tempat itu. Ia telah terbiasa dengan situasi ini. Sehingga apa yang tejadi pun telah ia kuasai situasinya.

β˜…β˜…β˜…
 


 

Reya dan Jimin berada di kamar, ia menunjukkan sebuah obat pada Jimin.
 


"Jangan gunakan itu, kau tau aku tak bisa menahannya nanti kau akan kelelahan."

"Ayolah, kita gunakan ini, aku sehat; kau sehat. Mungkin permainan kita kurang panas hingga belum memiliki anak."

Reya lalu meletakan obat itu di tangan Jimin. Setelahnya berlari keluar kamar, sementara yang ditinggal menggelengkan kepala. Jimin tau, tak akan baik untuk Reya jika meminum obat itu. Reaksinya memang luar biasa untuknya. Reya akan kelelahan, dan ia tak suka jika istrinya itu sakit.

Sementara Reya berjalan masuk ke kamar Jungkook, ia mengeluarkan dompet miliknya lalu mengambil beberapa lembar uang. Sang adik menatap dengan penasaran saat Reya kemudian menyerahkan uang itu padanya.

"Untuk apa ini?"

"Tidurlah, di sauna."

Jungkook mengangguk, dengan wajah kesal. "Lakukan saja, aku tak akan mendengar."

"Tidak, aku tak bebas berteriak jika kau ada di sini."

"Apa harus berteriak? Mendesah saja pelan kau tidak sedang konser 'kan?"

"Tidak, tidak, kau harus ke sauna."

"Kau tega sekali." Jungkook kesal ia lalu berdiri, mengambil ponsel dan dompet miliknya. "Berikan lagi," pintanya saat mengambil uang dari tangan Reya.

"Itu sudah banyak."

"Lagi, atau aku tak akan pergi dari sini!" ancaman Jungkook membuat Reya menciut.

Ia lalu mengambil uang dari tangan sang kakak. "Aku harap kepergianku kali ini menghasilkan sesuatu."

Reya mendorong Jungkook, keduanya berjalan keluar. Ia bahkan mengantar kepergian Jungkook hingga sang adik tak terlihat menghilang masuk ke dalam lift. Reya menunggu beberapa saat memastikan jika jungkook tak kembali lagi.

Baru saja akan berjalan masuk, tapi ia mengurungkan niat. Wanita itu kembali ke pintu dan merubah kode pintunya.

"Aku akan kembalikan besok."

Ia berlari ke dapur, mengambil obat miliknya khusus untuk perempuan. Ia hanya meminum seperempat bagian. Karena tak bisa minum terlalu banyak. Ia berlari kecil ke kamar, melihat Jimin yang masih duduk. Ia duduk di samping suaminya.

"Sudah minum?"

Jimin mengangguk, dengan napas terengah. "Kenapa lama sekali?" Bahkan suaranya serak dengan deru napas yang berat.

.
.
***
 

BAB 7

Jungkook melangkah dengan malas ke dalam sauna. Ia duduk seraya memegangi jus lemon dingin dengan telur rebus dan menyampirkan handuk di pundak. Terus saja menggerutu sejak ia diusir hampir tiga puluh menit yang lalu.

Ruangan khas pemandiannya umum, nuansa yang didominasi kayu, cukup banyak yang tidur atau mengobrol malam ini. Tetranya melihat sekitar seraya menikmati minuman di tangan. Pemandian umum layaknya sekolah taman kanak-kanak. Di mana semua memakai setelan kaos yang sama. Itu menurut Jungkook, yang terus saja menggeleng. Meruntuki sang kakak yang tega membuatnya tidur di sini malam ini. Tatapannya, terpaku saat ia melihat seseorang yang ia kenal. Berlari kecil, menghampiri seseorang berkulit putih yang sedang duduk bersandar dan memejamkan mata.

"Hyeong?" Sapanya.
(Abang)

Yang disapa diam, tak bereaksi sama sekali. Memilih cuek seolah tak melihat atau mendengar suara sapaan barusan.  Sementara si pemilik gigi kelinci itu tak mau menyerah. Jarinya mencolek si pemilik marga Lim. Yoongi melirik kesal sekilas, lalu kembali memejamkan mata.

"Apa kau diusir juga?"

Tak ada jawaban, tapi Jungkook terus saja berbicara pada si manusia es di sampingnya.

"Kakakku, tega sekali demi menghasilkan keturunan aku diusir. Ckckkck, tentu ini semua karena ibu mertua yang selalu menekannya." Jungkook merubah posisi, ia duduk dan mengarahkan tatapan pada Yoongi meski diabaikan. "Lagi pula apa baiknya punya anak? Mereka merepotkan mereka hanya akan menangis, dan buang air besar."

Seseorang datang menghampiri, pria dengan badan tegap dan lesung pipi. Membawa minuman dan beberapa kudapan.

"Kau teman anakku?" Tanyanya lalu duduk di samping Yoongi.

"Aah, nde .., aku adik kelasnya." Jungkook membungkuk memberi hormat sekaligus salam perkenalan.

"Aku tak mengenalnya," sahut  Yoongi, ia kini duduk dan membuka mata. Lalu mengambil teh dingin yang dibawa sang ayah lalu dengan segera meneguknya.

"Tapi, aku mengenalmu Hyeong," tutur Jungkook seolah tak terima dengan ucapan Yoongi barusan

"Pergilah kau menggangu sekali."

Namjoon terkekeh melihat kelakuan dua remaja di hadapannya. Ia juga senang, mengetahui jika anaknya mempunyai teman. Setidaknya, ada yang menganggap Yoongi teman. Namjoon khawatir dengan sikap dingin dan cuek Yoongi selama ini akan, membuat ia tak bisa berteman.

Kenyataannya memang seperti itu tapi, Jungkook berbeda ia tau bagaimana sebenarnya Yoongi. Kejadian masa lalu membuat ia menjadi pengekor seorang Lim Yoongi.

"Paman, aku boleh ikut beristirahat di sini?" Tanya Jungkook sumringah.

"Nde."

"Ayah, biarkan dia pergi."

"Paman ...," Jungkook merengek dengan tatapan memohon yang manis. Ia benar-benar tak bisa ditolak.

"Tidur saja di sini." Namjoon mempersilahkan.

"Yes!" Si pemilik gigi kelinci itu bersorak pelan dan segera rebah di samping Yoongi.

β˜…β˜…β˜…
 

Sinar matahari telah masuk melalui celah jendela di kamar Reya dan Jimin. Keduanya, masih terlelap akibat kegiatan tak berkesudahan semalam. Sepasang suami istri itu masih berada di bawah selimut. Tak lama, sang suami mulai bergerak dari balik selimut bernuansa abu-abu. Mengusap mata lalu berusaha menyadarkan diri. Ia segera menatap Reya yang masih tertidur, lalu mengecek suhu tubuh sang istri. Mendapati Reya demam ia berdecak kesal sedikit menyesali hal yang ia lakukan semalam. Harusnya lakukan seperti biasa tak perlu dengan obat.  

Jimin duduk memakai kimono yang berada di samping bantal. Bangkit dan berjalan untuk segera mengatur suhu di kamar. Setelahnya berjalan keluar sambil membawa ponsel di tangan, ia segera ke dapur menegak jus dari kulkas.

Ia menghubungi seseorang, tak lama sampai panggilan itu diangkat.

"Yeoboseyo, ada apa Jimin aa?"

β€œIbu, bisakah esok saat kami datang tak terus membahas keturunan?”

β€œApa istrimu mengeluh?”

"Ia tak mengeluh, bulan lalu kami sudah memeriksakan semua. Kami sehat, hanya butuh waktu lebih."

Nyonya Park terdengar menghela napas, "Taehyung, bisa memberikan anak. Dan kau harus memberikan anak laki-laki untukku. Apa salah aku meminta cucu dari mantuku?"

"Ibu, kau tak bisa menyamakan semua orang. Reya selalu, berusaha membahagiakan kalian. Tapi, kauβ€”"

Ucapan Jimin terhenti saat  Reya kini berada di hadapannya. Menatapnya dengan kesal lalu mengambil ponsel milik Jimin.

"Maafkan Jimin Bu, aku akan melakukan pemeriksaan seperti yang Ibu katakan kemarin."

"Aku akan atur jadwalnya. Mengapa kau membuat anakku membangkang sekarang?"

"Maafkan aku."

Nyonya Park menutup panggilan, Reya melihat Jimin yang terdiam marah. Reya tau, jika ini juga mengganggu suaminya itu. Hanya saja ia memang tak ingin mengecewakan sang mertua. 

"Istirahatlah, aku buatkan bubur." Jimin menarik tangan Reya dan bergerak memeluk lalu mengecup kening sang istri.

"Jangan marah pada ibumu."

"Aku tak marah, hanya tak suka ia menekanmu seperti itu." 

Reya melepaskan pelukan di antara dirinya dan Jimin. Tatapannya kini menatap sang suami, sejujurnya ia senang jika Jimin tak mempermasalahkan keturunan, hanya saja memang ia juga terasa ada yang kurang. 

Perihal ibu mertuanya, buka ia tak ingin membela diri. Hanya, dari awal beliau sedikit menentang keduanya menikah meskipun ia telah mengenal Reya sejak lama. Latar belakang kehidupan keluarga wanita itu dinilai tak baik. Hanya lantaran, ayahnya pemabuk tak segan memukuli anak perempuan satu-satunya. Lalu ibunya Park Jung-ah dinilai sebagai penarik hati pengusaha kaya yang saat ini menjadi ayah tirinya.

Padahal kenyataannya tak seperti itu. Jung-ah sama sekali tak menggoda  Siwon. Pria itu jatuh cinta melihat Jung-ah yang bekerja dengan rajin dikedai kopi dekat kantornya. Tanpa sadar memerhatikan dan jatuh cinta. Cerita mereka manis layaknya drama. Reya saat itu telah berusia 7 tahun, ia tahu betul bagaimana ayah tirinya berusaha untuk meyakinkan sang ibu untuk menikah dengannya. Lalu mereka menikah karena kesalahan yang terjadi. Entah bagaimana, tapi Jungkook  lahir setelah dua bulan pernikahan keduanya. 

Reya menatap Jimin yang mulai melunak. "Aku buatkan sarapan."

Pemilik mata sayu itu mendorong sang istri untuk kembali ke kamar, " istirahat, kau demam."

"Jiminnie."

"Aku bilang istirahat, akan kubuatkan bubur untukmu.

"Aaahh, Jimin aku semakin mencintaimu." Wanita itu bersikap manja membuat sang suami tersenyum malu sendiri.
 


 

β˜…β˜…β˜…
 

Namjoon dan Yoongi saat ini sedang makan di luar. Jarang sekali bisa bersama seperti ini karena biasanya sibuk mencari uang untuk melunasi hutang. 

Sup iga sapi menjadi pilihan, iga sapi yang direbus dengan bumbu sederhana. Membuat kuah kaya rasa yang menyehatkan. Enak disantap dengan kimchi labu dan nasi. 

Yoongi telah meletakan nasi dan kimchi di mangkuk miliknya. Setelahnya, menyantap dengan lahap sarapan pagi bersama sang ayah.  Namjoon memperhatikan, lalu mengacak rambut anak lelakinya.

"Bersikap baik pada temanmu."

"Dia bukan temanku," jawab Yoongi sambil terus menyantap sarapannya.

"Tapi, dia mengenalmu."

"Aku memang terkenal, aish."

"Aku sungguh-sungguh, setidaknya dia baik dan ingin menjadi temanmu. Aku sedih tiap kali memikirkan kau, mungkin saja tak mempunyai teman karena sikap dinginmu."

Yoongi mengalihkan pandangan ke jendela restoran. Hari pagi yang ramai dan cerah. ia tersenyum terkekeh kecil mendengar penuturan sang ayah. "Aku rasa itu lebih baik. Punya Teman tak selamanya menyenangkan." Gumamnya pelan.

Namjoon menghela napas, ia merasa bersalah dengan semua yang terjadi dalam hidup anak laki-lakinya.
 

β˜…β˜…β˜…

 

BAB 8

Reya melangkah di lorong sekolah. Ia tak bisa mengambil cuti meski tak enak badan. Merasa dirinya baru saja masuk sekolah, sepertinya tak elok baginya. 
 


 

Tadi pagi Jimmy telah melarangnya. Namun, wanita itu memaksa dan berjanji akan baik-baik saja. Viagra apapun tak baik untuknya. Kondisi tubuhnya baik, hanya saja  membuat ia seperti kehabisan energi, lalu lemas selama beberapa hari. 
 


 

Sang guru melangkah menyapa mendapat sapaan dari para murid yang ia jawab dengan ramah, tersenyum meski menahan tubuh yang lemas. Dari jauh Jeongu memerhatikan sang kakak. Meskipun mereka sering bertengkar ia cukup perhatian pada kakak perempuannya.  Anak itu sebenarnya kesal tapi, ia memilih diam dan melangkah ke kelas. 
 


 

Masuk ke ruang kerjan, Reya duduk lalu menelungkupkan wajah di atas meja, ia merass lelah. Melihat rekannya lemas Seojin melirik dari balik meja kerjanya.
 


 

"Guru Wang anda baik-baik saja?" tanyanya khawatir.
 


 

Reya mengangkat wajah, menatap Seojin dengan senyuman yang dipaksakan. "Aku baik-baik saja Pak Seo." 
 


 

Iya"Kelas 12 A, kelas pertamamu 'kan?" 
 


 

Reya mengangguk, ia baru ingat jika itua adalah kelas Lim Yoongi, akan menjadi jadwal di jam pertama hari ini. Seon juga mengangguk, lalu membuka sebuah map di hadapannya. 
 


 

"Guru Wang, kau tau Guru Song wali kelas 12 A mengalami kecelakaan Sabtu lalu?"
 


 

"Nde?" tanya Reya terkejut jelas sekali  ia tak tau sama sekali mengenai kabar itu. 
 


 

"Kita akan ada rapat sebentar."
 


 

"Bersama tim lain?"
 


 

"Iya."  Seojin lalu menatap jam di tangannya. "Lima menit lagi, kajja."
 


 

Guru Seojin berdiri lalu berjalan keluar, sementara Reya membawa buku-bukunya terlebih dahulu lalu mengikuti dari belakang  berjalan dengan cepat ke ruang kepala sekolah yang berada di lantai dua. Kelas sudah dimulai, beberapa guru terlihat sudah mengajar. Berarti tak semua mengikuti rapat. Keduanya lalu masuk membungkuk memberi hormat setelah, melihat ada beberapa guru senior, kepala sekolah dan beberapa guru lain. Reya dan Seojin segera duduk di kursi yang masih kosong. 
 


 

"Kita tak akan lama." Kepala sekolah Jinyoung membuka rapat darurat ini. "Guru Song kecelakaan, dia wali kelas 12 A tentu kalian tau, kalau kelas yang berada di tingkat akhir menjadi prioritas utama."
 


 

"Jadi, siapa yang akan menggantikan?" tanya salah seorang guru. Ia adalah Hyerim guru bahasa Inggris tingkat 10.
 


 

Kepala sekolah dan beberapa yang lain berdiskusi sementara Reya hanya terdiam ia tak tau banyak apa yang harus ia bicarakan.
 


 

"Guru Wang," panggil Kepala Sekolah.
 


 

"Nde?" 
 


 

"Kau mampu bertahan kan? Menggantikan guru Song hingga ia pulih?" tanya kepala sekolah diikuti anggukan yang lain.
 


 

"Saya?" Reya bertanya bingung, bagaimana bisa? ia hanya seorang guru sementara. "Tapi?"
 


 

"Yang terpenting hanya kau harus dengan baik mengisi data penilaian murid, juga mengamati mereka di kelas untuk memilah berdasarkan kemampuan akademik." Kepala sekolah menjelaskan tugas yang mungkin akan di jalankan Reya. 
 


 

"Maksudku .., banyak guru yang berpengalaman." Reya tak percaya diri, memilah tugas murid adalah tanggung jawab besar. Itu akan di jadikan salah satu rujukan untuk masuk universitas. 
 


 

"Hanya dua sampai tiga bulan, aku tak yakin karena kecelakaan yang ia alami cukup parah." Wakil kepala sekolah Dongjun buka suara. 
 


 

"Tak banyak yang punya waktu saat ini, karena semua telah mengemban tugas rangkap. Hanya kau guru yang bisa melakukan itu, di tim komite dan senior semua telah merangkap tugas." Hyerim menjelaskan, dengan sedikit memohon. Terlihat ia juga enggan melakukannya. 
 


 

Reya melirik Seojin lalu Heosok, keduanya mengangguk meyakinkan jika ia harus melakukannya. Heosok bahkan menunjukkan kepalan tangan, sebagai bentuk menyemangati.
 


 

"Baik."
 


 

"Baik, rapat selesai. Kalian bisa mengajar sekarang." Begitulah rapat itu diakhiri kepala sekolah. 
 


Setelahnya beberapa kali wanita itu menghela napas. Sejujurnya, ia merasa tak mampu. Menjadi wali kelas? Meski hanya beberapa bulan tetap saja. Ada tanggung jawab besar yang harus ia emban. Apalagi waktu yang akan dia habiskan di sekolah ini mungkin tak lama hanya delapan bulan.

Memasuki kelas, yang kini menjadi tanggung jawabnya. Yang harus ia lakukan kini, memberitahukan tentang kecelakaan Guru Song lalu memberi kabar bahwa ia yang akan menggantikan posisi itu sementara waktu.

"Selamat pagi."

Selamat pagi Seonsaengnim.

"Aku akan memberi tahu, jika guru Song mengalami kecelakaan."

Berita pertama membuat beberapa murid saling menatap dan sedikit berdesas-desus.

"Untuk sementara aku yang akan menggantikan posisi beliau. Mohon bantuannya." Tak berlama-lama, Reya segera mengambil spidol dan mulai menuliskan sebuah kata.

"Lukisan," ucapnya lalu menatap murid-murid. "Tak lengkap membahas budaya dan seni jika tidak membahas lukisan. Sebutkan tiga yang paling populer di masa tiga kerajaan?"

lukisan-lukisan dinding Goguryeo!

Ubin-ubin lanskap Baekje dan Lukisan Kuda Terbang dari Kerajaan Silla!

Teriak semua  bersamaan, Reya mengangguk senang karena cukup banyak di kelas ini yang masih mengingatnya. Ia menjelaskan seraya berjalan  di sisi muridnya.

"Lukisan tentang ajaran Buddha paling banyak pada masa?" tanyanya lalu menunjuk salah satu murid.

"Goryeo?"

"Yap, benar."

lukisan agama Budha mencapai puncaknya pada masa Dinasti Goryeo. Dalam periode ini, bermacam jenis lukisan dibuat. Lukisan-lukisan dari periode ini yang masih ada sampai sekarang terutama lukisan-lukisan agama Budha dari abad ke-13 dan 14.

Reya melanjutkan penjelasan, di sudut belakang tampak tak memerhatikan dan sibuk menatap keluar. Ia menatap sang murid lalu berjalan menghampiri.

"Lim Yoongi, apa yang menjadi salah satu alasan lukisan mulai berkembang di jaman joseon?"

Ia menatap Reya, lalu menggeleng dan mengangkat bahunya.

"Baik sekali, aku tunggu kau di meja kerjaku istirahat nanti." ia berujar lalu tersenyum dan kembali berjalan ke depan kelas.

β˜…β˜…β˜…
 

Reya berjalan menuju ruang guru, diiringi sapaan beberapa siswa. Sudahnjam istirahat, ia baru saja selesai mengajar sesi kelasnya. Sedikit bergegas karena ia memanggil Yoongi tadi. 

Sampai di depan pintu, ia bisa melihat siswa berkulit putih itu berdiri di depan meja kerjanya. Reya bergegas, ia meletakan buku-buku miliknya. Lalu duduk di kursi, ia mengeluarkan toples berisi coklat lalu memberikan salah satu cokelat pada sang murid.

Yoongi menerima, tanpa perubahan raut wajah  bahkan tak berterima kasih.

"Aku tau mata pelajaran yang aku berikan mungkin, tak berarti bagimu. Namun, karena kau adalah tanggung jawabku saat ini. Bekerja samalah sedikit, aku yang akan memeriksa laporan muridmu mulai sekarang."

"Aku tak akan masuk universitas, anda tak perlu repot-repot." Ia menjawab, dingin dan ketus. Jelas sekali tak peduli dengan penilaiannya.

Reya menatap sang murid yang kini mengendarkan pandangan tak ada atensi pada pembicaraan mereka. "Sekalipun, tak masuk universitas. Kau tak ingin nilaimu baik?"

"Aku hanya ingin sekolah segera berakhir."

Wanita itu menghela napas. "Aku akan bicara lagi denganmu setelah melihat catatan siswa. Hanya kau yang tidak datang dan minta perbaikan untuk catatan siswaku."

Yoongi mengangguk, lalu berjalan keluar. Dalam perjalanan, ia mengeluarkan cokelat pemberian Reya. Lalu membuangnya ke tempat sampah. 

"Aku tak suka makanan manis," gumamnya. 

Sementara Reya segera meminum vitamin yang ia bawa. Sungguh rasanya ia ingin rebah saja karena tubuhnya yang lemas. Tapi, waktu mengajar masih cukup lama sekitar 6 jam lagi sampai benar-benar berakhir. 
 

β˜…β˜…β˜…

Suasana jalan sudah gelap, lalu lintas cukup sibuk karena ini adalah waktu pulang sekolah dan pulang kerja. Yoongi berjalan dengan lembar menikmati tiap ritme musik yang tak mengalun di telinga.  Hanya menggunakan earphone, tanpa musik yang menyala. 

Melewati gang gelap, ia mendengar suara riuh. Ia terhenti lalu berjalan masuk, melihat seorang gadis dengan seragam yang ia kenali sebagai seragam sekolahnya dihadang dua siswa laki-laki.

"Mesum." Ia berujar keras, membuat keduanya menatap bersamaan. 

"Pergi jika kau ingin selamat."

Gadis itu berlari pergi melihat pengganggunya lengah. Tapi ditahan salah satunya, parahnya ia memukul gadis itu. Sebenarnya, ia ingin pergi saja.

"Terserah kalian," kata Yoongi lalu membalik tubuhnya, dan hendak bergerak pergi meninggalkan gadis itu.

"Yak tolong aku!" teriak sang gadis.
 

β˜…β˜…β˜…
.

BAB 9 

Reya melangkah di lorong apartemen. Menjadi wali kelas pengganti membuatnya pulang lebih larut karena harus mempelajari catatan siswa kelas 12 A. Belum sampai ke apartemennya, ponsel wanita itu berdering. Ia segera mengambil ponsel di tasnya, memperhatikan nomer si pemanggil yang tak dikenalnya.

"Yeoboseyo?"

β˜…β˜…β˜…

Dan di sini ia sekarang, kepolisian distrik 9 tempat tak jauh dari sekolahnya. Duduk di antara Jungkook dan Yoongi sementara siswi lain duduk si tempat lain tak jauh dari sana.

"Mereka berdua diketahui mengganggu gadis itu."

Wanita itu menoleh menatap kedua orang di sampingnya, rasanya ia ingin memukul sang adik. Namun, ia tahan baik-baik emosinya. 

Reya menatap siswi itu ia menunduk. Entahlah, tapi, ia merasa jika gadis itu menutupi sesuatu. 

β€œMaaf Pak, bisa saya bicara dengan siswi itu? Saya kebetulan adalah salah satu guru di sekolah ketiga anak ini.”


"Silahkan," jawab seorang polisi, usianya sekitar 45 tahunan dengan kumis tebal dan sibuk menggigit batang kayu kecil di bibirnya. 

Reya berjalan mendekat dan duduk menghampiri, "siapa namamu?" 

"Micha, Seonsaengnim." Micha menjawab.

"Aku guru di Hainan, mengajar di tingkat 12. Aku tak tau yang terjadi sebenarnya. Tapi .., Apa benar kedua anak itu yang melakukannya?" tanya Reya seraya menunjuk Jungkook dan Yoongi.

Gadis itu diam. "Sebenarnyaβ€”" Ia menatap kedua siswa yang duduk dengan pose berbeda itu bergantian.
 

Yoongi hanya duduk tenang ia acuh seolah tak peduli dengan apa yang terjadi. Sementara yang lain terlihat gelisah, jungkook tak bisa membayangkan apa yang mungkin di lakukan sang ayah padanya jika tau apa yang ia lakukan. 

Reya menatap, mencoba membaca situasinya. Ia lalu membelai, rambut gadis di hadapannya itu. "Baiklah,kalau memang ia melakukannya. Aku tak akan memaksamu bicara. Jungkook itu adikku, akan kupastikan ia mendapat hukumannya."

Wanita itu lalu berdiri, tapi langkahnya terhenti saat Micha memegangi ujung kemejanya. Ia memberanikan diri berbicara dengan polisi penjaga. 

Menceritakan semua detail kejadian, dan mengatakan jika ia tak mengetahui siapa sebenarnya yang menggangunya. Meski ia terus  mengatakan tak dapat memberitahu bagaimana wajah sang pelaku karena ia tak melihat jelas dalam gelap.

Semua selesai saat Reya menjadikan dirinya penjamin dari kedua siswa yang duduk di kursi itu. Jungkook berteriak bahagia memeluk sang kakak dengan senang.

"Kakak! kau memang yang terbaik."

"Akan aku beritahu Ayah, jika kau benar melakukan kebodohan ini!"  ancam Reya.

"Tangkap saja aku," ucap Yoongi membuat Reya dan jungkook menoleh.

"Tangβ€”"

Reya melirik Jungkook yang dengan segera tanggap arti lirikan mata kakak perempuannya. Ia membekap mulut Yoongi lalu membawanya keluar kantor polisi. Reya mengikuti Jungkook yang telah menarik Yoongi dengan paksa. Reya melirik ke arah Micha yang terdiam. 

"Ayo pulang bersama," ajaknya lalu berjalan menghampiri dan menggandeng tangan gadis berambut pendek itu. 

Mereka masuk ke dalam mobil Reya. Micha duduk di depan bersama Reya, sementara Jungkook dan Yoongi ada di belakang. 

"Kalian sudah makan?" 

"Beluumm!!" jawab jungkook. 

"Biarkan aku turun," pinta Yoongi, Jungkook menahan si pucat dan mobil melesat. 

Reya terkekeh melihat kelakuan kedua orang di kursi penumpang. Sementara Micha terdiam, karena sejujurnya ia merasa bersalah pada Jungkook dan Yoongi. 

Tak segera mengantar pulang, Reya mampir ke restoran ayam goreng dekat kepolisian. Membiarkan ketiga muridnya makan dengan lahap. Yoongi yang tadinya terlihat enggan juga ikut menyantap. Ia lapar pulang sekolah tak bisa segera makan malam, malah tertahan di kepolisian. 

"Lim Yoongi, di mana rumahmu?" 

"Anda antar saja ke minimarket, saya ada pekerjaan di sana."

"Baiklah," Reya lalu menatap Micha. "Kau?"

"Apartemen Vic, Eunpyeong."

Reya dan jungkook saling menatap. "Benarkah?" 

"Kita satu gedung!" seru Jungkook dengan mulut penuh ayam goreng.

"Nde?!" Micha tersentak.

Yoongi menatap dalam diam, ia belum pernah berada dalam situasi riuh seperti ini. Dimana orang akan banyak berekspresi. Ia melirik Reya yang sejak tadi terlihat akrab dengan Jungkook. Meski keduanya banyak beradu pendapat tapi ia merasa hangat melihat pertengkaran kakak beradik itu. Ia hanya menghela napas, lalu Menyantap ayam goreng di tangannya. 
 


 

β˜…β˜…β˜…
 

Malam ini Lim Yoongi menjaga minimarket,
. Ia diam sejak tadi, ada perasaan iri melihat keakraban Reya dan jungkook. Sejak kecil hidupnya dipenuhi hal-hal yang menyedihkan menurutnya. Melarikan diri dari hutang, ditahan penagih hutang, hidupnya ia habiskan berdua dengan sang ayah. Dulu ia sempat berteman lalu beberapa lama, ia harus pindah sekolah dan kembali kehilangan teman. Baginya, Itu menyakitkan harus kembali mengenal orang baru. Lalu melupakan selalu menjadi proses yang berulang. 

"Apa yang aku pikirkan i?" gumamnya. 
 


 

β˜…

Sementara Reya duduk di kamar Jungkook, ia masih tak mengerti sebenarnya apa yang terjadi. 

"Mengapa kau bisa bersama  Yoongi?"

"Aku lewat, saat ia ingin membantu gadis itu. Ia tadinya, akan melarikan diri tapi aku menarik dan memintanya menolong.  Kak, dia orang baik."

Jungkook menatap sang kakak serius. "Kau tau saat kita masih tinggal di Ulsan? Aku pingsan saat sekolah menengah? Ia yang menolongku. Kakak kelasku, dia Yoongi Sunbae, bayangkan jika aku tak ia bawa ke rumah sakit?"

"Kau pingsan bagaimana bisa mengingat?"

"Aku tersadar saat di rumah sakit. Ia menemani sampai ibu datang. Ketika aku sembuh, aku mencarinya dan aku tau ia sudah pindah ke Seoul. Sejujurnya, aku tak menyangka akan kembali bertemu dengannya."

Reya merebahkan tubuh di kasur sang adik. "Aku harus berbuat baik padanya karena berhutang budi ia telah menyelamatkanmu."

"Aku rasa ia terlalu misterius," ujar Jungkook sedih. "Aku banyak mencari tahu tentangnya. Ia bahkan tak punya teman yang tahu alamat rumahnya."

"Kau bisa menjadi temannya," saran sang kakak yang mulai terpejam karena mengantuk. 

Jungkook membiarkan sang kakak tertidur. Ia lalu keluar kamar dan menonton televisi. Saat itu Jimin datang, sambil melepas dasi yang dikenakan ia mengusap kepala Jungkook.

"Mana kakakmu?"

"Tertidur di kamarku."

Tak segera masuk kamar, ia melangkah ke kamar adik iparnya. Pria itu tersenyum melihat sang isteri yang terlelap. Perlahan mendekat ke lalu membopongnya.

"Astaga kenapa kau jadi berat sekali."

Sedikit terbangun, Reya  lalu memukul bahu sang suami. "Menyebalkan."

Jimin terkekeh, lalu membawanya ke kamar, merebahkannya dan menyelimuti wanita yang ia cintai. Ia mengecup kening Reya lalu kembali berjalan keluar untuk membersihkan diri.

"Hyung, nuna sakit seharian." Jungkook berucap dengan sedikit kesal.

"Aku tau, maafkan aku."

"Bisakah, ibumu tak berlaku seperti itu pada kakakku?" Jungkook memang paling tak bisa menahan laju ucapannya. Dan ia jengah sebenarnya, meski sang kakak tak memberitahu. Ia mengerti semua duduk perkara rumah tangga diantara sang kakak dan ibu mertuanya.

"Tenang, aku akan menjaga ia baik-baik." Jimin tersenyum menenangkan, jujur ia juga kesal dengan sikap sang ibu.

β˜…β˜…β˜…
 

BAB 10 

Pagi hari si pemilik kulit pucat sudah di sibukkan dengan pekerjaan sebagai pengantar susu dan koran. Menaiki motor tua milik sang ayah yang bahkan tak di perbarui pajaknya. Tak masalah baginya, karena ia hanya akan melewati gang-gang kecil.

Meletakan koran dengan baik, di rumah-rumah yang telah menyediakan tempat  khusus. Sementara sesekali melempar ke dalam rumah jika terpaksa. Tak banyak yang membeli koran saat ini. Perkembangan pesat, website dan artikel yang bisa mereka akses melalui internet dengan biaya yang lebih murah. Membuat banyak masyarakat berpaling.

Setelahnya ia beranjak ke agen susu di mana ia akan mengantar susu sesuai alamat. Yoongi menerima kertas alamat dan segera melaju ke tempat yang di maksud.

Ia berdiri saat ini, di apartemen Vic tempat yang ia dengar sebagai tempat tinggal Reya dan Jungkook. Dalam hati ia penasaran apa ia bisa bertemu dengan Jungkook atau Reya?

Segera masuk dan meletakan satu persatu di depan pintu. Tak banyak hanya di lantai satu hingga lima. Sisanya akan ada temannya yang lain melakukan itu. 

Ia melangkah keluar setelah selesai, lalu segera kembali ke rumah. Ia akan istirahat sebentar lalu kembali bekerja siang nanti. Saat itu Namjoon turun, melihat Yoongi yang telah kembali.

"Aku sudah membuat sarapan. Makanlah sebelum tidur."

"Kau sudah membayar hutang bulan ini?"

Namjoon mengangguk. "Simpan gajimu, untuk kebutuhanmu sendiri. Aku berangkat."

Yoongi hanya mengangguk lalu melangkah ke kamarn. Ia lelah, lalu merebahkan diri. Hanya dalam hitungan detik ia terlelap.

β˜…β˜…β˜…
 


Siang, di apartemen keluarga kecil  Jimin. Reya sedang bersiap karena hari ini ada janji dengan teman SMU-nya akan berkumpul. Juga, ia ingin menghilangkan penat.

Jimin duduk di tempat tidur, hari ini ia nampaknya malas melakukan kegiatan. Seraya menatap sang istri yang sedang memoles wajahnya.

"Bersama Soogi dan Seunggi?"

"Iya, aku juga jenuh dengan kegiatan mengajar." Reya menoleh ke arah Jimin. "Tak apa kan jika aku keluar hari ini?"

"Nde, tak masalah belilah sesuatu untuk yang lain, hmm?"

"Okay," sahut Reya seraya meminum vitamin miliknya sebelum berangkat.

Wanita itu berjalan mendekati Jimin, mengecup kedua pipi dan kemudian bibir sang suami sebelum ia benar-benar pergi.

"Istirahatlah."

"Hmm, kau jangan terlalu lelah, sampaikan salamku untuk yang lain."

Reya mengangguk, lalu melangkah keluar kamar. Segera berjalan keluar apartemen dan menuju tempat di mana mobil miliknya terparkir. Mobil pemberian sang ayah tiri, yang sudah lima tahun menemaninya. Tanla ragu, ia segera melaju menuju lokasi di mana ia akan bertemu dengan para sahabat.

Tak jauh hanya sekitar dua puluh menit dari rumah. Ia telah tiba segera memarkir mobil putih miliknya lalu berjalan masuk. Sebuah kafe yang menyajikan aneka cake, karena hari ini akan ada Sean anak perempuan dari Seunggi dan Soohyun anak perempuan dari Soogi dan Taehyung.

Tatapannya menjelajah sekitar seraya berjalan masuk. Mungkin salah satu sahabatnya sudah ada yang tiba? Itu yang ada dalam pikirannya.

Grab.

Seseorang memeluknya dari belakang. Reya menoleh, mendapati seseorang yang lama tak ia temui.

"Hyeori?" Reya terkejut tentu saja karena ia tau jika sahabatnya itu seharusnya ada di Kanada.

"Reya!" serunya mereka saling memeluk dan sedikit bersorak.

Reya menatap Hyeori ia masih sama cantiknya, tunggu  ... "Kau hamil lagi?"

Wanita itu mengangguk. "Anakku telah berusia hampir empat tahun dan kali ini aku berusaha agar anak keduaku mirip sang ayah."

Hei!

Sebuah seruan menyadarkan keduanya. Mereka melihat ke arah suara. Di sana sudah ada Seunggi dan Soogi.  Keduanya duduk sementara kedua gadis mungil di antara keduanya sibuk dengan cake masing-masing.

Seunggi menikah tiga tahun lalu dengan Youngjae seorang guru musik dan kini di karuniai seorang anak perempuan, jarak mereka menikah tak jauh dengan Soogi dan Taehyung hanya beberapa bulan. Sementara Hyeori terpaksa pindah ke Kanada sejak kuliah. Dan hanya sesekali mengirim kabar.

Ke empat sahabat, itu duduk bersama kini.  Terkadang Reya merasa sedih diantara semua hanya ia yang belum bisa menggenggam sebuah tangan mungil yang bisa ia pamerkan.

"Hei, Hyeori-aa bagaimana dengan suamimu?" tanya Soogi.

"Ia angkat tangan, aku di pulangkan ke Korea karena begitu manja saat hamil seperti ini," jawab Hyeori sambil terkekeh.

"Bagaimana kau bisa tau kami ada di sini?" tanya Seunggi sambil sibuk menyuapi Sean.

"Hei! Kalian membuat janji di grup. Aku memang tak sering membaca pesan grup. Dan kali ini kebetulan aku berada di Korea. Jadi kuberi kalian kejutan."

"Berapa bulan?" tanyaku seraya mengusap perut Hyeori.

"Tujuh bulan," jawabnya seraya tersenyum.

"Sama dengan Soogi, kalian akan melahirkan bersama," timpal Seunggi penuh semangat. "Tak perlu repot-repot hadiah, Reya kau beli hadiah untuk Hyeori aku memberi untuk Soogi. Ini adil, dan tak membuat banyak pengeluaran," kekeh Seunggi lagi.

"Aish, pelit," desis Soogi kesal seraya melirik ke arah Seunggi.

Soogi melirik ke arah Reya, ya ia tau betul tekanan yang di berikan ibu mertuanya. Tau dalam hati Reya ada cemburu dan iri pastinya.

"Tak perlu terlalu memikirkan itu Reya." ujar Seunggi yang sepertinya juga mengerti apa yang dipikirkan sahabatnya itu. "Kau harus banyak berolahraga dengan suamimu."

"Heemm, saat kau punya anak kau tak bisa punya banyak waktu olahraga ranjang." Soogi berseloroh.

"Nikmati saja dulu. Ya tapi, ku akui pria bule lebih hebat dalam ukuran. Hahaha."  Lagi Hyeori mengucapkan hal-hal yang aneh. Dia memang seperti itu. Dan Seunggi dengan lancar memukul kening sahabatnya dengan sendok kopi yang ia pegang.

"Di sini ada anak kecil," omel Seunggi.

"Ckckck, sifat mesumnya tak berubah." Omel Soogi tak mau kalah.

"Ibu mesum itu apa?" tanya Sean pada sang ibu. Diikuti tatapan Soohyun pada Soogi.

Keduanya melirik Hyeori dengan kesal.

"Ya, kan Soogi yang mengatakan itu. Bukan aku,' protes Hyeori.

Ya menyenangkan tapi, hari ini Reya mendadak menjadi pendiam. Semakin lama, ia rasanya semakin ingin dengan cepat memiliki keturunan.

β˜…β˜…β˜…
 

Malam hari ia mengobrol bersama Jimin. Seraya merebahkan tubuh di tempat tidur. Jimin memainkan rambut wanita yang telah dinikahinya hampir tiga tahun itu. Mereka berpacaran lama sejak SMU, lalu memutuskan menikah setelah keduanya selesai kuliah.  

"Kau memikirkan sesuatu?" tanya Jimin sedari tadi ia memerhatikan wajah sedih Reya.

"Tak ada apa-apa, hanya  merasa bahagia saat melihat Seunggi, Hyeori danβ€”"

"Hyeori? Bukankah ia ada di ...." Jimin berpikir sejenak. "Amerika? Islandia?

"Kanada?"

"Hmm, iya Kanada."

"Ia kembali karena sang suami yang tak mampu mengurus sikapnya yang manja." Sahut Reya. "Jika aku manja saat hamil nanti, bisa kah kau bertahan?" 

"Belum hamil kau sudah manja sekali," kekeh Jimin. 

"Aish menyebalkan."

"Lihat bahkan, kau merajuk sekarang."

"Besok, aku akan izin sebelum bekerja."

"Untuk apa?" Tanya Jimin.

"Aku akan menjalani pemeriksaan, sesuai yang dijadwalkan ibu."

Lelaki itu menghela napas, "kau tak harus melakukannya. Beberapa bulan lalu, kita telah melakukannya dan hasilnya baik."

"Tak masalah, itu hanya pemeriksaan."

Jimin memeluk Reya seraya mengecupi kening sang istri . "Maafkan ibuku."

"Hmm, tak masalah sungguh."
***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi πŸ₯°

Selanjutnya Om Nikah Yuk! BAB 12-13
6
0
BAB 12-13Happy readingkakak  πŸ’“
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan